Anda di halaman 1dari 9

PERAN PARTAI POLITIK*

Dengan kondisi Partai Politik yang sehat dan fungsional, maka memungkinkan untuk melaksanakan rekrutmen pemimpin atau proses pengkaderan, pendidikan politik dan kontrol sosial yang sehat. Dengan Partai Politik pula, konflik dan konsensus dapat tercapai guna mendewasakan masyarakat. Konflik yang tercipta tidak lantas dijadikan alasan untuk memecah belah partai, tapi konflik yang timbul dicarikan konsensus guna menciptakan partai yang sehat dan fungsional. Pentingnya keberadaan Partai Politik dalam menumbuhkan demokrasi harus dicerminkan dalam peraturan perundang-undangan. Seperti diketahui hanya Partai Politik yang berhak mengajukan calon dalam Pemilihan Umum. Makna dari ini semua adalah, bahwa proses politik dalam Pemilihan Umum (Pemilu), jangan sampai mengebiri atau bahkan menghilangkan peran dan eksistensi Partai Politik. Kalaupun saat ini masyarakat mempunyai penilaian negatif terhadap Partai Politik, bukan berarti lantas menghilangkan eksistensi partai dalam sistem ketatanegaraan. Semua yang terjadi sekarang hanyalah bagian dari proses demokrasi. Menumbuhkan Partai Politik yang sehat dan fungsional memang bukan perkara mudah. Diperlukan sebuah landasan yang kuat untuk menciptakan Partai Politik yang benar-benar berfungsi sebagai alat artikulasi masyarakat. Bagi Indonesia, pertumbuhan Partai Politik telah mengalami pasang surut. Kehidupan Partai Politik baru dapat di lacak kembali mulai tahun 1908. Pada tahap awal, organisasi yang tumbuh pada waktu itu seperti Budi Oetomo belum bisa dikatakan sebagaimana pengertian Partai Politik secara modern. Budi Utomo tidak diperuntukkan untuk merebut kedudukan dalam negara (public office) di dalam persaingan melalui Pemilihan Umum. Juga tidak dalam arti organisasi yang berusaha mengendalikan proses politik. Budi Oetomo dalam tahun-tahun itu tidak lebih dari suatu gerakan kultural, untuk meningkatkan kesadaran orang-orang Jawa. Sangat boleh jadi partai dalam arti modern sebagai suatu organisasi massa yang berusaha untuk mempengaruhi proses politik, merombak kebijaksanaan dan mendidik para pemimpin dan mengejar penambahan anggota, baru lahir sejak didirikan Sarekat Islam pada tahun 1912. Sejak itulah partai dianggap menjadi wahana yang bisa dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan nasionalis. Selang beberapa bulan, lahir sebuah partai yang di dirikan Douwes Dekker guna menuntut kebebasan dari Hindia Belanda. Dua partai inilah yang bisa dikatakan sebagai cikal bakal semua Partai Politik dalam arti yang sebenarnya yang kemudian berkembang di Indonesia.

Kay Lawson (1988) misalnya, mengemukakan bahwa partai politik merupakan sebuah agensi (agency) yang dapat mengklaim memiliki rasion d'etre untuk mendasari berbagai keterkaitan di dalam sebuah negara. Keterkaitan tersebut, ungkap Lawson, merupakan sebuah hal yang utama, karena partai politik menyediakan 'benang penghubung' antara pemilih, proses pemilihan umum, dan pemerintah yang dihasilkan dari proses tersebut. Jika secara formal partai politik menyediakan wadah tersebut, yang menjadi permasalahan kemudian adalah, seberapa jauh partai politik tersebut mampu untuk mengakomodasi kepentingan grassroot.

