Anda di halaman 1dari 37

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Hakekat Uang a. Definisi Uang Ketika kita mengatakan bahwa seseorang memiliki banyak uang biasanya kita mengartikan bahwa orang tersebut kaya, namun bagi para ekonom uang tidak mengacu pada seluruh kekayaan tetapi hanya satu jenis dari kekayaan. Secara fungsional, menurut Iswardono (1999: 4) uang adalah sesuatu yang secara umum diterima di dalam pembayaran untuk pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta untuk pembayaran utang-utang. Uang juga dipandang sebagai kekayaan yang dimiliki yang dapat digunakan untuk membayar sejumlah utang tertentu dengan kepastian dan tanpa penundaan. Sedangkan Sadono Sukirno (2002: 192) menyatakan pada dasarnya uang yang diciptakan dalam perekonomian dengan tujuan untuk memperlancar kegiatan tukar menukar dan perdagangan. Uang juga diartikan sebagai benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk mengadakan tukar menukar atau perdagangan. Uang adalah stock asset yang dapat dipergunakan untuk keperluan transaksi (Tedy Herlambang, Sugiarto, Bastoro & Sahid Kelana, 2001: 115). Pendapat mereka diperkuat Mankiw (2000: 145) bahwa uang adalah persediaan asset yang bisa dengan segera digunakan untuk melakukan transaksi. Dari berbagai pendapat ekonom yang ada dapat ditarik kesamaan bahwa uang mencakup aspek-aspek sebagai berikut: 1.) Sesuatu yang dapat berupa benda-benda atau stock asset. 2.) Dapat diterima secara umum. 3.) Digunakan untuk melakukan tukar menukar atau transaksi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa uang pada hakekatnya merupakan sesuatu benda yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat untuk melakukan fungsinya dalam kegiatan tukar menukar atau transaksi.

9 b. Syarat-syarat Uang Agar masyarakat menyetujui penggunaan sesuatu benda sebagai alat perantara dalam kegiatan tukar menukar atau uang, haruslah benda itu memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1.) 2.) 3.) 4.) 5.) 6.) Nilainya tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu Mudah dibawa-bawa Mudah disimpan tanpa mengurangi nilainya Tahan lama Jumlahnya terbatas (tidak berlebihan) Bendanya mempunyai mutu yang sama (Sadono Sukirno, 2002: 192)

c. Fungsi Uang Dalam Perekonomian Untuk melaksanakan peranannya dalam sistem perekonomian, menurut Stephen M. Goldfeld & Lester V. Chandler, alih bahasa Danny Hutabarat (1988: 7-9) uang memiliki empat fungsi. Dari ke-empat fungsi uang, dua fungsi yang pertama merupakan fungsi utama (primary) dari uang sedangkan dua fungsi terakhir disebut fungsi turunan (derivative) karena merupakan fungsi turunan dari fungsi primer. Fungsi-fungsi uang tersebut adalah: 1.) Uang sebagai satuan nilai 2.) Uang sebagai alat tukar 3.) Uang sebagai standar pembayaran tertunda 4.) Uang sebagai alat penimbun kekayaan Pada intinya fungsi uang dapat diuraikan sebagai berikut: 1.) Uang sebagai satuan nilai. Fungsi uang ini dikenal dengan istilah satuan nilai (unit of value), standar nilai (standard of value), satuan hitung (unit of account), nilai ukur umum (common measure of value) dan nilai denominasi umum (common denominator of value). Istilah-istilah tersebut mewakili satu gagasan umum yaitu satuan moneter. Satuan moneter berfungsi sebagai satuan terhadap nilai dari barang dan jasa yang diukur dan dinyatakan. Satuan moneter diperkembangkan seperti dollar, peso, rupiah dan sebagainya yang dikenal dengan mata uang, maka nilai dari

10 setiap barang atau jasa dapat dinyatakan sebagai suatu harga (price) yang berarti sebagai jumlah satuan moneter yang ditukar. 2.) Uang sebagai alat tukar. Istilah yang digunakan dalam fungsi ini yaitu alat tukar (medium of exchange), perantara pembayaran (medium of payment), alat sirkulasi (circulating medium) dan alat pembayaran (means of payment). Fungsi uang ini dijalankan oleh suatu yang umum (tidak menyeluruh tetapi sangat umum) diterima orang dalam pertukaran barang dan jasa. Sesuatu itu dapat berupa sepotong emas, uang logam perak, secarik kertas dan sebagainya; satu-satunya syarat yang diperlukan untuk obyek yang akan digunakan sebagai uang adalah bahwa orang umumnya bersedia menerimanya dalam pertukaran barang dan jasa. Sebenarnya perdagangan adalah barter dimana barang atau jasa yang satu ditukarkan secara tidak langsung dengan yang lain (uang berfungsi sebagai perantara). Untuk keperluan ini uang memberikan banyak kemudahan dalam perdagangan. 3.) Uang sebagai standar pembayaran tertunda. Segera setelah uang digunakan secara umum sebagai satuan nilai dan alat pembayaran, maka dengan sendirinya menjadi unit (satuan) yang digunakan untuk mengukur pembayaran tertunda atau pembayaran dimasa depan. Sistem ekonomi modern memerlukan adanya sejumlah besar kontrak, dalam bentuk demikian kebanyakan kontrak ini berupa kontrak untuk pembayaran pokok hutang dan bunga hutang yang menetapkan pembayaran dimasa depan dalam unit-unit moneter. Uang merupakan suatu standar pembayaran tertunda yang memuaskan, jika daya belinya dapat dipertahankan konstan (tetap) sepanjang waktu. 4.) Uang sebagai alat penimbun kekayaan. Pemegang uang adalah pemegang daya beli yang berlaku umum yang dapat dibelanjakan sepanjang waktu bila meresa cocok atas sesuatu barang yang ingin dibeli. Uang akan diterima pada setiap waktu untuk setiap barang dan jasa dan jika uang akan tetap konstan dilihat dari

11 segi uang itu sendiri, maka uang merupakan alat penimbun kekayaan yang baik yang dapat membayar keperluan mendadak yang tidak dapat diperhitungkan sebelumnya dan terutama untuk melunasi hutanghutang yang ditetapkan dalam nilai uang. Hal ini tidak berarti bahwa uang adalah stabil dan secara keseluruhan merupakan penimbun kekayaan yang memuaskan dimana dapat dikatakan demikian bila daya beli uang tidak turun. d. Jenis-jenis Uang Menurut perkembangannya bermacam-macam benda telah dipakai sebagai uang yang mana masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Untuk lebih mudah dalam memahami tentang uang secara garis besar, menurut Iswardono (1999: 10-15) secara garis besar uang dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu: 1. Berdasarkan Bahan (Material) Uang. a.) Uang Logam Pembuatan uang logam tergantung dari berbagai jenis logam yang digunakan, antara lain; emas, perak, perunggu.Uang ini termasuk dalam uang kartal. b.) Uang Kertas Berdasarkan perkembangan perekonomian akan mempunyai diversifikasi yaitu sebagai uang kartal (currencies) dan sebagai uang giral (deposit money). Yang mana menurut teori perbankan, kedua jenis uang ini berbeda yang menciptakannya. Uang kertas biasa (kartal) dikeluarkan oleh Bank Sentral sedangkan uang kertas giral oleh Bank Umum. 2. Berdasarkan Nilainya. a.) Uang bernilai penuh (full bodied money) adalah uang dimana nilai yang terkandung didalam uang tersebut (intrinsik) sama dengan nilai nominalnya atau uang yang nilainya

