Anda di halaman 1dari 16

LATAR BELAKANG

Akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada awal tahun 1997, populasi anak-anak jalanan (street children) meningkat pesat. Jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun, data terbaru dari sensus adalah sebanyak 150.000 anak jalanan di seluruh kota besar di Indonesia (Suara Karya, 2006). Di Bandung sendiri, ada sekitar 4.626 anak-anak jalanan (Departemen Sosial Bandung,2006). Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Departemen Sosial RI-ADB (1999), faktor penyebab fenomena anak jalanan dapat ditemukan, seperti dijelaskan dalam Tabel 1. Karena kebutuhan hidup dan kemiskinan, sebagian besar anak jalanan telah memikul tanggung jawab untuk bekerja dan mendapatkan uang saku mereka di usia muda mereka dan mereka sering dieksploitasi oleh kelompok-kelompok tertentu yang memberi mereka upah yang rendah. Menurut Dewi (2004), uang yang diperoleh biasanya untuk kebutuhan sendiri atau untuk meringankan beban keluarga mereka atau untuk berkumpul dengan teman mereka.
Tabel 1. Penyebab dari fenomena anak jalanan

No 1

Penyebab Membantu bekerja orang

Persentase (%) tua 49,9

2 3

Mendapat uang saku

14,8

Tidak dapat melanjutkan 11,4 studi

4 5

Isolasi dari keluarga Tidak bekerja punya

5,1 tempat 4,9

6 7 8

Mencari pengalaman baru Ingin bebas Penyebab lain


Dipaksa keluarga

2,6 2,6 8,7

Disiksa orang tua Mencari teman

Di daerah kumuh, banyak diduduki oleh orang dengan

status ekonomi rendah,

fenomena ini biasanya meningkat dan menciptakan sebuah budaya baru dalam masyarakat, ditambah dengan kondisi sekitarnya. Sekelompok anak-anak yang tidak belajar, terisolasi, dan tidak diurus oleh orang tua mereka, akan mengarah pada peningkatan jumlah anak jalanan di tempat-tempat umum seperti stasiun bus, mal, taman umum, bioskop dan tempat umum lainnya untuk berkumpul dan bersenangsenang (Horton & Hunt, 1984). Saripudin (2005) menyatakan bahwa kelompok anakanak jalan biasanya terlibat dalam penyimpangan sosial dan kriminalitas seperti mencuri, berkelahi, seks bebas, homoseksual, menghancurkan, melanggar hukum, kebisingan menciptakan dan perilaku mengganggu lainnya yang mengganggu ketenangan masyarakat dan melanggar nilai-nilai kesopanan. Perilaku mereka dilakukan bersama dengan teman-teman mereka yang memiliki nasib yang sama dan biasanya berasal dari keluarga miskin (Ertanto, 2003). Menurut Silva, didukung oleh UNDP & Departemen Sosial RI (1997), anak-anak jalanan harus dipulihkan dan diberi perlindungan yang sempurna dalam rangka untuk membuat mereka kembali ke cara yang benar, hidup normal seperti anak-anak lain, dan menikmati hak-hak mereka sebagai anak-anak melalui program resosialisasi. Peningkatan dan perlindungan program, seperti Dewi (2004) nyatakan, harus didukung oleh pengetahuan, kesadaran diri dan kekuatan diri dalam rangka untuk mampu menghadapi semua tantangan dan rintangan dalam kehidupan mereka seharihari. Di Indonesia, rumah transit, biasa disebut rumah rehabilitasi (Rumah Rehabilitasi), telah dibangun sebagai upaya untuk menangani dan merawat anak-anak jalanan. Selain itu, model rumah rehabilitasi telah digunakan di negara lain (Silva, 1996). Menurut UNDP & Departemen Sosial (1997), Ishak (2000) dan Dewi (2003), keunggulan rumah rehabilitasi diasumsikan dapat untuk melakukan model