Menyikapi Keberadaan Partai Politik di Indonesia


Keberadaan partai politik tidak bisa dilepaskan dari kehidupan setiap negara demokrasi. Partai politik dianggap sebagai salah satu institusi yang mampu mengakomodir aspirasi rakyat serta dapat dijadikan alat kontrol bagi kebijakan-kebijakan pemerintah. Di negara-negara yang menganut paham demokrasi, gagasan mengenai partisipasi rakyat mempunyai dasar ideologis bahwa rakyat berhak turut menentukan siapa-siapa yang akan menjadi pemimpin yang nantinya menentukan kebijaksanaan umum (public policy). Ada tiga teori yang mencoba menjelaskan tentang munculnya partai politik. Pertama, teori kelembagaan. Teori ini mengatakan bahwa kemunculan partai politik karena dibentuk oleh kalangan legislatif untuk mengadakan kontak dengan masyarakat. Kedua, teori situasi historik. Teori ini mengatakan bahwa timbulnya partai politik sebagai upaya untuk mengatasi krisis yang ditimbulkan oleh perubahan masyarakat secara luas, yaitu berupa krisis legitimasi, integrasi dan partisipasi. Untuk mengatasi hal itu dibentuk partai politik. Ketiga, teori pembangunan. Teori ini melihat bahwa munculnya partai politik sebagai produk modernisasi sosial ekonomi. Partai politik memiliki fungsi: 1) Sebagai sarana sosialisasi politik, yaitu proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat. 2) Sebagai sarana komunikasi politik, yaitu proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah. 3) Sebagai sarana rekruitmen politik, yaitu seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peran dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya. 4) Sebagai pengelola konflik, yaitu mengendalikan konflik melalui cara berdialog dengan pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik dan membawanya ke parlemen untuk mendapatkan penyelesaian melalui keputusan politik.

5) Sebagai sarana artikulasi dan agegrasi kepentingan, menyalurkan berbagai kepentingan yang ada dalam masyarakat dan mengeluarkannya berupa keputusan politik. 6) Sebagai jembatan antara rakyat dan pemerintah, yaitu sebagai mediator antara kebutuhan dan keinginan masyarakat dan responsivitas pemerintah dalam mendengar tuntutan rakyat. Ada 6 alasan yang menyebabkan kita harus berpartisipasi dalam partai politik : 1) Manusia sebagai khalifah di bumi bertanggung jawab untuk melaksanakan misi khalifah, yaitu memelihara, mengatur dan memakmurkan bumi yang merupakan aktivitas politik yang paling otentik. Misi khilafah ini merupakan amanah Allah yang wajib ditunaikan oleh setiap insan sesuai dengan hukum-hukum-Nya. 2) Islam adalah sistem hidup yang universal, yang mencakup seluruh aspek kehidupan baik agama, ekonomi, sosial, budaya, politik maupun negara. Setiap muslim diperintahkan untuk menerapkan keuniversalan ini secara utuh. Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan. 208) (QS. 2 :

Konsekuensinya, setiap muslim tidak boleh mencukupkan dirinya hanya mengamalkan sebagian ajaran Islam saja. Meninggalkan politik berarti meninggalkan sebagian Islam dan hal ini dapat menjerumuskan ke dalam iman sebagian dan kufur sebagian, yang dapat menimbulkan nestapa di dunia dan azab yang pedih di akhirat kelak. (QS. 2 : 85) 3) Adanya kewajiban-kewajiban Islam yang tidak dapat dilaksanakan kecuali secara berjamaah dan memerlukan adanya kebijakan politik. Maka berdirinya partai untuk membuat kebijakan politik yang Islami adalah juga wajib sesuai kaidah fiqih. Sesuatu kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengannya, maka ia adalah wajib. Sholat tidak syah tanpa wudhu, maka wudhu untuk shalat adalah wajib. Nilai-nilai Islam tidak akan tegak tanpa politik, maka berpolitik untuk menegakkan nilai Islam adalah wajib. 4) Realitas masyarakat muslim yang ingin menyalurkan aspirasi, potensi dan peran mereka untuk ikut menentukan kebijakan bangsa memerlukan sebuah wadah. Maka partai politik adalah wadah yang paling efektif sebagai tempat penyalurannya. 5) Keharusan menegakkan amar maruf nahi munkar, keharusan memiliki kepedulian terhadap persoalan ummat sebagaimana sabda nabi : Barang siapa tidak peduli dengan urusan muslim, maka dia bukan dari golongan kami. Maka dengan partai politik peran nahi munkar lebih dapat ditingkatkan sekedar himbauan (lisan) atau keprihatinan. Bergabung dalam partai adalah salah satu bentuk kepedulian kita terhadap problematika umat. 6) Mereka yang ingin menyingkirkan Islam dari kehidupan berbangsa senantiasa bekerja sekuat tenaga untuk menggalang kekuatan, sementara Allah memerintahkan agar ummat memberikan perlawanan yang setimpal.

peranan partai politik dalam pendidikan politik

Partai politik merupakan ciri utama sistem politik yang demokratis. Sedangkan salah satu fungsi dari partai politik adalah pendidikan politik, ini merupakan hal yang sangat penting diperhatikan oleh partai politik mengingat masih banyaknya masyarakat yang pendidikan politiknya masih sangat minim atau rendah.

