Anda di halaman 1dari 13

BAB 1 PENDAHULUAN Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal

yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50 mL/mnt. Gagal ginjal kronik sesuai dengan tahapannya, dapat ringan, sedang atau berat. Gagal ginjal tahap akhir (end stage) adalah tingkat gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti. Insufisiensi ginjal kronik adalah penurunan faal ginjal yang menahun tetapi lebih ringan dari GGK. Perbedaan ini tidak selalu sama diseluruh dunia, tetapi ada baiknya dibedakan satu sama lain untuk mencegah kesimpangsiuran. Istilah azotemia menunjukkan peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah, akan tetapi belum ada gejala gagal ginjal yang nyata. Sedangkan uremia adalah fese simtomatik gagal ginjal dimana gejala gagal ginjal dapat dideteksi dengan jelas. 1.1 DEFINISI Gagal ginjal ditandai oleh ketidakmampuan ginjal mempertahankan fungsi normalnya untuk mempertahankan volum dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak massa nefron. Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari berbagai penyebab. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak massa nefron ginjal. Bila proses penyakit tidak dihambat, maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya hancur dan diganti dengan jaringan parut. Meskipun penyebabnya banyak, gambaran klinis gagal ginjal kronik sangat mirip satu dengan yang lain. Kriteria penyakit ginjal kronik adalah : 1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filrasi glomerulus (LFG), berdasarkan : Kelainan patologik atau Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi darah atau urin, atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan.

2. LFG <60 ml/mnt 1,73 m yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

1.2 ASPEK EPIDEMIOLOGI Kita tidak dapat mengetahui dengan tepat prevalensi GGK sebetulnya oleh karena banyak pasien yang tidak bergejala atau dirujuk. Angka yang lebih tepat adalah banyaknya pasien GGK yang masuk fase terminal oleh karena memerlukan atau sedang menjalani dialisis. Dari data yang didasarkan atas kreatinin serum abnormal, saat ini diperkirakan pasien GGK adalah sekitar 2000 per juta penduduk (PJP). Kebanyakan diantara pasien ini tidak memerlukan pengobatan pengganti, karena sudah terlebih dahulu meninggal oleh sebab lain. Dibandingkan dengan penyakit jantung koroner, strok, DM, dan kanker, angka ini jauh lebih kecil, akan tetapi menimbulkan masalah besar oleh karena biaya pengobatannya amat mahal. Dari data Negara maju (Australia, Amerika serikat,Inggris, Jepang) didapatkan variasi yang cukup besar pada insidensi dan prevalensi GGK terminal. Insidensi berkisar antara 77-283 per juta penduduk (PJP), sedangkan Prevalensi yang menjalani dialisis antara 476-1150 PJP. Perbedaan ini disebabkan antara lain perbedaan kriteria, geografis, etnik, dan fasilitas kesehatan yang disediakan. Data dan studi epidemiologis tentang GGK di Indonesia dapat dikatakan tidak ada. Yang ada tetapi juga langka, adalah setudi atau data epidemiologis klinis. Pada saat ini tidak dapat dikemukakan pola prevalensi diIndonesia, demikian pula pola morbiditas dan mortalitas. Data klinis yang ada, berasal dari RS rujukan Nasional, RS rujukan Propinsi, dan RS Swasta Spesialistik. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa data tersebut berasal dari kelompok khusus.

BAB II
2

PATOGENESIS 2.1 ETIOLOGI Umumnya penyakit ginjal kronis disebabkan penyakit ginjal instrinsik difus dan menahun. Tetapi hampir semua nefropati bilateral dan progresif akan berakhir dengan gagal ginjal kronik. Umumnya penyakit diluar ginjal, misal nefropati obstruktif dapat menyebabkan kelainan ginjal intrinsik dan berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis, hipertensi esensial dan pielonefritis merupakan penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik, kira-kira 60%. Penyakit ginjal kronik yang berhubungan dengan penyakit ginjal polikistik dan nefropati obstruktif hanya 15-20%. Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim gagal progresif dan difus, sering kali berakhir dengan penyakit ginjal kronik. Glomerulonefritis mungkin berhubungan dengan penyakit penyakit sistemi (glomerulonefritis sekunder) seperti SLE, poliartritis nodosa, granulomatosus Wagener. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan diabetes mellitus (glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan penyakit ginjal kronik. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amiloidosis sering dijumpai pada pasien dengan penyakit menahun seperti tuberculosis, lepra, osteomielitis, arthritis rheumatoid dan mieloma. Penyakit ginjal hipertensif (arteriolar nephrosclerosis) merupakan salah satu penyebab penyakit ginjal kronik. Insiden hipertensi esensial berat yang berakhir dengan gagal ginjal kronik <10 %.

