Anda di halaman 1dari 12

TUGAS TERSETRUKTUR Disusun Oleh : Lingga Bagus P. Fita Marlina Marissa Noor A.

Novita Putri A F1C007049 F1C007065 F1C007076 F1C007095

A. JUDUL : Antropologi Budaya Sebagai Landasan Kepribadian Bangsa

Indonesia
B. LATAR BELAKANG Negara Indonesia merupakan Negara yang majemuk dan sangat plural dalam masyarakatnya dan juga budaya yang dimiliki, karena factor geografis Indonesia terletak didarah yang beriklim tropis dan juga negaranya yang berbentuk kepulauan. Dari factor geografis itulah yang memunculkan keragaman budaya, kebudayaan di Indonesia sangat beraneka ragam, mulai dari factor makanan, tarian, alat musik, rumah adat, pakaian adat dan juga sifat antara masing-masing suku yang berbeda. Tidak mudah menyatukan perbedaan yang ada menjadi sebuah keunggulan yang ditawarkan kepada Negara lain. Dari kemajemukan budaya, untuk menyatukannya Negara kita menggunakan bahasa persatuan agar dapat berkomunikasi satu sama lain, walaupun kita berbeda bahasa daerah tetapi dengan menggunakan bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia kita dapat melakukan interaksi dan berkomunikasi dengan suku lain yang ada di Indonesia. Yang akan dibahas dalam makalah ini adalah budaya sebagai pribadi bangsa.Indonesia muncul sebagai Negara yang majemuk, tidak langsung begitu saja, tetapi melalui proses dan tahapan yang sangat lama, mulai dengan penjajahan yang dilakukan oleh bangsa asing seperi Negara Belanda dan juga Negara Jepang. Awal mula Belanda masuk ke Indonesia karena Belanda mempelajari tentang

kesuburan dan juga mengenai masyarakat serta mengerti letak Negara kita. Belanda bias menjajah Negeri kita dengan sangat lama karena mereka dapat mengerti akan kebiasaan dan mempelajari masing-masing sifat dari suku budaya kita. Misalnya belanda yang sudah mempelajari watak dan kepribadian suku jawa, Belanda mulai menyesuaikan diri dengan lingkungan serta cara hidup suku jawa, setalah itu mereka dapat menganalisis dan menemukan kelemahan daria suku jawa itu sendiri. Setiap suku yang ada di Indonesia mempunyai budaya yang berbeda, budaya yang berbeda ini dapat menjadi kepribadian juga jati diri dari masing-masing daerah yang ada di Indonesia. Antropologi budaya adalah cabang antropologi yang berpusat pada penelitian variasi kebudayaan di antara kelompok manusia. Antropologi budaya mengumpulkan data mengenai proses ekonomi dan politik global atas budaya lokal. Para antropolog budaya menggunakan berbagai metode, termasuk pengamatan partisipatif (participant observation), wawancara dan angket statistik. Penelitian mereka sering dikatakan pekerjaan lapangan karena sang antropolog harus menetap untuk waktu yang cukup lama di lapangan penelitiannya.

C. RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana antropologi budaya dijadikan sebagai dasar pembentukan kepribadian bangsa. Bangsa yang besar tentulah mempunyai pribadi yang luhur sehingga dapat menjadi pembeda dengan bangsa lain yang ada di dunia.

D. TUJUAN PENULISAN Tujuan yang ingin dicapai dari makalah ini adalah : 1. Mengetahui apakah Antropologi Budaya bisa diterapkan sebagai landasan kepribadian bangsa Indonesia. 2. Mengetahui hasil dari Antropologi Budaya dapat menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang plural.