Partai politik adalah yang bertugas memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Partai politik tidak hanya memperhatikan masyarakat di saat kampanye atau menjelang pesta demokrasi, setelah itu dilupakan dan dibubarkan tanpa ada yang namanya proses evaluasi. Tetapi kegiatan pendidikan politik ini juga harus berlangsung secara terus-menerus dan kenyataannya, partai politik justru memberikan contoh yang buruk. Harusnya partai politik menciptakan hubungan yang saling menguntungkan antara masayarakat dan elite dalam rangka mewujudkan citacita bangsa.

Peran Partai Politik dalam Penyelenggaraan Pemilu yang Aspiratif dan Demokratis

Pemilu dapat dikatakan aspiratif dan demokratis apabila memenuhi beberapa persyaratan : 1.Pertama, pemilu harus bersifat kompetitif, dalam artian peserta pemilu harus bebas dan otonom. `2.Kedua, pemilu yang diselenggarakan secara berkala, dalam artian pemilu harus diselenggarakan secara teratur dengan jarak waktu yang jelas.

`3.Ketiga, pemilu harus inklusif, artinya semua kelompok masyarakat harus memiliki peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilu. Tidak ada satu pun kelompok yang diperlakukan secara diskriminatif dalam proses pemilu. 4. Keempat, pemilih harus diberi keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasana bebas, tidak di bawah tekanan, dan akses memperoleh informasi yang luas. 5. Kelima, penyelenggara pemilu yang tidak memihak dan independen.

Sistem Kepartaian Sederhana

` Sistem presidensial di Indonesia hingga saat ini belum dapat mewujudkan secara penuh pemerintahan yang kuat dan efektif. Dalam rangka menciptakan pemerintahan yang kuat, stabil, dan efektif perlu didukung pula oleh sistem kepartaian yang sederhana. Dengan sistem kepartaian sederhana akan dapat dihasilkan tingkat fragmentasi yang relatif rendah di parlemen, yang pada gilirannya dapat tercipta pengambilan keputusan yang tidak berlarut-larut. Jumlah partai yang terlalu banyak akan menimbulkan dilema bagi demokrasi, karena banyaknya partai politik peserta pemilu akan berakibat sulitnya tercapai pemenang mayoritas. Di sisi lain, ketiadaan partai politik yang mampu menguasai mayoritas di parlemen merupakan kendala bagi terciptanya stabilitas pemerintahan dan politik. Seperti kita ketahui bersama, praktik yang sekarang terjadi adalah ketiadaan koalisi besar yang permanen, sehingga setiap pengambilan keputusan oleh pemerintah hampir selalu mendapat hambatan dan tentangan dari parlemen. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan adalah mendorong terbentuknya koalisi partai politik yang permanen, baik yang mendukung pemerintahan maupun koalisi partai politik dalam bentuk yang lain. Hal ini diperlukan sebagai upaya agar bisa tetap sejalan dengan prinsip check and balances dari sistem presidensial. Munculnya banyak partai politik selama ini dikarenakan persyaratan pembentukan partai politik yang cenderung sangat longgar. Selain itu, penyederhanaan sistem kepartaian juga terkendala oleh belum terlembaganya sistem gabungan partai politik (koalisi) yang terbangun di parlemen atau pada saat pencalonan presiden dan wakil presiden, gubernur dan wakil gubernur, serta bupati dan wakil bupati/walikota dan wakil walikota. Pada pemilu presiden tahun 2004 dan terpilihnya beberapa kepala daerah dan wakil kepala daerah baru-baru ini, gabungan partai politik (koalisi) sebetulnya sudah dilaksanakan. Namun, gabungan (koalisi) tersebut lebih bersifat instan, lebih berdasarkan pada kepentingan politik jangka pendek dan belum berdasarkan pada platform dan program politik yang disepakati bersama untuk jangka waktu tertentu dan bersifat permanen. Secara teori ada keterkaitan yang erat antara upaya penataan sistem politik yang demokratis dengan sistem pemerintahan yang kuat dan efektif. Dalam masa transisi politik,