12 sebagai suatu barang untuk tujuan-tujuan bersifat moneter sama besarnya dengan nilainya sebagai barang biasa (non moneter). b.) Uang yang tidak bernilai bernilai penuh (representative full bodied money) Di kenal sebagai uang tunda (token money), artinya uang yang nilai intrinsiknya lebih kecil daripada nilai nominalnya. Uang ini tidak mempunyai nilai yang berarti sebagai suatu barang, tetapi uang ini dalam peredaran mewakili sejumlah logam tertentu dengan nilai nominalnya. 3. Berdasarkan Lembaga/Badan Pembuatnya. a.) Uang kartal adalah uang yang dicetak / dibuat dan diedarkan oleh Bank Sentral b.) Uang giral adalah uang yang dibuat dan diedarkan oleh Bank-bank Umum (komersial) dalam bentuk Demand Deposit atau yang lebih di kenal dengan Check. 4. Berdasarkan Kawasan/Daerah Berlakunya Uang. a.) Uang domestik adalah uang yang berlaku hanya di suatu negara tertentu, di luar negara tersebut mungkin tidak berlaku, misal uang rupiah kita berlaku secara sah di Indonesia, di luar Indonesia mungkin tak berlaku. b.) Uang Internasional adalah uang yang berlaku tidak hanya dalam suatu negara tetapi mungkin berlaku atau diakui berlaku di berbagai negara atau di seluruh dunia, misal US$ diakui sebagai alat pembayaran internasional. 5. Berdasarkan Pertimbangan Bahwa Uang Merupakan Kekayaan. a.) Inside Money (Uang dalam) adalah uang yang oleh sektor swasta secara keseluruhan tidak dapat sebagai kekayaan yang terdiri atas satuan moneter pada saat

13 dimiliki oleh sektor swasta tidak menyumbang kekayaan bersihnya (not worth). b.) Outside Money (Uang luar) adalah uang yang oleh sektor swasta dapat dikategorikan sebagai kekayaan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa jenis uang dapat digolongkan menjadi lima golongan berdasarkan bahan dasar uang, nilai uang, lembaga pencipta uang, daerah berlakunya uang dan pertimbangan uang sebagai kekayaan. e. Arti Penting Uang dalam Perekonomian Uang mempunyai satu tujuan fundamental dalam sistem perekonomian yaitu memudahkan pertukaran barang dan jasa, untuk memungkinkan

perdagangan dilaksanakan semurah mungkin sehingga dapat mencapai tingkat spesialisasi optimum dengan disertai peningkatan produktifitas. Iswardono (1999: 16-17) mengemukakan bahwa pada dasarnya uang mempunyai tiga arti penting dalam perekonomian, yaitu: 1.) Arti penting uang dalam produksi Keuntungan dalam bentuk uang pada investasi kapital yang diterima produsen dari hasil penjualan produksi diperoleh dengan mudah maka dapat memperlancar proses produksi sehingga menguntungkan masyarakat karena adanya aliran barang-barang dan jasa di pasar yang semakin meningkat. 2.) Arti penting uang dalam pertukaran Pendapatan masyarakat dalam bentuk uang berupa upah, gaji dan sebagainya memudahkan pemenuhan keinginan dengan menukarkan uang tersebut dengan barang-barang dan jasa. Kelancaran dari sistem pertukaran uang ini meningkatkan standar hidup masyarakat, sebagaimana

dicerminkan dengan meningkatnya produksi sehingga merangsang aliranaliran barang-barang dari produsen ke konsumen yang selanjutnya untuk pertukaran dengan uang.

14 3.) Arti penting uang pada masyarakat Masyarakat umumnya menggunakan uang untuk membeli barang dan jasa, dimana hal ini menjamin kesediaan masyarakat dalam menukarkan uangnya dengan barang dan jasa, sehingga setiap orang puas pada pekerjaannya yang sudah sesuai untuk menghasilkan penghasilan dalam bentuk uang.

2. Uang Beredar a. Definisi Uang Beredar Uang yang terdapat dalam perekonomian adalah penting untuk membedakan antara mata uang dalam peredaran dan uang beredar. Dari pengertian uang yang paling sempit adalah uang kertas dan uang logam (currency) atau uang kartal yang ada ditangan masyarakat. Para ekonom klasik cenderung untuk mengartikan uang beredar sebagai currency karena uang inilah yang benar-benar merupakan daya beli yang langsung bisa digunakan (dibelanjakan) dan oleh karena itu langsung mempengaruhi harga barang-barang. Dengan perkembangannya peranan bank dalam perekonomian maka pengertian uang beredar sebagai uang kartal ditinggalkan. Sekarang sudah banyak dari masyarakat umum yang menyimpan uangnya di bank dalam bentuk rekening giro. Sebenarnya bagi pemilik rekening giro tidak ada bedanya dimana ia memegang uang tunai atau simpanan berupa saldo rekening giro di bank, karena sewaktu-waktu bila membutuhkan untuk dibelanjakan barang dan jasa dapat diambil kembali dengan menu cek. Oleh lis karena itu saldo rekening giro milik masyarakat umum yang disimpan di bank disebut uang giral atau demand deposit mempunyai status yang sama dengan currency dan haruslah dimasukkan dalam pengertian uang beredar yang didefinisikan sebagai uang kartal ditambah dengan uang giral disebut uang dalam arti sempit (narrow money) dan disimbolkan M1 (Boediono, 200: 3) Sedangkan Sadono Sukirno (2002: 207) membedakan uang beredar menjadi dua yaitu dalam pengertian terbatas dan pengertian luas.

15 Dalam pengertian terbatas uang beredar atau M1 adalah mata uang dalam peredaran ditambah dengan uang giral yang dimiliki oleh perseorangan perseorangan, perusahaan-perusahaan, dan badan-badan penerintah. Dalam pengertian luas uang beredar meliputi: (i) mata uang dalam peredaran, (ii) uang giral dan (iii) uang kuasi. Uang kuasi terdiri dari deposito berjangka, tabungan dan tabungan (rekening) valuta asing milik swasta domestik. Uang beredar ini dinamakan likuiditas perekonomian atau M2. Pendapat serupa dikemukakan oleh Iswardono (1999: 111) jumlah uang beredar dalam arti sempit merupakan M1 diamana jumlah seluruh uang kartal yang dipegang anggota masyarakat (the nonbank public) dan demand deposit yang dimiliki perorangan pada Bank-bank Umum.( M1 = Kartal + DD). Definisi yang agak luas adalah M2 yang merupakan jumlah dari M1 dengan time deposit (deposito berjangka). (M2 = M1 + TD). Tedy Herlambang, Sugiarto, Brastoro & Sahid Kelana (2001 : 117) beranggapan bahwa uang merupakan asset maka JUB (jumlah uang beredar) sama dengan jumlah asset. Karena uang merupakan stock asset yang dipakai untuk transaksi maka jumlah uang adalah jumlah asset. Asset yang pertama dikenal sebagai karensi (currency) yaitu sejumlah uang kertas dan uang logam yang beredar. Karensi biasanya dipakai sebagai alat tukar. Asset kedua berbentuk tabungan (demand deposit). Kedua asset ini disebut uang dalam arti sempit (norrow money) = M1, untuk asset yang kurang likuid seperti deposito (time deposit) disebut sebagai uang kuasi. Asset ini ditambah M1 dikenal sebagai uang dalam arti luas (broad money) = M2. Jadi jumlah uang beredar dapat diartikan jumlah mata uang atau uang kartal yang dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank Sentral ditambah dengan uang giral dan uang kuasi atau pengertian uang beredar dalam arti luas dimana demand deposit merupakan saldo uang milik masyarakat yang masih ada di bank dan belum digunakan atau dibelanjakan. b. Para Pelaku dalam Pasar Uang Perubahan jumlah uang beredar ditentukan oleh hasil interaksi antara masyarakat, lembaga keuangan serta Bank Sentral sebagai otoritas moneter dalam pasar uang. Peran utama masing-masing dalam pasar uang ditunjukkan dalam gambar sebagai berikut:

16 Keterangan : Otorita Moneter (Bank Sentral, Pemerintah C Aliran Penawaran Aliran Permintaan

R
DD

TD

Lembaga Keuangan (Bank, Non Bank)


SD

Masyarakat (Rumah Tangga, Pengusaha)

Lainlain

Sistem Moneter

Uang beredar

Gambar 1. Peran Pelaku Pasar Uang

Otoritas moneter mempunyai peran utama sebagai sumber awal dari terciptanya uang beredar. Kelompok ini merupakan sumber penawaran (suplai) uang kartal (C) untuk memenuhi permintaan uang dari masyarakat dan sebagai sumber uang yang dibutuhkan oleh lembaga-lembaga keuangan yang disebut cadangan bank atau bank reserves (R). Uang kartal dan cadangan bank merupakan sumber bagi terciptanya semua unsur uang beredar, keduanya disebut uang inti atau uang primer. B=C+R Dimana B = Uang primer