E. ISI E.1 Pengertian Budaya Dan Kepribadian Istilah dari kebudayaan dan Culture. Berasal dari kata kebudayaan yang berasal dari bahasa Sanskerta yaitu kata buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Kata asing culture yang berasal dari kata latin colera yaitu mengolah, mengerjakan, dan terutama berhubungan dengan pengolahan tanah atau bertani, memiliki makna yang sama dengan kebudayaan, yang kemudian berkembang menjadi segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam. Kebudayaan adalah seluruh system gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan cara belajar.[1] Dengan demikian hamper dari semua tindakan yang dilakukan oleh manusia adalah hasil dari kebudayaan, karena jumlah tindakannya yang dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat yang memang sudah tidak dibiasakan dengan belajar seperti tindakan naluriah, refleksi, ataupun tindakan-tindakan yang dilakukan akibat dari suatu proses fisiologi, maupun tindakan yang arogan dan membabibuta, hal demikian saaangat terbatas. Bahkan sampai pada tindakan yang bersifat naluriahnya seperti makan, minum, dan berjalan, juga sudah banyak inovasi yang sudah dihasilakan oleh manusia itu sendiri sehingga menjadi tindakan kebudayaan yang baru. Manusia akan makan pada waktu-waktu tertentu yang dianggapnya wajar dan pantas sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Manusia makan dan minum sudah mulai menggunakan alat-alat yang sesuai untuk makan dan minum, serta sudah mulai mengenal berbagai tata cara sopan santun yang baik mulai dari cara berjalan maupun dari cara berpakain serta tutur kata yang sesuai dengan kondisi. Susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan tingkahlaku atau tindakan seorang individu disebut dengan kepribadian. Dalam bahasa popular istilah kepribadian juga dapat berarti cirri-ciri watak yang bersifat

konsisten, sehingga seorang individu memiliki suatu identitas yang khas dan hanya dimiliki oleh dirinya seoarang saja. Kalau dalam bahasa sehaari-hari kita mengatakan bahwa seseorang mempunyai kepribadian, yang dimakudkan dengan hal ini ialah bahwa individu tersebut memiliki beberapa ciri watak yang diperlihatkan secara konsisten dan konsekuen, yang menyebabkan seseorang tersebut mempunyai identitas yang berbeda dari individu-individu lainnya. E.2 Antropologi Budaya Salah satu ucapan pertama tentang makna antropologis daripada istilah "kebudayaan" adalah oleh Sir Edward Burnett Tylor, antropolog asal Inggris yang menulis dalam halaman pertama bukunya yang terbit tahun 1897 : "Kebudayaan, atau peradaban, diambil dalam artinya yang luas dan etnografis, adalah keseluruhan yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, kesusilaan, hukum, adat-istiadat dan kemampuan dan kebiasaan lain mana pun yang didapati manusia sebagai anggota masyarakat. Istilah "peradaban" di kemudian hari diganti definisi oleh V. Gordon Childe, di mana "kebuyaan" menjadi istilah perangkum dan "peradaban" satu jenis khusus kebudayaan. Wawasan antropologis tentang "kebudayaan" antara lain

mencerminkan reaksi terhadap wacana sebelumnya di dunia Barat, yang didasarkan pada perlawanan antara "budaya" dan "alam", di mana sejumlah manusia dianggap masih hidup dalam "keadaan alamiah"[rujukan?]. Para antropolog menyatakan bahwa kebudayaan justru merupakan "alam manusia" dan semua manusia memiliki kemampuan untuk menyusun pengalaman, menterjamahkan penyusunan ini secara simbolis berkat kemampuan berbicara dan mengajar paham tersebut ke manusian lain. Karena manusia mendapati kebudayaan lewat proses belajar

enculturation dan sosialisasi, orang yang tinggal di tempat yang berbeda atau keadaan yang berbeda, mengembangkan kebudayaan yang berbeda. Para antropolog juga mengemukakan bahwa melalui kebudayaan, orang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara non-genetik, sehingga orang

yang tinggal di lingkungan yang berbeda sering akan memiliki kebudayaan yang berbeda. Teori antropologi terutama berasal dari kesadaran dan minat akan perselisihan antara segi lokal (kebudayaan tertentu) dan global (kemanusiaan secara umum, atau jaringan hubungan antara orang di tempat atau keadaan yang berbeda).[rujukan?] Perkembangan antropologi budaya terjadi dalam konteks akhir abad ke-19, saat pertanyaan tentang kebudayaan manakah yang "primitif" dan yang mana "beradab" tidak hanya ada dalam benak Marx dan Freud tapi juga banyak orang lain. Kolonialisme dan prosesnya makin sering membuat pemikir asal Eropa berhubungan, secara langsung atau tidak langsung, dengan bangsa lain yang "primitif. Keadaan yang berbeda antara berbagai kelompok manusia, yang sebagian memiliki teknologi modern dan maju seperti mesin dan telegraf, sedangkan sebagian lain tidak memiliki apa-apa kecuali komunikasi tatap muka dan masih hidup dengan gaya Paleoliti, menarik perhatian angkatan pertama antropolog budaya. Sejajar dengan perkembangan antropologi budaya di Amerika Serikat, di Inggris antropologi sosial, di mana "kesosialan" merupakan paham inti dan yang berpusat pada penelitian kedudukan dan peranan sosial, kelompok, lembaga dan hubungan antaranya, berkembang sebagai disiplin akademis. Suatu istilah perangkum, yaitu antropologi sosial-budaya, menunjuk baik ke antropologi budaya maupun sosial. Antropologi Sosial-Budaya atau lebih sering disebut Antropologi Budaya berhubungan dengan apa yang sering disebut dengan Etnologi. Ilmu ini mempelajari tingkah-laku manusia, baik itu tingkah-laku individu atau tingkah laku kelompok. Tingkah-laku yang dipelajari disini bukan hanya kegiatan yang bisa diamati dengan mata saja, tetapi juga apa yang ada dalam pikiran mereka. Pada manusia, tingkah-laku ini tergantung pada proses pembelajaran. Apa yang mereka lakukan adalah hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya disadari atau tidak. Mereka mempelajari bagaimana bertingkah-laku ini dengan cara mencontoh atau belajar dari generasi diatasnya dan juga dari lingkungan alam