sebelumnya. Rumah rehabilitasi adalah tempat anak-anak jalanan untuk berkumpul, untuk bersama-sama dalam kebahagiaan dan duka, bercerita, untuk mencari keberuntungan mereka dan untuk mendapatkan kasih sayang dari pendidik jalanan. Karena posisi rumah rehabilitasi di pusat kota, anak jalanan bisa dilatih untuk beradaptasi dan hidup dengan perkembangan saat ini di kota dan menjadi sisa dari orang-orang perkotaan, di samping tidur, setelah makan dan tinggal di sana. Di rumah rehabilitasi, mereka diajarkan untuk menerima dan memahami orang lain, menjadi keluarga besar dan mengelola semua kebutuhan mereka sendiri dengan norma sosial dan nilai-nilai (Silva, 1996; Soetarso, 2001). Tujuan pembangunan rumah rehabilitasi adalah untuk membantu anak-anak jalanan dalam berurusan dengan masalah mereka dan untuk mendapatkan pilihan terbaik untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka (UNDP & Departemen Sosial RI, 1997: 3). Tujuan khusus dari program resosialisasi anak-anak jalanan itu untuk membuat anakanak jalanan memiliki filosofi kehidupan yang baik dan perilaku positif, untuk melakukan perilaku sosial sejalan dengan nilai-nilai sosial, memiliki kemampuan mengatur diri sendiri dan menghadapi hambatan hidup.

TUJUAN STUDI
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi program resosialisasi anak jalanan di buka rumah di Bandung, Indonesia dari, proses input dan aspek produk, berdasarkan CIPP model evaluasi oleh Stufflebeam dkk. (1971). Evaluasi masukan termasuk kurikulum resosialisasi, kemampuan fasilitator, anak jalanan, sarana dan prasarana, dan aspek media pembelajaran. Hal-hal yang diteliti antara lain membimbing dan pembelajaran, keterlibatan administrator, keterlibatan orang tua dan masyarakat (LSM), dan program pemantauan aspek. Sementara itu, evaluasi produk melibatkan aspek jalanan anak-anak memiliki sikap yang baik dan positif dan filosofi hidup, melakukan perilaku sosial sejalan dengan nilai-nilai sosial, memiliki kemampuan mengatur diri sendiri dan kemampuan untuk berurusan dengan kehidupan hambatan. Evaluasi ini terlihat dari dua aspek. Yang pertama adalah bagaimana

yang relevan program untuk kebutuhan anak-anak jalanan itu. Yang kedua adalah untuk mengevaluasi seberapa jauh Progradima mencapai tujuannya.

RUMUSAN MASALAH
Peneltian di kalangan anak-anak jalanan di rumah terbuka akan mencoba untuk menjawab pertanyaan berikut studi: 1. Seberapa jauh relevansi pengaruh untuk implementasi anak-anak jalanan resosialisasi program di rumah terbuka dari administrator, fasilitator dan jalan perspektif anak? 2. Seberapa jauh proses pelaksanaan resosialisasi anak jalanan di Program rumah rehabilitasi dari perspektif administrator, fasilitator dan anak-anak jalanan? 3. Seberapa jauh anak-anak jalanan resosialisasi program di rumah rehabilitasi mencapai tujuannya dari perspektif administrator, fasilitator dan anak-anak jalanan? 4. Apa faktor yang berkontribusi pelaksanaan proses dan output dari

anak jalanan resosialisasi program di rumah rehabilitasi? 5. Apakah ada masalah yang dihadapi dan apa rekomendasi yang disarankan untuk menangani dengan masalah-masalah dalam program resosialisasi anak-anak jalanan di rumah rehabilitasi?

