Anda di halaman 1dari 13

Dampak Terapi Radikal Pasangan Seksual pada Infeksi Gonorrhea atau Klamidia yang bersifat Persisten atau Berulang

ABSTRAK Latar Belakang Banyak pasangan seksual dari orang-orang yang terinfeksi gonorrhea dan klamidia yang belum mendapatkan terapi, yang menyebabkan seringnya terjadi infeksi kambuhan dan penularan lebih lanjut.

Metode Secara acak diminta kepada para wanita dan pria heteroseksual yang terinfeksi gonorrhea dan klamidia agar mengajak pasangan mereka supaya mau menerima terapi radikal atau rujukan terapi. Para pasien yang termasuk ke dalam kelompok terapi radikal ditawari pengobatan yang ditujukan kepada pasangan seksual mereka, atau jika mereka menginginkannya, para anggota staf penelitian yang melakukan kontak dan memberikan pengobatan kepada para pasangan tanpa melakukan suatu pemeriksaan klinis. Para pasien yang diikutkan dalam program rujukan terapi pasangan dianjurkan untuk merujuk pasangan mereka agar juga mengikuti terapi dan kepada mereka ditawarkan bantuan pendampingan dalam memberitahukan hal tersebut kepada pasangannya. Hasil yang diperoleh adalah terjadinya infeksi gonorrhoea atau klamidia yang bersifat menetap /persisten atau berulang pada pasien 3 sampai 19 minggu setelah terapi. Kepada pasien dalam kelompok (yang menerima) perawatan radikal ditawarkan pengobatan untuk pasangan seksual mereka, atau jika mereka menginginkan, mitra terhubung anggota staf studi serta diberikan pengobatan pengobatan tanpa melewati uji klinis. Pasien yang termasuk dalam kelompok perujukan pasangan standar disarankan untuk merujukkan pasangan mereka untuk memperoleh perawatan serta ditawari bantuan pasangan yang memberi notifikasi. Akibat yang muncul adalah infeksi gonorrhea dan klamidia menetap dan berulang pada pasien 3 sampai 19 minggu setelah perawatan.

Hasil Infeksi gonorrhoea atau klamidia yang persisten atau berulang (kambuhan) terjadi pada 121 dari 193 pasien (13%) yang diikutkan dalam program rujukan standar dan 92 dari 929 (10%) pasien yang diikutkan pada program terapi radikalpada pasangan seksual (resiko relatif, 0,76, interval kepercayaan 95%, 0,59 sampai 0,98). Terapi radikal ternyata lebih efektif daripada terapi rujukan standar pada para pasangan dalam mengurangi resiko terjadinya infeksi persisten atau berulang di antara pasien-pasien penderita gonorrhoea (3% dibanding 11%, p = 0,01) daripada infeksi klamidia (11% dibanding 13%, p = 0,17) (P = 0,05 untuk perbandingan mengenai efek terapi) dan secara bebas tetap berasosiasi dengan suatu penurunan resiko terjadinya infeksi persisten atau berulang sesudah disesuaikan dengan prediktor infeksi yang lain pada saat follow up (resiko relatif, 0,75; interval kepercayaan 95%, 0,57 sampai 0,97). Pasien yang diikutkan dalam program terapi radikal pasangan seksual secara signifikan lebih cenderung untuk melaporkan bahwa pasangan mereka semua telah menerima terapi, namun cenderung kurang untuk melaporkan bahwa mereka telah melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang tidak menerima terapi, daripada pasien yang diikutkan dalam program rujukan standar.

Simpulan Programm terapi radikal pasangan seksual mengurangi angka infeksi gonorrhea dan klamidia persisten atau berulang.

Program pemberitahuan pasangan, yakni proses memberitahukan dan memberi terapi kepada pasangan seksual pasien yang tertular infeksi lewat hubungan seksual, merupakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk mengendalikan infeksi yang ditularkan lewat hubungan seksual sejak tahun 1940-an. Namun, di daerah yang memiliki angka tertinggi penularan infeksi lewat hubungan seksual di AS, Departemen Kesehatah Publik memberikan layanan Pemberitahuan-Pasangan untuk kurang dari 20% pasien terinfeksi gonorrhea dan klamidia, dengan meninggalkan sebagian pasien lain

