Anda di halaman 1dari 10

aku seorang guru muda berumur 25 tahun yang cukup beruntung dapat mengajar di-se kolah dasar swasta

favorit walaupun ditempatkan dicabangnya yang di Sektor IX Bi ntaro Jaya. Bisa dikatakan aku seorang guru yang baik, menurut para orang tua murid yang men yekolahkan anak mereka di sekolah tempat aku mengajar. Kepala Sekolah dan bebera pa guru yang lebih senior sering mengakui kepandaianku dalam memberikan pelajara n. Oleh karena itu beberapa orang tua murid meminta aku untuk memberi tambahan p elajaran untuk anak mereka secara pribadi di rumah mereka. Tawaran itu sepanjang memang waktunya tersedia aku layani, lumayan untuk pendapatan tambahan. Krbijak an di-Sekolah memang membolehkan guru untuk memberi les untuk murid dari kelas y ang diajar oleh guru lain. Dalam banyak rumah yang aku kunjungi, aku paling suka pergi ke rumah Jessica, se orang murid yang tinggal di-Sektor IX Bintaro Jaya juga, kira-kira 2 km dari tem pat kost-ku di-daerah perigi. Dia murid kelas 2 dan seperti kebanyakan murid-murid di-sekolahku lainny a ia juga keturunan Cina. Bila giliran aku ke rumahnya (dua kali seminggu), aku cukup bersemangat, karena ibunya seorang wa nita cantik. Aku memanggilnya Ibu Linda. Umurnya awal 30-an dan dia tidak bekerj a. Suaminya seorang arsitek yang karirnya cukup sukses diperusahaan swasta group Sinar Mas. Saat aku mengajar anaknya, dia tidak menunggui tetapi akan masuk ke kamar atau sibuk di dapur. Memang aku kurang suka ditunggui ketika sedang mengaj ar, bisa mengganggu konsentrasi. Lebih kurang 15 menit sebelum les selesai, ibu Linda biasanya akan keluar duduk di sofa. Setelah selesai les, Jessica akan masu k ke kamar dan menyambung belajar, sementara aku ngobrol dengan ibu Linda. Dari situlah aku tahu sedikit tentang latar belakangnya. Sebagai informasi, aku memberi les dirumahnya waktu malam, pukul 8.00 hingga 9.3 0. Kadangkala suaminya ada, kalau dia pulang cepat. Hubungan aku dengan mereka b isa dikatakan baik. Mereka suami isteri yang menyenangkan. Saat imlek, aku diber inya angpau. Salah satu sebab aku menyenangi mereka adalah untuk membiasakan Jes sica mereka menggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi sehari-hari dan a ku bisa ikut latihan berbahasa Inggris bersama mereka walaupun kadang-kadang mas ih campur dengan bahasa Indonesia. Ibu Linda sewaktu dirumah gemar memakai celana pendek dan T-Shirt saja. Ini memb uatkan bentuk tubuhnya yang montok itu terpampang. Aku kadangkala mencuri pandan g keelokan wajah dan tubuhnya itu, hingga kemaluanku menegang. Aku sering membay angkan untuk dapat bercinta dengannya. Rambutnya yang panjang dan lurus, kulitnya yang putih, mulus dan bersih, dan tubuhnya yang mont ok serta pinggangnya yang ramping itu membuat aku kadang-kadang gelisah kalau du duk berdekatan dengannya. Itulah sebabnya, dibanding dengan murid-murid les lain nya, aku paling semangat memberi les ke-Jessica karena berarti juga bertemu deng an Ibu Linda. Walaupun ia telah mempunyai seorang anak yang berusia 8 tahun, bad annya sangat terawat, bak perawan. Ibu Linda sangat pandai menjaga tubuhnya. Pernah Ibu Linda memakai celana yang sangat pendek dan T-Shirt ketat yang menamp akkan perut dan pusarnya. Saat itu aku betul-betul terangsang, sulit konsentrasi mengajar sebab mata mencuri-curi melirik ke arah tubuhnya. Pulang ketempat kos, aku langsung ber-onani ria sambil membayangkan bersetubuh dengannya. Hari berganti hari, tanpa terasa sudah hampir 9 bulan aku mengajar anaknya. Hasi l yang diperoleh memang baik, karena ia mendapat ranking 3 besar dikelasnya. Aku jelas bangga. Ibu Linda juga bangga dan mengucapkan terima kasih kepadaku. Suam inya yang cukup ramah itu jika ketemu selalu mengajak diskusi mengenai beberapa hal tetapi terutama yang berkaitan dengan pekerjaannya sebagai arsitek atau proy ek perumahan dimana dia terlibat. Aku layani saja, walau hanya sedikit tahu meng enai itu. Sebagai guru, cukup wajar kaalu aku pandai bicara. Setelah selesai evaluasi hasil belajar semester II, aku tetap diminta untuk memb eri les anak mereka lagi sampai liburan sekolah, katanya untuk persiapan tahun d epan. Aku setuju saja. Maka, mengajarlah aku sampai tiba libur kenaikan kelas. Minggu ini minggu terakhir, setelah itu akan segera libur panjang. Malam itu sep erti biasa aku pergi ke rumah mereka buat memberi les terakhir sebelum libur. Su aminya kebetulan ada. Habis mengajar, seperti biasa aku diberi sekedar makanan k ecil dan minuman pelepas dahaga. Ibu Linda dan juga suaminya menemaniku duduk be

