Anda di halaman 1dari 22

Diffusion of Innovations

Rogers, Everrett M. (1983) New York: Free Press. (3rd ed.)

Sifat Inovasi dan Kecepatan Adopsi


Diterjemah oleh Abdillah Hanafi

Bab 6

BAB 6

SIFAT INOVASI DAN KECEPATAN ADOPSINYA


Pengadopsian suatu ide baru bukanlah kebetulan atau tak terduga. Sifat ide baru itu merupakan pembeda yang penting bagi pengadopsiannya. Homer G. Barnett (1953:313) Innovation: The Basis of Cultural Change Suaui medium baru tidak pernah menjadi tambahan yang lama, tidak juga meninggalkan medium lama dalam kedamaian. Ia tidak pernah berhenti menekan medium lama sampai menemukan bentuk baru dan posisi baru Marshall McLuhan (1964) Understanding Media

DI KALANGAN ANGGOTA SISTEM SOSIAL, ada beberapa inovasi yang hanya memerlukan waktu beberapa tahun sejak pertama kali diperkenalkan sampai penggunaannya secara luas. Misalnya kalkulator saku; alat ini diadopsi dengan cepat pada pertengahan tahun 1970an. Namun inovasi elektronik lainnya seperti videotape hanya mencapai 3 persen pengadopsian dalam waktu delapan tahun. Sifat-sifat apakah yang mempengaruhi kecepatan penyebaran dan pengadopsiannya suatu inovasi? Bab ini membahas lima sifat yang mungkin dimiliki suatu inovasi, menunjukkan bagaimana persepsi seseorang terhadap sifat-sifat ini dapat dipakai untuk memperkirakan kecepatan adopsinya, dan membahas pengadopsian-berlebih (overadoption). Bila seseorang teliti membaca kepustakaan penelitian difusi, ia akan terkesan betapa banyak upaya telah dilakukan orang untuk mengkaji perbedaan orang dalam keinovatifan (yakni menentukan perbedaan ciri-ciri kelompok pengguna inovasi) dan betapa minimnya usaha yang dilakukan untuk menganalisis perbedaan inovasi (yakni, penyelidikan tentang sifat-sifat inovasi yang mempengaruhi kecepatan adopsinya). Tipe penelitian yang kedua itu sangat penting artinya bagi agen pembaru untuk memperkirakan reaksi binaan (klien) mereka terhadap suatu inovasi, dan barangkali ia dapat mengubah reaksi tertentu dengan cara menamai atau menempatkan posisi inovasi itu terkait dengan kepercayaan yang ada. Para peneliti difusi pada masa lalu cenderung memandang semua inovasi sebagai unit yang sama dari sudut pandang kajian dan analisisnya. Ini peyederhanaan yang berlebihan dan berbahaya. Bahwa semua inovasi bukanlah unit yang sama terbukti dengan kenyataan bahwa beberapa produk baru gagal menyebar sedangkan yang lainnya berhasil. Departemen Perdagangan AS memperkirakan 90% produk baru gagal dalam empat tahun pelemparannya ke pasar. SIFAT-SIFAT INOVASI Kita memerlukan suatu daftar klasifikasi yang standar untuk menggambarkan sifat-sifat inovasi dalam suatu istilah yang universal. Sehingga, orang dapat mengkaji setiap inovasi sebagai suatu kasus khusus dalam rangka memperkirakan kecepatan adopsinya. Misalnya, kita akan dapat mengatakan bahwa inovasi A lebih mirip dengan inovasi B daripada inovasi C (dalam pandangan penggunanya). Sistem pengklasifikasian umum ini merupakan tujuan akhir penelitian difusi mengenai sifat inovasi. Kita belum mencapai tujuan itu, tetapi bagian ini membahas salah satu

pendekatan yang telah digunakan secara luas dalam dua puluh tahun terakhir ini. Kami sedang berusaha merumuskan sifat-sifat inovasi yang komprehensif, yang sedapat mungkin betul-betul berbeda satu sama lain dan relevan. Kelima sifat inovasi itu ialah (1) keuntungan relatif (relative advantage), (2) kesesuaian (compatibility), (3) kerumitan (complexity), (4) ketercobaan (trialability), (5) keteramatan (observability). Masing-masing sifat ini akan dibahas pada bagian-bagian berikut dalam bab ini. Sangat pentingnya persepsi dalam penjelasan perilaku manusia dipertegas oleh diktum sosiologis Bila orang memandang situasi sebagai kenyataan, mereka yakin akan akibat-akibatnya (Thomas dan Znaniecki, 1917: 81). Hal yang sama dikemukakan oleh Watson (1960) Kesulitan pemerkenalan ide-ide baru terutama karena sifat 'baru' produk baru itusesuatu yang baru itu oleh pelanggan dipandang baru ada. Persepsi pengguna tentang sifat-sifat inovasi--bukan sifat-sifat inovasi menurut pengamatan para ahli atau agen pembaru--mempengaruhi kecepatan adopsinya. Seperti halnya kecantikan, inovasi itu hanya ada dalam pandangan orang yang melihatnya. Dan pandangan itulah yang mempengaruhi tindakannya. Walaupun penelitian pertama mengenai sifat-sifat inovasi dan kecepatan adopsinya dilakukan di kalangan petani, beberapa kajian terhadap para guru dan pegawai sekolah akhir-akhir ini menunjukkan adanya sifat-sifat yang sama pentingnya dalam memprediksi kecepatan adopsi inovasi pendidikan. Holloway (1977) merancang penelitiannya terhadap 100 kepala SMA berkenaan dengan lima sifat inovasi yang dibahas dalam bab ini. Ada dukungan umum terhadap kerangka yang sekarang diketemukan, walaupun pembedaan antara keuntungan relatif dan kesesuaian tidak begitu jelas, dan muncul aspek-aspek cakupan-status sebagai dimensi (sifat) keenam pada inovasi kependidikan untuk memprediksi kecepatan adopsi. Item-item skala Likert pada analisis faktornya Hooloway (1977) mengukur persepsi responden terhadap ide-ide baru kependidikan, dan menghasilkan enam kategori sifat-sifat inovasi. Metode analisis faktor juga telah digunakan untuk data para guru (Hahn, 1974; Clinton, 1973) dan para petani (Elliot, 1968; Kivlin, 1960); hasil antara kajian satu dengan yang lain agak beragam, tetapi dukungan terkuat umumnya diperoleh untuk sifat-sifat keuntungan relatif, kesesuaian, dan kerumitan, dan dukungan yang agak lemah berkenaan dengan ketercobaan dan keteramatan. Kami menyimpulkan bahwa sifat inovasi yang paling penting bagi kebanyakan responden dapat dimasukkan pada kelima sifat yang kami gunakan sebagai kerangka umum kami. Penelitian mengenai sifat-sifat inovasi ini bermanfaat, terutama untuk memperkirakan kecepatan adopsinya di masa mendatang. Kebanyakan penelitian yang lalu, betapapun, telah memperkirakan apa yang telah terjadi (postdiction) bukannya memprediksi. Yakni, sifat-sifat inovasi itu dipandang sebagai variabel bebas dalam penjelasan varian variabel bergantung kecepatan adopsi inovasi. Variabel bergantung diukur pada masa lalu, sedangkan variabel bebasnya diukur sekarang; maka sulit menganggap sifat-sifat itu sebagai prediktor kecepatan adopsi dalam penelitian lalu, dan rampatan ini dapat dipergunakan untuk memperkirakan kecepatan adopsi inovasi di masa mendatang. Namun demikian rancangan penelitian yang ideal adalah yang betul-betul mengukur sifat-sifat inovasi pada t-1 untuk memprediksi kecepatan adopsi inovasi itu pada t-2 (Tornatzky dan Klein, 1981). Sayangnya, daftar metode penelitian ilmu sosial umumnya tidak cocok dengan tugas pencarian data tetang perilaku di sini dan sekarang untuk memprediksi di sini dan kelak di kemudian hari. Tidak ada jalan keluar yang sempurna terhadap masalah ini, tetapi beberapa pendekatan penelitian yang berguna untuk membantu memperkirakan masa depan adalah: 1. Peramalan (ekstrapolasi) dari kecepatan adopsi inovasi yang lalu ke masa depan untuk inovasi-inovasi yang lain.