yang lebih besar untuk memberikan terapi kepada psangan mereka tanpa bantuan,. Banyak sekali, dan mungkin yang paling banyak, pasangan tersebut tidak menerima terapi sesudah didiagnosa, dan penularan ulang menjadi biasa. Pendekatan yang lebih efektif pada program pemberitahuan pasangan secara substansial dapat menggurangi prevalensi infeksi bakteri yang ditularkan lewat hubungan seksual. Namun, beberapa studi telah dilakukan untuk mengevaluasi strategi program pemberitahuan pasangan. Banyak klinisi dan beberapa dari anggota departemen kesehatan yang menawarkan agen antimikroba kepada pasien untuk ditawarkan kepada pasangannya. Praktek ini disebut dengan terapi pasangan yang dikirim oleh pasien. Studi observasi menyatakan bahwa pendekatan ini dapat mengurangi angka infeksi klamidia persisten atau berulang pada wanita, namun pada prakteknya masih kontroversial. Satu-satunya percobaan acak terkontrol yang diterbitkan untuk menilai dampak intervensi program pemberitahuan-pasangan tentang keadaan tidak sehat yang disebabkan oleh infeksi yang ditularkan lewat hubungan seksual menunjukkan penurunan yang tidak signifikan pada angka infeksi klamidia persisten atau berulang pada perempuan yang mendapat pengobatan untuk terapi pasangannya, bila dibandingkan dengan pada wanita yang diminta untuk merujuk pasangannya untuk menerima terapi. Kami melakukan studi ini untuk menguji hipotesa bahwa program terapi radikal pasangan menggunakan terapi pasangan yang dikirim oleh pasien dan dengan metode lain dapat mengurangi angka infeksi gonorrhea dan klamidia persisten dan berulang pada wanita dan pria heteroseksual.

METODE Populasi Studi Populasi dalam studi ini meliputi wanita dan pria heteroseksual yang menerima diagnosa infeksi gonorrhea dan klamidia di King County, washington, antara tanggal 29 September 1998 hingga tanggal 7 bulan Maret 2003. Pasien teridentifikasi lewat laporan laboratorium (71%), laporan kasus dari penyedia layanan kesehatan (26%), dan pemastian di lokasi (3%). Kami menghubungi klinisi yang melakukan diagnosa infeksi tersebut untuk meminta perizinan untuk

menghubungi pasien mereka, lalu kami menghubungi partisipan potensial lewat telepon atau surat. Anggota staf studi ini mewawancarai partisipan yang terdaftar di Public Health-Seattle and King County (PHSKC) Sexually Transmitted Disease (STD). untuk meminimalisir kemungkinan infeksi ulang pasien sebelum pengacakan, kami tidak menyertakan pasien yang tidak bisa dihubungi 14 hari setelah menerima terapi. Gambar 1 menunjukkan jumlah kasus yang dilaporkan, jumlah pasien yang tidak terpilih, jumlah pasien terdaftar, dan jumlah pasien yang menyelesaian studi ini. Setelah menghubungi partisipan potensial, kami membacakan deskripsi studi ini kepada mereka serta meminta izin secara lisan. Partisipan diwawancarai tentang pasangan seksual mereka masing-masing selama 60 hari pelaksanaan diagnosa STD. Untuk mereka yang tidak melakukan hubungan seksual selama interval waktu tersebut, mereka ditanyai tentang pasangan terakhirnya. Pasien yang menjelaskan sedikitnya satu pasangan yang tidak menerima terapi yang masih dapat dihubungi secara acak diminta untuk menerima program rujukan standar atau program terapi radikal untuk pasangan mereka.

Strategi Terapi-Pasangan Sebelum dilakukan pengacakan, kami menawarkan kontak kepada pasangan dari partisipan yang mana mereka tidak dapat atau tidak mau menghubunginya sendiri. Pada kelompok progran terapi radikal, pasien ditawari pengobatan untuk diberikan kepada hingga tiga pasangan. Anggota staf studi ini menawarkan pengobatan kepada pasangan yang mereka hubungi sendiri. Pada kelompok program rujukan standar, pasien disarankan untuk memberitahu pasangannya untuk mencari layanan kesehatan dan bahwa layanan semacam itu tersedia gratis di klinik STD. anggota staf studi ini juga memberikan konseling untuk pasangan yang dihubungi sendiri oleh pasien.