rsama ngobrol. "Pak Anton" sapa suami Ibu Linda memulai perbicaraan. "Ya" jawabku ringkas sambi l menantikan kata-katanya. "Minggu depan saya mesti pergi ke-Balikpapan. Ngurusin proyek" sambungnya. "Wah, baguslah" jawabku. "But the problem is, I must go there one week" "Then, What the problem you got" jawabku. "Nobody will be here to take care of my family and as you know we don't have pem bantu rumah tangga, rasanya nggok tega ninggalin Jessica dan mamanya hanya berdu a terutama di-malam hari" "You can call your saudara" "I did, but they cannot help. They have a lot of work to do" balasnya dengan waj ah yang agak kesal. "I hope you can help me" sambungnya. "Tolong !!" aku terkejut dengan permintaan itu. "How" "stay here at night" "Haaa !!!" tersentak aku dengan permintaannya. "But next week libur, Saya punya rencana pulang kampung" "Just one week, please" "Pak Anton, you cuma datang malam, sleep here. I got room for you. Then pagi, yo u can go anywhere you want" Ibu Linda menyambung setelah lama diam membiarkan su aminya saja yang berbicara. "You know, Saya tak ada orang lain yang bisa Saya harap. This area is not good, a lot of empty houses around here and we practically don't have a neighbor. It's must be a man in the house at night. Nanti kalau saya pergi, tinggal my wife an d my daughter only" "Plese Pak Anton, please think about it" sambung Ibu Linda saat melihat aku hany a diam. "I'll pay you" kata suaminya. "It's not about money" balasku. "Then ?" "When will you go?" tanya aku. "This Sunday, and I'll be home next Saturday" jawabnya penuh ceria. Mungkin mengira aku sudah setuju. Aku pikir-pikir ini bukan ide yang buruk, aku akan mendapat uang yang lumayan disamping itu inilah peluang emas agar aku dapat lebih dekat dengan ibu Linda. "O.K.lah" sambungku. "But just one week" "O.K...O.K...." balas mereka serentak dengan senyuman. "Thanks" sambung Ibu Linda sambil tersenyum ke arahku. Aku tenang saja sambil meneguk air yang disuguhkan. "This Sunday night saya datang" kataku sambil berdiri hendak pulang. "O.K. I will prepare your room" balas Ibu Linda sambil mengikuti aku ke muka pin tu. "saya pulang dulu" "Thanks Pak Anton" suaminya berkata sambil berjabat tangan denganku. "Thank you very much" Aku pun pulang ke rumah. Malam itu, aku kewartel dan telpon kampung, aku bilang ada perubahan rencana aku akan kursus dulu selama seminggu sehingga acara pulang kampung sedikit tertunda. Hari ini hari Jumat, hari terakhir sekolah. Lusa aku akan ke rumah Ibu Linda men emani Ibu Linda dan Jessica. Kawan-kawan sekostkupun yang kebetulan juga guru di sekolah yang sama, sudah pulang ke kampung halaman masing-masing. Tinggal aku s eorang diri, cukup membosankan. Minggu malam aku akan tidur di rumah Ibu Linda. Aku memikirkan rencana yang tida k-tidak seperti untuk mengintip Ibu Linda mandi, atau mengintip saat Ibu Linda tidur. Inilah kesempatanku untuk menatap tubuhnya yang seksi itu sepuasnya. Kalau saat aku men gajar, aku kurang berkesempatan, kalau aku tidur di sana, aku tidak akan menyianyia-kan ini. Aku sangat berharap dapat mengintip Ibu Linda mandi, atau paling t idak dapat melihatnya keluar dari kamar mandi dengan hanya menutup badannya dengan handuk...... Membayangkan itu, aku tidur dalam keadaan ngaceng berat malam

itu........ Minggu malam, jam menunjukkan pukul 10.30 malam, aku tiba di perkarangan rumah I bu Linda dengan motor bebekku. Suasana agak sunyi, hanya dari kejauhan anjing me nggonggong sesekali memecah kesunyian. Aku masuk, lalu aku rapatkan lagi pintu pagar itu sekaligus menggemboknya. Aku sebelumnya memang telah diberitahu untuk langsung mengunci pagar.Selesai mengunci pagar dan motor bebek, aku pun mengetuk pintu rumahnya. Diam. Tak ada jawaban, a ku ketuk lagi berulang kali, masih nggak ada suara. Hatiku mulai waswas, janganjangan ada sesuatu yang terjadi kepada mereka berdua di dalam. Aku ketuk lagi, k ali ini agak kuat. "Coming !!" aku dengar suara Ibu Linda menyahut. Kemudian, pintu pun dibuka, ku lihat Ibu Linda seperti yang aku bayang2kan yaitu hanya pakai handuk untuk menutup badannya. Tapi handuk itu kelihatannya tidak cukup untuk menutup badannya dengan sempurna. Pangkal buah da danya yang putih bersih itu tampak jelas saat dia tunduk membuka kunci. Pangkal pahanya yang mulus juga tampak dengan jelas. Aku langsung ngaceng. "Please coming" katanya. Aku pun masuk dan sewaktu melintasinya, bau harum sabun masih tercium dari tubuhnya, aku menoleh lagi ke belakang, Ibu Linda sedang men guncikan lagi pintu. Aku lihat tubuhnya dari arah belakang, wow, pantatnya yang montok dan padat itu sekali lagi membangkitkan nafsu aku. Pinggangnya yang rampi ng serta bentuk tubuhnya yang menggiurkan itu sama sekali tidak menunjukkan dia sudah punya anak. "Sorry, make you waiting" katanya sambil berlalu. "Saya mandi tadi" "It's OK" balasku. "Duduklah, Saya mau pakai baju dulu" sambungnya sambil menuju ke tingkat atas. M ataku tidak lepas dari tubuh seksi itu sampai hilang dari pandangan. Aku pun duduk di sofa, sambil membalik-balik majal ah yang ada di situ. Tak lama kemudian, Ibu Linda pun turun, lalu terus ke dapur. Dia kembali ke ruang tamu dengan dua gelas air sirop di tangannya. Ibu Linda men genakan pakaian tidur warna pink yang agak transparan, hingga menampakkan bayang an celana dalam dan bhnya. Sesaat dia tunduk meletakkan air atas meja, aku sempa t mengerling ke arah buah dadanya, kelihatan pangkal buah dadanya yang dibaluti bh berwarna hijau muda. Sekali lagi, kemaluan aku mengeras. "silahkan minum" katanya sambil duduk