2. Mendeskripsi suatu inovasi hipotetik pada calon penggunanya dan menentukan sifat-sifatnya menurut pengamatan mereka sehingga dapat memperkirakan kecepatan adopsinya. 3. Menyelidiki akseptabilitas suatu inovasi pada tahap pra difusinya, misalnya pada waktu baru saja diuji pasar atau dievaluasi dalam percobaan. Tidak satupun dari cara-cara dalam mengkaji sifat-sifat inovasi ini yang merupakan cara paling ideal untuk memprediksi kecepatan adopsi di masa mendatang. Tetapi bila digunakan, terutama bila digabung, itu lebih baik daripada tidak ada. Dan bagaimanapun juga, penelitian tentang prediksi kecepatan adopsi suatu inovasi itu digali sebelum, atau seiring dengan keputusan seseorang untuk mengadopsi inovasi (Tornatzky dan Klein, 1985:5)1. KEUNTUNGAN RELATIF Keuntungan relatif adalah seberapa jauh suatu inovasi dianggap lebih baik daripada gagasan yang mendahuluinya. Tingkat keuntungan relatif sering dikemukakan dalam bentuk keuntungan ekonomik, pemberian status, atau dengan cara lain. Sifat inovasi sebagian besar menentukan jenis keuntungan relatif apa (ekonomi, sosial, atau lainnya) yang penting bagi pengguna, walaupun ciri-ciri calon pengguna juga mempengaruhi dimensi keuntungan relatif. Faktor-faktor ekonomi dan kecepatan relatif Beberapa produk baru menerapkan serangkaian kemajuan teknologis yang berhasil mengurangi biaya produksi suatu produk, dan menyebabkan harganya menjadi lebih murah bagi konsumen. Para ahli ekonomi menyebut ini belajar sambil bekerja (Arrow, 1962). Contoh yang baik adalah kalkulator saku, yang dijual seharga $250 pada 1972; dalam beberapa tahun karena kemajuan teknologi dalam produksi semikonduktor yang merupakan bagian vital kalkulator, barang itu sekarang harganya hanya sekitar $10. Ketika harga suatu produk baru merosot demikian tajam selama proses difusinya, jelas memudahkan kecepatan diskontinuansinya. Sebetulnya, orang bisa bertanya apakah inovasi seperti kalkulator saku itu betul-betul sama pada tahun 1976, ketika harganya $10, seperti tahun 1972 ketika harganya dua puluh lima kali lipat. Tentunya keuntungan relatifnya telah meningkat luar biasa. Di sini kita lihat ilustrasi bagaimana suatu sifat inovasi berubah ketika tingkat adopsinya maju. Jadi, mengukur ciri yang tampak suatu inovasi secara belah-silang (cross-sectional) pada suatu saat tertentu hanya memberi gambaran yang sangat tidak sempurna mengenai hubungan antara sifat-sifat itu dengan kecepatan adopsinya. Sifat-sifat itu mungkin berubah seiring penyebarannya. Suatu kontroversi mengenai relatif pentingnya keuntungan daripada sifat-sifat inovasi lainnya menurut pandangan petani AS dapat dilacak melalui kepustakaan difusi. Griliches (1957) seorang ekonomiwan, menjelaskan bahwa sekitar 30% variasi dalam kecepatan adopsi jagung hibrida adalah berdasarkan keuntungannya. Dia menggunakan data dari kumpulan laporan-panen distrik dan negara bagian, dan karena itu sebetulnya ia tidak dapat mengklaim bahwa akan diperoleh kesimpulan yang sama bila unit analisisnya adalah para petani secara perseorangan. Griliches (1957) menyimpulkan: Adalah kepercayaan saya bahwa akan dalam jangka panjang, dan secara potong melintang, variabel-variabel (sosiologis) cenderung menghilang, dan tinggal variabel-variabel ekonomik sebagai penentu utama pola perubahan teknologis. Pernyataan tegas Griliches tentang pentingnya keuntungan sebagai satusatunya penjelas kecepatan adopsi konsisten dengan para ahli ekonomi Aliran

Chicago yang berasumsi bahwa, dalam ketiadaan bukti yang menentang, penentu adopsi adalah kekuatan pasar. Kekuatan-kekuatan pasar tak diragukan lagi penting dalam penjelasan kecepatan adopsi inovasi-inovasi pertanian. Untuk beberapa inovasi (yakni, yang berbiaya tinggi dan sangat menguntungkan) dan bagi beberapa petani, aspek-aspek ekonomis keuntungan relatif bahkan mungkin merupakan prediktor tunggal terpenting kecepatan adopsi. Tetapu untuk mengatakan bahwa faktor-faktor ekonomi sebagai prediktor satu-satunya kecepatan adopsi adalah lucu. Barangkali bila Dr. Griliches telah pernah secara pribadi mewawancarai salah seorang petani Midwestern yang mengadopsi jagung hibrida, dia akan memahami (di samping hanya sekedar menganalisis perilaku agregat mereka dari sumber-sumber data sekunder) dia pasti akan memahami bahwa para petani itu tidak seratus persen manusia ekonomi. Tidak mengherankan, bukti-bukti agak kuat yang menyangkal pernyataan Griliches telah menimbulkan kontroversi: (1) dalam kasus pengadopsian sorghum di Kansas (Bradner dan Straus, 1959; Bradner, 1960; Bradner dan Kearl, 1964), kesesuaian inovasi lebih penting daripada keuntungan relatifnya, dan (2) pengadopsian jagung hibrida di Iowa (Havens dan Rogers, 1961b; Griliches, 1962); Rogers dan Havens, 1962b, kombinasi keuntungan relatif suatu inovasi dan keteramatannya merupakan yang terpenting dalam menentukan kecepatan adopsinya. Untuk komentar-komentar lain dalam kontroversi ini, lihatlah Griliches (1960b), dan Babcock (1962). Analisis akhir-akhir ini tentang data jagung hibridanya Griliches oleh ahli lain (Dixon, 1980) membawa pada kesimpulan umum bahwa keuntungan dan kesesuaian adalah pelengkap, bukan pengganti, dalam menjelaskan kecepatan adopsi. Maka kontroversi yang tadi itu sekarang telah berakhir dan menuju ke arah konsensus yang lebih kuat. Aspek-aspek Status Suatu Inovasi Tak diragukan lagi salah satu motivasi penting hampir setiap orang untuk mengadopsi inovasi adalah keinginan untuk memperoleh status sosial. Untuk inovasiinovasi tertentu, misalnya mode baju baru, prestise sosial yang diberikan oleh inovasi merupakan bagian terbesar keuntungan yang diterima pengguna. Sesungguhnya, ketika banyak anggota suatu sistem telah mengadopsi mode yang sama, inovasi itu (misalnya ketika telah banyak orang mengadopsi rok mini atau jeans) mungkin banyak kehilangan nilai sosialnya bagi pengguna. Memudarnya pemberian status sedikit demi sedikit pada sebagian inovasi pakaian tertentu telah memberi tekanan kepada perancang agar terus menerus menciptakan model-model baru. Yang penting di sini bukanlah mode pakaian baru itu tidak lagi dimanfaatkan secara fungsional oleh pengguna; misalnya, jeans adalah jenis pakaian yang praktis dan tahan lama. Tetapi, sesungguhnya lebih banyak alasan pokok membeli baju jeans adalah karena nama perancang yang nempel di saku, suatu atribut yang lebih banyak menyangkut status inovasi itu daripada keawetan atau kemanfaatan jeans itu. Barangkali pentingnya status sosial dalam keputusan untuk membeli pakaian baru ditunjang dengan kenyataan bahwa sangat jarang pakaian lama seseorang itu betulbetul usang sebelum diganti dengan yang baru. Mode pakaian tidak lain hanyalah kelompok inovasi yang pertimbangan pemberian-status merupakan alasan utama pengadopsiannya, dan wanita kelas atas adalah anggota masyarakat yang biasanya tertarik pada inovasi-inovasi yang sangat tampak (misalnya pakaian, mobil baru, dan gaya rambut) cenderung mengadopsi iniovasi itu karena dorongan pemerolehan status. Contoh spektakuler kemampuan inovasi-inovasi pertanian pemberi-status adalah difusi gudang tertutup tempat menyimpan makanan ternak Haverstore di pedesaan AS. Gudang ini terbuat dari baja dan kaca, dicat biru laut, dan secara mencolok menampangkan nama pembuatnya; ketinggian bangunannya mendominasi pandangan, sehingga tanpak jelas

dari jalan umum. Karena Haverstore sangat mahal, harganya antara $ 30.000 sampai 70.000 (tergantung ukurannya), kebanyakan ahli pertanian merekomendasikan para petani untuk membeli yang lebih murah saja. Tetapi kualitas pemberian-status Haverstore menarik banyak petani. Ternyata, ada petani yang memiliki dua Haverstore, dan memamerkannya secara menyolok, yang barangkali sama dengan garasi-dua-mobil di rumah-rumah pinggiran kota. Seperti kami kemukakan sebelumnya, orang-orang tertentu (yang mengadopsi suatu inovasi pada waktu tertentu) lebih banyak didorong oleh pencarian status daripada yang lain. Misalnya, banyak orang-orang berpenghasilan rendah dapat lebih berhemat mode pakaian. Umumnya, kelas menengah dan atas cenderung menunjukkan perhatian yang lebih kuat terhadap aspek-aspek status suatu inovasi. Motivasi-motivasi peningkatan status untuk pengadopsian agaknya lebih penting bagi para Inovator (innovators), Pengguna Awal (early adopters), dan Mayoritas Awal (early majority), dan kurang penting bagi Mayoritas Akhir (late majority) dan Kolot (laggard). Bukti pernyataan ini diberikan oleh Van der Haak (1972), yang mewawancarai dua sampel pengusaha kecil Belanda, satu yang telah mendapatkan bantuan keuangan di bawah syarat-syarat program pemerintah baru, dan sampel yang lain menolak bantuan itu (walaupun mereka memenuhi syarat untuk itu). Para pengguna bantuan pemerintah adalah mereka yang berusaha di bidang seperti penjualan barang-barang bekas, bagi mereka, bantuan pemerintah dipandang sebagai cara memperoleh status ekonomi yang lebih tinggi. Tetapi para pengusaha lebih borjuis, menolak inovasi bantuan pemerintah, karena memandang penerimaan bantuan itu sebagai sesuatu yang memalukan, mereka merasa akan terancam prestise sosialnya di mata masyarakat setempat bila mereka menerima bantuan pemerintah, itu merupakan aib walaupun mereka membutuhkannya. Maka dorongan ke arah status sosial begitu kuat baik bagi pengguna maupun yang menolak, tatapi bantuan pemerintah sebagai inovasi punya makna sosial yang sangat berbeda untuk masingmasing dari kedua kelompok itu. Motivasi status sosial lebih penting daripada kebutuhan ekonomi bagi pengusaha Belanda yang memutuskan menolak inovasi ini. Kami percaya bahwa motivasi status untuk mengadopsi inovasi telah kurang dikaji dalam penelitian difusi yang lalu. Sebagian. Hal ini mungkin karena keengganan responden untuk mengakui bahwa mereka mengadopsi suatu gagasan baru sekedar untuk mengamankan aspek-aspek status yang dikaitkan dengan inovasi. Menanya para pengguna secara langsung tentang motivasi ini bisa memperkecil arti pentingnya motivasi itu dalam keputusan adopsi. Barangkali dibutuhkan pendekatan pengukuran yang lebih maju untuk menyelidiki motivasi-motivasi yang berbeda untuk mengadopsi suatu inovasi. Tentunya tidaklah aman untuk menduga--seperti yang sering terjadi di masa lalu--bahwa dimensi-dimensi ekonomi keuntungan relatif hanyalah satu-satunya prediktor kecepatan adopsi. Walaupun setiap pengadopsian inovasi ditentukan atas alasan-alasan ekonomi (oleh calon penggunanya), namun dalam kadar tertentu setiap inovasi juga mengandung "pemberian status". Keuntungan relatif dan Kecepatan Adopsi Di seluruh buku ini kami menekankan bahwa difusi suatu inovasi merupakan suatu proses pengurangan-ketidakpastian. Ketika seseorang (atau suatu organisasi) memasuki proses keputusan inovasi, mereka terdorong untuk mencari informasi dalam rangka mengurangi ketidakpastian mengenai keuntungan relatif suatu inovasi. Para calon pengguna ingin mengetahui seberapa jauh suatu gagasan baru lebih baik daripada yang telah ada. Maka keuntungan relatif se-ring merupakan isi pesan-pesan