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan model evaluasi CIPP dinyatakan oleh Stufflebeam dkk. (1971). Sampling acak sistematis digunakan untuk memilih responden dari 16 rumah terbuka di Kota Bandung. Sampel penelitian ini adalah 522 responden yang terdiri dari 36 administrator, fasilitator dan 354 132 anak jalanan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, wawancara format dan daftar observasi. Tiga set kuesioner disediakan di mana Set 1 adalah untuk administrator, Set 2 untuk fasilitator dan Set 3 untuk anak jalanan. Anak

Indeks antara

reliabilitas 0,70-0,87.

Alpha Data dari

Cronbach kuesioner

untuk dianalisis

tiga

set

kuesioner

adalah dan

menggunakan

deskriptif

analisis inferensi seperti frekuensi, persentase, min, ANOVA dan regresi berganda menggunakan SPSS for Windows versi 12. Data wawancara dan observasi dianalisis menggunakan analisis Bogdan dan Biklen (1992).

HASIL
Keterkaitan antara aspek masukan (input aspects) terhadap Pelaksanaan Program Rumah Rehabilitasi dan Resosialisasi bagi Anak-Anak Jalanan Komponen atau variabel dari aspek masukan ini antara lain : kurikulum (curriculum), anak-anak jalanan (street children), kemampuan mengakses berbagai fasilitas(facility accessibility), dan pembelajaran media (learning media). Dengan menggunakan metode ANOVA untuk menjelaskan perbedaan sudut pandang antara anak-anak jalanan, petugas administrasi, dan tutor pembimbing terhadap variabel aspek masukan. Diperoleh hasil bahwa anak-anak jalanan mempunyai pandangan yang lebih positif terhadap aspek masukan daripada petugas administrasi dan fasiliator. Selain itu terdapat perbedaan sudut pandang yang cukup signifikan

diantara anak-anak jalanan, petugas administrasi, dan tutor pembimbing terhadap keterkaitan input masukan dalam Pelaksanaan Rumah Rehabilitasi dan Resosialisasi bagi Anak-Anak Jalanan.

Proses Pelaksanaan Program Rumah Rehabilitasi dan Resosialisasi bagi AnakAnak Jalanan Komponen variabel proses pelaksanaan rehabilitasi dan resosialisasi ini antara lain : bimbingan dan pembelajaran (guiding and learning), keterlibatan petugas administrasi (the involvement of administrators), keterlibatan orang tua dan masyarakat umum (the involvement of parents and public (NGO)), dan monitoring program (program
5

monitoring). Dengan menggunakan metode ANOVA untuk menjelaskan perbedaan sudut pandang antara anak-anak jalanan, petugas administrasi, dan fasilitator

terhadap variabel proses Pelaksanaan program Rehabilitasi dan Resosialisasi bagi Anak-Anak Jalanan. Diperoleh hasil bahwa anak-anak jalanan mempunyai pandangan yang lebih positif terhadap proses pelaksanaan rehabilitasi dan resosialisasi ini daripada petugas administrasi dan tutor pembimbing. Selain itu terdapat perbedaan sudut pandang yang cukup signifikan diantara anak-anak jalanan, petugas administrasi, dan tutor pembimbing terhadap proses Pelaksanaan program Rehabilitasi dan Resosialisasi bagi Anak-Anak Jalanan.

Hasil dari Program Rumah Rehabilitasi dan Resosialisasi bagi Anak-Anak Jalanan Komponen variabel yang termasuk di dalam hasil program ini adalah sikap yang baik dan positif (good and positive attitude), pemaknaan hidup (life philosophy), tata kelakuan sesuai dengan nilai-nilai social masyarakat (performing social behavior in line with societal values), kemampuan mengatur diri sendiri (the ability of self regulating) dan kemampuan untuk menghadapi berbagai rintangan kehidupan(the ability to deal with life obstacles). Dengan menggunakan metode ANOVA untuk menjelaskan perbedaan sudut pandang antara anak-anak jalanan, petugas

administrasi, dan tutor pembimbing terhadap variabel Hasil dari Program Rumah Rehabilitasi dan Resosialisasi bagi Anak-Anak Jalanan. Diperoleh hasil bahwa anakanak jalanan mempunyai pandangan yang lebih positif terhadap proses pelaksanaan rehabilitasi dan resosialisasi ini daripada petugas administrasi dan fasilitator. Selain itu terdapat perbedaan sudut pandang yang cukup signifikan diantara anak-anak jalanan, petugas administrasi, dan tutor pembimbing terhadap proses Pelaksanaan program Rehabilitasi dan Resosialisasi bagi Anak-Anak Jalanan.