17 Lembaga keuangan terdiri dari bank-bank dan lembaga keuangan non bank. Peran lembaga ini adalah sebagai sumber penawaran uang giral (DD), deposito berjangka (TD), simpanan tabungan (SD) dan aktiva-aktiva keuangan lain yang dipegang oleh masyarakat. Otoritas moneter bersama lembaga keuangan merupakan sistem moneter atau monetary system. Sistem moneter inilah yang merupakan supplier atas seluruh kebutuhan uang bagi masyarakat. Sedangkan masyarakat adalah konsumen akhir dari uang yang tercipta, yang digunakan untuk memperlancar kegiatan-kegiatan produksi, konsumsi dan pertukaran. Perubahan akan uang inti tergantung pada besar kecilnya uang kartal dan cadangan bank, dimana uang kartal tergantung pada hasrat dan kemauan masyarakat untuk memegang uang kartal, sedangkan cadangan bank tergantung pada kebijaksanaan pemerintah dalam menentukan berapa cadangan total yang harus dipegang oleh Bank-bank Umum. Dari adanya perubahan akan uang inti dapat ikut menentukan besarnya jumlah uang beredar. Derajat ketepatan pengaturan jumlah uang beredar yang dapat dicapai oleh Bank Sentral tergan tung pada kemampuannya untuk menentukan besarnya monetary base dan

memprediksikan pengaruh bersih dari perilaku masyarakat dan Bank-bank Umum yang dicerminkan dalam perubahan pada angka pengganda uang (money multiplier). Pada dasarnya besar kecilnya perubahan pada uang inti dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: (Iswardono, 1999: 118-119) Fraksi uang kartal terhadap jumlah uang beredar dipengaruhi oleh: 1.) Pendapatan, dalam artian pendapatan yang didapat jika memegang uang kartal dan pendapatan yang didapat jika memegang uang giral yang mana apabila memegang uang kartal maka mempunyai likuiditas yang tinggi dan bila menyimpan uang giral disamping likuiditas terjamin juga dapat menghasilkan penghasilan berupa tingkat bunga. 2.) Kekayaan, artinya orang yang mempunyai kekayaan dalam jumlah besar (orang kaya) akan memegang uang kartal dalam jumlah yang kecil sedangkan orang miskin akan memegang uang kartal dalam jumlah besar.

18 3.) Banyak atau sedikitnya penggunaan alat pembayaran pengganti, seperti kartu kredit (credit card) dan change accounts. Semakin banyak alat pembayaran pengganti, semakin kecil jumlah uang kartal yang dipegang dan sebaliknya, semakin sedikit (atau mungkin dengan tidak adanya) alat pembayaran pengganti akan semakin besar uang kartal yang diinginkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai cadangan 1.) Besarnya reserve ratio/cash ratio yang diwajibkan oleh Bank Sentral untuk dipegang oleh Bank-bank Umum. 2.) Besarnya kelebihan cadangan yang dipegang oleh Bank Umum. Ini terjadi karena biasanya Bank-bank Umum memegang required reserve lebih besar daripada ketentuan yang dibuat Bank Sentral. Sehingga secara ringkas dapat dikatakan bahwa: 1.) Jumlah uang beredar bisa dipengaruhi oleh pemerintah melalui Bank Sentral secara langsung dengan mengontrol besar kecilnya uang inti. 2.) Dimana dalam kaitannya dengan (1), Pemerintah mempengaruhi required reserve, misal dengan penentuan cash ratio, kredit likuiditas dan lain-lain. 3.) Selain hal tersebut, jumlah uang beredar ditentukan oleh perilaku Bank-bank Umum dan masyarakat. 4.) Jelaslah bahwa money multiplier (M) mempunyai elastisitas terhadap tingkat bunga maupun tingkat harga.

3. Inflasi a. Definisi Inflasi Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan hampir dapat dijumpai di semua negara di dunia adalah inflasi. Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat dikatakan inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (mengakibatkan) sebagian besar harga barang-barang lain. (Boediono, 2001: 161)

19 Berarti inflasi itu menyangkut kecenderungan naiknya harga-harga secara meluas yang mengakibatkan sebagian besar harga barang-barang (kebutuhan) lain naik. Sedangkan Nopirin mengemukakan bahwa inflasi merupakan proses kenaikan harga barang-barang secara umum yang berlaku terus menerus. Ini tidak berarti bahwa harga berbagai macam barang itu naik dengan prosentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan harga umum barang secara terus menerus selama periode tertentu. Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun dengan prosentase cukup besar) bukan merupakan inflasi. (Nopirin, 2000: 25). Dilain pihak yang dimaksud tingkat inflasi adalah prosentase kecepatan kenaikan harga-harga dalam suatu tahun tertentu, biasanya digunakan sebagai ukuran untuk menunjukan sampai dimana buruknya masalah ekonomi yang dihadapi. Dalam perekonomian yang berkembang pesat inflasi yang rendah tingkatnya yaitu mencapai 2 sampai dengan 4 persen biasanya tidak dapat dielakkan. Sering sekali inflasi yang lebih serius yaitu yang tingkatannya mencapai 5 sampai dengan 10 persen atau sedikit lebih tinggi terjadi. Kenaikan harga seperti ini dinamakan inflasi hyper. (Sadono Sukirno, 2002: 302) Jadi inflasi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga-harga secara tajam (absolute) yang berlangsung terus menerus dalam jangka waktu cukup lama. Bersamaan dengan kenaikan harga-harga tersebut, nilai uang turun secara tajam pula sebanding dengan kenaikan harga-harga tersebut. b. Macam-macam Inflasi Sehubungan dengan kompleknya faktor yang menjadi sumber inflasi, maka macam-macam inflasi dapat dikelompokan berdasarkan sudut pandang sebagai berikut: Ditinjau dari asal terjadinya menurut Tajul Khalwaty (2000: 31-32), inflasi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu: 1.) Domestic Inflation (Inflasi domestik) Kenaikan harga disebabkan karena adanya kejutan (shock) dari dalam negeri, baik karena perilaku masyarakat maupun perilaku pemerintah

20 dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang secara psikologis

berdampak inflator. 2.) Imported Inflation Kenaikan harga di dalam negeri terjadi karena dipengaruhi oleh kenaikan harga dari luar negeri terutama barang-barang impor atau kenaikan bahan baku industri yang masih belum dapat diproduksi di dalam negeri. Berdasarkan dari parah tidaknya (bobot), secara garis besar menurut Tajul Khalwaty (2000: 34-35) inflasi dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu: 1.) Inflasi ringan Inflasi ringan disebut juga creeping inflation merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung secara perlahan dan berada pada posisi satu digit atau dibawah 10% per tahun. 2.) Inflasi sedang Inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada diantara 10-30% per tahun atau melebihi 2 digit dan sangat mengancam struktur pertumbuhan ekonomi suatu negara. 3.) Inflasi berat Inflasi dengan laju pertumbuhan diantara 30-100% per tahun. Pada kondisi ini sektor-sektor produksi hampir lumpuh total kecuali yang dikuasai negara. 4.) Inflasi sangat berat (Hyperinflasi) Inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui 100% per tahun. Menurut Boediono (2001: 162-164) atas dasar sebab musabab terjadinya inflasi, maka inflasi di bedakan menjadi yaitu: 1.) Demand Inflation Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat. Lebih jelasnya dapat diterangkan dengan kurva berikut:

21 Harga S

H2 H1 D1 Out put Q1 Q2 D2

Gambar 2. Demand Inflation Karena permintaan masyarakat akan barang-barang (Aggregate Demand ) bertambah (misalnya, karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan mencetak uang, kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah), maka kurva aggregate demand bergeser dari D1 ke D2. Akibatnya tingkat harga umum naik dari H1 ke H2. 2.) Cost Inflastion Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi. Harga S1 S2 H4 H3 D