dan sosial yang ada disekelilingnya. Inilah yang oleh para ahli Antropologi disebut dengan kebudayaan. Kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia, baik itu kelompok kecil maupun kelompok yang sangat besar inilah yang menjadi objek spesial dari penelitian-penelitian Antropologi Sosial Budaya. Dalam perkembangannya Antropologi Sosial-Budaya ini memecah lagi kedalam bentuk-bentuk spesialisasi atau pengkhususan disesuaikan dengan bidang kajian yang dipelajari atau diteliti. Antroplogi Hukum yang mempelajari bentuk-bentuk hukum pada kelompok-kelompok masyarakat atau Antropologi Ekonomi yang mempelajari gejala-gejala serta bentukbentuk perekonomian pada kelompok-kelompok masyarakat adalah dua contoh dari sekian banyak bentuk spesialasi dalam Antropologi SosialBudaya. E.3 Unsur-Unsur Kepribadian 1. Pengetahuan. Pengetahuan manusia seiring bertambahnya waktu semakin kreatif dahulu mungkin manusia lebih sering menggunakan panca inderanya untuk mengetahui hal-hal yang ada disekitarnya seperti getaran eter (untuk mengetahui cahaya dan warna), getaran akustik (suara), bau, rasa, sentuhan yang dilakukan, tekanan mekanikal (seperti berat, ringannya suatu benda), tekanan termikal ( panas dan dingin). Dari sini manusia mulai memahami dari berbagai aspek seperti pada aspek fisik, fisiologi, dan psikologi yang terjadi, sehingga getaran-getaran dan tekanan-tekanan yang terjadi dapat diolah menjadi suatu susunan yang dipancarkan (diproyeksikan) oleh individu yang bersangkutan menjadi suatu gambaran tentang lingkungan yang ada disekitarnya. Dalam ilmu antropologi, seluruh proses akal manusia yang sadar itu disebut sebagai persepsi. 2. Perasaan. Selain pengetahuan, dan juga alam kesadaran manusia juga mengandung berbagai perasaan. Kalau misalnya pada suatu hari yang luar biasa panasnya, kita melihat sebuah posterbesar yang menampilkan gambar sebuah munuman yang dingin, terkadang orang akan berfantasi menggambarkan dirinya ketika sedang asik menikmati minuman yang

dingin, manis dan menyegarkan tersebut, dari ini akan timbul suatu perasaan seseorang yang ingin menikmati minuman dingin tersebuut. Dari contoh tersebut dapat disimpulakn bahwa perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengetahuannya dinilai sebagai keadan yang dapat bernilai positif dan juga dapat bernilai negatif. 3. Dorongan naluri. Kesadaran manusia menurut para ahli psikologi juga mengandung berbagai perasaan lain yang tidak ditimbulkan karena dipengaruhi oleh pengetahuannya, tetapi karena memang sudah

terkandung didalam organismenya, khususnya berkaitan dengan gennya, sebagai inti naluri. Kemauan yang sudah merupakan naluri disebut dorongan. Tujuh macam dorongan naluri diantaranya yaitu : a. Dorongan untuk mempertahankan hidup. Dorongan ini memang merupakan suatu kekuatan biologis yang ada pada setiap makhluk didunia untuk dapat bertahan hidup. b. Dorongan seks. Dorongan ini telah banyak menarik perhatian para ahli antropologi, dan mengenai hal hal ini telah dikembangkan dengan berbagai teori. Dorongan biologis yang mendorong manusia untuk membentuk keturunan bagi kelanjutan keberadaanya didunia ini muncul pada setiap individu yang normal dan tidak dipengaruhi oleh pengetahuan apa pun. c. Dorongan untuk mencari makan. Dorongan ini tidak perlu dipelajari, dan sejak baru lahir pun manusia telah menampakkannya dengan mencari putting susu ibunya atau botol susunya, tanpa perlu dipelajari. d. Dorongan untuk bergul atau berinteraksi dengan sesama manusia, yang merupakan landasan biologi dari kehidupan masyarakat manusia sebagai mahkluk kolektif. e. Dorongan untuk meniru tingkah laku sesamanya. Dorongan ini merupakan asal-mula dari adanya beragam kebudayaan manusia, yang menyebabkan bahw manusia mengembangkan adat. Adat, sebaliknya memaksa perbuatan yang seragam dengan manusia-manusia yang berada disekelilingnya.