komunikasi mengenai suatu inovasi. Pertukaran informasi penilaian inovasi itu merupakan inti proses difusi. Karena itu, tidak mengherankan para ahli difusi menemukan keuntungan relatif menjadi salah satu prediktor terbaik kecepatan adopsi inovasi. Keuntungan reltif, di satu sisi, menunjukkan kuatnya hadiah atau hukuman yang dihasilkan dari pengadopsian suatu inovasi. Ada beberapa sub-dimensi keuntung-an relatif yakni: tingkat keuntungan ekonomi, rendahnya biaya permulaan, kurangnya ketidaknyamanan, penghematan waktu dan tenaga, dan segeranya diperoleh imbalan. Faktor yang terakhir itu menjelaskan mengapa inovasi-inovasi yang preventif rendah tingkat adopsinya. Inovasi preventif adalah suatu gagasan baru yang diadopsi seseorang untuk menghindari kemungkinan beberapa kejadian di masa mendatang yang tidak diinginkan. Gagasan-gagasan itu misalnya mengikuti asuransi, menggunakan sabuk pengaman di mobil, mengadopsi cara-cara konservasi tanah, imunisasi, dan mengadopsi cara-cara kontrasepsi. Keuntungan relatif inovasi-ibivasi preventif sulit didemontrasikan oleh agen pembaru kepada klien mereka, karena itu terjadi di masa yang akan datang, tak tahu kapan Ringkasan penyelidikan tentang sifat-sifat inivasi dan kecepatan adopsi-nya tampak pada Tabel 6-1. Hampir semua kajian itu melaporkan suatu hubung-an positif antara keuntungan relatif dengan kecepatan adopsi.

Tabel 6-1. Sifat-sifat Inovasi dan Kecepatan Adopsinya


JML KAJIAN INOVA SI 4 43 JML SIFAT INOVA SI 5 11 % VARIAN DLM KECEPATA N ADOPSI 6 51 SIFAT-SIFAT INOVASI YANG BERHUBUNGAN SIGNIFIKAN DG KECEPATAN ADOPSI 7 (1) Keuntungan relatif (2) Kesesuaian (3) Kerumitan Tidak ada (1) Keuntungan relatif (2) Keteramatan (1) Ketercobaan (2) Keuntungan Relatif (biaya awal) (1) Keuntungan Relatif (2) Kerumitan (1) Keuntungan Relatif (2) Kerumitan (3) Ketercobaan (4) Keteramatan (1) Keuntungan Relatif (1) Keuntungan Relatif

N O

PENULIS/ PENELITI

TIPE RESPONDEN

1 1

2 3 4

2 Kivlin (1960); Fliegel & Kivlin (1962) Tucker (1961) Mansfield (1961) Fleigel & Kivlin (1966a) Petrini (1966) Singh (1966)

3 229 petani Pennsylvania 88 petani Ohio Perusahaan KA 229 Petani Pennsylvania * 1.845 petani Swedia 130 petani Kanada

13

12

50

5 6

14 22

2 10

71 87

Kivlin & Fleigel (1967a); (1967b) Fliegel et al (1968)

80 petani gurem Pennsylvania 387 penduduk desa Indian

33

15

51

50

12

58

9 1 0 1 1

8. Fliegel et al (1968) Fliegel et al (1968) Clinton (1973)

80 petani gurem Pennsyilvania** 229 petani besar Pennsyilvania** * 383 guru SD Kanada

33 33

12 12

62 49

(2) Keteramatan (1) Keuntungan Relatif (1) Keuntungan Relatif (2) Ketercobaan (1) Keuntungan Relatif (2) Kerumitan (3) Kesesuaian (4) Keteramatan (1) Keteramatan (2) Kerumitan (3) Kesesuaian

18

16

55

1 2

Hahn (1974)

209 guru AS

22

5+

None

1 3

Holloway (1977)

100 giru SMA

5+

None

1 4

Allan & Wolf (1978)

100 pegawai TU

None

None

(1) Keuntungan Relatif dan kesesuaian (2) Kerumitan (3) Ketercobaan (4) Keteramatan (1) Kerumitan

* Termasuk pada 229 petani Pensyilvania dalam kajian Kivlin (1960) di atas, tetapi hanya 33 dari 43 inovasi dan 15 sifat inovasi yang dianalisis; karena itu hasilnya berbeda. ** Respondennya sama dengan kajian Kivlin dan Fliegel (1967a), tetapi yang dianalisis dengan korelasi ganda adalah 12 sifat inovasi. *** Sama dengan responden pada kajian Kivlin (1960), tetapi jumlah sifat inovasi yang dianalisis berbeda.

Kita bisa menyimpulkan penemuan-penemuan penelitian mengenai keuntungan relatif ini dalam Rampatan 6-1: keuntungan relatif suatu inovasi dalam pandangan anggota sistem sosial, berhubungan positif dengan kecepatan adopsinya. Sayangnya, untuk dapat dirampatkan, responden untuk kajian-kajian ini adalah para petani komersial AS, dan motivasi pengadopsian mereka terhadap inovasi-inovasi ini dipusatkan pada aspek ekonomis keuntungan relatif. Seperti dinyatakan Kiflin dan Fliegel (1966a): karena kita berurusan dengan inovasi-inovasi yang punya signifikasi ekonomis langsung bagi para penerima, tidak heran bahwa inovasi-inovasi itu dianggap paling menguntungkan dan mengan-dung sedikit resiko dan ketidakpastian, pasti diterima paling cepat. Sebetulnya kajian Kiflin dan Fliegel yang mencakup petani AS (yang kurang berorientasi pada pertimbangan keuntungan) menemukan bahwa kurangnya ketidaknyamanan, salah satu dimensi keuntungan relatif, tetapi bukan keuntungan ekonomik, berhubungan positif dengan kecepatan adopsi. Aspek-aspek ekonomi keuntungan relatif mungkin kurang penting bagi para petani di negara sedang berkembang. Kenyataannya, Fliegel dkk (1968) menemukan bahwa para petani Punjab di India bertindak seperti petani kecil AS, mengenai persepsi mereka terhadap inovasi: Lebih daripada sekedar insentif-intensif finansial yang meyebabkan tersebar luasnya dan cepatnya adopsi praktek-praktek yang diperbarui Tidak seperti peternak di Pennsylvania, responden Punjab tampaknya lebih mementingkan restu sosial dan kurang tertarik pada keuntungan finansial (Fliegel dll, 1968). Effek Insentif Banyak lembaga pembaruan memberi insentif atau subsidi kepada klien untuk mempercepat tingkat adopsi inovasi. Salah satu fungsi insentif bagi para pengguna adalah meningkatkan keuntungan relatif ide baru itu. Insentif adalah imbalan langsung atau tidak langsung atau sejenis pemberian kepada seseorang atau suatu sistem dalam rangka mendorong beberapa perubahan perilaku yang tampak. Sering, perubahan itu menyebabkan pengadopsian inovasi. Intensif telah banyak digunakan dalam upaya mempercepat difusi inovasi dalam berbagai lapangan: pertanian, kesehatan, obat-obatan, dan keluarga berrencana. Tak diragukan penelitian yang telah dilakukan mengenai insentif KB lebih banyak daripada di bidang yang lain. Banyak variasi dalam pemberian insentif (Rogers, 1973: 157-159): 1. Insentif untuk pengguna atau penyebar. Insentif bisa diberikan secara langsung kepada seorang pengguna, atau kepada orang lain untuk mendorongnya