pemahaman terhadap hubungan antara kedua proses itu menjadi sangat penting. Karena keterbatasan waktu dan tenaga, seringkali penataan elemen sistem politik dan pemerintahan dilakukan secara terpisah. Logika yang digunakan seringkali berbeda satu dengan yang lainnya. Dalam realitas, semua elemen tersebut akan digunakan dan menimbulkan kemungkinan komplikasi satu dengan lainnya. Berdasarkan pengalaman, ada hubungan yang relatif konsisten antara sistem kepartaian dengan sistem presidensial. Multipartai, terutama yang bersifat terfragmentasi, menyebabkan implikasi deadlock dan immobilism bagi sistem presidensial murni. Alasannya adalah bahwa presiden akan mengalami kesulitan untuk memperoleh dukungan yang stabil dari legislatif sehingga upaya mewujudkan kebijakan akan mengalami kesulitan. Pada saat yang sama partai politik dan gabungan partai politik yang mengantarkan presiden untuk memenangkan pemilu tidak dapat dipertahankan untuk menjadi koalisi pemerintahan. Tidak ada mekanisme yang dapat mengikatnya. Alasan lain adalah bahwa komitmen anggota parlemen terhadap kesepakatan yang dibuat pimpinan partai politik jarang bisa dipertahankan. Dengan kata lain, tidak adanya disiplin partai politik membuat dukungan terhadap presiden menjadi sangat tidak pasti. Perubahan dukungan dari pimpinan partai politik juga ditentukan oleh perubahan kontekstual dari konstelasi politik yang ada.

3. Fungsi Partai Politik Persoalan lain yang dihadapi sistem kepartaian adalah belum berjalannya secara maksimal fungsi yang dimiliki oleh partai politik, baik fungsi partai politik terhadap negara maupun fungsi partai politik terhadap rakyat. Fungsi partai politik terhadap negara antara lain adalah menciptakan pemerintahan yang efektif dan adanya partisipasi politik terhadap pemerintahan yang berkuasa. Sedangkan fungsi partai politik terhadap rakyat antara lain adalah memperjuangkan kepentingan, aspirasi, dan nilai-nilai pada masyarakat serta memberikan perlindungan dan rasa aman. Kebanyakan partai politik pada saat ini belum sepenuhnya memberikan pendidikan politik dan melakukan pengkaderan serta rekrutmen politik yang efektif untuk menghasilkan keder-kader pemimpin yang memiliki kemampuan di bidang politik. Sistem kepartaian yang ada juga masih menghadapi derajat kesisteman yang rendah serta kurang mengakar dalam masyarakat, struktur organisasi partai yang tidak stabil yang tidak mengacu pada AD/ART, dan citra partai di mata publik yang masih relatif buruk. Selain itu, partai politik yang ada pada umumnya cenderung mengarah pada tipe partai politik kharismatik dan klientelistik ketimbang partai programatik. Lemahnya pelembagaan partai politik di Indonesia, terutama disebabkan oleh belum munculnya pola partai kader. Partai politik cenderung membangun partai massa yang memiliki ciri-ciri: meningkatnya aktivitas hanya menjelang pemilu, menganut sistem keanggotaan yang amat longgar, belum memiliki sistem seleksi dan rekrutmen keanggotaan yang memadai serta belum mengembangkan sistem pengkaderan dan kepemimpinan politik yang kuat.

Kelemahan yang mencolok partai politik yang berorientasi pada massa adalah kurang intensif dan efektifnya kerja partai. Partai politik semestinya merupakan suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, serta cita-cita yang sama, dan yang mempunyai visi, misi, program dan tujuan untuk memperoleh kekuasaan politik dan melalui kekuasaan politik itu memperjuangkan kepentingan rakyat. Sebagai akibatnya, partai politik tidak memiliki program yang jelas dalam melakukan pendidikan politik kepada masyarakat, melakukan artikulasi dan agregasi kepentingan, belum dapat membangun sosialisasi politik dan komunikasi politik untuk menjembatani rakyat dengan pemerintah.