f. Dorongan untuk berbakti. Dorongan ini mungkin ada karena manusiaadalah mahluk kolektif. Agar manusia dapat hidup serasi dengan manusia lain diperlukan suatu landasan bilogi untuk mengembangkan altruism, simpati, cinta, dan sebagainya. Dorongan ini kemudian lebih lanjut membentuk kekuatan-kekuatan yang oleh perasaannya dianggap berada diluar akalnya sehingga timbul religi. Dorongan untuk keindahan seperti keindahan dalam bentuk, warna, suara, serta gerak. Dorongan ini sekaligus sudah tampak dimiliki oleh manusia sejak ia masih bayi.yang sudha mulai tertarik pada keindahan bentuk-bentuk, warna-warna, dan suara-suara, irama, dan gerak-gerak, hal ini merupakan dasar dari unsure kesenia. E.4 Kaitan antara Antropologi Budaya dengan Kepribadian Bangsa Indonesia Dari berbagai unsur kepribadian yang sudah dijelaskan tadi, kita dapat menyipulkan bahwa kepribadian dari setiap individu itu berbeda satu sama lainnya, sehingga kita dalam melakukan peran terhadap orang lain pun tidak boleh disamakan. Hal ini dikarena sifat manusia yang berbeda, kita melakukan interaksi dengan orang lain pastilah harus memperhatikan faktor ini agar kita tidak menyinggung perasaan orang yang kita ajak berinteraksi. Jika kita sudah dapat memahami perbedaan kepribadian terhad setiap orang, hal ini juga ap berbeda dengan kepribadian setiap bangsa yang ada di dunia. Negara kita Indonesia mempunyai berbagai macam suku bangsa, setiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat, baik dalam suatu komunitas desa, kota, kelompok kekerabatan, atau lainnya, memiliki corak yang khas, yang dapat membedakan dengan masyarakat yang lainnya. Warga kebudayaan itu sendiri biasanya tidak menyadari dan melihat corak khas tersebut. Sebaliknya, mereka dapat melihat corak khas kebudayaan lain, terutama apabila cora khas itu mengenai unsur-unsur yang perbedaannya sangat mencolok dibandingkan dengan kebudayaannya sendiri. Contohnya kebudayaan yang ada di Sunda merupakan suatu kesatuan yang berbeda dari kebudayaan Jawa, Banten, Bali atau lainnya, karena orang

Sunda sendiri menyadari bahwa warga Sunda ada keragaman dalam kebudayaan yang memiliki kepribadian dan jati diri yang berbeda dengan kebudayaan lain. Terutama dengan adanya bahasa Sunda yang berbeda dengan bahasa Jawa, atau Bali, makin menyadarkan o rang Sunda akan kepribadian khusus tadi. Kebudayaan Indonesia adalah satu kondisi manjemuk karena dari berbagai kebudayaan yang berkembang menurut tuntutan sejarahnya sendirisendiri. Pengalaman serta kemampuan wilayah-wilayah itu memberikan jawaban terhadap masing-masing tantangan itulah yang memberikan bentuk, shape, dari kebudayaan itu. Juga proses sosialisasi yang