Out put Q4 Q3

Gambar 3. Cost Inflation

22 Dapat dilihat bahwa Cost Inflation biasanya ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi. Jadi, inflasi yang dibarengi dengan resesi, keadaan ini biasanya dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (aggregate supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi, maka kurva penawaran masyarakat bergeser dari S1 ke S2. Nopirin (2000: 30) menambahkan bahwa kenaikan biaya produksi dapat di timbulkan karena beberapa faktor diantaranya : 1.) Perjuangan serikat buruh yang berhasil untuk menuntut kenaikan gaji. 2.) Suatu industri yang sifatnya monopolis, manager dapat menggunakan kekuasaannya di pasar untuk menentukan harga (yang lebih tinggi). 3.) Kenaikan harga bahan baku industri Kenaikan biaya produksi pada gilirannya akan menaikkan harga dan turunnya produksi. Jika proses ini berjalan terus, maka timbullah Cost Inflation. Inflasi berdasarkan intensitasnya yang intinya dikemukakan sebagai berikut: (Nopirin, 2000: 27) 1.) Creeping Inflation (inflasi merayap) Inflasi dengan laju pertumbuhan rendah (kurang dari 10% per tahun), karena kenaikan harga-harga berjalan secara lambat dengan persentase yang kecil dan dalam jangka waktu yang relative lama. 2.) Galloping Inflation Inflasi menengah yang ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar dan kadang kala berjalan dalam waktu yang relative pendek serta mempunyai sifat akseleras (percepatan). 3.) Hyper Inflation Inflasi yang sangat parah yang timbul akibat adanya kenaikan hargaharga umum yang berlangsung sangat cepat (harga-harga naik sampai dengan lima atau enam kali). Hyperinflasi sangat barbahaya karena dapat merusak struktur perekonomian negara. Dari pengertian tentang macam-macam inflasi maka disimpulkan bahwa inflasi dapat disebut dari sudut pandang orang yang melihatnya berdasarkan asal terjadinya, bobotnya, sebabnya dan intensitasnya.

23 c. Pengukuran Tingkat Inflasi Untuk menghitung angka inflasi, Indeks Harga Konsumen (IHK) paling banyak digunakan termasuk di Indonesia yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS). IHK dapat digunakan untuk menghitung bulanan, triwulanan , semesteran, dan tahunan, dengan rumus sebagai berikut : LI = IHKt IHKt-1 x 100% IHKt-1 LI = Laju inflasi pada tahun/periode t ADt = Indeks harga konsumen pada tahun/periode t ADt-1 = Indeks harga konsumen pada tahun/periode t-1 (Tajul Khalwaty, 2000: 38) Cara ini mempunyai kelemahan yaitu sangat lemah terhadap harga barang barang yang berpengaruh terhadap Indeks Biaya Hidup Konsumen (IBHK) atau terhadap Indeks Standar Hidup Konsumen (ISHK) terutama harga barang-barang kebutuhan pokok. d. Faktor-faktor yang Mendorong Terjadinya Inflasi Sampai batas tertentu kita masih bisa menganalisa batas sebab-sebab timbulnya inflasi khusus dari segi ekonomi dan penentuan sebab-sebab ekonomi obyektif. Teori-teori ekonomi mengenai inflasi lebih memusatkan pada dalil-dalil umum yang diharapkan berlaku secara umum. Untuk menerapkannya perlu menentukan aspek-aspek penting yang mempengaruhi proses inflasi di suatu negara (Boediono, 2001: 167). Faktor yang mendorong terjadinya inflasi dapat dijabarkan melalui teori yang mendasari yang berpengaruh terhadap inflasi, yaitu: 1.) Teori Kuantitas Adalah teori yang paling tua mengenai inflasi, namun teori ini mengalami penyempurnaan-penyempurnaan dan masih sangat berguna untuk menerangkan proses inflasi di zaman modern terutama di negara-negara berkembang. Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari: (a)

24 jumlah uang beredar dan (b) psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut: a.) Inflasi hanya bisa terjadi jika ada penambahan volume uang yang beredar (uang kartal dan uang giral). Tanpa ada kenaikan jumlah uang yang beredar, misal kejadian gagal panen hanya akan menaikkan harga-harga untuk sementara waktu saja. Bila jumlah uang tidak ditambah inflasi akan berhenti dengan sendirinya. b.) Laju inflasi ditentukan oleh laju pertumbuhan jumlah uang yang beredar dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenal kenaikan harga-harga dimasa mendatang yang meliputi kemungkinan keadaan yaitu: (1) Bila masyarakat tidak mengharapkan harga-harga naik pada bulanbulan mendatang, maka sebagian besar dari penambahan jumlah uang yang beredar akan diterima oleh masyarakat untuk menambah likuiditasnya (memperbesar pos kas). Ini berarti bahwa sebagian besar dari kenaikan jumlah uang tersebut tidak dibelanjakan untuk pembelian barang sehingga tidak ada kenaikan harga barang barang (atau harga mungkin naik sedikit sekali). Keadaan ini biasanya dijumpai pada waktu inflasi masih baru mulai. (2) Penambahan jumlah uang yang beredar tidak lagi diterima oleh masyarakat untuk menambah pos kas, tetapi akan digunakan untuk membeli barang-barang. Hal ini dilakukan karena orang berusaha untuk menghindari kerugian yang timbul seandainya mereka memegang uang tunai. Uang makin tidak berharga. Dengan demikian terjadi kenaikan harga barang-barang. (3) Pada tahap hiperinflasi orang sudah kehilangan kepercayaannya terhadap nilai mata uang. Keadaan ini ditandai oleh makin cepatnya peredaran uang (velocity of circulation) yang menarik. Dalam keadaan ini kenaikan jumlah uang yang beredar sebesar, misal 20% akan mengakibatkan kenaikan harga-harga lebih besar

25 dari 20%. Hyperinflasi menghancurkan bukan hanya sendi-sendi ekonomi moneter tetapi juga sendi-sendi sosial politik dari suatu masyarakat. 2.) Teori Keynes Mengenai inflasi didasarkan atas teori makro dan menyoroti aspek lain dari inflasi. Inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi menurut pandangan ini adalah proses perebutan bagian rezeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa di sediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini di terjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang -barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (inflationary gap) Inflationary gap timbul bila jumlah dari permintaan-permintaan efektif dari golongan masyarakat tersebut pada tingkat harga yang berlaku melebihi jumlah maksimum dari barang yang bisa ditimbulkan oleh masyarakat. Karena permintaan total melebihi jumlah barang yang tersedia maka harga-harga akan naik. Adanya kenaikan harga-harga berarti bahwa sebagian dari rencana-rencana pembelian barang dari golongan-golongan tersebut tidak dapat terpenuhi. Pada periode selanjutnya golongangolongan tersebut akan berusaha untuk memperoleh dana yang lebih besar lagi baik dari percetakan uang baru atau kredit dari bank yang lebih besar atau kenaikan gaji yang lebih besar. Proses inflasi akan terus berlangsung selama jumlah permintaan efektif total tidak melebihi tingkat harga yang berlaku dan jumlah out put yang tersedia. 3.) Teori Strukturalis Teori mengenai inflasi yang didasarkan atas pengalaman negaranegara Amerika latin. Teori ini memberi tekanan pada ketegaran (rigidities) dari sturktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Karena inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor struktural dari perekonomian (faktor-faktor ini hanya dapat berubah secara gradual dan dalam jangka panjang), maka teori ini disebut teori inflasi jangka panjang.

26 Faktor-faktor jangka panjang yang mengakibatkan inflasi di negara-negara yang sedang berkembang. a.) Ketidak-elastisan dari penerimaan ekspor. Nilai ekspor yang tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor lain. Kelambanan ini disebabkan karena : (1.) Harga dipasar dunia dari barang-barang ekspor negara-negara tersebut mungkin tidak menguntungkan (dibanding dengan harga barang-barang impor yang terus dibayar) atau sering disebut dengan istilah dasar penukaran (terms of trade) makin memburuk. (2.) Supply atau produksi barang-barang ekspor yang tidak responsive terhadap kenaikan harga (supply barang-barang ekspor yang tidak elastis). Kelambanan pertumbuhan penerimaan ekspor ini berarti kelambanan pertumbuhan kemampuan untuk mengimpor barangbarang yang dibutuhkan untuk konsumsi ataupun investasi. Akibatnya produksi dalam negeri mempunyai biaya produksi yang lebih tinggi (dan sering kali dengan kualitas yang lebih rendah) dari barang-barang yang diimpor. Biaya produksi yang lebih tinggi maka inflasi pun terjadi. b.) Ketidak-elastisan dari supply atau produksi bahan makanan di dalam negeri. Produksi bahan makanan dalam negeri tidak tumbuh secepat pertambahan penduduk dan penghasilan perkapita, sehingga harga bahan makanan di dalam negeri cenderung untuk naik melebihi kenaikan harga barang-barang tersebut. Proses ini akan berhenti dengan sendirinya seandainya harga bahan makanan tidak terus mengalami kenaikan. e. Dampak Inflasi Dampak inflasi sangat luas dan beraneka ragam serta menurunkan tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Laju tingkat pertumbuhan inflasi yang tinggi akan merusak struktur ekonomi dan melemahkan kinerja perekonomian suatu