PERAN PARTAI POLITIK DALAM PENDIDIKAN MASYARAKAT


Proses reformasi untuk mewujudkan Indonesia yang demokratis saat ini adalah kurang terdidiknya mayoritas warga negara secara politik, akibat proses pembodohan politik yang dilakukan secara sistematis selama ini. Permasalahan terbesar dalam reformasi politik di Indonesia pasca 1998 adalah sebuah kondisi transisi antara paradigma politik sebagai daerah terbatas dengan keinginan untuk mengekpresikan kehendak politik warga negara secara bebas. Secara naluriah rakyat Indonesia merasakan euforia berelebih tentang arti kebebasan berpendapat, bertindak dan mempengaruhi kebijkan sebagai sebuah proses normal dari kehidupan berpolitik. Namun secara mental, rakyat Indonesia sesungguhnya belum cukup siap untuk memahami politik dalam arti yang sesungguhnya baik trik dan intrik. Secara kondisional politik dan demokrasi emiliki persyaratan untuk dapat berjalan dengan baik, yaitu tingkat pendidikan masyarakat yang secara mayoritas sudah cukup baik, kehidupan ekonomi yang cenderung mapan dan tentunya adalah kedewasaan dalam memandang dinamika ketatanegaraan dalam perspektif politik. Eksistensi Partai politik dalam Sistem Pemerintahan Demokrasi Partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan (rule) yang sangat penting dalam setiap sistem demokasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi.1 Karena itu partai politik merupakan pilar yang penting untuk diperkuat derajat pelembagaanya dalam sistem politik yang demokratis. Bahkan, oleh Schattscheider dikatakan pula, Modern democracy is unthinkable save in terms of the parties. 2 Oleh karena partai politik mempunyai posisi yang penting maka sudah saatnya partai politik turut serta dalam melakukan reoreientasi terhadap tata kehidupan bernegara. Kepemerintahan yang baik (good governance) mensyaratkan dalam penyelenggaraan kepemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik tidak sematamata didasarkan pada pemerintah (government) atau negara (state) saja, tetapi harus melibatkan seluruh elemen.3 Sejalan dengan proses demokratisasi yang tengah berlangsung, proses transisi menuju otonomi daerah juga telah dimulai. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan pendekatan pembangunan di masa lalu yang sentralistik dan top-down, sehingga menciptakan keseragaman institusional di seluruh Indonesia, tanpa memandang karakteristik dan kemampuan masing-masing daerah.4

Tulisan ini hendak menjelaskan bagaimanakah penguatan peran partai politik dalam mewujudkan local good governance di era otonomi daerah. Kajian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi teoritik yang berkaitan dengan peran partai politik dalam mewujudkan tata pemerintahan lokal yang baik (local good governance) di era otonomi daerah.

Kesimpulan Untuk negara yang secara geografis besar seperti Indonesia konsep otonomi daerah merupakan pilihan yang tepat untuk mempercepat mewujudkan kesejahteraan. Untuk merealisiskan hal tersebut perlu adanya peran serta dari segenap komponen, baik media massa, LSM, ormas, masyarakat dan utamanya adalah partai politik untuk memantau proses pengambilan keputusan, menuntut transparansi, meminta aparat pemerintah daerah untuk dapat mempertanggungjawabkan amanat yang diembannya sehingga terbentuk tata pemerintahan lokal yang baik (local good governance). DAFTAR PUSTAKA

http://gpajaksel.tblog.com/post/1969906647

http://masadmasrur.blog.co.uk/2007/08/17/peran_partai_politik~2824340/

http://www.djpp.depkumham.go.id/htn-dan-puu/507-peran-partai-politik-dalampenyelenggaraan-pemilu-yang-aspiratif-dan-demokratis.html http://www.scribd.com/doc/18795153/peranan-partai-politik-dalam-pendidikan-politik http://www.uinjkt.ac.id/index.php http://partai-politik.infogue.com/peran_partai_politik http://big.fatfireblog.com/info/Peran-Parpol http://www.bahankuliah.info/pdf/peran-partai-politik-dalam-pembangunan.html http://politikdemokrasi.blogspot.com/2011/04/membangun-partai-politik-yang.html

Anda mungkin juga menyukai