BAB III GEJALA DAN TANDA


3

3.1 MANIFESTASI KLINIS Tinjauan mengenai perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat diperoleh dengan melihat hubungan antara bersihan kreatinin dengan laju filtrasi glomerulus sebagai persentase dari keadaan normal, terhadap kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah (BUN) karena massa nefron dirusak secara progresif oleh penyakit gagal ginjal kronik. Perjalanan klinis umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium : Stadium pertama

Disebut penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan pasien asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urine yang lama atau dengan mengadakan tes GFR yang teliti. Stadium kedua

Perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, bila lebih dari 75% jaringan yang berfungsidtelah rusak (GFR besarnya 25% dari normal) . Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, bergantung pada kadar protein dalam makanan. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan ( kecuali bila pasien mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi). Pada stadium insufisiensi ginjal ini mulai timbul gejala-gejala nokturia dan poliuria ( akibat gangguan kemampuan pemekatan). Gejala gejala ini timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan makanan atau minuman yang tiba-tiba. Pasien biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala-gejala ini, sehingga gejala tersebut hanya akan terungkap dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang teliti. Nokturia (berkemih dimalam hari) didefinisikan sebagai gejala pengeluaran urin waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml atau pasien terbangun untuk berkemih beberapa kali waktu malam hari. Nokturia disebabkan oleh hilangnya pola pemekatan urine diurnal normal sampai tingkat tertentu dimalam hari. Dalam keadaan normal perbandingan jumlah urine siang hari dan malam hari adalah 3:1 atau 4:1. Sudah tentu, nokturia kadang kadang dapat terjadi juga sebagai respon kegelisahan atau minum cairan yang berlebihan, terutama teh, kopi atau bir yang diminum sebelum tidur.

Stadium ketiga

Disebut stadium akhir atau uremia. ESRD (gagal ginjal stadium akhir) terjadi apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR hanya 10% dari normal. Pada keadaan ini

kreatinin dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok. Pasien mulai mersakan gejala-gejala yang cukup parah. Pasien menjadi oligourik karena kegagalan glomerulus. Pada stadium akhir (sindrom uremik) terjadi kompleks gejala yang berkaitan dengan retensi metabolit nitrogen.Dua kelompok gejala klinis dapat terjadi pada sindrom uremik. Pertama, gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi , kelainan volum cairan dan elektrolit, ketidak seimbagan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia yang disebabkan oleh defisiensi sekresi ginjal. Kedua, timbul gejala yang merupakan gabungan kelainan kardiovaskular, neuromuskular, saluran cerna dan kelainan lainnya. 3.2 KLASIFIKASI Pada individu dengan GGK, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus (LFG), yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai LFG yang lebih rendah berdasarkan ada atau tidak adanya penyakit ginjal. Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu : Derajat (stage) yaitu berdasarkan LFG dengan rumus Kockroft Gault.

(Pada wanita x 0,85)

Klasifikasi atas dasar diagnosis. DERAJAT 1 2 3 4 5 PENJELASAN Kerusakan ginjal dgn LFG normal atau Kerusakan ginjal dgn LFG ringan Kerusakan ginjal dgn LFG ringan Kerusakan ginjal dgn LFG ringan Gagal ginjal BAB IV DIAGNOSIS
5

LFG (ml/mn/1.73m2) 90 60 89 30 59 15 29 < 15 atau dialisis

4.1 DIAGNOSIS GGK Bila GGK telah bergejala, umumnya diagnosis tidak sukar ditegakkan. Gejala dan tanda GGK akan dibicarakan sesuai dengan gangguan sistem yang timbul.
Gangguan Pada Sistem Gastrointestinal

Anoreksia, nausea dan vomitus, yang berhubungan dengan gangguan metabolism protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan metal guanidine, serta sembabnya mukosa usus. Foetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri di mulut menjadi amonia sehingga napas berbau amonia. Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis. Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui. Gastritis erosif ulkus peptik, dan kolitis uremik. Kulit Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kunigan akibat penimbunan urokrom. Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium dipori-pori kulit. Ekimosis akibat gangguan hematologis. Urea frost : akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat, (jarang dijumpai). Bekas-bekas garukan karena gatal.

Sistem Hematologis Anemia, dapat disebabkan berbagai factor antara lain :

i. Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis pada sumsum tulang menurun. ii. Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksis. iii. Defisiensi besi, asam foiat, dan lain-lain, akibat nafsu makan yang berkurang. iv. Perdarahan, paling sering pada saluran cema dan kulit. v. Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia. Mengakibatkan perdarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang serta menurunnya faktor trombosit III dan ADP (adenosin difosfat). Gangguan fungsi leukosit. Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun sehingga imunitas juga menurun. Sistem Saraf dan Otot Restless leg syndrome Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan. Burning feet syndrome Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki. Ensefalopati metabolik Lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang. Miopati Kelemahan dari hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proksimal. Sistem Kardiovaskuler Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktifitas sistem reninagiotensin-aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung koroner akibat atrerosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan kalsifikasi metastatik.
7