Faktor-Faktor yang Berkontribusi pada Proses Pelaksanaan dan Hasil dari Program Rumah Rehabilitasi dan Resosialisasi bagi Anak-Anak Jalanan Analisis Regresi Ganda digunakan dalam menentukan korelasi dan kontribusi dari variabel bebas (independent variable) terhadap variabel standar. 1. Menentukan kontribusi / korelasi antara variabel bebas dalam proses pelaksanaan program resosialisasi. Variabel bebasnya antara lain : : kurikulum (curriculum), anak-anak jalanan (street children), kemampuan mengakses berbagai fasilitas(facility accessibility), dan pembelajaran media (learning media). Sedangkan variabel tak bebas yang meliputi proses pelaksanaan program resosialisasi adalah bimbingan dan pembelajaran (guiding and learning), keterlibatan petugas administrasi (the involvement of administrators), keterlibatan orang tua dan masyarakat umum (the involvement of parents and public (NGO)), dan monitoring program (program monitoring). Variabel-variabel bebas tersebut berkorelasi sekitar 34 % (0,34) dalam bimbingan dan pembelajaran (guiding and learning), sekitar 27% (0,27) terhadap keterlibatan petugas administrasi (the involvement of administrators), sekitar 21% (0,21) terhadap keterlibatan orang tua dan masyarakat umum/LSM (the involvement of parents and public (NGO)) dan sekitar 37%(0.37) terhadap monitoring program (program monitoring). 2. Menentukan kontribusi / korelasi antara variabel bebas dalam hasil dari program resosialisasi. Variabel bebasnya antara lain : : kurikulum (curriculum), anak-anak jalanan (street children), kemampuan mengakses berbagai fasilitas(facility

accessibility), dan pembelajaran media (learning media). Sedangkan variabel tak bebas yang meliputi hasil program resosialisasi adalah sikap yang baik dan positif (good and positive attitude), pemaknaan hidup (life philosophy), tata kelakuan sesuai dengan nilai-nilai social masyarakat (performing social behavior in line with societal values), kemampuan mengatur diri sendiri (the

ability of self regulating) dan kemampuan untuk menghadapi berbagai rintangan kehidupan(the ability to deal with life obstacles). Variabel-variabel bebas tersebut berkorelasi sekitar 58,4 % (0,584) terhadap sikap yang baik dan positif (good and positive attitude), sekitar 43% (0,43) terhadap ), tata kelakuan sesuai dengan nilai-nilai social masyarakat (performing social behavior in line with societal values), sekitar 55,5% (0,555) kemampuan mengatur diri sendiri (the ability of self regulating) dan sekitar 38% (0,38) terhadap kemampuan untuk menghadapi berbagai rintangan kehidupan(the ability to deal with life obstacles).

ANALISIS WAWANCARA
Masalah Program Resosialisasi Anak-Anak Jalanan Diantara responden dari anak-anak jalanan, petugas administrasi, dan tutor pembimbing memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menanggapi masalah dalam program resosialisasi ini.  Jawaban dari petugas administrasi 1 : bahwa masalah utama yang dihadapi oleh program resosialisasi anak-anak jalanan adalah lingkungan internal anakanak jalanan kurang kondusif dan kurang mendukung seperti faktor keluarga yang miskin dan kekurangan tutor untuk membimbing anak-anak jalanan.  Jawaban dari fasilitator 2 : bahwa masalah utama yang dihadapi oleh program resosialisasi anak-anak jalanan adalah keterbatasan kemampuan mengakses fasilitas pembelajaran, rendahnya minat dari partisipan dalam mengikuti kegiatan dalam rumah rehabilitasi dan resosialisasi serta kurangnya junlah tutor pembimbing.  Jawaban dari anak-anak jalanan 1 : bahwa terkadang kegiatan resosialisasi tersebut cenderung membosankan sehingga mereka tetap memilih ikut pergi dengan teman-temannya seperti untuk minum minuman keras, atau kadang-