27 negara. Dampak inflasi tidak hanya dibidang ekonomi tetapi juga dapat mempengaruhi bidang sosial politik suatu negara. 1.) Equity Effect Equity Effect adalah dampak inflasi terhadap pendapatan. Dampak inflasi terhadap pendapatan bersifat tidak merata, ada yang mengalami kerugian terutama mereka yang berpenghasilan tetap dan kecenderungan orang yang gemar menumpuk kekayaan dalam bentuk uang tunai, serta ada pula kelompok yang mengalami keuntungan dengan adanya inflasi. Orang yang berpenghasilan tetap akan mengalami penurunan nilai riil dari penghasilannya, sehingga daya belinya menjadi lemah. Orang yang mendapat keuntungan yaitu mereka yang memperoleh kenaikan atau peningkatan pendapatan dengan tingkat prosentase yang lebih besar daripada tingkat inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan dalam bentuk uang tunai, dimana nilai kekayaan tersebut naik, karena harganya menjadi semakin mahal dengan prosentase lebih besar dari tingkat inflasi. Inflasi akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat. Jika keadaan tersebut tidak segera diatasi dalam jangka panjang akan semakin memperlebar kesenjangan antar kelompok yang berpenghasilan menengah kebawah yang semakin lama akan merusak tatanan (struktur) perekonomian dan melumpuhkan semua sektor ekonomi potensial untuk ekspor. 2.) Efficiency Effect Inflasi juga berpengaruh terhadap biaya produksi. Harga-harga faktor produksi akan terus meningkat, sehingga dapat mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan tersebut dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang selanjutnya mendorong perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu. Dengan adanya inflasi, permintaan barang-barang tertentu akan mendorong peningkatan produksi terhadap barang-barang tersebut. Inflasi yang tinggi jika tidak diikuti dengan peningkatan efisiensi terhadap biaya

28 produksi akan meningkatkan harga-harga produk. Sedangkan disisi lain daya beli masyarakat melemah yang akan mengakibatkan harga produk semakin tidak kompetitif. Keadaan demikian merupakan awal dari kebangkrutan. 3.) Output Effect Analisis tentang inflasi terhadap keluaran (output) dimana output diasumsikan sebagai variabel terikat. Inflasi dinilai dapat meningkatkan produksi dengan asumsi bahwa produksi akan mengalami kenaikan mendahului kenaikan upah/gaji para pekerja. Kenaikan harga produksi mengakibatkan terjadinya keuntungan (laba) yang diterima produsen dengan syarat adanya kenaikan harga produksi atau kenaikan harga-harga faktor produksi, maka mendorong produsen untuk meningkatkan produksinya. Jika tingkat inflasi tinggi melebihi dua digit dan berlangsung dalam jangka waktu lama, maka biaya produksi akan naik pula dan akibatnya keuntungan menjadi berkurang, selanjutnya jika sudah tidak

menguntungkan lagi, keputusan terbaik adalah menghentikan produksi. Penghentian produksi berdampak pula pada meningkatnya jumlah penganguran. Apabila inflasi diikuti dengan peningkatan produksi maka akan menghambat laju pertumbuhan inflasi tetapi harus di sertai upaya peningkatan efisiensi terhadap ongkos produksi dan tidak melakukan tindakan over production. Jadi inflasi memiliki dua kemungkinan pengaruh terhadap output (output effect). Dampak positif inflasi dapat mendorong peningkatan output selama masih dalam batas wajar (dibawah 5%). Sedang dampak negatif inflasi dapat mematikan industri dan mengurangi output apabila laju inflasi sudah melampaui angka dua digit (diatas 10%). f. Solusi Pengendalian Inflasi Ketidak seimbangan antara permintaan dan penawaran uang akan menyebabkan inflasi. Jika jumlah uang beredar terlalu banyak inflasi akan

29 meningkat, dan sebaliknya jika penawaran uang terlalu sedikit terjadilah deflasi. Keseimbangan antara permintaan dan penawaran terhadap uang dijelaskan dalam teori kuantitas dari Irving Fisher. MV = PT Dimana: Money = jumlah uang yang beredar di masyarakat, terdiri dari uang kartal dan uang giral (surat-surat berharga) yang dinilai sama dengan tunai. Velocity Price Trade = kecepatan peredaran (perputaran) uang. = harga dari output. = jumlah output yang di perdagangkan. Untuk mencegah atau mengendalikan laju inflasi salah satu variabel M atau V harus dikendalikan dan volume T harus ditingkatkan. Jadi karena jumlah uang yang beredar dalam arti sempit (M1 ) dapat langsung mempengaruhi harga barang-barang maka kelebihan/kenaikan jumlah uang beredar akan berpengaruh terhadap tingkat inflasi.

4. Sertifikat Bank Indonesia a. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia Sebagaimana tercantum dalam UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, salah satu tugas Bank Indonesia sebagai otoritas moneter adalah membantu pemerintah dalam mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam melaksanakan tugasnya Bank Indonesia menggunakan beberapa piranti moneter yang terdiri Giro Wajib Minimum, Fasilitas Diskonto, Himbauan Moral dan Operasi Pasar Terbuka (OPT). Dalam Operasi Pasar Terbuka, Bank Indonesia dapat melakukan transaksi jual beli Surat Berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI). SBI adalah surat berharga atas tunjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengurus barang jangka pendek dengan sistem diskonto (Bank Indonesia, 2000). Penerbitan SBI oleh Bank Indonesia mempunyai tujuan

30 kontraksi yaitu apabila tingkat suku bunga atas diskonto SBI dinaikkan dan kemudian diharapkan para pemilik dana akan membeli SBI sehingga permintaan kredit akan berkurang yang pada gilirannya jumlah uang akan berkurang, sebaliknya jika Bank Indonesia bermaksud untuk menambah likuiditas dipasar uang dilakukan pembelian Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Sebagai instrumen money market, SBI diterbitkan oleh Bank Indonesia melalui lelang. Besarnya lelang SBI dimaksud untuk mencapai target uang primer yang ditetapkan. Oleh karena itu, Bank Indonesia akan memperkirakan perkembangan uang primer, membandingkan target yang ditetapkan, menetapkan besarnya likuiditas pasar uang yang harus diserap. Dengan cara ini, Bank Indonesia dapat mencapai target uang primer yang ditetapkan serta dapat mempengaruhi perkembangan suku bunga di pasar uang. (PPSK Bank Indonesia, 2003: 17). Sejalan dengan ide dasar penerbitan SBI sebagai salah satu piranti Operasi Pasar Terbuka, penjualan SBI diprioritaskan kepada lembaga perbankan. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan masyarakat baik perorangan maupun perusahaan untuk dapat memiliki SBI.

Pialang Pasar uang/ modal

Perusahaan/ Perorangan

Bank Indonesia

Bank

Gambar 4. Mekanisme Lelang SBI

31 Berdasarkan gambar.4, pembelian SBI oleh masyarakat tidak dapat dilakukan secara langsung dengan Bank Indonesia. Pembelian SBI harus melalui bank umum serta pialang pasar modal yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. b. Karakteristik Sertifikat Bank Indonesia Sebagai salah satu alat Operasi Pasar Terbuka dalam rangka menjaga kestabilan rupiah, SBI mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1.) Jangka waktu maksimum 12 bulan dan sementara hanya diterbitkan untuk jangka waktu 1 dan 3 bulan. 2.) Mempunyai nilai terendah sebesar Rp. 50 juta dan nilai tertinggi sebesar Rp. 100 miliar. 3.) Pembelian SBI oleh masyarakat minimal 100 juta dan selebihnya dengan kelipatan 50 juta. 4.) Pembelian SBI didasarkan pada nilai yang diperoleh dari rumus berikut: Nilai tunai SBI = Nilai Nominal x 360

360 + (Tingkat Diskonto x jangka Waktu) 5.) Pembeli SBI memperoleh hasil berupa diskonto yang dibayar dimuka. Besarnya diskonto adalah nilai nominal dikurangi dengan nilai tunai. 6.) Pajak penghasilan (PPh) atas diskonto yang dibayar dimuka. Besarnya diskonto adalah nilai nominal dikurangi dengan nilai tunai. c. Tata Cara Penjualan Sertifikat Bank Indonesia Dalam operasinya memperkirakan permintaan uang yang sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian, maka lelang SBI sebagai salah satu cara dalam Operasi Pasar Terbuka dilakukan dengan tata cara penjualan sebagai berikut: 1.) Jumlah SBI yang akan dilelang diumumkan setiap hari Selasa. 2.) Lelang SBI diadakan setiap hari Rabu dan dapat diikuti oleh seluruh bank umum, pialang pasar uang dan pialang pasar modal dengan penyelesaian transaksi hari Kamis.