Distribusi Pengobatan pada Kelompok Terapi Radikal Paket untuk pasangan dibagikan kepada pasien atau pasangannya melalui farmasi komersial, Klinik PHSKC STD, atau lewat surat. Paket untuk pasangan

pasien gonorrhea berisi 400mg dosis tunggal cefixime dan 1 sachet azithromycin. Sementara paket untuk pasangan pasien infeksi klamidia hanya berisi azithromycin. Paket-paket tersebut juga berisi kondom, informasi tentang pengobatan, termasuk peringatan tentang efek samping, perintah untuk menghubungi anggota staf studi bila ada pertanyaan, dan brosur tentang pencegahan infeksi yang ditularkan lewat hubungan seksu yang menjelaskan al tentang layanan gratis yang tersedia di klinik STD. 12 farmasi komersial yang , terpilih untuk memastikan akses geografis, mendistribusikanpaket-paket tersebut. Kami menghubungi farmasi tersebut satu minggu setelah penulisan resep pengobatan untuk menentukan apakah pasien telah menerima kiriman paketnya. Pasien atau pasangan yang tidak dapat mengambil pengobatan dalam satu minggu diingatkan lewat telepon untuk mengambilnya. Untuk pasien dalam kelompok program terapi radikal, kami memberikan paketnya secara langsung pada saat wawancara.

Hasil Kami mencoba mewawancarai semua pasien pada 10 hingga 18 minggu setelah terapi, melakukan tes sampel urin untuk Chlamidia Trachomatis, dan untuk mereka yang sejak semula sudah didiagnosa positif gonorrhea (Neisseria Gonorrhea), menggunakan reaksi mata rantai ligase LCx (Abbott Diagnostics) atau Aptima Combo 2 (Gen-Probe). Hasil primer yang dispesifikasikan dengan protokol tersebut adalah infeksi gonorrhea atau klamidia persisten atau berulang, yang didefinisikan sebagai infeksi klamidia pada pasien yang sejak awal didiagnosa positif terinfeksi klamidia, gonorrhea pada mereka yang sejak awal didiagnosa positif gonorrhea, atau infeksi pada keduanya. Protokol asli mendefinisikan infeksi persisten atau berulang untuk mencakup budaya positif atau tes pengerasan asam nukleat untuk infeksi awal pasien pada 21 hari hingga 126 hari setelah terapi. Pasien dianggap bebas dari infeksi persisten atau berulang jika hasil tes tersebut negatif pada 70 hari hingga 126 hari setelah terapi. Periode sebelumnya untuk menentukan akhir yang positif diadopsi untuk memastikan bahwa pasien yang terdiagnosa infeksi antara 21 hari hingga 69 hari setelah terapi

tidak diklasifikasikan bebas dari infeksi. Sebelum melihat hasil yang dibagi sesuai dengan kelompok studi, investigator lebih dulu mengkaji distribusi waktu tes follow-up dan memutuskan untuk memaksimalkan jumlah pasien yang ada dalam data akhir dengan cara memperluas definisi hasil utama agar dapat mencakup seluruh hasil tes yang diperoleh pada rentang 21 hingga 133 hari sesudah terapi awal pasien. Protokol tersebut menetapkan hasil perilaku dan analisis subkelompok. Jika seorang pasien tidak memberitahukan kepada pasangannya tentang diagnosa infeksi yang ditularkan lewat hubungan seksual, atau menolak untuk menghubungi pasangannya, atau mengijinkan anggota staf studi untuk menghubungi pasangannya, atau menyatakan tidak memiliki informasi tentang tentang bagaimana menghubungi pasanagannya, pasangan dari pasien tersebut dianggap tidak ingin menerima terapi. Anggota staf studi ini memberitahukan kepada pimpinan investigator tentang peristiwa-peristiwa aneh terkait dengan program pengobatan atau program pemberitahuan-pasangan jika pasien atau pasangannya menyampaikan informasi semacamitu selama interview atau lewat panggilan telepon. Namun, pertanyaan spesifik tentang peristiwa-peristiwa aneh tidak disampaikan kepada semua pasien. Dewan pengawas kelembagaan University of Washington dan Group Health Cooperative menyetujui prosedur ini. The Washington State Pharmacy Board juga menyetujui prosedur pemberian obatnya.