berhadapan dengan aku. "Thanks" aku menjawab sambil mengambil air sirop yang terhidang itu. "Thanks, because you bersedia datang" Ibu Linda membuka pembicaraan. "Mana Jessica" tanyaku karena anak tunggal itu dari tadi tidak kelihatan. "Ohh.... dia sudah tidur" "Jam segini sudah tidur ?" "Memang dia tidur awal, pukul 10.00 pasti saya suruh dia untuk tidur" "Oooo .... like that" Kami terus ngobrol, dari situlah aku tahu serba sedikit tentang keluarga ini. Sewaktu ngobrol, aku tidak bosan-bosannya melihat keayuan wajahnya, matanya tak sesipit orang Cina lainnya. Kulitnya putih dengan rambut i kal mayang, tambah pula dengan bentuk tubuhnya yang ramping dan dadanya yang mon tok itu membuatkan aku ingin segera memeluknya. Wangian tubuhnya memenuhi ruang tamu yang agak dingin itu. "How old are you" tanyanya setelah sekian lama. "25", jawabku singkat. "Sudah ada rencana menikah?" "belum" "Jangan tunggu lama lama" "Lelaki terlambat sedikit nggak masalah" "Hmmm ...." Aku terus diam, belum menemukan bahan pembicaraan lain. Dia pun begitu. Aku baca majalah sambil sesekali ekor mata menelusuri tubuhnya. "Let me show you your room", katanya sambil berdiri dan berjalan ke tingkat atas . Aku pun ikut seperti kerbau dicocok hidung. Dari belakang, aku memerhatikan lenggok pantatnya menaiki tangga. Rasanya mau ak u remas pantat itu, tapi apa daya takut dikira kurang ajar. Di tingkat atas, ter

dapat tiga kamar. Kamar depan, master room, kamar Ibu Linda dan suaminya. Kamar tengah, Jessica. "Here's your room" katanya sambil membukakan pintu kamar belakang. Sedikit kecil , dengan kasur dan lemari yang tersusun rapi. "I hope you like it" "Yes, thank you" balasku. "Saya mau tidur dulu, kalau Pak Anton mau lihat TV, you know how to do it. DVD p un ada. Make yourself at home" jelasnya sambil meninggalkan aku. "OK thanks, Saya memang suka tidur telat" balasku. Dia masuk ke kamarnya, aku turun lagi ke ruang tamu menonton TV. Sambil aku memb alik-balik majalah yang ada di situ. Mata semakin mengantuk, kulihat jam menunjukkan pukul 2.30 pagi. Aku matikan TV lalu ke tingkat atas. Saat melintasi kamar Ibu Linda, aku dapati pintunya tidak bertutup rapat. Timbul niat di hati ku untuk melihat dia tidur. Pelan-lahan aku buka pintu, lalu masuk ke dalam kamarnya. Ibu Linda sedang tidur nyenyak, me nghadap ke arahku. Aku menatap ke seluruh tubuhnya yang sedang nyenyak tidur itu. Dasternya tersing kap sedikit,pangkal pahanya yang mulus terpampang dengan jelas. Dadanya naik tur un menghembus udara, bhnya sudah dicopot. Aku tatap sepuasnya, sambil mengusap k emaluan. Aku dekatkan mukaku ke arah wajahnya, wangian kulit dan rambutnya membu at aku terasa hendak mencium pipi yang mulus itu. Agak lama aku buat begitu, ras anya aku mau terkam saja wanita Cina itu. Tapi timbul kesadaranku, waktu masih b anyak. Kalau terlalu terburu-buru, takut justru rencana berantakan. Kemudian, ak u keluar lalu menutup pintu kamarnya. Aku masuk ke kamar lalu tidur, sebelum tid ur aku sempat membayangkan pemandangan tadi....... Sedang aku dibuai mimpi, pintu kamarku diketuk. Kedengaran suara Ibu Linda menyu ruh aku bangun, rupa-rupa sudah pagi. Aku bangun, cuci muka dan turun. Kelihatan Ibu Linda menunggu aku dengan dua cangkir teh di atas meja. Dia masih berpakaia n tidur. Aku minum lalu meminta diri untuk pulang. Di rumah aku teruskan tidurku. Malam kedua. Seperti biasa, aku tutup dan kunci pagar rumahnya. Saat pintu dibuk a, Ibu Linda sudah berpakaian tidur sejenis daster, tetapi masih harum bau parfu mnya. Setelah itu, aku dipersilakan minum sambil kami ngobrol ngalor ngidul sehi ngga mata mengantuk. Aku sempat bertanya mengapa saudaranya enggan menemani mereka. Ibu Linda menjela skan bahwa mereka terlalu sibuk dengan urusan dan saudara dari fihak suami tidak begitu menyukainya. Aku hanya menganggukkan kepala saja tanpa ingin mengetahui lebih lanjut. "Pak Anton, Saya mau tidur dulu" katanya sambil melihat jam dinding yang menunju kkan pukul 11.30 malam. "OK" balas ku ringkas. Ibu Linda berlalu meninggalkan aku sendirian di ruang tamu. Aku memerhatikan lenggak-lenggok pinggulnya yang mengairahkan itu hingga hilang dari pandangan. "Malam ini aku mau intip dia lagi, kalau bisa mau pegang sedikit", tekadku dalam hati. Aku masih di-ruang tamu nonton TV. Sendirian. Sunyi. Tiba-tiba Ibu Linda turun dan terus ke dapur. Ketika itu jam menunjukkan pukul 12.30 malam . "Mungkin haus" kata hatiku. Tak lama kemudian, Ibu Linda kembali dan terus menaiki anak tangga. Tiba-tiba ...... "Auchhhh !!!! ....... Arrrgghhhh !!!!!" terdengar jeritan Ibu Linda di tangga. Aku lari kearahnya dan dapati dia terjatuh di atas tangga sambil tangan memegang pergelangan kaki kirinya. Mukanya berkerut menahan sakit. "Why? What happened ?" tanyaku seraya duduk di hadapannya. "Saya terkilir" "Mana yang sakit?" tanyaku. Dia menunjukkan ke arah pergelangan kaki kirinya. "Let me see" balasku sambil memegang dan memijit-mijit pergelangan kaki mencari yang sakit. Dengan pengalaman saat di-Pramuka, aku tau sedikit menangani hal sep erti ini.