32 3.) Dalam pelaksanaan lelang SBI, masing-masing peserta mengajukan penawaran jumlah SBI yang ingin dibeli serta diskontonya. Pemenang lelang adalah peserta yang mengajukan penawaran tingkat diskonto yang terendah sampai dengan jumlah SBI lelang yang diumumkan tercapai. Tingkat diskonto SBI ditentukan oleh peserta lelang itu sendiri. Semakin rendah tingkat diskonto yang ditawarkan peserta, maka semakin besar kemungkinan peserta tersebut memenangkan lelang. 4.) Untuk menjaga keamanan dari kehilangan atau untuk menghindari terjadinya pemalsuan, pihak pembeli SBI memperoleh Bilyet Depot Simpanan (BDS) sebagai bukti atas penyimpanan fisik warkat SBI untuk Bank Indonesia tanpa dipungut biaya penyimpanan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa SBI merupakan surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia yang memiliki karakteristik tertentu dengan tata cara penjualan yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia guna menstabilkan nilai rupiah.

5. Suku Bunga a. Definisi Tingkat Suku Bunga Masalah penentuan tingkat suku bunga menjadi masalah penting bagi negara berkembang yang sedang mengalami proses liberalisasi sistem keuangan dinegerinya. Kemungkinan tidak ada kepentingan yang bernilai lebih dari pemerintah di setiap negara yang menggunakan kontrol langsung dan tidak langsung dari institusi suku bunga. Kebijakan suku bunga yang ditargetkan negara berkembang bertujuan untuk mencapai berbagai sasaran dalam efisiensi alokasi dana simpanan, efektifitas mobilisasi sumber daya dalam negeri, kredit murah untuk sektor pemerintah serta stabilitas ekonomi makro. Pengertian tingkat suku bunga sebagai harga dapat dinyatakan sebagai harga yang harus dibayar apabila terjadi pertukaran antara satu rupiah sekarang dan satu rupiah nanti, misal setahun lagi. Hutang piutang timbul karena terjadi pertukaran dimana pembeli dari satu rupiah nanti adalah peminjam (debitur), sedangkan dari satu rupiah sekarang yang sekaligus penjual dari satu rupiah nanti

33 adalah orang yang meminjamkan (kreditur). Debitur harus membayar kepada kreditur harga dari pertukaran tersebut dengan harga ini adalah bunga yang dibayar debitur (yang diterima kreditur). (Boediono, 2001: 76) Jadi tingkat suku bunga merupakan harga dari penggunaan uang atau dapat dipandang sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. b. Jenis-jenis Tingkat Bunga Pada dasarnya tingkat bunga dibedakan menjadi dua yaitu tingkat bunga nominal dan riil. Disamping itu tingkat bunga juga dibedakan menurut jangka waktu menjadi tingkat bunga jangka pendek dan jangka panjang. Penjelasan jenis tingkat bunga tersebut adalah sebagai berikut: 1.) Tingkat bunga nominal dan tingkat bunga riil Para ekonom membedakan tingkat bunga nominal dan tingkat bunga riil. Perbedaan ini saling berhubungan ketika seluruh tingkat harga berubah. Tingkat bunga nominal adalah tingkat bunga yang biasa dilaporkan; itulah tingkat bunga yang investor bayar untuk meminjam, sedangkan tingkat bunga riil adalah tingkat bunga yang disesuaikan terhadap inflasi (Mankiw, 2000: 53) Sedangkan menurut Stephen M. Goldfeld & Lester V. Chandfer (1988: 462) suku bunga nominal (nominal interest rate) adalah suku bunga yang berlaku dipasar untuk instrumen-instrumen keuangan. Suku bunga riil adalah suku bunga nominal yang disesuaikan terhadap inflasi (untuk menggambarkan perubahan daya beli akibat membeli selembar obligasi). Tingkat bunga nominal sebenarnya merupakan penjumlahan dari unsur-unsur tingkat bunga yaitu tingkat bunga murni, premi resiko, biaya transaksi dan biaya premi inflasi yang diharapkan. Rn* = Rm* + Rp* + Rt + Ri* Dimana: Rn* Rm* Rp* Rt Ri* = tingkat bunga nominal = tingkat bunga murni = premi resiko = biaya transaksi = premi inflasi

(Boediono, 2001: 88)

34 Dengan demikian tingkat bunga sebagai suatu harga dipengaruhi oleh banyak faktor. Berbeda dengan banyak harga barang-barang lain, tingkat bunga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor subyektif terutama yang berkaitan dengan perubahan perkiraan atau harapan orang (expectations) mengenai perkembangan ekonomi di waktu mendatang. Tanda (*) untuk semua unsur tingkat bunga kecuali Rt dimaksud untuk mengingatkan bahwa komponen-komponen tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor ekspektasi. Tingkat bunga riil merupakan selisih antara tingkat bunga nominal dengan laju inflasi, maka diperoleh: Rr Rr Rn* Ri = Rn* - Ri = tingkat bunga riil = tingkat bunga nominal = laju inflasi aktual

Dimana

(Boediono, 2001: 90)

Rt atau actual real rate of interest menunjukkan berapa imbalan yang benar-benar diterima oleh kreditur (atau yang dibayar oleh debitur) untuk penggunaan dana selama jangka waktu tertentu, apabila diukur sebagai daya beli barang dan jasa. Rr* atau expected real rate of interest adalah imbalan yang diharapkan diterima oleh kreditur atas penggunaan dan untuk jangka waktu tertentu. Tingkat bunga riil (yang diharapkan) adalah tingkat bunga yang relevan dalam memutuskan apakah kreditur dan debitur akan mengadakan transaksi pinjam meminjam atau tidak. Bagi kreditur, tingkat bunga riil merupakan imbalan riil bagi pengorbanannya untuk menyerahkan penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Bagi debitur, tingkat bunga riil merupakan beban riil atas penggunaan uang orang lain. Beban ini disebut biaya riil dari kapital atau real cost of capital bagi debitur tersebut (terutama apabila debitur adalah investor di bidang produksi barang dan jasa).

35 2.) Tingkat bunga jangka pendek dan jangka panjang Adanya perbedaan tingkat bunga untuk jangka waktu pinjaman yang berbeda, merupakan hal yang sering dijumpai dalam praktek. Perbedaan tingkat bunga menurut jangka waktu tersebut dapat didaftar dari jangka waktu yang paling pendek sampai jangka waktu yang paling panjang. Daftar tersebut dengan struktur tingkat bunga menurut jangka waktu. Apabila struktur tersebut digambarkan maka diperoleh gambar dibawah ini:
Tingkat bunga per tahun

(%)
Kurva hasil (yield curve)

Jangka waktu pinjaman Gambar 5. Yield Curva Adanya tiga teori pokok mengenai struktur tingkat bunga menurut jangka waktu: Pertama, Teori Liquidity Preference. Teori ini menyatakan bahwa kurva hasil selalu mempunyai lereng (slope) positif, artinya tingkat bunga per tahun untuk pinjaman yang berjangka lebih lama selalu tinggi dari tingkat bunga per tahun untuk pinjaman yang berjangka pendek. Hal ini dapat terjadi karena dengan imbalan yang sama, kreditur selalu mempunyai preferensi untuk memilih piutang yang likuid daripada yang kurang likuid. Kedua, teori kelompok pasar. Teori ini menyatakan bahwa tingkat bunga yang berlaku bagi suatu kelompok pinjaman dengan jangka waktu tertentu ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran dana untuk kelompok tersebut. Tingkat bunga untuk kelompok pinjaman dengan jangka waktu 1 bulan mungkin dapat lebih tinggi daripada