Analisis Statistik Berdasarkan pada studi sebelumnya, percobaan ini didesain memiliki kekuatan 80% (two-tailed a=0,05) untuk mendeteksi 4 pengurangan poin persentase angka infeksi gonorrhea atau klamidia persisten atau berulang, dengan mengasumsikan prevalensi infeksi 12% pada saat follow-up damal kelompok program rujukan standar dan pengacakan seimbang. Jumlah sampel sebanyak 1.667 pasien meningkat 10% menjadi 1.834 untuk mengakomodir ketidaktepatan pengukuran. Kami menggunakan tes eksak Fisher untuk membandingkan angka infeksi persisten atau berulang pada kedua kelompok studi. Resiko relatif bivariat

dan multivariat serta interval kepercayaan terkait untuk membandingkan antara hasil pemberitahuan-pasangan dengan hasil infeksi diukur dengan menggunakan model linier tergeneralisasi dengan hasil binari dan log link dan robust standar errors yang sesuai. Resiko relatif yang disesuaikan dilaporkan untuk variabelvariabel yang statistiknya masih signifikan (P0,05) sesudah penyesuaian untuk pengacakan satu sama lain.

HASIL Pendaftaran dan Populasi Studi Dari 26,656 kasus infeksi gonorrhea dan klamidia yang dilaporkan pada PHSKC seklama periode studi, 7.723 pasien terpilih di antaranya dimintai kesediaan untuk berpartisipasi dan 5,252 (68%) di antaranya didaftarkan. (Gambar 1). Jika dibandingkan dengan mereka yang menolak untuk berpartisipasi, pasien yang terdaftar cenderung lebih muda (usia rata-rata 23,2 vs 25,2 tahun; P<0,001), lebih sedikit jumlah pria (26% vs 36%;P<0,001), lebih sedikit memiliki gonorrhea sendirian (13% vs 18%;P<0,001), lebih banyak yang menerima diagnosa di ruang gawat darurat (10% vs 6%; P<0,001), dan lebih sedikit yang didiagnosa dalam keluarga berencana atau klinik komunitas (16% vs 18%; P=0,009). Pada saat pendaftaran, 2,751 pasien dilaporkan memiliki pasangan yang tidak menerima terapi yang masih dapat dihubungi dan dapat melakukan pengacakan. Faktor-faktor yang secara signifikan dikaitkan dengan pasien yang pasangannya tidak menerima terapi meliputi jenis kelamin wanita; dari ras kulit hitam; memiliki lebih dari satu pasangan seksual selama 60 hari yang telah berjalan; pasangan biasa atau satu kali tempo, dan berhubungan seksual dengan pasangan yang mungkin tidak akan melakukannya lagi dengannya; waktu yang lebih pendek antara terapi dengan interview; dan diagnosa di ruang gawat darurat. Pasien yang mendapatkan terapi di pusat kesehatan komunitas atau klinik keluarga berencana cenderung tidak memiliki pasangan yang tidak mendapatkan terapi dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan terapi di tempat lain. Analisis yang diterbitkan tentang 1,693 pasien pertama terdaftar dalamstudi ini melaporkan temuan yang sama.

Pasien dalam kedua kelompok tersebut memiliki kesamaan karakter (Tabel 1). Dari 2.751 pasien acak, 1.860 (68%) di antaranya dilakukan tes ulang infeksi dan 1.883 (67%) yang lain dilakukan tes dan wawancara ulang. Jika dibandingkan dengan yang tidak di-tes ulang, 1,860 dari yang dites ulang lebi h banyaknya adalah wanita (79% vs 72%; P<0,001), menerima diagnosa awal infeksi klamidia sendirian (86% vs 79%; P<0,001), dan berasaldari Asia, Hawaii,atau kepulauan Pasifik (14% vs 11%; P=0,04) dan lebih cenderung tidak menerima diagnosa di ruang gawat darurat (10% vs 15%;P=0,005). Pasien yang berhasil dites ulang tidaklah berbeda secara signifikan dalam hal keberadaan gejala, jumlah pasangan seksual, atau pola penggunaan kondom pada saat pendaftaran. Proporsi pasien yang sama pada masing-masing kelompok berhasil menyelesaikan studi ini. Dari 1.860 pasien yang menyelesaikan studi ini, pasien yang pasangannya menerima program terapi radikal tidaklah berbeda secara signifikan dengan pasien yang pasangannya menerima program rujukan standar dalam karekatristiknya, sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 1 (data tidak ditunjukkan), serta dalam tes folloe-up (90,019,4 vs 89,819,4 hari).