kadang teman-teman yang lebih tua dari mereka memaksa mereka untuk menghasilkan uang dengan mengamen di jalanan. Rekomendasi/Saran untuk Pengembangan Program Resosialisasi Anak-Anak Jalanan Responden yang terdiri dari anak-anak jalanan, petugas administrasi dan fasilitator memiliki saran yang berbeda dalam menghadapi masalah dalam program resosialisasi anak-anak jalanan.  Pendapat dari 1 petugas administrasi : pertama, mengembangkan pengayoman keluarga atau orang tua, pemberian modal usaha atau memberikan kursus ketrampilan dari berbagai kemampuan yang dibutuhkan sehingga mungkin mereka akan mampu memilki usaha dan mampu keluar dari kemiskinan. Kedua, meningkatkan kerjasama dari berbagai pihak yang terlibat, khususnya perguruan tinggi dan departemen social untuk menambah jumlah tutor pembimbing.  Pendapat dari 2 fasilitator : pertama adalah meningkatkan kerjasama berbagai pihak pihak yang bertanggung jawab dalam masalah pelayanan anak jalanan. Kedua, kegiatan dalam rumah rehabilitasi dan resosialisasi sebaiknya lebih diaktifkan dan ditingkatkan serta variasi kegiatan seperti rekreasi dan kegiatan pengembangan kreativitas. Ketiga, bimbingan dan pembelajaran dilaksanakan berdasarkan kondisi dari anak-anak jalanan, tidak melaksanakan pembelajaran pada waktu yang tidak mungkin bagi anak-anak jalanan untuk mengikutinya.  Pedapat dari 2 anak-anak jalanan : kegiatannya seharusnya lebih menarik dan bervariasi berdasarkan kebutuhan mereka. Selain itu aspek lain yang ditinjau adalah dari segi sarana dan prasarana atau fasilitas dan infrastruktur yang dimiliki rumah rehabilitasi dan resosialisasi. Semua rumah rehabilitasi dan resosialisasi sudah memiliki ruang kegiatan, kamar tidur, dapur, toilet, dan tempat menjemur pakaian. Namun tidak semua peralatan dari ruangan tersebut tersedia. Sebagain contoh, 100% rumah rehabilitasi dan resosialisasi telah

memiliki perabotan rumah tangga seperti kursi, meja, lemari. 100% telah memiliki peralatan dapur dan peralatan kebersihan, 80% memiliki peralatan mandi, 60% memilki perlengkapan bermain, 60% memiliki ruangan menyimpan barang-barang anak-anak jalanan dan halaman bermain. Dilihart dari segi fasilitas media pembelajaran baik media cetak maupun elektronik juga masih kurang memadai. Dari aspek media cetak, 100% rumah rehabilitasi dan resosialisasi telah memiliki buku teks dan buku cerita, 80% telah memiliki majalah dan gambar-gambar. Jika dilihat dari aspek media elektronik 80% telah memiliki televise, 805 sudah memiliki radio, 60% telah memiliki VCD/DVD player dan hanya 20% yang telah memiliki akses internet.