Aku terus memijit dan mengurut daerah pergelangan itu, sesekali dia menjerit kec il karena kesakitan. "Bisa jalan?" aku tanya. Ibu Linda tak menjawab, dia terus bangun, coba untuk berdiri. Tetapi dia terdudu k kembali. "Tak bisa" jawabnya mengerutkan muka. "Let me help you. I will take you up stairs" balasku terus berdiri. Ibu Linda setuju. Dia memegang leherku dengan tangan kirinya. Aku memapahnya nai k sambil tangan kananku melingkar pinggangnya. Aku memapahnya pelan-lahan. Saat itu, aku sempat menyentuh punggungnya dan aku tahu dia tak pakai bh. Aku teruska n langkah, tiba-tiba kakinya tergelincir lagi. Dia hampir terjatuh. Aku segera menyambut dengan melingkarkan kedua tanganku dibagia n pinggangnya. Ibu Linda juga turut bergantung di leher dan bahuku dengan kedua tangannya. Kami hampir berpelukan. Ketika itu, aku simpulkan Ibu Linda tak pakai celana dalam ju ga. "Mungkin kalau tidur dia tak pernah pakai pakaian dalam" kataku dalam hati. Aku melambatkan langkah agar dapat melingkari pinggangnya lebih lama. Dia keliha tan pasrah saja. Sampai di kamarnya, aku masuk dan tutup pintu. Aku dudukkan Ibu Linda dengan bersandarkan bantal. Kakinya kujulurkan. "Biar saya urut sedikit" kataku sambil tangan sudah ada di pergelangan kakinya. Dia hanya menggangukkan kepala. Aku terus memijit dan mengurut dengan pelan. Aku alurkan urutan dari atas ke bawah, hingga ke jari kakinya. Agak lama aku mengurut sekitar daerah sak it itu. "Masih Sakit?" "Sudah kurang sedikit" Aku terus mengurut. Aku semakin berani. Aku urut betisnya. Dia tak melarang. Ses ekali wajahnya berkerut menahan sakit. Aku teruskan mengurut, kini dasternya aku singkapkan sedikit. Kemaluan aku sudah naik. Aku lihat Ibu Linda diam saja. Aku semakin panas. Aku masukkan jari aku ke dalam dasternya. Aku mulai urut paha hi ngga ke pangkalnya. Ibu Linda hanya mendesis kegelian. Tak nampak tanda protes d i wajahnya. Kini, aku bukan mengurut, tapi meraba dan mengelus. Aku terus raba d an usap pahanya hingga ke pangkal, sekaligus kedua-duanya. Matanya kelihatan ter pejam, sesekali mendesis mengerang dengan manja. Aku meraba semaunya, kesempatan semacam ini jarang terjadi. "Pinter ngurut juga ya" sapanya sambil tersenyum. Aku terkejut, bersamaan dengan itu, aku melepaskan tanganku dari pahanya. "Tolong pijit bahu dong" pintanya. Lega hatiku. Aku pikir dia mau marah, rupa-ru panya mau aku pijit badannya. Ibu Linda bangun duduk dan membelakangi aku. Aku letakkan kedua tapak tanganku di bahunya, aku pijit lembut. Aku pijit dan ur ut sekitar bahunya dengan pelan. Sesekali aku pijit pangkal lehernya hingga ke b ahu. "Mmmmm ..... mmmmm ......" suara rintihan Ibu Linda lembut kedengaran. Aku terus mengurut, hingga ke bagian punggungnya. Aku alurkan jari aku ke tengah punggungnya. Ibu Linda merintih manja. Sesekali aku arahkan tanganku ke bawah k etiaknya hingga ke pangkal buah dadanya. Setelah itu, aku urutkan lagi sekitar bahu dan lehernya. Rambutnya yang ikal itu aku belai serta lehernya aku usapkan dengan lembut. Haru m badannya menusuk hidung, membangkitkan nafsuku. "Ahhh ..... mmmmmm ...." Aku sudah ngaceng berat. Batangku aku tempelkan ketubuhnya, menusuk pantatnya. A ku tahu dia tahu, tapi tetap acuh. Aku sudah tak tahan lagi. Aku coba arahkan ta nganku ke pangkal buah dadanya melalui atas. Sambil aku memijit-mijit bahu depan nya, aku turun sedikit hingga ke pangkal buah dada. Dari atas jelas kelihatan ba yangan buah dada dalam baju tidurnya yang agak jarang itu. Aku arahkan lagi tanganku ke bahu. Kemudian turun lagi memegang buah dadanya. Se ntuh saja sedikit, aku terus arahkan kembali ke bahu. Ternyata Ibu Linda tak mel arang saat aku menyentuh buah dadanya. Aku coba lagi. Aku sentuh lagi, kali ini agak lama. Masih tidak menunjukkan respon negatif. Hanya kedengaran suara desisa n manjanya saja bila diperlakukan demikian.