Penerima Terapi, Keberhasilan Pemberitahuan-Pasangan, dan Perilaku Seksual setelah Terapi Awal Di antara 912 pasien yang terdaftar dalam program terapi radikal yang melakukan tes dan wawancara ulang, 647 (71%) di antaranya setuju untuk memberikan pengobatan kepada sedikitnya satu pasangan. Jumlah tersebut meliputi 169 dari pengobatan yang tersedia diklinik atau lewat surat, 9 dari resep dokter, dan dari 469 yang setuju untuk memperoleh pengobatan lewat farmasi komersial, 376 (80%) berhasil melakukannya. Daro 647 pasien yang setuju untuk membrikan terapi kepada sedikitnya satu pasangan, 93% di antaranya sejak awal telah didiagnosa gonorrhea ataupun keduanya (infeksi gonorrhea dan klamidia), jika dibandingkan dengan 90% mereka yang sejak awal telah didiagnosa infeksi klamidia yang menerima pengobatan untuk pasangannya (P=0,32). Interval mean dari terapi pasien indeks hingga pembagian pengobatan untuk pasangan lebih pendek pada pasien dengan gonorrhea atau keduanya dari pada pasien dengan

infeksi klamidia (3,18,7 vs 6,19,2 hari; P<0,01). Pasien dalam kelompok program terapi radikal dilaporkan memiliki 1.367 pasangan; 114 (12%) diminta oleh anggota staf studi untuk memberitahu 125 (9%) pasangan mereka; 114 (91%) dari pasangan tersebut berhasil diberikan pemberitahuan, yang mana 62 (54%) di antaranya mendapatkan pengobatan dari farmasi dan 14% (12%) di antara dilakukan dievaluasi dan menerima terapi di klinik STD. 921 pasien dalam kelompok program rujukan standar yang melakukan tes dan wawancara ulang dilaporkan memiliki 1.409 pasangan; 95 partisipan (10%) diminta untuk membantu memberitahukan kepada 116 pasangan (8%), dan 97 (84%) di antara telah mendapatkan pemberitahuan. Pasien-pasien dalam kedua kelompok studi tersebut dilaporkan melakukan pemberitahuan kepada pasangan seksualnya dengan proporsi yang sama (Tabel 2). Namun pasien dalam kelompok program terapi radikal lebih cenderung untuk melaporkan bahwa semua pasangan mereka teruji negatif dari infeksi yang ditularkan lewat hubungan seksual serta tidak lebih cenderung untuk melaporkan telah melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang tidak menerima terapi setelah mereka sendiri menerima terapi infeksi gonorrhea dan klamidia, dari pada pasien dalam kelompok program rujukan standar.

Infeksi Gonorrhea dan Klamidia padasaat Follow-Up Infeksi gonorrhea dan klamidia tidak lebih umum pada saat follow-up pada pasien dalam kelompok program terapi radikal dari pada pasien dalam kelompok program rujukan standar (resiko relatif, 0,76; interval kepercayaan 95%, 0,59 sampai 0,98) (Tabel 3). Terapi radikal untuk pasangan dikaitkan dengan 73% penurunan jumlah gonorrhea (3% vs 11%; P=0,01) namun hanya 15% pada penurunan infeksi klamidia pada saat follow-up (11% vs 13%, P=0,17) (P=0,05 untuk perbandingan mengenai efek terapi). Penurunan infeksi pada saat follw-up dikaitkan dengan terapi radika pasangan tampak lebih besar pada pasien pria (7% vs 12%, resiko relatif, 0,56; interval kepercayaan 95%, 0,30 sampai 1,08) daripada pasien wanita (11% vs 13%, resiko relatif, 0,81; interval kepercayaan 95%, 0,61 sampai 1,07), meskipun perbedaan dampak terapi ini tidak signifikan dan terbatas

pada pasien dengan infeksi klamidia. Di antara 94 pasien yang sejak awal terdiagnosa gonorrhea dan infeksi klamidia, 16 (17%) teruji positif C. Trachomatis dan 10 (11%) teruji positif N. Gonorrhea pada saat follow-up. Dengan tidak mempertimbangkan pengacakan, di antara pasien wanita yang melaporkan tidak melakukan hubungan seksual sesudah terapi awal, 1 dari 38 sejak awal menerima terapi gonorrhea (3%, interval kepercayaan 95%, 0% hingga 8%) dan 22 dari 289 sejak awal menerima terapi infeksi klamidia (8%, interval kepercayaan 95%, 5% hingga 11%) memiliki infeksi persisten pada saat follow-up. Di antara pasien pria yang melaporkan tidak melakukan hubungan seksual sesudah menerima terapi, tak satupun dari 30 pasien yang sejak awal menerima terapi gonorrhea atau dari 57 yang sejak awal menerima terapi infeksi klamidia yang teruji positif gonorrhea atau infeksi klamidia pada saat follow-up.