mempengaruhi seorang pengguna. Suatu ilustrasi insentif untuk penyebar adalah yang diberikan kepada penganjur vasektomi di India (diuraikan dalam bab 9). Suatu insentif bagi penyebar meningkatkan observabilitas suatu inovasi, lebih besar daripada keuntungan relatifnya. 2. Insentif perseorangan atau insentif sistem. Upah mungkin diberikan kepada pengguna atau agen pembaru secara perseorangan, atau kepada sistem sosial. Misalnya lembaga KB pemerintah di Indonesia (BKKBN) memberi suatu insentif kepada desa-desa yang mencapai tingkat pengadopsian kontrasepsi tinggi; insentif seperti itu meningkatkan keuntungan relatif KB. 3. Insentif positif atau insentif negatif. Kebanyakan insentif adalah positif yakni mengganjar perubahan perilaku yang diharapkan (misalnya pengadopsian suatu ide baru), tetapi mungkin juga menghukum seseorang dengan menjatuhkan suatu hukuman yang tak diinginkan atau dengan menarik sesuatu yang dibutuhkan karena tidak mengadopsi suatu inovasi. 4. Insentif moneter atau non-moneter. Seringkali insentif berupa pemberian finansial, namun bisa juga berbentuk beberapa komoditi atau barang yang diinginkan oleh penerima. Misalnya, di salah satu negara bagian India sebuah pakaian sari yang bergambar segitiga merah (simbol KB di India) dihadiahkan kepada setiap wanita yang telah disteril. 5. Insentif yang segera atau yang ditunda. Kebanyakan insentif diberikan pada saat pengadopsian, tetapi ada yang hanya diperoleh setelah selang beberapa lama. Misalnya, beberapa negara sedang berkembang memberi pembebasan SPP bagi anak-anak pasangan suami istri keluarga kecil. Setiap kombinasi dari keempat tipe kebijakan insentif ini dapat diberikan pada situasi tertentu. Sedikit demi sedikit, bukti sedang terkumpul mengenai kombinasi mana yang punya pengaruh yang diharapkan atas difusi inovasi. Misalnya, insentif-insentif memberi satu strategi difusi yang mengubah sifat-sifat inovasi, terutama keuntungan relatif, dan dengan demikian mempengaruhi kecepatan adopsi suatu inovasi. Beberapa kebijakan insentif dirancang hanya untuk mendorong percobaan suatu ide baru; contohnya adalah pemberian sampel produk baru yang banyak diberikan oleh banyak perusahaan komersial kepada langganan mereka. Strategi yang dijalankan di sini adalah dengan mempermudah usaha percobaaan, akan diikuti dengan pengadopsian skala penuh (jika inovasi itu punya keuntungan relatif yang dapat dirasakan oleh penerima). Kebijakan insentif lainnya dirancang hanya untuk mengamankan pengadopsian suatu ide baru oleh para pengguna pemula; begitu tercapai tingkat pengadopsian 20-30% anggota sistem sosial, insentif ekonomis dihentikan oleh lembaga pembaru. Misalnya, pemerintah Federal dan beberapa pemerintah negara bagian memberikan insentif potongan pajak bagi pengadopsian alat pemanas rumah tangga solar. Tetapi biaya insentif macam itu akan sangat besar, begitu tercapai tingkat pengadopsian 5 atau 10 persen. Maka mereka kemudian hanya memberi insentif pemberian cat dasar pompa, yang dimaksudkan untuk melancarkan proses difusi. Berdasarkan penelitian dan pengalaman dalam inovasi keluarga berencana, Rogers, (1973:159-174) menarik kesimpulan: 1. Insentif meningkatkan kecepatan adopsi suatu inovasi. Insentif-insentif bagi pengguna meningkatkan keuntungan relatif, dan insentif untuk penyebar meningkatkan mudahnya pengkomunikasian inovasi. Lebih lanjut, insentif bagi pengguna dapat bertindak sebagai isyarat bertindak (suatu saat yang mengkristalkan sikap berkenan terhadap inovasi menjadi perubahan perilaku nyata) dalam memacu pengadopsian inovasi. 2. Insentif bagi pengguna mengarahkan pengadopsian inovasi oleh orangorang yang berbeda dari yang diharapkan. Para inovator dan pengguna pemula biasanya punya status sosial ekonomi dan sifat-sifat lain yang membedakan

mereka dengan pengguna terlambat (Bab 7). Tetapi ketika insentif diberikan secara luas kepada para akseptor KB, orang-orang yang status soaial ekonominya paling rendah nampaknya yang paling inovatif. 3. Insentif dapat meningkatkan jumlah pengguna suatu inovasi, tetapi kualitas keputusan adopsi macam itu relatif rendah, dan menyebabkan terjadi konsekuensi adopsi tidak seperti yang diharapkan. Bila orang megadopsi suatu inovasi karena untuk mendapatkan insentif, motivasi untuk terus menggunakan inovasi relatif kurang . Ada aspek-aspek etik yang serius dalam pemberian insentif. Tetapi rancangan kebijakan insentif dapat ditingkatkan dengan kajian-kajian empirik yang mengevaluasi efek insentif atas kecepatan adopsi, kelangsungan adopsi, dan konsekuensi adopsi. KESESUAIAN Kesesuaian (compatibility) adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap sejalan dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan calon penerima. Suatu ide yang lebih sesuai akan mengurangi keraguan calon pengguna. Suatu inovasi bisa sesuai atau tidak dengan (1) nilai-nilai dan kepercayaan sosio-budaya, (2) ide-ide yang diperkenalkan sebelumnya, atau (3) kebutuhan klien akan inovasi. Kesesuaian dengan Nilai dan Kepercayaan Banyak ilustrasi yang dapat menunjukkan bagaimana ketidak-sesuaian suatu inovasi dengan nilai-nilai budaya merintangi pengadopsiannya. Kami kemukakan pada Bab 1 bagaimana penduduk Los Molinos memandang merebus air minum tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya mereka mengenai klasifikasi panas-dingin. Para petani menempatkan suatu nilai yang kuat mengenai peningkatan produktifitas ini, dan sangat lambat pengadopsiannya. Di kalangan penduduk perkotaan modern di India ada norma yang kuat untuk tidak menyuap makanan dengan tangan kiri, yang dipercaya tidak bersih. Kebiasaan inovasi muncul beberapa abad lalu ketika para penduduk desa di India mempergunakan tangan mereka untuk tugas-tugas tertentu yang berkaitan dengan buang air besar (yakni untuk cebok). Pada saat itu fasilitas pencucian dan sanitasi tidak memadai dan kompleks tangan-kiri-tidak-bersih masih berlaku. Tetapi sekarang adalah mudah bagi orang kota, kelas menengah India mencuci tangan mereka sebelum makan. Namun demikian kebiasaan tangan tak-bersih tetap terpatri sebagai unsur budaya penduduk perkotaan India. Apa yang dilakukan jika anda seorang agen pembaru yang bertugas mempengaruhi mereka untuk makan dengan tangan kiri mereka? Banyak agen pembaru menghadapi tugas-tugas sulit seperti itu dalam mempromosikan inovasi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang dipegang teguh. Kesesuaian dengan ide-ide yang diperkenalkan sebelumnya Di samping suatu inovasi dipandang kesesuaian denagn nilai-nilai budaya yang tertanam teguh, juga dengan ide-ide yang diadopsi sebelumnya. Kesesuaian suatu inovasi dengan ide-ide yang mendahuluinya dapat mempercepat atau menghambat kecepatan adopsinya. Ide-ide lama merupakan alat utama untuk menilai ide-ide baru. Seseorang tak dapat menduga suatu inovasi kecuali berdasarkan ide yang telah dikenal atau yang sudah ada. Untuk mengurangi ketakpastian terhadap suatu inovasi, orang menggunakan praktek terdahulu sebagai standart penilaian. Contoh-contoh penggunaan pengalaman masa lalu untuk menilai ide-ide baru, diperoleh dari suatu kajian difusi di masyarakat petani Kolombia (Fals Borda, 1980).

