Anda di halaman 1dari 2

Sebagian besar emisi beracun tidak dapat dilacak keberadaannya hingga dampaknya tersebar luas.

Tetapi ada jenis lain dari limbah pertambanagan yang tidak dapt h ilang, yakni penampung limbah tailling. Tailling merupakan endapan hasil dari pe nyulingan bijih berwujud seperti lumpur yang hampir padat, dan pada umumnya meng andung zat beracun. Penampungan tailling umumnya terdiri atas alat bulldozing yang difungsikan untuk mengeringkan tailling dalam kolam, yang mampu menampung material tersebut dalam bentuk cair. Kolam secara rutin terus diperbesar, ketika volume tailling yang d itampung semakin membesar. Meskipun namanya adalah bak penampungan, strukturnya masih menyerupai bangunan b endungan yang konvensional pada umumnya. Dimana bak penampungan tailling ini dib angun sebagai proyek tunggal, yang telah ditentukan standartnya. Pada umumnya konstruksi bendungan tailling berumur panjang, melebihi umur pertam bangan yang bersangkutan, hal ini menyebabkan sulitnya merawat struktur penampun g tailling tersebut. Pada seperempat abad yang lalu, kecelakaan yang diakibatkan bocornya bak penempungan tailling mencapai tiga per empat jumlah total kecelaka an di dunia pertambangan. Salah satunya terjadi pada pertambangan emas terbuka di Omai,Guyana.Pertambangan emas milik Camboir,Kanada ini merupakan salah satu pertambangan terbuka terbesa r di muka bumi. Pada tahun 1995, bendungan penampung tailling jebol dan lebih da ri 3 milliarkubik tailling yang mengandungsianida mengalir ke sungai Omai, salah satu anak sungai yang berhulu dari sungai terbesar di Guyana, Essequibo. Presiden Guyana serta merta mengumumkan secara resmi bahwa sepanjang 51,4 km sal uran drainase sungai yang berasal dari pertambangan menuju samudera atlantik ter cemar, dan sebagai Zona Bencana Lingkungan. Laporan awal pemerintah memperkirakan bahwa konsentrasi sianida di Omai sekitar 28 ppm, atau 140 kali lebih tinggi dari ambang batas menurut standar Environment al Protection Agency (EPA) Amerika Serikat. Untuk mengatasi masalah tailling di kawasan pertambangan, perusahaan pertamba ngan menempatkan pompa di dekat badan sungai untuk memompa dan mengalirkan taill ing ke aliran sungai. Hal ini dikenal dengan istilah Riverine Tailling Disposal, yang secara halus berarti membuang limbah tambang ke sungai, hal ini mengakibat kan tercemarnya ekosistem perairan, anak aliran sungai (DAS). Dulu cara ini banyak digunakan oleh perusahaan pertambangan di seluruh dunia, na mun saat ini negara-negara maju mengutuknya dengan keras. Metode tersebut umumny a sudah tidak dipakai lagi saat ini, tapi masih ada beberapa perusahaan pertamba ngan yang masih menggunakan metode ini, diantaranya adalah Tambang Ok Tedi, Gras berg, dan Porgera yang beroperasi di kepulauan pasifik dan papua. Pembuangan tailling ke sungai merupakan kegiatan ilegal dalam dunia pertambangan . Sebagai contoh di Ilo,Peru, terdapat dua perusahaan pertambangan dan peleburan yang dijalankan oleh Southern Peru Cooper Corporation ( dikontrol oleh Mexican Firm Group Mexico) menjadi penyebab menurunnya kualitas lingkungan sejak membuab g berbagai limbah ke aliran sungai. Perusahaan yang telah beroperasi selama beberapa dekade itu telah melanggar huku m Peru, diantaranya telah membuang sebanyak 2.100 ton limbah ampas peleburan tia p harinya ke pantai utara Ilo (1960 1992), dan hingga tahun 1995 telah memompa sek itar 107.000 ton tailling tiap hari di dekat teluk Ite. Hasilnya sebanyak 8 9 juta ton limbah ampas peleburan telah menumpuk menjadi sedimen di sepanjang pantai. Saat ini limbah tailling dipompa ke kolam penampung, namun hal ini ternyata masi h mencemari sungai Lacumba yang mengalir menuju teluk. Berikutnya adalah pembuangan limbah ke laut. Hal ini menjadi lebih menarik perha tian di banding memilih sungai sebagi tempat pembuangan. Pertambnagan Ilo merupa kan satu-satunya pertambangan yang berada di kawasan pantai, dan membuang limbah nya ke laut. Pembuangan limbah ke laut mengakibatkan permasalahan ekologis yang serius, mengingat perairan laut merupakan ekosistem biologi yang paling kaya jen isnya. Pembuangan limah ke laut juga mengancam kehidupan manusia, seperti yang terjadi di Sulawesi utara, Indonesia. Pertambangan emas Newmont Minahasa Raya,milik peru sahaan Newmont, Amerika Serikat, telah membuang lebih dari 4 juta ton tailling k e teluk Buyat antara tahun 1996 2003. Penduduk setempat telah melaporkan adanya ru

am-ruam pada kulit mereka setelah menggunakan air laut. Di sisi lain, para ahli zat beracun juga menemukan adanya kandungan logam berat pada tubuh ikan dan plan kton di kawasan teluk. Aktifitas pembuangan tailling juga terjadi di kawasan pasifik, yang merupakan ru mah bagi ekositem coral terbesar dunia-kawasan perairan di kepulauan Marinduque Filipina. Di perairan tersebut perusahaan tambang tembaga Marcopper telah membua ng sebanyak 200 juta ton limbah batuan beracun selama 16 tahun, dan telah memben tang sejauh 80 km persegi di kawasan tersebut. Mengatasi dampak kesehatan masyarakat dan ekologis, maka industri pertambangan m emilih cara untuk membuang limbah ke lautan yang lebih dalam melalui pipa di ked alaman 100 m 500 m. Inilah yang dianggap oleh industri pertambangan sebagai solusi terbaik, mengingat lautan yang dalam memiliki kadar oksigen yang sedikit. Namun metode ini masih mengandung kontroversi, dikarenakan masih minimnya penget ahuan kita mengenai ekologi dasar samudera, selain itu adanya kekhawatiran tenta ng kemungkinan kebocoran pada pipa pembuangan,arus samudera, atau kegiatan ekol ogi yang dapay mengakibatkan tersebarnya limbah ke air laut. Tumbuhnya kesadaran akibat dari pembuangan limbah ke laut, membuat Amerika dan K anada melarang praktek tersebut. Pada tahun 2003, World Bank s Extractive Industries Review merekomendasikan agar bank dunia tidak lagi memberikan dukungan keuangan bagi perusahaan tambang yang membuang limbahnya ke laut. Namun perlu diketahui bahwa anjuran tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan oleh perusahaan pertambanga n.

Anda mungkin juga menyukai