Analisis Multivariat dari faktor-faktor Resiko untuk Infeksi Gonorrhoea atau Klamidia pada saat follow up. Di dalam analisis multivariat, suatu peningkatan dari resiko terjadinya infeksi yang ditemukan pada saat follow up, secara signifikan diasosiasikan dengan terapi rujuakan standar pada para pasangan seperti halnya yang terjadi pada pasien dengan usia yang lebih muda, infeksi klamidia awal atau infeksi keduanya gonorrhoea dan klamidia (dibandingkan dengan infeksi gonorrhoe sendiri) diagnosis pada klinik Kesehatan Masyarakat, di luar dari klini9k rujukan standar, ras kebangsaan non-hispanik, hubungan seks selama menjalani terapi, dan pasangan seks lebih dari satu dengan siapa pasien melakukan hubungan seks yang tidak aman (lihat tabel 4). Peningkatan resiko infeksi gonorrhoea atau klamidia pada saat follow up juga diasosiasikan dengan dengan adanya insiden bahwa pasien melakukan hubungan seks dengan pasangan yang tidak diketahui mengenai status kesembuhannya dari gonorrhoea atau menunjukkan hasil tes yang negatif terhadap penularan infeksi dan disertai dengan laporan adanya beberapa pasangan seks yang belum sembuh. Secara signifikan tidak ditemukan adanya variasi dari efek terapi yang berkaitan dengan umur.

Di antara para pasien yang dikutkan dalam program terapi radikal pada pasangan, infeksi yang ditemukan pada saat follow up kadang-kadang lebih sering dijumpai di antara mereka yang pasangannya tidak mendapatkan pengobatan sesudah menyepakati untuk menjalani program terapi daripada mereka yang pasangannya mendapatkan pengobatan (17% dibandingkan dengan 10%, p = 0,06) dan di antara mereka yang diberitahu oleh pasangannya lebih dari 7 hari sesudah mereka sendiri menjalani terapi (23% dibandingkan dengan 9%, p = 0,03). Empat dari enam infeksi gonoccocus terdeteksi pada saat follow up pasienpasien yang ikut dalam program terapi radikal pada pasangan, terjadi pada pasienpasien yang menolak untuk menyertakan pasangannya dalam program pengobatan. Diskusi Jika dibandingkan dengan program rujukan standar bagi para pasangan, maka pemberian pengobatan bagi pasangan seksual dari para pasien penderita infeksi gonorrhoea dan klamidia tanpa didahului oleh evaluasi medis sebelumnya, secara signifikan mengurangi insiden infeksi yang bersifat persisten dan berulang di antara pasien-pasien yang menjadi partisipan. Para pasien yang menawarkan terapi radikal kepada pasangannya lebih sering melaporkan bahwa pasangannya telah sembuh dan jarang melaporkan bahwa mereka berhubungan seks dengan pasangan yang tidak diobati. Kegagalan untuk mengobati pasangan dan berhubungan seks dengan pasangan yang tidak menjalani pengobatan, keduanya diasosiasikan dengan suatu peningkatan resiko terjadinya infeksi pada saat dilakukan follow up dan merepresentasikan adanya suatu hubungan kausalitas langsung di antara intervensi dan hasil-hasil primer dari penelitian. Terapi radikal pada pasangan lebih efektif dalam mengurangi infeksi yang persisten dan berulang dari gonorrhoea daripada klamidia. Perbedaan dalam hal resiko terpapar ulang, reinfeksi (infeksi kambuhan) setelah terjadinya paparan ulang, atau frekuensi dari tindakan mengobati diri sendiri yang berulang tidak bisa menjelaskan mengenai terjadinya perbedaan tentang efek terapi. Pengurangan persentase dari pasien yang terpapar ulang terhadap kemungkinan adanya