Edema akibat penimbunan cairan. Sistem Endokrin Gangguan seksual : libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki akibat produksi testosteron dan spermatogenesi menurun. Sebab lain juga dihubungkan dengan metabolik tertentu (seng, hormon paratiroid). Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenorea. Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 mL/menit), terjadi penurunan klirens metabolik insulin menyebabkan waktu paruh hormon aktif memanjang. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat penurun glukosa darah akan berkurang. Ganggguan metabolisme lemak. Gangguan metabolesme vitamin D. Gangguan sistem lain Tulang : osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis, dan kalsifikasi metastatik. Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme. Elektrolit : hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia. Karena pada gagal ginjal kronik telah terjadi gangguan keseimbangan homeostatik pada seluruh tubuh, gangguan pada suatu sistem akan berpengaruh pada sistem lain, sehingga suatu gangguan metabolik dapat menimbulkan kelainan pada berbagai sistem/organ tubuh.

4.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA GGK Pemeriksaan Laboratorium Laboratorium darah BUN, Kreatinin, Elektrolit (Na,K,Ca,Phospat), Hematologi (Hb,Trombosit,Ht,Leukosit), Protein, Antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin).

Pemeriksaan Urine Warna, PH, BJ, Kekeruhan, Volume, Glukosa, Protein, Sedimen, SDM, Keton, SDP, TKK/CCT.
8

Pemeriksaan EKG Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia). Pemeriksaan Radiologi Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde, Renal Aretriografi dan Venogrfi, CT Scan, MRI, Renal biopsi, Pemeriksaan Rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal kandung kemih serta prostat.

BAB V PENATALAKSANAAN
9

5.1 PENATALAKSANAAN UMUM Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi : 1. Restriksi konsumsi cairan, proten dan fosfat 2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia. 3. Dialisis 4. Transplantasi Ginjal. Perubahan Fungsi Ginjal. Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara : Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal. Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron.

Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah, karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada giinjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju kesalah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah.

Beberapa komplikasi hipertensi yang terjadi antara lain : a. Retinopati hipertensif b. Penyakit kardiovaskular
10

c. Penyakit serebrovaskular d. Penyakit ginjal seperti nefrosklerosis. 5.2 DIET PENYAKIT GINJAL KRONIK Tujuan diet penyakit ginjal kronik a. Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dengan memperhitungkan sisa fungsi ginjal, agar tidak memberatkan kerja ginjal. b. Mencegah dan menurunkan kadar ureum darah yang tinggi (uremia) c. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit d. Mencegah atau mengurangi progresivitas gagal ginjal, dengan memperlambat turunnya laju filtrasi glomerulus. Syarat Diet a. Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB b. Protein rendah, yaitu 0,6-0,75 g/kg BB. Sebagian harus bernilai biologik tinggi. c. Lemak cukup, yaitu 20-30% dari kebutuhan energi total. Diutamakan lemak tidak jenuh ganda. d. Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi energi yang berasal dari protein dan lemak. e. Natrium dibatasi apabila ada hepertensi, edema, asites, oliguria, atau anuria. Banyaknya natrium yang diberikan antara 1-3 g. f. Kalium dibatasi (40-70 mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium darah > 5,5 mEq), oliguria atau anuria. g. Cairan dibatasi, yaitu sebanyak jumlah urine sehari ditambah pengeluaran cairan melalui keringat dan pernapasan ( 500 ml) h. Vitamin cukup, bila perlu diberikan suplemen piridoksin, asam folar, vitamin C, dan vitamin D. Jenis Diet dan indikasi pembelian

11

Ada tiga jenis diet yang diberikan menurut berat badan pasien, yaitu; a. Diet protein rendah I ; 30 g protein. Diberikan kepada pasien dengan berat badan 50 kg. b. Diet protein rendah II : 35 g protein. Diberikan kepada pasien dengan berat badan 60 kg. c. Diet protein rendah III : 40 g protein. Diberikan kepada pasien dengan berat badan 65 kg. Karena kebutuhan gisi pasien penyakit ginjal kronik sangat bergantung pada keadaan dan berat badan perorangan , maka jumlah protein yang diberikan dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari pada standar. Mutu protein dapat ditingkatkan dengan memberikan asam amino esensial murni.

DAFTAR PUSTAKA 1. Suyono, Slamet, Prof. dr. H. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2001
12

2. Wilson, Lorraine McCarty, RN, PhD. Dkk. Patofisiologi konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi Enam. Volume Dua. EGC. 2002 3. Rani, A. Aziz. Dkk. Panduan Pelayanan Medik. PB PAPDI FKUI. 2008 4. Almatsier, DR. Sunita. M.Sc. Penuntun Diet. Edisi Baru. Jakarta: PT GPU. 2006 5. http://www.emedicine.com/chronic-kidney-disease.html 6. http://www.wordpress.com/hubunganhipertensidandiabetesmelitusterhadap gagalginjalkronik.html 7. http://www.blogspot.com/Hipertensi/wikipedia.html

13

Anda mungkin juga menyukai