Aku coba lagi. Aku pegang dan remas buah dadanya dengan lembut. Kali ini aku nek at, jari ku memilin putingnya. "Hei ! jangan begitu" larangnya, tapi suaranya tidak begitu kuat. Kelihatannya t idak sungguh-sungguh. Tapi aku terus menarik tanganku dari dalam dasternya. "You urut my whole body" pintanya sambil meniarapkan badan. Sekujur tubuh yang seksi telungkup di hadapan ku. Kemaluanku makin tegang. Denga n daster yang transparan itu, menampakkan seluruh bentuk tubuhnya yang menggiurk an. Pantatnya yang montok, pinggangnya yang ramping dengan kulitnya yang cerah m embuatkan nafsuku bangkit. Tanpa buang waktu, aku letakkan kedua tapak tanganku di bahunya. Lalu aku usap, aku urutkan ke bawah. Punggungnya kuusap dan kugosok lembut. Pinggangnya aku peg ang sepuasnya, sambil aku pijit pelan. Ibu Linda meliuk kegelian sambil mendesis lembut. Kadang-kadang tanganku liar menjalar sampai ke pantat montoknya , aku raba dan aku remas lembut, tapi Ibu Linda tidak menunjukkan tanda marah. K ali ini aku terus meremas pantatnya yang dibaluti daster, tetapi terasa kekenyal annya karena dia tak pakai celana dalam. Enak betul meremas pantat bahenol wanit a ini. Setelah agak lama aku mengurut dan meraba badannya, aku coba untuk menarik daste rnya ke bawah. Pelan-lahan sambil mengurut, aku tarik dasternya ke bawah. Tanpa perlawanan, malah Ibu Linda meluruskan tangannya untuk memudahkan daster itu dit arik. Seakan mendapat angin, aku pun menarik daster hingga ke pantat. Terpampanglah bagian punggung yang putih yang mulus itu. Sekali lagi tapak tangan aku menjalar ke seluruh punggungnya. Suara rintihan wanita Cina itu semakin terdengar. "Ahh ..... mmmm ..... mmmmm....." Aku terus meraba badannya, hingga ke pantat aku remas dengan lembut. Kadang jari -jari aku terbebas masuk ke dalam dasternya, terasa akan kemulusan dan kemontokan pantatnya saat aku begitukan. Ri ntihan dan desisan manjanya itu membuatkan aku semakin berani, aku terus tarik d asternya ke kaki pelan-lahan. Tetap tak ada perlawanan, malah pantatnya diangkat nya sedikit agar mudah bagi aku melepaskan pakaiannya. Aku aku lemparkan pakaian itu ke sisi kasur. Wah, sekujur tubuh tanpa sehelai benang kini telungkup di hadapanku. Jelas kelihatan bentuk t ubuhnya yang bohai yang telah lama aku impikan itu. Aku lihat mata Ibu Linda ter pejam, mungkin menanti tindakan berikuttnya dariku. Badannya yang mulus itu aku raba dan urut dengan pelan atas ke bawah hingga mele wati pinggangnya. Pantatnya yang tidak dibaluti pakaian itu aku remas dengan lem but. Aku pijit-pijit, aku remas-remas ke seluruh tubuh yang telanjang itu. Kemaluanku sudah keras sekali. Aku tak tahan lagi, aku terus buka baju. Sambil aku meraba dan menggosok seluruh tubuhnya, aku coba mendekatka n mulutku ke badannya, aku dapat menghirup harum tubuhnya. Pelan-lahan bibirku n empel kebadannya. Kukecup dengan lembut. Ibu Linda mendesis lembut. Aku kecup la gi, dan terus aku melarikan ciuman ke seluruh punggungnya. Kadang-kala aku jilat sedikit. Aku arahkan mulutku hingga ke pantat. Pantat itu aku cium dan aku kecup, sambil tangan meneruskan rabaan, suara rintih annya makin jelas. Saat aku hendak mencium celah pantatnya, tiba-tiba Ibu Linda bangun duduk dan menjuntaikan kakinya ke tepi kasur. Aku terpaksa bangun dan ber diri di atas karpet. Ibu Linda kini duduk menghadap aku dengan tubuh telanjang memerhatikan aku yang berdiri dihadap annya sambil mengelus kemaluan yang menegang dari luar celana training yang masi h aku pakai. Aku dapat melihat tubuhnya dari arah depan, dari buah dadanya yang besar dan padat itu, aku lihat putingnya yang menegang. Putih, halus, mulus dan bagus sekali badannya. Ketika aku masih ter-bengong-bengong, tiba-tiba tangan kanannya memegang kemaluanku. Aku tersentak dan terus mundur sedikit ke belakang . Ibu Linda menarik celana training aku kearahnya. Sekali lagi kemaluanku dipega ng, aku tak bisa mengindar lagi. Ibu Linda menggenggam batangku dan menggosok de ngan lembut. Aku semakin terangsang. Pelan-lahan dia menarik celanaku ke bawah,