pasangan yang tidak terobati adalah sama di antara pasien-pasien yang diterapi karena mengalami infeksi klamidia (11% untuk program rujukan standar dan 6% untuk program terapi radikal; p = 0,006) dan mereka yang diopbati karena infeksi gonorrhoea (masing-masing 12% dan 19%; p = 0,10). Di antara para pasien yang melaporkan bahwa mereka melakukan hubungan seks dengan pasangan yang tidak terobati, 34 dari 135 diterapi untuk infeksi klamidia (25%) dan 7 dari 34 diterapi untuk infeksi gonorrhoea (21%), yang terdeteksi pada saat dilakukan follow up. Dari semua pasien yang diminta untuk menerapkan terapi yang dijalaninya kepada pasangannya, hanya satu orang yang melaksanakannya. Data yang diperoleh menggambarkan bahwa infeksi yang terdeteksi pada saat follow up bisa merepresentasikan kegagalan terapi yang lebih sering pada infeksi Klamidia daripada infeksi gonorrhoea. Tanpa memandang pada kelompok penelitian, wanita, dan bukan pria, yang menyangkal melakukan hubungan seks selama menjalani terapi dan follow up, secara mengejutkan menunjukkan prevalensi klamidia sebesar 8% pada saat follow up. Percobaan sebelumnya dengan doxycycline dan azithromycine untuk infeksi klamidia pada wanita, ternyata melaporkan tingkat kegagalan terapi hanya sebesar sampai 3%, tetapi

definisi yang dipakai tidak seperti definisi yang digunakan pada penelitian ini , bahwa kegagalan didefinisikan berdasarkan pada hasil kultur, dan bukan pada hasil penguatan tes asam nukleat, dan pasien hanya diamati selama 35 hari. Meskipun terapi radikal pada para pasangan meningkatkan proporsi jumlah pasangan yang terobati dan menurunkan infeksi yang persisten dan berulang di antara pasien indeks, keuntungan ini harus dimanfaatkan dalam melawan efek yang merugikan atau merusak dari terapi pasien tanpa melakukan evaluasi klinis terlebih dulu. Pertama, beberapa pasangan mungkin memiliki reaksi alergi atau efek sampaing yang terkait dengan obat-obat tertentu. Dipakai obat dengan tingkat resiko anafilaktik yang rendah dan memberikan semua pengobatan dengan instruksi yang jelas mengenai efek samping. Tidak ada laporan mengenai efek samping obat, dan hal ini juga bukan merupakan masalah yang substansial pada penelitian sebelumnya. Kedua, para pasangan yang diterapi tanpa suatu evaluasi klinis terlebih dulu mungkin mengidap infeksi penyakit

menular secara seksual lainnya secara bersamaan yang hanya bisa teridentifikasi jika mereka datang untuk berobat. Kemungkinan ini secara terpisah diteliti pada empat klinik standar di Amerika Serikat. Dan diperoleh temuan bahwa individu heteroseksual yang dievaluasi mengenai paparan terhadap infeksi gonorrhoea atau klamidia, ternyata juga mengalami infeksi virus HIV atau infeksi bakterial lain yang ditularkan secara seksual, sehingga menjadi tidak responsif terhadap paket regimen terapi yang dipakai (data tidak dipublikasikan). Ketiga, dengan menggunakan terapi pasangan yang dikirim oleh pasien, peluang untuk memberi konseling pada pasangan seksual untuk merujuk pasangan lain untuk dievaluasi dan diberi terapi dapat lenyap. Namun bantuan pemberitahuan pasangan seringkali diberikan oleh departemen kesehatan di AS bagi pasien gonorrhea dan infeksi klamidia, dan dengan tersedianya bantuan tersebut, proses tersebut relatif tidak efisien jika diperluas pada kontak seksual generasi kedua. Di luar potensi dampak yang mengganggu pada terapi pasangan yang dikirim oleh pasien, batasan hukum dan ketidakpastian akan ketersediaan cefixime dapat menghalangi penggunaan terapi ini. Meski telah banyak digunakan, legalitas terapi ini masih dipertanyakan di banyak negara bagian, sehingga untuk penggunaan yang lebih luas dari terapi ini atau pendekatan lain untuk terapi radikal pasangan membutuhkan hukum dan aturan adminstratif baru. Tablet Cefixime, yang kita gunakan untuk memberi terapi pasangan pasien gonorrhea, saat ini tidak tersedia di AS, namun harus tersedia pada tahun-tahun yang akan datang. Saat ini PHSKC menggunakan tablet cefpodoxime 400mg untuk terapi pasangan yang dikirim oleh pasien gonorrhea.

Anda mungkin juga menyukai