DISKUSI
Keterkaitan antara aspek masukan (input aspects) terhadap Pelaksanaan Program Rumah Rehabilitasi dan Resosialisasi bagi Anak-Anak Jalanan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kurikulum dari program resosialisasi anak jalanan di Rumah Rehabilitasi dilakukan mengikuti panduan dari Departemen Sosial Republik Indonesia. Kurikulum ini hanya berisi inti dari pembimbingan dan pembelajaran yang akan dilakukan. Kurikulum ini sebaiknya dijelaskan oleh tutor berdasarkan kebutuhan anak-anak jalanan . Oleh karena itu, kurikulum yang digunakan harus fleksibel yang mungkin mengandung kebutuhan dan keinginan anak-anak jalanan. Menurut Sudjana (1996), kurikulum pendidikan non formal seperti program

resosialisasi anak jalanan haruslah fleksibel, sehingga kurikulum dapat memenuhi kebutuhan yang berbeda dari peserta. Dari aspek keterampilan fasilitator, itu menunjukkan bahwa fasilitator Rumah Rehabilitasi di Bandung terdiri dari fasilitator berpengetahuan dan terampil di bidang pengajaran anak-anak jalanan. Sebagian besar

10

dari tutor yaitu sekitar (89%) lulus dari Sekolah Menengah Pekerja Sosial (SMPS). Hal ini didasarkan pada peraturan UNDP dan Departemen Sosial RI yang menyatakan bahwa syarat pendidikan minimun dari fasilitator pada Rumah Rehabilitasiadalah lulus SMPS. Tugas yang diberikan kepada fasilitator adalah cukup Dan sejalan dengan pengetahuan praktis yang mereka miliki. Tapi mereka masih membutuhkan pelatihan khusus dan rutin , lokakarya atau seminar untuk meningkatkan pengetahuan dan keteampilan mereka dalam mengajar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak jalanan berasal latar belakang yang berbeda, di mana umumnya mereka mengalami penyimpangan sosial, baik ringan atau berat. Umumnya mereka membutuhkan program resosialisasi di rumah terbuka. Menurut pendapat Dewi (2002) upaya untuk mengembalikan sikap dan perilaku mereka yang sesuai dengan norma sosial adalah sangat penting untuk lakukan melalui kegiatan resosialisasi ini. Dari aspek fasilitas dan aksesibilitas infrastruktur, Rumah Rehabilitasidi Bandung telah memadai dalam tingkat minimum. Sudjana (1993) menyatakan bahwa aksesibilitas sarana dan prasarana akan menentukan keberhasilan proses dan output (hasil) dari program pendidikan non-formal. Jika fasilitas dan aksesibilitas prasarana tidak memadai, itu pasti akan mengganggu dan mengurangi keberhasilan program pendidikan non-formal. Dari aspek media pembelajaran, hasil penelitian menunjukkan bahwa media (cetak dan elektronik) di Rumah Rehabilitasidi kota Bandung telah memadai dalam tingkat minimum. Temuan ini sejalan dengan temuan studi Ishak (2000) yang menunjukkan bahwa media pembelajaran masih kurang dan perlu ditambah.

Proses pelaksanaan Program resosialisasi anak jalanan di Rumah Rehabilitasi Penelitian menunjukkan bahwa pembinaan dan pembelajaran dilakukan melalui bimbingan sosial dan mental di mana anak-anak jalanan dipandu sesuai dengan kebutuhan mereka. Hal ini sejalan dengan UNDP dan Departemen Sosial RI bahwa dalam resosialisasi ke anak-anak jalanan, fasilitator menggunakan prinsip-prinsip