Pertama, para petani menabur pupuk kimia di atas bibit kentang mereka (seperti biasanya kalau mereka menggunakan pupuk kandang), sehingga rusaklah bibit mereka dan ini menyebabkan mereka menilai negatif terhadap inovasi itu. Petani lain secara berlebihan menyemprot kentang mereka dengan insektisida, mentransfer kebiasaan mereka dalam cara mengairi tanaman. Hawley (1964) berusaha menyelidiki mengapa Katolik Roma, yang disebarkan oleh para pendeta Spanyol gampang diterima oleh penduduk Indian Peublo Timur di Arizona dan Meksiko, sedangkan di Peublo Barat, setelah mengenal sepintas ajaran Katolik, mereka menolaknya dengan keras, membunuh para pendetanya, membakar misi itu, dan bahkan menghancurkan desa Awatobi yang penduduknya menunjukkan kecenderungan begitu bersemangat menerima akulturasi. Hawley menyimpulkan bahwa penduduk Peublo Timur, yang struktur keluarganya sangat patrilinear dan berorientasi-ayah, tertarik dengan agama baru itu dimana Tuhan adalah seorang tokoh lelaki. Namun ajaran katolik tidak sesuai dengan kepercayaan berorientasi-ibu yang dianut Peublo Barat. Barangkali bila agen pembaru dapat menonjolkan aspek ajaran katolik tentang Bunda Maria, mereka akan mencapai keberhasilan di antara suku-suku Peublo Barat. Kecepatan adopsi suatu ide baru dipengaruhi oleh ide lama yang mendahuluinya. Namun demikian jika ide baru itu jelas-jelas sejalan (sama) dengan praktek yang telah ada, maka sama dengan tidak ada inovasi, setidak-tidaknya di benak para calon penggunanya. Denga kata lain, semakin sesuai suatu inovasi dengan ide yang ada sebelumnya semakin tidak terjadi perubahan. Lalu, apa manfaat pengenalan suatu inovasi yang sangat sesuai? Barangkali sangat berguna, bila inovasi yang sesuai itu dipandang sebagai langkah pertama dari serangkaian inovasi yang akan diperkenalkan berikut-berikutny, yang kurang sesuai. Pengalaman negatif dengan suatu inovasi dapat menggagalkan pengadopsian inovasi-inovasi selanjutnya (yang datang kemudian). Negativisme terhadap inovasi seperti itu merupakan aspek kesesuaian yang tak diinginkan (Arensberg dan Neihoff, 1964). Negatifisme inovasi adalah seberapa jauh suatu kegagalan dengan inovasi mengkondisi seorang calon pengguna menolak inovasi berikutnya. Bila satu ide gagal, calon pengguna terkondisi memandang semua inovasi yang akan datang dengan kecurigaan. Kesesuaian dengan Kebutuhan Contoh-contoh yang baru saja dikemukakan, dan bukti-bukti lainnya, mendukung rampatan 6-2: kesesuaian suatu inovasi, menurut anggapan anggota sistem sosial berhubungan positif dengan pengadopsiannya. Analisis statistik tentang pernyataan ini, yang mengontrol efek sifat-sifat inovasi yang lain (tabel 6-1), menunjukkan bahwa kesesuaian relatif kurang penting sebagai prediktor kecepatan ini sebagian mungkin semata-mata karena kesulitan dalam mengukur kesesuaian inovasi. Dalam kebanyakan kajian yang ditampilkan pada tabel 6-1, kesesuaian ditemukan berhubungan positif dengan kecepatan adopsi, walaupun korelasi itu sering kali tidak signifikan bila efek sifat-sifat inovasi lainnya secara statistik diabaikan. Rumpun Teknologi Inovasi sering tidak dipandang sebagai sesuatu yang tunggal oleh seseorang, melainkan sebagai suatu rumpun gagasan baru yang terpadu. Pengadopsian suatu ide baru bisa memicu pengadopsian beberapa ide baru lainnya. Suatu rumpun teknologi bisa terdiri dari satu atau lebih unsur teknologi yang berbeda, yang dipandang berkaitan erat. Batas-batas antar inovasi itu seringkali tidak jelas. Dalam pikiran calon pengguna, suatu inovasi bisa dianggap sangat erat berkaitan dengan ide baru lainnya. Jika demikian keadaannya, agen pembaru perlu

mempromosikan suatu rumpun atau paket inovasi kepada klien, daripada satu persatu secara terpisah (sendiri-sendiri). Misalnya di India dan negara sedang berkembang lainnya, suatu paket inovasi pertanian, biasanya meliputi jenis bibit unggul, pupuk kimia, dan obat-obatan pertanian lainnya, disarankan sebagai satu paket kepada petani (di Indonesia dikenal dengan Panca Usaha Tani, pen). Pengalaman menunjukkan bahwa penduduk desa lebih mudah dan lebih cepat mengadopsi paket itu daripada bila inovasi itu disebarkan terpisah. Lebih penting lagi, dengan mengadopsi semua/sekaligus, para petani mendapatkan efek gabungan dari kesemua inovasi itu. Sayangnya pendekatan paket ini hanya sedikit dasar empiriknya dalam penelitian difusi walaupun secara intuitif masuk akal. Secara alami, pemaketan itu hendaknya didasarkan pada persepsi pemakai tentang inovasi itu, namun ini belum dilakukan. Analisis faktor interkolerasi antara pengadopsian (atau persepsi mereka) tentang seperangkat dapat dipergunakan untuk menentukan inovasi-inovasi mana yang digabungkan dalam satu paket, seperti yang didemonstrasikan Crouch (1981) pada petani biri-biri di Australia. Salah satu dari sedikit penyelidikan paket ide-ide baru adalah analisis Silverman dan Bailey (1961) tentang pengadopsian tiga inovasi penumbuh jagung oleh 107 petani Mississippi. Ketiga ide itu (pupuk, bibit unggul, dan tongkat penahan/gejig) berkaitan secara fungsional sedemikian rupa sehingga pengadopsian inovasi yang satu tanpa dua yang lain mengakibatkan panenan jagung lebih sedikit dengan tidak menggunakan ketiga-tiganya. Kebanyakan petani mengadopsi ketigatiganya atau tidak sama sekaliu, tetapi 8% menggunakan kombinasi itu tidak berhasil. Silverman dan bailey menyarankan perlunya agen pembaru menunjukkan kepada para petani antar hubungan ketiga gagasan itu dalam paket penanaman jagung. Ada kebutuhan untuk menganalis paket-paket inovasi dalam penelitian di masa mendatang, mengkaji ide-ide baru suatu urutan yang evolusioner, dan menentukan tingkat kesesuaian ide-ide yang saling berkaitan itu menurut pandangan anggota masyarakat. Dengan demikian kita mempunyai dasar yang lebih baik untuk merakit inovasi-inovasi dalam suatu paket yang mudah diterima. Penamaan Inovasi Nama yang diberikan pada suatu inovasi seringkali mempengaruhi kesesuaiannya, dan karena itu juga mempengaruhi kecepatan adopsinya. Tidak banyak perhatian diarahkan pada bagaimana calon pengguna menyebut inovasi, akibatnya telah banyak dilakukan kesalahan serius oleh lembaga pembaruan atau agen pembaru. Misalnya sebuah perusahaan besar sabun di AS memperkenalkan produk cue kepada bangsa yang berbahasa Perancis, padahal kata itu punya konotasi cabul. Kesalahan-kesalahan seperti itu menunjukkan kepada perusahaan dagang pentingnya penelitian pasar untuk mempra-uji nama suatu produk baru sebelum melepasnya ke pasaran. Di lain pihak, lembaga-lembaga pembaharuan pemerintah umumnya tidak menyadari pentingnya nama suatu inovasi. Persepsi terhadap inovasi diwarnai oleh simbol-simbol yang dipergunakan untuk menyebutnya. Pemilihan nama suatu inovasi merupakan hal yang sulit dan penting. Kata-kata adalah unit pemikiran yang menstruktur persepsi kita. Dan tentu saja persepsi calon pengguna terhadap inovasi mempengaruhi kecepatan adopsinya. Kadang-kadang nama medik atau kimiawi dipergunakan untuk menyebut suatu inovasi yang berasal dari penelitian pengembangan medika dan kimiawi; sayangnya, namanama itu tidak begitu berarti bagi calon pengguna (kecuali jika mereka itu doketer atau ahli kesehatan), contohnya adalah obat semprot 2.4D, bibit unggul IR-20, dan IUD; nama-nama itu kabur dan tidak dipahami oleh para petani atau pengguna KB. Suatu alat kontrasepsi IUD baru copper-t diperkenalkan di Korea Selatan tanpa pertimbangan yang cermat. Huruf t tidak ada dalam alfabet korea, dan copper dianggap berkaitan dengan besi (logam) dan punya persepsi yang tidak

menyenangkan. Karena itu, janganlah sekali-kali memilih nama yang jelek bagi inovasi (Harding et. Al, 1973). Sebaliknya kata nirodh dipilih dengan cermat di India pada tahun 1970 sebagai nama yang paling tepat untuk kondom. Sebelumnya, kondom punya persepsi sangat negatif sebagai alat kontrasepsi; dianggap sebagai alat untuk men-cegah penyakit kelamin. Ketika pemerintah India mempromosikan kondom sebagai alat kontrasepsi, dipraujikan dengan berbagai nama. Nirodh, suatu kata Sansekerta yang berarti perlindungan dipergunakan, dan kemudian dipromosikan dalam suatu kampanye advertensi besar-besaran pada audien yang dimaksud (Rogers, 1927: 237). Hasilnya adalah kecepatan adopsi nirodh" meningkat tajam. Kami menyarankan pemberian nama kepada suatu inovasi hendaknya berorientasi-penerima dan menggunakan pendekatan empirik, sehingga terpilih simbol-kata yang bermakna bagi audien. Pemosisian (positioning) Inovasi Asumsi dasar penelitian penempatan adalah bahwa seseorang akan bertindak terhadap suatu ide baru dengan cara yang mirip dengan cara yang ia lakukan terhadap ide-ide lain yang dia anggap sama dengan ide baru itu. Misalnya, anggaplah kategori produk-produk yang ada terdiri dari a, b, dan c. Jika produk baru, x, diperkenalkan kepada khalayak pengguna produk-produk ini, dan bila mereka menilai x sama dengan b, tetapi tidak sama dengan a, dan c, maka konsumen yang membeli b mungkin akan mem beli x. Bila faktor-faktor lainnya (misalnya harganya) sama, x akan meraih separo konsumen b, tetapi pemerkenalan x tidak akan mempengaruhi penjualan produk a dan c. Lebih lanjut, bila kita dapat mengetahui mengapa konsumen b dan x sama, tetapi berbeda dengan a dan c, x dapat diposisikan (melalui nama, warna, pengepakan, rasa, dsb) sebegitu rupa sehingga berbeda dari a, b, dan c dimata konsumen, dan dengan begitu mendapat tempat yang unik sebagai ide baru. Jelas, pemosisian suatu inovasi tergantung pada ketepatan pengukuran terhadap kesesuaiannya dengan ide-ide sebelumnya. Penelitian terhadap posisi produk-produk baru sering dilakukan oleh peneliti pasar, dan banyak cara penempatan suatu inovasi telah dikembangkan oleh para peneliti komersial. Tetapi teknik-teknik pemosisian ini dapat dipergunakan untuk memperkenalkan segala macam inovasi. Misalnya Harding et al (1973:21) menggunakan cara penempatan untuk memperkenalkan copper-t, suatu IUD baru di Korea. Pertama dia meminta suatu sampel kecil calon pemakai menyebutkan 29 atribut 18 alat kontrasepsi secara terbuka. Kemudian sampel responden korea lainnya diminta memberi urutan kesembilan belas alat kontrasepsi itu (termasuk copper-t, satu-satunya yang baru) di antara 29 atribut ini (termasuk berbagai subdimensi lima sifat pokok yang telah didiskusikan). Hasilnya adalah seperangkat rekomendasi mengenai sifat mana yang harus ditonjolkan pada kampanye copper t , agar kecepatan adopsinya maksimal. Misalnya Harding et al (1973:10) menganjurkan penekanan bahwa copper-t tahan lama, manjur (dalam mencegah kehamilan), tidak mengurangi kenikmatan seksual, dan baru. Para peneliti ini juga menyarankan perubahan terhadap bentuk copper-t bentuk-bentuk tertentu copper t, seperti tali (suatu benang plastik yang dipergunakan untuk memindahkan IUD itu) hendaknya diganti karena tali itu diasosiasikan dengan penyebab masuknya bakteri ke rahim dan menyebabkan peradangan rahim (1973:11). Dengan demikian riset pemosisian dapat membantu mengenali relung-relung yang ideal untuk suatu inovasi. Relung ideal ini ditentukan berdasar posisi ide baru itu (menurut persepsi calon pemakainya) secara relatif pada ide-ide yang sudah ada sebelumnya, (2) sifat-sifat ide baru itu membuatnya mirip atau berbeda dengan ide-