aku membiarkan saja celanaku dicopot. Aku kini bercelana dalam saja, ujung kemal uanku tampak basah sedikit. Dia terus mengusap batangku. Sambil tersenyum, dia melepaskan celana da lamku, dan tampaklah batang kemaluanku dihadapannya. Dia tampak kagum melihatnya . Terasa kelembutan jari jemarinya mengusap dan membelai batang kemaluanku. Diusap dan diurutnya keatas dan kebawah. Terasa mau tercabut batang kemaluanku diperla kukan seperti itu. Aku hanya mendesis geli sambil mendongakkan kepala menahan ni kmat yang luar biasa. Tiba-tiba, aku terasa kehangatan dan basah di batang kemaluanku. Aku tunduk dan dapati batang kemaluanku ada didalam mulut Ibu Linda. Dia mengulum batangku dan memainkan dengan lidahnya, aku terasa geli dan rasa m au keluar. Aku berusaha agar tidak cepat keluar. Ibu Linda menghisap batangku de ngan rakus. "Ahhh.......mmmmm........" aku mengerang keenakan. Sampai ke pangkal dia kulum, sambil matanya terpejam, hanya kadang-kadang membuk a saat dia memandang ke arahku. Aku meremas rambutnya dan sorongkan kemaluanku k e mulutnya. Terasa hujung kemaluanku gulat dalam mulutnya saat aku dorong sedala m-dalamnya. Habis batangku dijilatnya. Batangku diperlakukan seperti eskrim, dijilat dengan rakus. Biji akupun diremas lembut sambil menjilat batang kemaluanku. Setelah itu, dia g enggam kemaluanku saat bijiku dikulum dan dijilat. Aku terasa mau meledak saat i tu, sedap tak terkira, hanya suara aku yang mengerang keenakan. Kemudian, Ibu Linda berhenti. Dia bangun dan berdiri menghadap aku, kami berhada pan. Terasa kehangatan tubuh kami di kamar itu. Aku memerhatikannya atas bawah s ambil tersenyum, dia juga demikian. Mata kami bertatapan, tiada kata-kata yang k eluar. Aku rapatkan badanku ke arahnya, sambil kedua tanganku melingkar pinggangnya. Ak u rangkul dan tarik rapat ke tubuhku. Ibu Linda juga memeluk leher dan badanku. Kami semakin rapat, dan aku terus memeluknya. Terdengar suara mendesis kami berd ua. Aku rangkul penuh kasih sayang dengan tangan kami meraba ke seluruh punggung . Aku eratkan pelukan, kemaluanku menusuk-nusuk perutnya. Aku pegang pantatnya d an dorong serapat-rapat ke arah tubuhku. Aku rasa sungguh bahagia, pertama kali melakukan ini dengan seorang wanita Cina yang cantik rupawan, yeng telah lama me njadi impianku. Kami saling menatap agak lama. Lehernya aku cium, aku kecup. Begitu juga dengan Ibu Linda, dia juga memberikan kerjasama dalam pelukan ini, leherku dikecupnya j uga. Kami saling mendesis keenakan berselang seling sambil meneruskan pelukan da n rabaan ke seluruh badan. Kami berpandangan, mata saling menatap, bibir semakin rapat, dan rapat. Lekatlah bibirku dengan bibir wanita itu. Ibu Linda pandai dalam berciuman. Dialah yang menjulurkan lidahnya ke dalam mulutku. Aku terus menghisap lidahnya. Lidah aku j uga hisap dengan lembut saat aku menjulurkan ke dalam mulutnya. Lidah kami salin g bertautan mesra dan pelukan makin rapat. Ibu Linda terpaksa menjinjitkan kakin ya sedikit saat aku menyedot dengan kuat lidahnya. Pelan-lahan, aku membaringkan Ibu Linda ke atas kasur. Buah dadanya yang besar i tu langsung bergetar saat tubuhnya menyentuh kasur. Tangannya masih dilingkarkan di bahuku. Kami masih saling berkecupan. Aku menindih Ibu Linda sambil menerusk an pelukan. Ciumanku, aku arahkan ke lehernya, kemudian terus hingga ke buah dad anya. Aku hisap dan gigit putingnya, bergantian, kiri dan kanan. Ibu Linda mengg eliat keenakan. Aku hisap semaunya, dengan ditingkahi oleh rintihan Ibu Linda. Aku terus mencium, kini bagian pusarnya aku jilat. Aku turun lagi, hingga ke pan gkal vaginanya. Kemudian, aku berhenti, aku lihat kemaluannya, agak merah, dihia si dengan bulu-bulu halus yang tersusun rapi. Kelihatan kelentitnya yang merah bergerak-gerak pelan. Vagin anya kelihatan basah, berair, aku jadi nafsu, terus aku ulurkan jari aku ke kema luannya. Aku usap dengan lembut bibir kemaluannya. Ibu Linda mengerang enak sambil menggerakgerakkan pantatnya. Aku mainkan kemaluannya, kelentitnya aku gigit pelahan, dan

terangkat pantatnya menahan kesedapan itu. Kelentitnya aku mainkan dengan lidah, berulang-kali, tiba-tiba tubuh Ibu Linda m engejang dan lidah dan bibirku terasa basah. "Ahhhhhh ........ hhhhhhhhhh ............" Rupa-rupanya Ibu Linda sudah klimaks. Aku berhenti menjilat dan usapkan bibirku dengan sprei kasurnya. Aku memainkan jariku di vaginanya. Aku masukkan sedikit, dia mengerang. Aku tusuk dan tarik lagi, dia mengerang makin kuat, suara yang me naikkan nafsuku. Tubuhnya aku baringkan, lalu aku mendekapnya. Lubang kemaluannya sudah basah. Ak u julurkan ujung kemaluanku bermain-main di sekitar bibir vaginanya. Dia makin m engerang kuat. "Please ... ssss ........" pinta Ibu Linda dengan suara yang tersendat-sendat sambil memegang erat leherku. Ujung kemaluanku yang basah lekat dengan vaginanya yang berair itu membuatkan ak u makin nafsu. Pelan-lahan aku tusuk vaginanya. Terasa sempit, Sulit juga untuk diterobos, mungkin jarang digunakan. Ibu Linda menjerit kecil sambil mengeratkan lagi rangkulannya. "Arghhhhh.....hhhhhh..........." Batang kemaluanku, aku benamkan dalam dalam, sampai habis. Aku membiarkannya ber endam dalam lubang nikmat itu sambil kami terus berkecupan. Setelah itu, dengan pelan aku angkat dan tusuk kembali. Suara rintihannya memberi semangat ayunanku. Aku genjot lagi, mata aku terpejam menaha n kenikmatan yang luar biasa ini. Setelah puas dengan posisi itu, aku angkat Ibu Linda sambil aku duduk bersila. Kemudian, aku dorong agar vaginanya ke arah batangku. Ibu Lin da ku dudukkan atas batangku. Kini dia yang melakukan gerakan. Ibu Linda mengayu h tubuhnya atas bawah sambil mengerang dengan tanganku memeluk tubuhnya. Suara kami seolah bersautan m engerang keenakan. Aku lonjorkan kaki dan membaringkan badan dengan Ibu Linda ma sih berada di atas. Aku rasa batangku agak sakit, seperti mau patah. Kemudian ak u kembali ke posisi seperti tadi. Sekali lagi tubuh Ibu Linda mengejang, klimaksny a datang lagi, terasa basah batang ku didalam vaginanya. Aku telungkupkan Bu Linda dan aku angkat pinggangnya, nungging sedikit. Kelihata n lubang vaginanya yang basah menanti batangku. Aku terus sorongkan batang kemaluanku ke dalam vaginanya dari arah bel akang. Terasa sedikit sempit. Aku dayung dengan lembut dan makin laju. Rintihannya berselang seling dengan suaraku yang mengerang keenakan. Sambil menusuk, aku mainkan teteknya, putingnya aku pi lin-pilin sampai aku merasa hendak keluar, lalu aku cabut kontolku. Aku menelent angkannya lagi dan kami berpelukan lagi. Aku mengistirahatkan kontolku sebentar agar tidak keluar. Ketika sudah kembali terkontrol, aku kembali dorong kontolku ke lubang vaginanya . Aku dayung dengan laju, makin laju dan terasa dihujung kontolku seperti gunung berapi yang hendak memuntahkan lavanya, dan ....... "Arrrggghhhhh ........" Satu letupan air mani menerjang ke dasar vagina Ibu Linda diikuti jeritan kenikmatan yang maksimum keluar dari mulut Ibu Linda dengan kead aan tubuh yang kejang. Rupa-rupanya, kami mencapai klimaks bersama. Terasa kebas ahan di dalam vaginanya, air maniku berpadu dengan air maninya. Aku biarkan kont olku terendam di situ buat sementara. Peluh yang memercik telah membasahi badan kami. Aku keletihan, begitu juga dengan Ibu Linda, kami terkapar bersama di pula u impian setelah berdayung di lautan berahi yang bergelora. Pelan-lahan, matanya dibuka. Aku pandang dan renung jauh di dalam matanya. Terpa ncar kebahagiaan dan kepuasan di wajahnya. Aku juga begitu. Kami berkecupan tand a berterima kasih atas kerjasama dalam mendapat mendapatkan kepuasan seksual. Ak u cabut kemaluanku dan berbaring di sebelahnya. Nafas turun naik dengan kencang. Ibu Linda merapatkan tubuhnya ke arahku. Dia meletakkan kepalanya atas lenganku sambil tangan kanannya memeluk badanku. Jarinya memilin-milin putingku. Aku rasa

geli, tapi enak. Kemudian, tangannya lari dan memegang batang ku yang lembek dan basah itu. Diusap dan dibelainya dengan penuh manja. Aku biarkan saja, sambil membelai ram butnya. Dahinya aku kecup mesra. Malam itu, kami tidur bersama dalam keadaan telanjang dan berpelukan. Nyenyak ka rena telah mengarungi lautan asmara bersama. Subuh itu, aku terjaga dengan semangat baru. Kemaluanku kembali ngaceng sengaceng-ngacengnya. Ibu Linda aku bangunkan, ternyata diapun m enginginkannya. Dan sekali lagi kami belayar bersama ke pulau impian lagi. Akhir nya terdampar juga di pantai pulau impian itu dengan sukses. Untuk kedua kalinya air maniku disemprotk an ke dalam lubuk kenikmatan yang tak ada tandingannya. Setelah pagi, kami bangun. Aku mengenakan kembali pakaian dan membasuh muka. Ibu Linda memakai kembali dasternya dan terus ke bawah. Saat aku turun, telah terhi dang dua cangkir teh di atas meja. Kami mimum dan aku meminta diri untuk pulang. Di muka pintu, sebelum pulang, Ibu Linda memberikan kecupan ke bibirku, dan meng ingatkan aku agar datang lagi malam ini. Aku angguk sambil tersenyum penuh arti.... Masih ada lagi 5 malam sebelum suami Ibu Linda pulang. Setiap malam akan kumanfa atkan sebaik-baiknya untuk mendapatkan kenikmatan yang tiada tara ini. Dan selam a 5 malam itulah aku memiliki kesempatan