36 kelompok 3 bulan atau 6 bulan, tergantung dari kekuatan permintaan dan penawaran kelompok tersebut. Kurva hasil dapat mempunyai slope positif atau negatif. Masing-masing kelompok seakan-akan mempunyai pasar sendiri. Teori ini mengakui adanya hubungan antara pasar tersebut, seberapa dekat hubungan tersebut tergantung pada hubungan subtitusinya. Ketiga, Teori Klasik. Teori ini menekankan pada (i) peranan harapan masyarakat atau expectations mengenai pola perkembangan tingkat bunga dimasa mendatang dalam menekankan struktur tingkat bunga, (ii) subtitusi antara satu kelompok dana dengan kelompok dana lain sangat dekat (pada teori kelompok pasar). Kurva hasil dapat mempunyai slope positif atau negatif atau nol, tergantung pada apa yang diharapkan atau diperkirakan oleh pasar mengenai perkembangan tingkat bunga dimasa mendatang. Apabila mereka umumnya berpendapat bahwa tingkat bunga akan meningkat diwaktu mendatang, maka kurva hasil akan mempunyai positif, apabila tingkat bunga diperkirakan menurun diwaktu mendatang maka kurva hasil mempunyai slope negatif dan bila tingkat bunga ynag berlaku sekarang diperkirakan akan tetap, maka kurva hasil akan berbentuk mendatar (horizontal). c. Teori-teori Tingkat Bunga 1.) Teori Bunga Klasik (Loanable Funds) Teori klasik loanable funds, bunga adalah harga yang terjadi di pasar dana investasi. Penjelasan tentang dana investasi dapat dijelaskan sebagai berikut; dalam suatu periode terdapat masyarakat yang menerima pendapatan melebihi apa yang mereka perlukan untuk kebutuhan konsumsinya yang disebut kelompok penabung. Jumlah seluruh tabungan mereka membentuk penawaran akan loanable funds. Di pihak lain terdapat masyarakat yang membutuhkan dana, umumnya pengusaha yang disebut investor. Jumlah seluruh kebutuhan mereka akan dana membentuk permintaan akan loanable funds. (Boediono, 2001: 76-77)

37 Menurut teori ini, tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung. Pada tingkat bunga yang makin tinggi masyarakat terdorong untuk mengorbankan pengeluaran untuk konsumsi. Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga semakin kecil. Seorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya jika keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga yang dibayar untuk dana investasi tersebut (merupakan ongkos penggunaan dana). Makin rendah tingkat bunga, maka pengusaha akan lebih terdorong utnuk investasi karena bunga penggunaan dan juga makin kecil. (Nopirin, 2000: 70-71) Para penabung dan para investor bertemu di pasar loanable funds yang akan mengahasilkan tingkat bunga kesepakatan. Tingkat bunga kesepakatan merupakan tingkat bunga dalam keadaan keseimbangan yang dicapai apabila keinginan menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha utnuk melakukan investasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kurva berikut: Tingkat bunga Tabungan

i1 i0 Investasi i Investasi o

S0

Jumlah rupiah yang di tabung dan diinvestasikan

Gambar 6. Toeri klasik tentang tingkat bunga

38 Keseimbangan tingkat bunga ada pada titik i0 dimana jumlah tabungan sama dengan investasi. Apabila tingkat bunga diatas i0, jumlah tabungan melebihi keinginan pengusaha untuk investasi i1 sehingga penabung akan bersaing untuk meminjamkan dananya. Hal ini akan menekan tingkat bunga turun balik ke posisi i0. Sebaliknya jika tingkat bunga dibawah i0 para pengusaha akan bersaing untuk memperoleh dana yang relatif jumlahnya lebih kecil, sehingga mendorong tingkat bunga naik kembali ke i0 . 2.) Teori Bunga Keynes Uang menurut Keynes merupakan salah satu dari bentuk kakayaan yang dipinjam seseorang (portofolio) seperti halnya kekayaan dalam bentuk tabungan di bank, saham atau surat berharga lainnya. Keputusan masyarakat mengenai bentuk komponen dari kekayaan mereka akan menentukan tingginya tingkat bunga (Nopirin, 2000: 91) Keynes hanya membagi komponen kekayaan dalam dua bentuk yaitu uang kas dan surat berharga (obligasi). Kekayaan yang diwujudkan dalam bentuk uang kas mempunyai keuntungan berupa kemudahan melakukan transaksi sebab uang kas merupakan alat pembayaran yang paling likuid. Likuid diukur dengan kecepatan menukar kekayaan dalam bentuk alat pembayaran tanpa adanya kerugian nilai. Bentuk kekayaan dalam uang kas tidak dapat memberikan penghasilan (misal berupa bunga). Sebaliknya kekayaan dalam bentuk surat berharga dapat naik turun tergantung dari tingkat bunga. Surat berharga mendatangkan pendapatan berupa bunga. Keynes berpendapat bahwa ada tiga motif mengapa orang menghendaki memegang uang tunai, yaitu motif transaksi, motif berjagajaga dan motif spekulatif. Tiga motif inilah yang merupakan sumber timbulnya permintaan akan uang yang diberi nama liquidity preference. Prefensi atau keinginan untuk tetap likuid inilah yang membuat orang bersedia membayar harga tertentu untuk penggunaan uang. Liquidity preference tergantung dari tingkat bunga.

39 Tingkat bunga (%) Jumlah uang

r eq Liquidity preference

Jumlah uang dan permintaan uang

Gambar 7. Teori Keynes tentang tingkat bunga Permintaan akan uang mempunyai hubungan negatif dengan tingkat bunga sehingga dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, Keynes menyatakan bahwa masyarakat mempunyai keyakinan adanya suatu tingkat bunga yang normal. Seandainya tingkat bunga turun di bawah tingkat normal, makin banyak orang yakin bahwa tingkat bunga akan kembali ke tingkat normal jika mereka memegang surat berharga pada waktu tingkat bunga naik. Hubungan ini disebut motif spekulatif permintaan uang kas sebab mereka melakukan spekulatif tentang harga surat berharga dimasa yang akan datang. Kedua, berkaitan dengan ongkos memegang uang kas. Makin tinggi tingkat bunga, makin tinggi pula ongkos memegang uang kas sehingga keinginan memegang uang kas turun. Sebaliknya, jika tingkat bunga turun, berarti ongkos memegang uang kas juga semakin rendah sehingga permintaan uang kas naik. Apabila pada suatu ketika tingkat bunga berada di bawah tingkat keseimbangan, masyarakat akan menginginkan uang kas lebih banyak dengan cara menjual surat berharga yang dipegangnya. Usaha menjual surat berharga akan mendorong turunnya harga berarti tingkat bunga naik

40 sampai ke tingkat keseimbangan dimana masyarakat sudah puas dengan komposisi kekayaannya (permintaan sama dengan penawaran uang). Sebaliknya apabila tingkat bunga diatas keseimbangan, masyarakat akan menginginkan uang kas lebih sedikit dengan cara membeli surat berharga. Pembelian ini akan mengakibatkan naiknya harga surat berharga yang berarti menurunkan tingkat bunga sampai keseimbangan tercapai. (Nopirin, 2000: 92-93) 3.) Teori Paritas Tingkat Bunga Teori paritas tingkat suku bunga adalah suatu teori yang penting mengenai penentuan tingkat bunga dalam suatu devisa bebas (yaitu apabila penduduk masing-masing negara bebas memperjualbelikan devisa). Teori ini pada intinya menyatakan bahwa sistem devisa bebas tingkat bunga yang ditawarkan satu negara dalam valuta asing sama dengan tingkat bunga yang ditawarkan di negara lain dalam valuta asing, setelah diperhitungkan mengenai depresiasi mata uang negara yang satu terhadap negara yang lain. Secara aljabar: RRp = R$ + (E *Rp/$ - ERp/$)/ ERp/$ Dimana: RRp R$ ERp/$ = Tingkat bunga (nominal) simpanan rupiah (dalam negeri) = Tingkat bunga (nominal) simpanan dolar AS (luar negeri) = Tingkat bunga rupian dari simpanan bunga dolar AS dari berbagai tingkat kurs rupiah/dolar (laju depresiasi) Apabila tingkat bunga simpanan rupiah (untuk pinjaman 6 bulan tersebut ) lebih rendah dari pada 18 %, maka akan lebih menguntungkan bagi para pemilik dana untuk meminjamkan uangnya dalam simpanan dolar AS dan menerima imbalan 10 % per tahun tanpa harus menanggung kerugian kapital berupa penurunan nilai mata uang rupiah sebesar 8 % per tahun. Dana akan mengalir ke Amerika Serikat dan itu akan mengurangi tersedianya dana (rupiah) didalam negeri, dan selanjutnya akan mendorong ingkat bunga simpanan rupiah untuk naik mendekati 18 % per tahun.