ide yang sudah ada. Pendekatan penempatan ini memandang sifat-sifat yang tampak suatu inovasi (atau setidak-tidaknya sebagian sifat itu) dapat diubah. Riset pemosisian menempatkan peneliti difusi dalam peran sebagai perancang (atau setidaknya rekan-perancang) inovasi. Salah satu jenis khusus riset pemosisian adalah yang dilakukan dalam rangka mengarahkan kegiatan-kegiatan litbang mengenai inovasi apa yang perlu diproduksi. Logikanya, bila inovasi jenis X tidak diterima oleh calon pengguna sedangkan inovasi Y diteri-ma, para pekerja litbang hendaknya memusatkan usahanya untuk mengembangkan jenis-jenis inovasi Y. Contoh pendekatan ini adalah yang dilakukan WHO unit human production di Jenewa, yang mengarahkan program-program penelitian berskala dunia pada alat-alat kontrasepsi yang digunakan untuk negara-negara sedang berkembang. Di masa lalu, kebanyakan metode kontrasepsi telah mengalami masalah sulit dalam hal penerimaannya (Rogers, 1973). Maka WHO melakukan kajian-kajian difusi tentang tipe-tipe alat kontrasepsi mana yang bisa diterima. Saran-saran ini kemudian digunakan untuk memberi arah bagi para peneliti biomedis untuk menciptakan alat kontrasepsi baru yang memiliki sifat-sifat ideal. Misalnya, kajian-kajian mengenai alat kontrasepsi menunjukkan bahwa lelaki dan wanita di negara-negara sedang berkembang sangat menolak penggunaan cara KB yang memerlukan manipulasi alat kelamin manusia. Sayangnya alat kontrasepsi utama yang dipromosikan oleh program-program KB pemerintah di negara-negara sedang berkembang di tahun 1960an dan 1970an memrlukan manipulasi genital: IUD, kondom, dan diapgram. Barangkali ketidak-sesuaian alat-alat kontrasepsi itu dengan nilai yang menentang perubahan genital merupakan salah satu alaan mengapa umumnya kecepatan adopsi mengecewakan. Penelitian biomedis WHO di masa mendatang telah diarahkan, sebagian kepada pengembangan alat-alat kontrasepsi yang tidak memerlukan pengutak-atikan alat kelamin, misalnya suntikan (Rogers dan Pareek, 1982). KERUMITAN Kerumitan adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap relatif sulit dipahami dan dipergunakan. Setiap ide baru bisa diklasifikasikan pada kontinum rumpilsederhana. Beberapa inovasi ada yang jelas (mudah dipahami) oleh calon pengguna, tetapi beberapa inovasi lainnya tidak mudah. Walaupun bukti penelitian ini jauh dari kongklusif, kami mengajukan Rampatan 6-3: kerumitan suatu inovasi, menurut pandangan anggota sistem berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya. Kivlin (1965) menemukan bahwa kerumitan inovasi-inovasi pertanian berhubungan (negatif) lebih kuat dengan kecapatan adopsinya dibanding dengan sifat-sifat inovasi lainnya kecuali keuntungan relatif. Hasil-hasil yang sama juga dilaporkan oleh Singh (1966) di kanada dan Petrini (1966) di Swedia (lihat Tabel 6-1). Graham (1956) bermaksud menentukan mengapa canasta dan televisi meyebar dengan kecepatan yang berbeda di kalangan kelompok-kelompok sosial ekonomi tinggi dan rendah. Salah satu alasannya adalah kerumitan kedua ide baru itu. Canasta harus dipelajari melalui penjelasan-penjelasan rinci dalam kontak personal di samping selebaran. Prosedur-prosedurnya rumit dan sulit dikuasai. Sedangkan televisi, tampaknya merupakan ide yang relatif sederhana yang hanya memerlukan kemampuan untuk memijit tombol. KETERCOBAAN Ketercobaan adalah sejauh mana suatu inovasi bisa dicoba dalam skala kecil. Ide-ide baru yang dapat dicoba sedikit umumnya akan diadopsi lebih cepat daripada inovasi-inovasi yang tidak dicoba. Suatu inovasi yang dapat dicoba akan tidak begitu

kabur bagi pengguna. Beberapa inovasi ada yang tidak bisa diambil sedikit untuk dicoba. Walaupun kekurangan bukti yang kuat, kami mengemukakan Rampatan 6-4: ketercobaan suatu inovasi, menurut pandangan anggota suatu sistem sosial, berhubang positif dengan kecepatan adopsinya. Kajian-kajian oleh Fliegel dan Kivlin (1966), Singh (1966), dan Fliegel et al (1968) mendukung pernyataan ini. (Lihat tabel 6-1) Para pengguna yang relatif lebih awal memandang ketercobaan itu lebih penting daripada pengguna yang lebih lambat (Gross, 1942; Ryan, 1948). Waktu yang diperlukan para laggard (yang terlambat mengadopsi) untuk pindah dari percobaan awal sampai penggunaan inovasi secara penuh lebih singkat daripada para inovator dan pemuka. Orang-orang yang lebih inovatif tidak mempunyai preseden yang akan mereka ikuti ketika mereka mengadopsi, sementara para pengguna yang belakangan dikelilingi oleh teman-teman yang telah mengadopsi inovasi itu. Teman-teman ini dapat bertindak sebagai percobaan psikologis dan seolah-olah para pengguna yang lebih akhir itu perlu mengalami sendiri. Karena itu, mereka merasa tidak perlu mencoba sendiri suatu ide baru. KETERAMATAN Keteramatan adalah sejauh mana hasil suatu inovasi terlihat oleh orang lain. Ada ide-ide baru yang hasilnya mudah dilihat atau dikomunikasikan kepada orang lain. Kami mengajukan rampatan 6-5: keteramatan suatu inovasi, menurut pandangan anggota suatu sistem sosial, berhubungan positif dengan kecepatan adopsinya. Kebanyakan inovasi yang dikaji dalam penelitian difusi adalah ide-ide teknologis. Teknologi adalah suatu rancangan untuk tindakan instrumental yang mengurangi ketakpastian mengenai hubungan sebab-akibat yang berkaitan dengan pencapaian suatu hasil yang diharapkan. Suatu teknologi punya dua komponen: (1) aspek perangkat keras yang terdiri dari alat-alat yang membentuk teknologi itu sebagai obyek material atau fisik, dan (2) aspek perangkat lunak yang terdiri dari informasi mengenai peralatan itu. Suatu contoh, yang dikutip pada Bab 1, adalah komputer: perangkat kerasnya adalah mesin komputer, sedangkan perangkat lunaknya asalah programnya. Biasanya komponen software suatu inovasi teknologis tidak begitu nampak, maka inovasi yang aspek softwarenya lebih dominan kurang memiliki sifat keteramatan, biasanya kecepatan adopsinya relatif lebih lambat. MENJELASKAN KECEPATAN ADOPSI Kecepatan adopsi adalah kecepatan relatif pengadopsian suatu inovasi oleh suatu sistem sosial. Pada umumnya ini diukur dengan jumlah individu yang mengadopsi ide baru itu dalam suatu periode tertentu. Maka kecepatan adopsi merupakan suatu petunjuk numerik kecuraman kurva adopsi suatu inovasi. Di awal bab ini telah kami kemukakan bahwa salah satu variabel penting dalam menjelaskan kecepatan adopsi suatu inovasi adalah sifat-sifat tampaknya. Tabel 6-1 menunjukkan bahwa 49% - 87% varian dalam kecepatan adopsi dijelaskan dengan lima sifat (keuntungan relatif, kompabilitas, kompleksitas, triabilitas dan observabilitas). Selain sifat-sifat tampak suatu inovasi itu, variabel lainnya seperti (1) tipe keputusan inovasi, (2) sifat saluran komunikasi yang menyalurkan inovasi pada berbagai tahap proses oleh agen pembaru dalam menyebarkan inovasi, (3) sifat sistem sosial, dan (4) gencarnya usaha promosi oleh agen pembaru dalam menyebarkan inovasi, juga mempengaruhi kecepatan adopsi suatu inovasi (gambar 61).