11

kesetaraan dan persahabatan. Meskipun mereka anak-anak, pengalaman mereka di jalanan telah membuat mereka dewasa. Anak jalanan diposisikan sebagai subyek dari perubahan yang telah terjadi pada diri mereka. Ini juga sejalan dengan pendekatan Bandura (1969) yang mengembangkan tiga pendekatan untuk mengubah sikap individu atau kelompok seperti pendekatan yang berorientasi keyakinan, pendekatan berorientasi kasih sayang dan pendekatan berorientasi perilaku. Penelitian menunjukkan bahwa administrator terlibat di semua tingkat program resosialisasi anak-anak jalanan di rumah rehabilitasi. Penelitian ini sejalan dengan studi yang dilakukan Dewi (2004) di mana fungsi perencanaan, pelaksanaan organisasi, pemantauan dan evaluasi sangat penting untuk dilakukan oleh administrator jika mereka ingin program resosialisasi anak-anak jalanan berhasil. Untuk melibatkan orang tua biasanya dengan mengundang orang tua dan wali dari anak-anak untuk datang ke rumah terbuka atau dengan orang yang bertanggung jawab dari rumah terbuka, biasanya guru atau administrator, datang ke rumah 'orang tua' dari anak-anak jalanan (Kunjungan rumah). Penelitian ini didukung oleh studi yang dilakukan Sulistiati (2001) dan Soetarso (2001) yang menunjukkan bahwa faktor penting bagi keberhasilan program adalah keterlibatan orang tua dalam program ini. Membimbing anak jalanan itu tak lepas dari upaya bimbingan keluarga mereka. Pemantauan program sangat penting untuk memastikan bahwa program resosialisasi anak-anak jalanan di rumah rehabilitasi dapat dilakukan seperti apa yang telah direncanakan. Departemen Sosial Provinsi Jawa Barat (2001) menyatakan pentingnya pemantauan program, pemantauan program adalah kegiatan untuk

membimbing dan mengarahkan pelaksana rumah rehabilitasi mengenai proses dan tugas sehari-hari baik dalam administrasi pemerintahan resmi atau layanan.

Pencapaian tujuan Program resosialisasi anak jalanan di Rumah Rehabilitasi Penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan persepsi antara administrator, tutor dan anak-anak jalanan tentang sikap yang baik dan positif dan filosofi hidup, melakukan perilaku sosial sejalan dengan nilai-nilai sosial, kemampuan mengatur diri
12

sendiri,

dan

kemampuan

untuk

berurusan

dengan

rintangan

hidup.

Ini

menggambarkan bahwa masih ada suatu tanggung jawab di Rumah Rehabilitasi untuk meningkatkan kualitas Program resosialisasi anak jalanan, input dan proses di rumah terbuka. Studi yang sangat mirip dengan studi yang dilakukan Dewi (2004) menunjukkan bahwa ada perubahan di sebagian besar anak jalanan setelah mengikuti program di rumah rehabilitasi yaitu pada kesadaran mereka akan pentingnya pendidikan untuk masa depan mereka, pertumbuhan rasa percaya diri dan kesopanan mereka. Didukung oleh studi yang dilakukan Ishak (2000) menunjukkan bahwa anakanak jalanan yang mengikuti program di Rumah Rehabilitasi biasanya mampu memecahkan masalah yang mereka hadapi, dan jika mereka tidak mampu

memecahkan masalah mereka sendiri, peran orang tua, kerabat, guru atau tutor diperlukan untuk membantu memecahkan masalah yang mereka hadapi.

Masalah dan rekomendasi untuk memecahkan masalah pada program resosialisasi anak-anak jalanan di Rumah Rehabilitasi di kota Bandung Program resosialisasi anak-anak jalanan di kota Bandung pada kenyataannya masih menghadapi banyak masalah. Masalah utamanya adalah: pertama, aksesibilitas

fasilitas belajar yang terbatas; kedua, anggaran yang tersedia juga terbatas; ketiga, keluarga/orang tua anak jalanan yang sangat miskin sehingga mereka memaksa anakanak mereka untuk memperoleh beberapa uang dengan bekerja secara apapun; keempat, kurangnya fasilitator untuk membimbing anak-anak jalanan;

kelima, kurangnya ahli yang membantu memecahkan masalah anak jalanan, dan keenam, tindak lanjut program bagi peserta yang tidak memiliki rumah dan keluarga, agar tidak membuat mereka kembali ke jalan. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Dewi (2004) yang menyatakan bahwa anggaran untuk membimbing anakanak jalanan itu masih kurang dan masih bergantung pada anggaran dari Departemen Sosial RI, masih belum ada anggaran dari pemerintah daerah. Di kota Bandung, anggaran untuk menangani anak jalanan masih rendah. Sugiarta (2002) juga menyatakan dalam studinya bahwa ada banyak program resosialisasi anak jalanan

