Anda di halaman 1dari 4

Draft RUU LKM 1 BabI dalam Ketentuan Umum, butir 1

Tanggapan Belum ada batasan/defenisi mengenai skala mikro, apakah akan mengkuti UU mengenai UKM. Demikian juga halnya dengan batasan masyarakat miskin dan bepenghasilan rendah, belum ada defenisinya, atau setidaknya disebutkan akan diatur dalam Peraruramn Pelaksanaannya. Dalam pengertian tabungan belum dijelaskan secara eksplisit mengenai dimensi waktu apakah tabungan dapat diambil oleh masyarakat sewaktuwaktu, mengingat umumnya LKM yang ada di Indonesia buka hanya pada hari tertentu. Apakah dalam simpanan sengaja tidak dimasukkan deposito? Bab I, Ketentuan umum, butir 10, ada defenisi mengenai Pemerintah Pusat, namun dalam batang tubuh, tidak ada pemakaian Pemerintah Pusat namun hanya Pemerintah. Dalam BAB V , Mengenai Penjaminan Simpanan, pasal 19, ayat 2 dan 3, digunakan istilah Pemerintah dan Pemerintah Daerah, penggunaan Pemerintah Pusat belum ada. Bab VIII, Pembinaan dan Kerjasama, juga menggunakan istilah Pemerintah dan Pemerintah Daerah. ( Bukan Peerintah Pusat)

Bab I, Ketentuan Umum, butir $, Defenisi Tabungan.

Bab I, Ketentuan Umum, butir 10< Defenisi Pemerintah Pusat.

Bab III, pasal 4, Persyaratan pendirian.

Jumlah modal awal paling sedikit Rp 10 juta dirasakan terlalu kecil harus diantisipasi tingkat inflasi,tingkat permintaan masyarakat, kewajiban LKM untuk membayar premi penjaminan. Sehingga akan lebih baik agar tresshold pendirian LKM diperhitungkan lebih kuat dari sejak awal,hal ini juga dikaitkan dengan proses perjinan yang relatif mudah, jika tidak ada jawaban dalam 10 hari maka dianggap ijin telah diberikan. Hal ni diperkirakan akan menumbuhkan jumlah LKM yang akan sangat banyak ( booming), sementara perangkat pengawasan dan institusi pengawas serta institusi penjamin belum siap.

*) lesson learnt from the failure of PAKTO 88. Boong BPR dengan jumlah modal minimum Rp 50 juta, samapai saat ini masih banyak BPR yang tidak survive dalam menghadapi persaingan akibat jumlah modal yang terlalu kecil. Bab III, pasal 5, Bentuk Hukum, Perlu dicek mengenai kedudukan al. Badan Usaha Keuangan BUMDES dalam peraturan mikro milik desa/kelurahan. kelembagan, bagaimana pengaturan hak dan tanggung jawab para pihak. Bab III, pasal 7, Permodalan LKM Perlu dibedakan antara pinjaman dan dapat bersal dari, simpanan san modal. Modal lebih permanen sedang pinjaman. simpanan dan pinjaman dapat ditarik sewaktu-aktu, sehingga bila komposisi pinjaman dan tabungan dimasukkan dalam komponen modal dan jika komposisinya mempunyai jumlah signifikan maka jika ditarik akan mengakibatkan LKM dapat goyah. Kecuali diatur agar simpanan dan pinjaman yang diperhitungkan sebagai modal tidak dapat ditarik sesuai dengan persyaratan yang disepakati. Jika nanti LKM akan mengacu kepada SAK ETAP yaitu SAK untuk usaha mikro dan Kecil, maka sebaiknya pengaturan mengenai hal ini telah disadari sejak awal. Bab III, pasal 10, Ijin Usaha. Pemberian ijin usaha selama 10 hari kerja pada dasarnya sangat membantu, namun jika dalam waktu 10 hari kerja Bupati/walikota tidak menjawab maka permohonan ijin dianggap disetujui. Untuk aspek prudensial dan juga menghindari moral hazard sejak dini perlu dilihat lagi aspek apa yang akan dinilai dalam rangka pemberian ijin, sehingga jw waktu 10 hari menjadi reasonable. Sebagi referensi , pemberian ijin BPR dibagi atas 2 tahap yaitu: Ijin prinsip selama 30 hari, pemberian jw 30 hari untuk memberi waktu bagi penilai mempelajari feasibilty studi yang diajukan terakit dengan tingkat kejenuhan pasar, tingkat persaingan dan prospek usaha. Pemberian ijin yang terlalu mudah akan mendorong pertumbuhan LKM yang cukup banyak namun tetap harus diwaspadai secara hati2. Tahap kedua adalah ijin operasional, dengan jangka waktu 30 hari, dalam tahap ini dinilai

Bab V, Penjaminan Simpanan

Bab VI, pasl 23, Pertukaran Informasi,

10

Bab VII, pasal 26, pembubaran

11

Bab IX, pasal 29, Pengawasan.

12

Bab XII, Ketentuan Peralihan

tentang kesiapan gedung dan sarana dalam pelaksanaan operasional BPR. Pasal 19 butir 4 menyebutkan, bahwa tata cara mengenai pembagian kewajiban Pemerintah dan Pemda dalam program penjaminanakan diatur dalam Peraturan Pemerintah, redundance dengan Pasal 21 yang juga akan mengatur mengenai Tatacara Penjaminanan dalam Peraturan Pemerintah. HK cukup diatur dalam pasal 21 saja sehingga pasal 19 butir 4 dihilangkan. Sama halnya dengan Lembaga Penjamin Pinjamin, dalam UU ini agar diatur mengenai dasar hukum mengenai pembentukan lembaga yang menyelenggarakan sistem informasi debitur dengan memperhatikan kondis perkembangan ekonomi i dan urgensinya, dna (antisipasi) Dalam hal terjadi pembubaran ijin usaha , maka yang harus mengembalikan seluruh simpanan yang dihimpun adalah seleruh pemegang saham pengendali, dan direksi atau pihak yan disamakan dengan itu. Perlu didefenisikan mengenai : Pemegang sahama pengendali ( di UU PT, ada defenisi PSP). Kemudian pihak yang dipersamakn dengan itu, akan menimbilkan multi tafisr, perlu dipikirkan defenisinya karena ini menyangkut pembubaran badan usaha sehingga ada kepastian hukum siapa yang harus bertanggungjawab bila terjadi kepailitan. Tidak dijelaskan kaitan Lembaga Penjamin Simpanan untuk LKM jika ada pembubaran Badan hukum. Pengawasan LKM dilakukan oleh Bupati/walikota, walaupun diayat 2 dinyatakan akan didelegasikan kepada pejabat yang diberi tugas atau wewenang. Seharusnya bukan oleh oknum, tetapi oleh lembaga ( Pemerintah Daerah). Seperi Bank diawasi oleh BI, bukan oleh gubernur BI. Agar dimuat pula peralihan bagi Lembaga2 yang dalam UU Perbankan dipersamakan dengan bank namun

dalam operasionalnya belum memenuhi persyaratan sbgai bank, mis LPN, BKD dan LPKD, sehingga dalam ketentuan peralihan ini , agar lembaga2 dimaksud dapat pula dimurnikan menjadi LKM non Bank, sehingga pengasannya tidak lagi oleh BI.

Anda mungkin juga menyukai