Tipe keputusan inovasi berhubungan dengan kecepatan adopsi. Kita umumnya berharap bahwa inovasi-inovasi yang memerlukan keputusan inovasi opsional individual akan diadopsi lebih cepat daripada jika suatu inovasi diadopsi oleh organisasi (Bab 10). Semakin banyak orang yang terlibat dalam pembuatan keputusan-inovasi, semakin lambat kecepatan adopsinya. Jika demikian halnya, salah satu jalan untuk mempercepat kecepatan adopsi adalah dengan berusaha mengubah/mengganti unit keputusan sedemikian rupa sehingga lebih sedikit orang yang terlibat. Misalnya, dijumpai di AS bahwa keputusan untuk mengadopsi floridasi air PAM dibuat oleh walikota atau Bupati, kecepatan adopsi lebih cepat daripada ketika keputusan itu dibuat secara kolektif atau melalui referendum.

VARIABEL PENENTU KECEPATAN ADOPSI


1. Persepsi ttg Sifat-sifat Inovasi a. Keuntungan relatif b. Kesesuaian c. Kerumitan d. Ketercobaan e. Keteramatan 2. Tipe Keputusan Inovasi a. Opsional b. Kolektif c. Otoritas 3. Saluran Komunikasi yang digunakan dalam setiap tahap proses keputusaninovasi (media massa atau antarpribadi) 4. Sifat Sistem Sosial (normanya, keguyubannya, dsb) 5. Gencarnya Usaha Agen Pembaru dalam Mempromosikan inovasi

VARIABEL BERGANTUNG YANG DIJELASKAN

KECEPATAN ADOPSI INOVASI

GAMBAR 6-1. kecepatan adopsi.

Paradigma

variabel-variabel

yang

menentukan

Saluran komunikasi yang dipergunakan untuk menyebarkan suatu inovasi juga berpengaruh terhadap kecepatan adopsi inovasi. Misalnya bila saluran antar pribadi harus dipergunakan untuk menciptakan kesadaran-pengetahuan, seperti sering terjadi pada pengguna akhir, kecepatan adopsi akan lebih lambat. Hubungan antara saluran komunikasi dengan kecepatan adopsi bahkan lebih rumit daripada yang terpampang pada gambar 6-1. Sifat-sifat inovasi dan saluran komunikasi mungkin berinteraksi untuk menghasilkan kecepatan adopsi yang lebih cepat atau lebih lambat. Misalnya, Petrini et al (1968) menemukan perbedaan dalam penggunaan saluran komunikasi berdasarkan kesesuaian inovasi-inovasi di kalangan petani Swedia. Media massa, seperti majalah pertanian, cukup memuaskan inovasi yang tidak begitu kompleks, tetapi kontak pribadi dengan agen pembaru (penyuluh) lebih penting bagi inovasi-inovasi yang oleh para petani dipandang lebih rumpil. Bila digunakan saluran yang tidak tepat, misalnya media massa untuk inovasi yang rumit, hasilnya adalah kecepatan adopsi lebih lambat.

Pertimbangan yang lain lagi adalah (lihat gambar 6-1): sifat sistem sosial, khususnya norma-norma sistem itu dan sejauh mana struktur jaringan komunikasi menunjukkan tingkat saling keterkaitan yang tinggi, seperti yang akan kita bahas pada bagian berikut mengenai efek difusi. Yang terakhir, seperti terpampang pada gambar 6-1, kecepatan adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh gencarnya usaha promosi oleh agen pembaru betapapun biasanya tidak langsung dan linier. Ada upah yang lebih besar daripada banyaknya aktivitas agen pembaru pada tahap-tahap tertentu dalam suatu penyebaran inovasi. Stone (1952) dan Petrini (1966) menunjukkan bahwa respon terbesar terhadap usaha agen pembaru terjadi ketika pemuka pendapat sedang mengadopsi, yang biasanya terjadi kira-kira 3-16 persen pengadopsian dari seluruh anggota sistem sosial. Sampai sekarang, sangat sedikit penelitian difusi yang dirancang untuk menentukan sumbangan relatif masing-masing kelima jenis variabel itu. EFEK DIFUSI Tidak hanya usaha agen pembaru yang punya efek berbeda pada titik yang berbeda dalam urutan kecepatan adopsi suatu inovasi, tetapi tekanan-tekanan sistem terhadap pengadopsian juga berubah begitu proporsi anggota sistem yang mengadopsi meningkat. Kami menyebut peningkatan tekanan jaringan antar pribadi ini sebagai efek difusi (diffusion effect). Efek difusi adalah peningkatan kumulatif kekuatan pengaruh terhadap seseorang untuk mengadopsi inovasi atau menolak suatu inovasi dikarenakan pergerakan jaringan kawan-sebaya berkenaan dengan inovasi dalam suatu sistem sosial. Misalnya, ketika hanya 5 persen orang dalam suatu sistem sosial yang mengetahui suatu ide baru, tingkat pengaruh terhadap seseorang untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi itu sangat berbeda ketika 95% anggota sistem itu telah mengadopsi. Dengan kata lain, norma-norma sistem mengenai inovasi itu berubah seiring dengan berjalannya waktu, ketika proses difusi itu berlangsung, dan ide baru itu sedikit demi sedikit menyatu dengan arus kehidupan sistem itu. Lingkungan komunikasi sistem itu berkenaan dengan inovasi iti berubah begitu jumlah orang yang mengadopsi bertambah. Ada antar hubungan yang kompleks tetapi penting antara menyebarnya pengetahuan me-ngenai suatu inovasi di dalam suatu sistem dan kecepatan adopsinya. Dalam satu hal, tingkat pengetahuan pada suatu waktu tertentu merupakan indikasi keseluruhan informasi mengenai inovasi yang ada pada rata-rata orang di dalam sistem itu. Bila level informasi seperti itu (bergabung dengan pengaruh jaring-an) sangat rendah, pengadopsian inovasi tidak mungkin bagi setiap orang. Bila level informasi penilaian inovasi meningkat melampaui ambang batas tertentu, pengadopsian sangat mungkin terjadi tekanan-tekanan jaringan sosial terhadap adopsi meningkat. Hubungan ini positif tetapi tidak linier dan langsung. Begitu tingkat pengetahuan-kesadaran tentang inovasi meningkat sampai 2-30 persen, sangat sedikit terjadi adopsi. Kemudian, begitu titik ambang ini terlampaui setiap tambahan persentase pengetahuan-kesadaran dalam sistem itu biasanya disosiasikan dengan beberapa persentase yang meningkat dalam kecepatan adopsi. Efek difusi berarti bahwa sampai orang memiliki suatu level pengetahuan tertentu dan pengaruh teman sebayanya dalam sistem sosial itu berada pada level minimum, dia tidak mungkin mengadopsi. Tetapi begitu ambang ini terlampaui (titik ambang yang pasti untuk setiap inovasi dan setiap sistem adalah berbeda), pengadopsian ide itu selanjutnya ditingkatkan oleh setiap masukan tambahan pengetahuan dan pengaruh terhadap lingkungan komunikasi sistem. Suatu ambang agaknya terjadi sekitar titik dimana para pemuka pendapat dalam suatu sistem mulai berkenan terhadap inovasi.

Suatu penyelidikan kecepatan adopsi lima inovasi makanan di kalangan 1.028 ibu rumah tangga di lima desa Guatemala memberi beberapa bukti lebih lanjut tentang pentingnya efek difusi dalam menjelaskan kecepatan adopsi (Mendez, 1968). Semakin cepat kecepatan adopsi diketemukan pada desa-desa yang sangat padu dimana lebih banyak dari mereka yang terjangkau oleh jaringan-jaringan antarpribadi. Bukti yang mendukung diberikan oleh Guy Mares (1968), Yadav (1967), Coughenour (1964), dan Colleman et al (1966). Di semua kasus tampak bahwa sistemsistem sosial yang anggotanya lebih erat dikaitkan jejaring komunikasi (guyub), punya efek difusi yang lebih kuat dan suatu kecepatan adopsi inovasi yang lebih cepat. Kami menyimpulkan pembahasan ini dalam rampatan 6-6: tingkat saling keterkaitan dalam suatu sistem sosial berhubungan positif dengan kecepatan adopsi inovasi. Di seluruh buku ini, kita melihat betapa penilaian subyektif terhadap suatu inovasi menggerakkan proses difusi, melalui jaring-jaring antar pribadi. ADOPSI BERLEBIH (OVERADOPTION) Overadopsi adalah pengadopsian inovasi oleh seseorang ketika para ahli menganggap bahwa sebetulnya dia seharusnya menolak. Ada beberapa kemungkinan alasan overadopsi, termasuk tidak lengkapnya pengetahuan si pengguna tentang inovasi itu, ketidak-mampuan memperkirakan akibat-akibat penggunaannya, atau aspek-aspek yang menyangkut status dari ide baru. Yang umum adalah bahwa ada orang-orang tertentu punya semacam kegemaran untuk sesuatu yang baru (maniak inovasi) sehingga sepintas mereka tampak sebagai pelahap perubahan. Seringkali sulit menentukan apakah seseorang harus mengadopsi suatu inovasi atau tidak. Rasionalitas, yang diartikan sebagai penggunaan cara-cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan, tidak gampang diukur. Klasifikasi kadang-kadang dapat dibuat oleh para ahli mengenai inovasi yang sedang dikaji. Dalam satu hal, kebanyakan orang memandang dirinya/tindakannya rasional. Karena ketiadaan pengetahuan atau kekurangtepatan persepsi, penilaian seseorang tentang suatu inovasi mungkin tidak sesuai dengan penilaian para pakar. Perhatian utama kami adalah pada rasional obyektif pada kasus yang ada, dan bukan pada rasional subyektif seseorang (yang mengadopsi inovasi).
CAT SCANNER: TEKNOLOGI YANG MENYEBAR LIAR Ilustrasi yang banyak diketahui adalah CAT (computerized axial tomography) scanner. Teknologi ini dibuat berdasar prinsip sinar-x, yang tidak bisa menembus benda padat (misalnya tulang), sehingga meninggalkan bayangan gelap pada potret sinar-x. CAT scanner dibuat berdasar prinsip ini dengan menunjukkan banyaknya energi yang diserap oleh suatu obyek dari berbagai sudut, kemudian informasi ini diproses dalam suatu komputer, dan ditayangkan di layar monitor. CAT scanner merupakan pengembangan penting dari sinar-x, dan penemunya mendapat hadiah nobel di bidang fisiologi dan kesehatan. Teknologi ini mahal; setiap CAT scanner harganya lebih dari satu juta dolar, dan setiap orang yang diperiksa dengan alat ini harus membayar 450-500 dolar AS jika di rumah sakit swasta dan kira-kira separonya bila di klinik pemerintah. Banta (1980) dan Shell (1981) memperkirakan kecepatan adopsi CAT scanner di Amerika Serikat sbb Tahun 1973 1974 Jumlah CAT scanner 6 45