13

yang telah dilaksanakan, namun dari sumber daya manusia dan fasilitas serta aksesibilitas infrastruktur, tidak siap secara optimal, sehingga program tidak berjalan lancar. Dari masalah utama yang dihadapi tersebut, beberapa rekomendasi yang disarankan adalah : pertama, meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak dari lembaga pemerintah, LSM, kelompok dan individu yang mampu untuk membantu dalam menyelesaikan aksesibilitas fasilitas dan penganggaran dana untuk program resosialisasi anak jalanan di rumah terbuka. Kedua, mengembangkan perekonomian orang tua atau wali anak-anak jalanan , seperti memberi mereka modal untuk usaha atau memberikan berbagai pelatihan keterampilan yang dibutuhkan, sehingga mereka bisa mencoba untuk membuka usaha (berbisnis) dan keluar dari kemiskinan, alhasil mereka tidak akan lagi meminta anak-anak mereka untuk memperoleh uang di jalan. Ketiga, meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak yang bertanggung jawab terutama universitas dan Departemen Sosial kota / provinsi untuk menambahkan lebih banyak guru dan ahli. Keempat, meningkatkan kerjasama dengan rumah singgah dan panti asuhan untuk mengirim peserta program setelah benar-benar mengikuti dan menyelesaikan program pendidikan di Rumah Rehabilitasi .

14

KESIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi program resosialisasi anak jalanan di Rumah Rehabilitasidi Bandung, Indonesia. Metode penelitian dalam studi ini adalah desain evaluasi program menggunakan kuantitatif dan kualitatif metode. Penelitian ini menggunakan model evaluasi CIPP disarankan oleh Stufflebeam et al, (1971). dengan memfokuskan pada tiga dari empat komponen model evaluasi CIPP , yaitu input, proses dan produk. Evaluasi input, yaitu kurikulum resosialisasi, kemampuan fasilitator, anak jalanan, sarana dan prasarana, dan aspek media pembelajaran. Evaluasi proses termasuk bagaimana pembelajaran dan membimbing anak jalanan dengan baik, keterlibatan administrator, keterlibatan orang tua dan masyarakat (LSM), dan aspek pemantauan program. Sementara itu, evaluasi produk melibatkan hasil dari pembelajaran yaitu aspek sikap anak-anak jalanan yang baik dan positif serta bagaimana mereka memaknai filosofi hidup, melakukan perilaku sosial sejalan dengan nilai-nilai sosial, memiliki kemampuan mengatur diri sendiri dan kemampuan untuk menghadapi tantangan kehidupan. Systematic random sampling digunakan untuk memilih responden dari 16 Rumah Rehabilitasidi Bandung. The Sampel dari penelitian ini adalah 522 orang terdiri dari 36 administrator / manajer, 132 fasilitators dan 354 anak jalanan. Data hasil kuesioner dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan inferensia seperti frekuensi, persentase, min, ANOVA dan multiple-regresi menggunakan SPSS untuk Windows versi 12. Data hasil Wawancara dan observasi dianalisis menggunakan analisis Bogdan dan Biklen (1992). Studi ini menemukan bahwa program resosialisasi anak jalanan di Rumah Rehabilitasi di Bandung, dari aspek input, proses dan produk umumnya berada pada tingkat/level menengah, dan masih memiliki beberapa kelemahan yang harus ditangani. Oleh karena itu, dalam upaya untuk mencapai tujuan program resosialisasi anak jalanan di rumah terbuka, perbaikan dan upaya harus dilakukan terpadu oleh semua pihak yang bertanggung jawab.

15

16

Anda mungkin juga menyukai