41 Sebaliknya apabila tingkat bunga simpanan rupiah lebih tinggi dari 18 % per tahun (katakan 20 %) maka akan lebih menguntungkan bagi orang Amerika untuk menukarkan dolarnya menjadi rupiah dan selanjutnya menyimpannya dalam simpanan rupiah dengan bunga 20 % per tahun. Meskipun seandainya perkiraan bahwa akan turun 8 % per tahun akan benar-benar terjadi, ia akan masih menerima imbalan 12 % per tahun (dinyatakan dalam dolar). Dengan demikian akan ada aliran dana (dolar) masuk ke Indonesia, sehingga supply dana (rupiah) ke Indonesia meningkat dan ini cenderung akan menurunkan tingkat bunga di dalam negeri sampai mendekati 18 % per tahun. Perlu dicatat bahwa dalam praktek ada biaya transaksi untuk memindahkan dana dari dan ke luar negeri. Oleh karena itu teori paritas tingkat bunga ini akan lebih tepat apabila berbunyi: bahwa tingkat bunga diantara dua negara cenderung sama, setelah dikoreksi dengan laju depresiasi yang diperkirakan dari mata uang negara satu terhadap mata uang negara lain dan biaya transaksi (biaya memindakan dana). Dalam sistem devisa bebas, biaya transaksi tersebut rendah, tetapi dalam system devisa yang kurang, bebas biaya transaksi tersebut bisa tinggi. Oleh karena itu dalam sistem devisa yang tidak bebas ada kemungkinan tingkat bunga di dalam negeri sangat berbeda dengan tingkat bunga di luar negeri, meskipun telah dikoreksi dengan depresiasi yang diperkirakan.

6. Deposito Salah satu dana bank yang harga atau biayanya cukup tinggi dibanding dana giro adalah simpanan berjangka atau lebih dikenal dengan deposito berjangka. Berdasarkan UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan dinyatakan bahwa deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Jangka waktu untuk deposito berjangka adalah minimal 1 bulan dan maksimal 24 bulan. Suku bunga deposito berjangka ini ditetapkan sendiri oleh masing-masing bank dan atas bunga deposito berjangka dikenakan pajak

42 penghasilan sebesar 15% dan bersifat final. Sedangkan bagi deposito berjangka yang bukan milik penduduk Indonesia baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing dikenakan pajak sebesar 20% dan bersifat final. Pada umumnya persyaratan untuk menjadi nasabah deposito adalah: 1.) Calon deposan minimal telah memenuhi persyaratan umur tertentu pada saat akan membuka deposito atau telah menikah. 2.) Calon deposan pada saat akan membuka rekening deposito diminta untuk menyetorkan setoran minimal yang telah ditetapkan. 3.) Jika pemilik deposito ini meninggal, maka uang simpanan tersebut akan dibayarkan kepada ahli warisnya dengan ketentuan yang sesuai dengan kebijakan dan peraturan masing-masing bank yang bersangkutan. 4.) Tingkat suku bunga deposito ini dapat sewaktu-waktu berubah tanpa pemberitahuan sebelumnya. 5.) Deposito dapat diperpanjang oleh pemiliknya secara otomatis. (IBI, 1999: 68) Deposito terdiri dari tiga jenis yaitu: 1. Deposito berjangka Adalah simpanan masyarakat yang penarikannya dapat dilakukan setelah jangka waktu yang telah disepakati berakhir. 2. Deposit on call 3. Certificat deposit (Sertifikat deposito) Adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan.

B. Hasil Penelitian Terdahulu Bayu Pujo A. (2003) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat suku bunga nominal sebelum dan sesudah krisis ekonomi di Indonesia kwartal I tahun 1993-2002. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Kurs, IHSG, tingkat suku bunga SBI dan kondisi perekonomian sebelum dan sesudah krisis terhadap tingkat suku bunga deposito. Model yang digunakan untuk menganalisis adalah model dinamis Partial Adjusment Model (PAM) dengan memakai stock adjustment principle dari Marck Nerlove double-log.

43 Dari hasil analisis data yang dilakukan diperoleh persamaan regresi dalam jangka panjang sebagai berikut: LnRt = 2,407562 0,251331 LnKURS t + 0,552598 LnSBIt 0,06976 LnIHSGt + 0,415643 LnRt-1 + 0,20447 Dt Sedangkan dalam jangka panjangnya adalah: LnRt = 4,12 0,4301 LnKURSt + 0,9456 LnSBIt 0,1163 LnIHSGt + 0,3499 Dt Berdasarkan persamaan diatas dapat diketahui bahwa Kurs dan IHSG berpengaruh negatif terhadap tingkat suku bunga deposito sedangkan tingkat suku bunga SBI dan kondisi perekonomian perpengaruh positif terhadap tingkat suku bunga deposito. Jadi apabila terjadi penurunan nilai mata uang maka tingkat suku bunga deposito akan dinaikkan dengan harapan agar kurs rupiah kembali menguat demikian juga penurunan IHSG akan mempengaruhi kenaikan tingkat suku bunga deposito sehingga dana tidak lari keluar negeri. Apabila tingkat suku bunga SBI dinaikan dan kondisi perekonomian yang baik akan mempengaruhi pula kenaikan tingkat suku bunga deposito karena untuk mempertahankan margin keuntungan bank komersial atas pinjaman dari Bank Indonesia sebagai otoritas moneter untuk menjaga stabilitas nilai uang.

C. Kerangka Pemikiran Tingkat suku bunga nominal khususnya deposito dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dan kebijakan moneter. Kebijakan penentuan tingkat suku bunga SBI yang diperjualbelikan oleh otoritas moneter melalui piranti kebijakan moneter melalui oparasi pasar terbuka merupakan pedoman penentu kebijakan besarnya tingkat suku bunga deposito disetiap bank-bank komersial. Selain itu kondisi perekonomian sangatlah berpengaruh misal pada kondisi yang kurang stabil seperti kecenderungan harga-harga barang dan jasa dalam perekonomian naik secara terus menerus dalam kurun waktu tertentu (terjadi inflasi) akibat dari perilaku masyarakat serta adanya penawaran uang (JUB) yang berlebihan sehingga menurunkan daya beli uang akan berpengaruh langsung terhadap pertimbangan dalam pengendalian dibidang moneter. Dengan memperhatikan hal tersebut kita dapat memprediksikan tingkat suku bunga nominal pada deposito

44 dengan melihat kondisi perekonomian Indonesia. Untuk lebih jelasnya dalam proses analisis permasalahan yang dikemukakan, dibawah ini digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut: JUMLAH UANG BEREDAR

TINGKAT INFLASI

TINGKAT BUNGA NOMINAL DEPOSITO

KONDISI PEREKONOMIAN

TINGKAT SUKU BUNGA SBI Gambar 8. Kerangka Pemikiran

D. Rumusan Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan diatas, dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: 1) Jumlah uang beredar berpengaruh negatif terhadap tingkat suku bunga nominal pada semester II tahun 2001 sampai dengan semester I tahun 2005. 2) Tingkat inflasi berpengaruh positif terhadap tingkat suku bunga nominal pada semester II tahun 2001 sampai dengan semester I tahun 2005. 3) Tingkat suku bunga SBI berpengaruh positif terhadap tingkat suku bunga nominal pada semester II tahun 2001 sampai dengan semester I tahun 2005.

Anda mungkin juga menyukai