kemudiandikembangkan dalam kerangka masing-masing kultur itu memberi warna kepada kepribadian yang muncul dari lingkungan wilayah budaya itu. Clifford Geertz menyebut lingkungn wilayah budaya sebagai old societies masyarakat-masyarakat lama. Ilmu sosial dan ilmu psikhologi mengajarkan kepada kita bahwa kepribadian tidak pernah berdiri sebagai suatu hal yang terpisah, yang terisolasikan. Meskipun penelitian di bidang kepribadian ini masih seluas hutan belukar yang baru mengalami sedikit pembabatan, tapi agaknya satu kesepakatan temah dicapai untuk mengatakan bahwa kepribadian itu erat sekali berhubungan dengan kultur. Ralp Linton yang menggambarkan setia bayi sebagai barbar yang harus diadabkan jelaslah harus melewati proses yang tidak hanya lewat pendidikan orang tua saja. Tetapi juga lewat proses lain. Setidak-tidaknya pemanfaatan orang tua untuk dilewati pengaruh lain. Inilah yang disebut sosialisasi. Yakni proses penyesuaian terus-menerus dari sang barbar kecil itu kepada sistem nilai dan budaya dari komunitasnya. Maka kepribadian bangsa saya kira mestilah juga dibayangkan sebagai sesuatu yang tak lepas dari kultur dari bangsa itu. Mesti juga dibayangkan sebagai proses penyesuaian terus-menerus sosialisasi dalam kanvas besar dengan sistem nilai dan budaya bangsa itu. Padahal kita telah melihat bagaimana cair, fluid, kondisi kebudayaan Indonesia itu; bagaimana majemuk; bagaimana mengandung banyak kenisbian; bagaimana status

kesementaraan. Bagaiamakah mendudukkan kebudayaan Indonesia dengan kepribadian banga kalau begitu? Yang jelas bukan dengan mulai menggarisbawahi satu konsep kentalkaku, rigid, tentang kepribadian bangsa. Apalagi bila konsep kepribadian bangsa itu berorientasi hanya pada satu konsep pada satu lingkungan kebudayaan. Bagaimana pun bagus dan pernah sukses konsep itu bagi bangsa tersebut, satu hal sudah pasti: konsep itu sukses dalam kondisi masyarakat lama. Padahal kita telah bertekad untuk kocok kartu membangun satu budaya baru. Jadi juga di sini konsep kepribadian bangsa itu mesti digarap secara lebih luwes dan kreatif. Kuncinya saya kira pada kemajemukan budaya kita dan kreativitas kita memainkan kemajemukan kita itu. Ini berarti bahwa kita mesti bersedia memiliki bidag bahu yang selebar-lebarnya dalam menyediakan ruang gerak yang bebas untuk mengembangkan kepribadian bangsa yang akan muncul bersama kultur kita yang ajemuk dinamis itu. Lukisan Kamasan adalah lukisan Indonesia dengan kepribadian Indonesia. Tentu saja. Dengan catatan ia akan terus tergarap dari titik pangkal nilai-nilai masyarakat lama ke perubahan baru. Lukisan Popo Iskandar adalah lukisan Indonesia dengan kepribadian Indonesia. Tentu saja. Dengan catatan ia akan terus digarap dari titik pangkal dialog gencar dengan nilai-nilai budaya asing. Orang-orang Batak, Minang dan suku-suku bukan wayang lainnhya akan tidak paham lukisan Kamasan. Tentu saja. Orang -orang yang jauh dari dialog nilai-nilai budaya asing akan tidak paham lukisan Popo Iskandar dan sebangsanya. Tentu saja. Dialog budaya di persada Indonesia akan terus juga berjalan

F. KESIMPULAN
1. Bahwa Antropologi kebudayaan merupakan warisan lurus yang diberikan

oleh

nenek

moyang kita

kita

sebagai

ahli

warisnya

harus

membudidayakan warisan budaya itu dengan bijak.


2. Dengan adanya Antropologi budaya kita dapat memahami kepribadian diri

kita sendiri sebagai bangsa Indonesia.

3. Budaya merupakan pribadi bangsa yang harus dijaga kelestari nnya agar a

kelak anak cucu kita tidak merasa malu mengaku sebagai bangsa Indonesia yang mempunyai budaya yang majemuk, serta mempunyai cici khas yang tidak dimiliki oleh Negara asing di dunia.
4. Menciptakan

rasa

bangga

menjadi

anak

negeri

Indonesia

dan

menghindarkan radikalisme bangsa terhadap generasi bangsa.


5. Menciptakan rsa cinta tanah air dengan segala yang dimilikinya.

DAFTAR PUSTAKA

Kluckhohn, C. 1957. The Mirror For Man: A Survey Of Human Behavior And Social Attiudes. New York : Fawcett Wolrd Library. Koentjaranigrat. 2003. Pengantar Abtropologi jilid I. Jakarta: Cetakan kedua. PT RINEKA CIPTA Wikipedia Ensiklopedia Bebas. http://id.wikipedia.org/wiki/Antropologi_Budaya diakses pada Senin, 14 Juni 2011 pukul 23:11 WIB.

Anda mungkin juga menyukai