menggauili isterinya dengan berbagai ga ya sepuas-puas-nya. Aku tidak lagi tidur di kamar tamu, tetapi di kamar Ibu Linda. Kami tidur bersam a, bertelanjang sepanjang malam seperti suami isteri. Ibu Linda menyukai pelayan anku. Selama itu, kami telah melakukan hubungan berbelas kali. Bukan hanya di da lam kamar, malah di dalam kamar mandi juga. Ada kalanya kami bercinta saat mandi bersama di waktu malam atau pagi. Aku rasa sungguh bahagia selama ber ada di rumahnya. Jessica tidak tahu mengenai hubungan ibunya dengan aku. Walau p un dia tahu aku bermalam di rumahnya, tapi dia tak tahu yang aku bermalam di kam ar ibunya. Teknik bercinta kami perdalam, setiap posisi akan kami coba. Kami sudah tak pili h tempat, asalkan aman, kami melakukannya. Sesaat mandi bersama, dia akan menggosok badanku dengan sabun, serta dikocoknya kontolku. Aku juga menyabun ke seluruh anggota badannya. Selepas itu, lubang vaginanya menjadi sasaran kontolku, kami m elakukan sambil berdiri. Jika tidak orang di rumah, kami akan bertelanjang sepan jang hari, baik di ruang tamu maupun di dapur. Kami benar-benar senang berkelaku an sperti itu. Pernah sekali Ibu Linda meminta aku semprotkan air mani ke mulutnya seperti yang pernah kami lihat di DVD , tetapi dia terus muntah. Mungkin belum biasa. Tapi u ntuk kedua kali dan selanjutnya, Ibu Linda tidak lagi muntah saat aku menyemprot kan air mani ke dalam mulutnya, dia akan langsung menelannya kemudian dia terus menjilatnya air mani yang tersisa di-kontolku hingga kering. Aku semakin tau suami Ibu Linda jarang bersama dengan Ibu Linda karena terlalu s ibuk. "Pantas lubang vaginanya masih sempit" bisik hatiku. Ini diakui sendiri ol ehnya. Sebab itulah Ibu Linda merelakan dirinya disetubuhi karena sudah lama lubangnya tak dimasuki oleh kontol lelaki serta dibanjiri dengan air mani yang hangat. Ibu Linda juga memberitahu dia sebenarnya gembira s aat tau suaminya akan dinas luar selama beberapa hari dan aku akan menemaninya s elama suaminya pergi. Jadi kesempatan itu tidak disia-siakannya, Ibu Linda senga ja mencari jalan agar dapat bercinta denganku. Rupanya, Ibu Linda sengaja ber-pu ra-pura jatuh ditangga untuk memancing aku. Aku juga bertanya tentang resiko karena aku telah memuntahkan air maniku ke-vagi nanya. Aku takut dia hamil nanti. Tetapi Ibu Linda menjelaskan yang dia secara t eratur mengkonsumsi pil KB. Lega hatiku mendengar jawabannya. Setelah dia memberitahu rahasianya, aku juga menyatakan kalau aku sudah lama men ginginkan dirinya. Kukatakan jika dapat bersentuhanpun sudah lumayan, tapi ketik a kesempatan untuk aku bersama dengannya terbuka luas, aku wujudkan impian aku.

Kemudian, kami ketawa bersama. Tidak sia-sialah aku telat pulang ke kampung untu k menemaninya. Malam ini malam terakhir aku menemaninya. Kami bercinta sepanjang malam, sampai kelelahan. Besok aku akan pulang ke kampung, dan suaminya akan datang dan akan t idur bersama dengan ibu Linda, jadi kami bercinta sepuas-puasnya. Bisa dikatakan kami tak tidur malam itu. Keesokan paginya, aku pulang. Sebelum pulang, Ibu Linda mengucapkan terima kasih karena aku telah bersedia menemaninya selama suaminya tidak ada Aku juga mengucapkan terima kasih atas layanan yang di berikan. Ibu Linda menyatakan bahwa dia sangat puas dengan hubungan kami ini, ti dak pernah dia mendapat kepuasan seperti itu dari suaminya. Jauh di sudut hatiku, aku bangga karena dapat membantunya mencapai kepuasan yang diharapkannya . Tengah hari itu, suaminya pulang dan aku dalam perjalanan pulang ke kampung meng habiskan liburan sekolah. Hubunganku dengan Ibu Linda tetap berjalan setelah tahun ajaran baru. Aku tidak memberi les lagi ke-Jessica karena kebetulan sekarang aku menjadi guru kelas Jes sica dan sekolah kami melarang guru kelas memberi les kepada murid kelasnya send iri. Kesempatan untuk tetap berhubungan timbul dengan diikutkannya Jessica ke-sa nggar melukis bersama Cindy yang masih terhitung tetangganya. Saat Jessica beran gkat bersama Cindy dengan diantar supir Cindy aku sudah siap masuk rumah untuk b ercinta dengan Ibu Linda. Seringkali Jessica dijinkan untuk langsung ke-Bintaro Plaza untuk jajan bersama Cindy sehingga waktu kami menjadi lebih panjang. Perna h ketika Jessica pulang aku masih dikamar, terpaksa aku sembunyi dulu sampai Jes sica mandi. Sayangnya sampai saat ini suami Ibu Linda belum dapat tugas keluar l agi.

Anda mungkin juga menyukai