1975 1976 1977 1978 1979 1980

202 475 901 1.042 1.248 1.471

Cepatnya penyebaran, tingginya biaya peralatan itu, dan keprihatinan bahwa CAT scanner itu mungkin dipergunakan berlebihan, membawa pada beberapa penilaian terhadap inovasi ini oleh beberapa lembaga federal. Misalnya the congressional office of technology assessment (OTA) menyimpulkan: Pengembangan dan peyebaran CAT scanner terjadi tanpa bukti yang rinci dan resmi mengenai keamanan dan kemanjurannya (Shell, 1981). Lebih lanjut, David banta (1980) direktur program kesehatan otak, mengemukakan bahwa kebijaksanaan federal yang dirancang untuk memperlambat difusi atau untuk menjamin penempatan yang optimal atau penggunaan scanner itu secara bijaksana belum menunjukkan akibat yang dapat dilihat. Banta menunjukkan bahwa jumlah yang tidak proporsional dari CAT scanner diketemukan di daerah-daerah makmur seperti Beverly Hills, kota New York bagian paling utara, dan west palm beach, sedangkan di daerah-daerah pedesaan dan daerah miskin tidak terlayani CAT scanner (Banta, 1980). Beberapa rumah sakit mungkin mengadopsi scanner untuk meningkatkan status mereka (Shell,1981). Bagian yang baik dari tingginya biaya CAT scanner dapat diperoleh pengguna setempat dari lembaga kesehatan pemerintah federal, melalui pembayaran kembali uang dari ongkos yang dikeluarkan pasien. Sayangnya, salah satu efek inovasi kesehatan seperti CAT scanner itu adalah bahwa alatalat itu dapat menaikkan biaya pemeliharaan kesehatan masyarakat Amerika Serikat. Beberapa orang yang mengkritik bahwa CAT scanner itu tidak dievaluasi sebagaimana mestinya oleh pemerintah AS pada awal penyebarannya. Lebih lanjut, kebijakan-kebijakan federal yang dirancang untuk mengerem laju adopsi dan menjamin penyebaran peralatan itu secara proporsional dan ini belum efektif (Banta, 1980). Namun demikian pada konferensi mengenai CAT scanner yang disponsori badan kesehatan nasional menyimpulkan bahwa beberapa rumah sakit di kota-kota besar tetap tidak punya CAT scanner. Betapapu, pertemuan ini merisaukan kemungkinan penggunaan CAT scanner secara berlebihan dengan anak-anak kecil berulangkali diberi radiasi rendah yang memungkinkan si anak mengalami akibat yang berbahaya. Ringkasnya, Banta (1980) mengklaim kasus overadopsi ini merupakan contoh masalah teknologi yang bergerak liar. Seperti telah kita lihat, kasus ini jauh lebih rumpil, dengan distribusi CAT scanner sebanyak masalah overadopsinya.

Gagasan overadopsi mengandung arti bahwa salah satu tugas agen pembaru adalah mencegah terjadinya berlebihan pengadopsian inovasi, sebagaimana halnya ia berusaha mempercepat proses difusi. Di banyak bidang, overadopsi merupakan masalah penting. Kami seringkali menyebut pengadopsian gudang tertutup harverstone oleh para petani Amerika, suatu inovasi yang tidak dianjurkan oleh pakar pertanian. Di bidang kesehatan, terkadang diberli peralatan mahal yang penggunaannya tidak dapat dibenarkan. Misalnya Scannel dkk (1971) menunjukkan bahwa setidaknya ada sebanyak dua kali pembedahan jantung terbuka (open heart surgery) dari kebutuhan di Amerika Serikat. Akibatnya, banyak tim dokter-bedah yang kurang pengalaman melakukan operasi (dengan menggunakan alat baru itu) sehingga punya keterampilan yang memadai. RINGKASAN

Bab ini membahas lima ciri yang melekat pada suatu inovasi, dan menunjukkan bahwa persepsi seseorang terhadap sifat-sifat ini merupakan prediksi terhadap kecepatan adopsinya. Kami menekankan bahwa persepsi pengguna terhadap sifat-sifat inovasi inilah yang mempengaruhi kecepatan adopsi (Tabel 6-2). Keuntungan relatif adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap lebih baik daripada gagasan yang mendahuluinya. Keuntungan relatif suatu inovasi, menurut pandangan anggota suatu sistem sosial, berhubungan positif dengan kecepatan adopsinya. (rampatan 6-1) Kesesuaian adalah sejauh mana suatu inovasi dipandang konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan calon pengguna. Kesesuaian suatu inovasi, menurut pandangan anggota suatu sistem sosial, berhubungan positif dengan kecepatan adopsinya. (Rampatan 6-2) Kerumitan adalah sejauh mana suatu inovasi dipandang oleh para anggota suatu sistem sosial sebagai relatif sulit dimengerti dan digunakan. Kerumitan suatu inovasi, menurut pandangan anggota sistem sosial, berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya. (Rampatan 6-3) Ketercobaan adalah sejauh mana suatu inovasi dapat dicoba dalam skala kecil. Ketercobaan suatu inovasi, menurut pandangan anggota sistem sosial, berhubungan positif dengan kecepatan adopsinya. (Rampatan 6-4). Keteramatan adalah sejauh mana akibat-akibat penggunaan suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Keteramatan suatu inovasi, menurut pandangan anggota suatu sistem sosial, berhubungan positif dengan kecepatan adopsinya. Tingkat adopsi adalah kecepatan relatif pengadopsian suatu inovasi oleh para anggota suatu sistem sosial. Disamping sifat-sifat tampak suatu inovasi, variabelvariabel lain yang berpengaruh terhadap kecepatan adopsinya adalah (1) tipe keputusan inovasi yang digunakan, (2) saluran-saluran komunikasi yang menyebarkan inovasi pada berbagai tahap proses keputusan inovasi, (3) sifat sistem sosial, dan (4) gencarnya usaha agen pembaru dalam menyebarkan inovasi. Tabel 6-2. Ringkasan bukti Penelitian Mendukung dan Tidak Mendukung Rampatan tentang kecepatan Adopsi
JML KAJIAN YG TDK MENDU KUNG 29 JML KAJIAN YG MENDU KUNG 14

NO

BUNYI RAMPATAN

61 62 63 64 6-

Keuntungan relatif suatu inovasi, menurut pandangan anggota suatu sistem sosial, berhubungan positif dengan kecepatan adopsinya. Kesesuaian suatu inovasi, menurut pandangan anggota suatu sistem sosial, berhubungan positif dengan kecepatan adopsinya Kerumitan suatu inovasi, menurut pandangan anggota sistem sosial, berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya Ketercobaan suatu inovasi, menurut pandangan anggota sistem sosial, berhubungan positif dengan kecepatan adopsinya Keteramatan suatu inovasi, menurut

67

18

67

56

9 7

4 2

69 78

5 66

pandangan anggota suatu sistem sosial, berhubungan positif dengan kecepatan adopsinya Tingkat keguyuban suatu sistem sosial berhubungan positif dengan kecepatan adopsi inovasi

100

Efek difusi adalah pertambahan kumulatif tingkat pengaruh terhadap individu untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi, sebagai akibat dari pergerakan jaringan pertemanan sebaya mengenai suatu inovasi dalam suatu sistem sosial. Begitu tingkat kesadaran-pengetahuan mencapai sekitar 20-30 persen, kecepatan adopsi sangat rendah, tetapi begitu ambang batas ini terlampaui, pertambahan lebih lanjut pengetahuan-kesadaran ini membawa pada peningkatan adopsi. Efek difusi lebih besar terjadi pada suatu sistem sosial yang lebih tinggi tingkat keguyubannya (guyub adalah sejauh mana bagian-bagian dlam sistem sosial terkaitkan oleh jaringjaring hubungan antar pribadi). Tingkat keguyuban dalam suatu sistem sosial berhubungan positif dengan kecepatan adopsi inovasi (rampatan 6-6). Overadopsi adalah pengadopsian suatu inovasi oleh seseorang padahal para pakar menganggap inovasi itu seharusnya ditolak.

Anda mungkin juga menyukai