Anda di halaman 1dari 6

PERANAN BAHAN ORGANIK ASAL DAUN GAMAL (Gliricidia Sepium) SEBAGAI AMELIORAN ALUMINIUM PADA TANAH ULTISOL

Atekan1) dan Arif Surahman2) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua 2) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat
1)

ABSTRAK
Ultisol merupakan salah satu order tanah yang bersifat masam dan rendah unsur hara serta mempunyai kandungan Aluminium inorganik monomerik (Al3+, Al(OH)+ , Al(OH)2+, Al(OH) 0, dan Al(SO4)+) tinggi yang bersifat 2 3 racun bagi tanaman. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya pada November 1996-Juni 1997, walaupun penelitian ini telah lama dilakaukan namun secara substansial hal ini masih relevan untuk diterapkan pada saat ini maupun yang akan datang karena jumlah dan penyebaran tanah mineral masam khususnya Ultisol sangat luas. Dalam penelitian ini terdiri dari lima perlakuan dosis bahan organik asal daun gamal (Gliricidia sepium) yaitu, 1) kontrol (tanpa bahan organik), 2) dosis 5 t/ha, 3) dosis 10 t/ha, 4) dosis 20 t/ha, dan 5) dosis 90 t/ha, masing-masing diulang tiga kali dan disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap. Hasil penelitian menunjukkan pemberian dosis bahan organik sampai 90 t/ha dapat meningkatkan kation-kation basa (Ca, Mg, dan K) serta pH tanah dari 4,5 menjadi 5,1, namun tidak berbeda nyata dengan pemberian bahan organik dosis 20 t/ha. Peningkatan kationkation basa dan pH tanah diikuti dengan turunnya konsentrasi Aluminium inorganik monomerik, penurunan terbesar terjadi pada pemberian bahan organik dosis 90 t/ha yaitu dari 9,84 M menjadi 0,021 M, dan berturut-turut diikuti oleh dosis 20, 10, dan 5 t/ha masing-masing menjadi 0,316; 0,763; dan 3,89 M. Kata kunci: tanah masam, bahan organik, amelioran, aluminium

PENDAHULUAN Ultisol diperkirakan merupakan tipe tanah masam di Indonesia yang dominan adalah dengan luas sekitar 51 juta ha atau menempati 29,7% luas daratan Indonesia dan sekitar 48,3% berada di luar pulau Jawa (Drissen dan Soepraptohardjo, 1974 dalam Munir, 1996). Ultisol adalah merupakan tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika. Mempunyai horison argilik atau kandik atau fragipan dengan lapisan liat tebal (Fanning dan Fanning, 1989 dalam Munir 1996). Darmawijaya (1997) menyebutkan bahwa, tanah Ultisol merupakan tanah masam yang telah mengalami pelindian hebat (highly leached) sehingga memiliki tingkat kesuburan yang rendah dengan warna kelabu cerah sampai kekuningan. Di atas horizon akumulasi yang bertekstur relatif berat berwarna merah atau kuning dengan struktur gumpal, agregat kurang stabil dan permeabilitas rendah. Kendala umum yang dihadapi pada tanah Ultisol adalah pH tanah rendah, unsur N dan P kurang tersedia, kekurangan unsur Ca, Mg, K, dan Mo kandungan Mn dan Fe berlebih, serta kelarutan Al monomerik yang tinggi, sehingga merupakan faktor utama penghambat pertumbuhan tanaman (Hakim et al, 1986). Blamey, 1983; Kerven, et al., 1989; dalam Hairiah (1992) menyebutkan bahwa jenis-jenis Al monomerik sperti Al3+, Al(OH)+2, Al(OH)2+, Al(OH)o3, dan Al(SO4)+ umumnya merupakan racun/pembatas utama terhadap pertumbuhan tanaman dan mempunyai aktifitas yang lebih tinggi pada pH yang lebih rendah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan pengapuran, tetapi pada beberapa daerah tertentu hal ini kurang efisien dilakukan karena kapur tidak mudah didapatkan dan mahal harganya. Dent (1986, dalam Hairiah, 1992), menyatakan bahwa proses pengapuran pada tanah masam yang tingkat kemasamannya tinggi sulit dilaksanakan karena memerlukan kapur dosis tinggi yaitu lebih dari 100 t/ha. Salah satu alternatif lain adalah dengan memberikan bahan organik. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa pemberian bahan organik dapat menambah unsur hara dan menghambat penguapan lengas tanah serta mampu menekan kemasaman tanah. Berdasarkan hasil penelitian Bell dan Besho (1993) dengan menggunakan bahan organik asal daun gandum (Barley straw) berbagai dosis dapat meningkatkan kation basa Ca2+, Mg2+, K+, dan Na+ pada tanah masam. Dengan meningkatnya konsentrasi kation basa tersebut umumnya diikuti oleh turunnya konsentrasi ion H+ dan

meningkatnya konsentrasi ion OH- di dalam tanah, dan pada gilirannya dapat meningkatkan pH tanah. Peningkatan pH tanah dapat menurunkan konsentrasi Al di dalam larutan tanah. Sanchez, (1992) menjelaskan bahwa kelarutan Al sangat erat hubungannya dengan pH tanah, makin tinggi pH tanah (alkalin) maka Al akan mengendap dan sebaliknya makin rendah pH tanah (masam) maka Al makin larut atau aktif. Dengan demikian penggunaan bahan organik yang mempunyai kandungan kation tinggi seperti daun gamal (Gliricidia sepium) diharapkan dapat membantu menurunkan keracunan/sebagai bahan ameliorasi Aluminium pada tanah mineral masam, dan penentuan dosis bahan organik yang tepat sangat penting untuk pertimbangan penerapan di lapang. BAHAN DAN METODODOLOGI PENGKAJIAN Tanah yang digunakan dalam pengkajian ini berasal dari wilayah Karta Lampung Utara, sedangkan bahan organik (BO) asal daun gamal (Gliricidia sepium). Pengkajian dilakukan menggunakan polybag di rumah kaca Faperta Universitas Brawijaya pada September 1996-Juni 1997. Walaupun pengkajian ini sudah dilakukan pada waktu yang lalu, namun secara substansial hasil pengkajian ini masih relevan untuk diterapkan saat ini maupun yang akan datang, karena jumlah dan penyebaran tanah mineral masam khususnya di Indonesia jumlahnya cukup luas dan tersebar pada beberapa daerah. Pengkajian ini disusun menggunakan Rancanagan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan. Perlakuan yang dikaji adalah penggunaan bahan organik asal daun gamal (Gliricidia sepium) berbagai level dosis, yaitu: A : Kontrol (tanpa masukan bahan organik) B : Dosis 5 t/ha C : Dosis 10 t/ha D : Dosis 20 t/ha E : Dosis 90 t/ha Tanah contoh sebelum dimasukkan ke dalam polybag terlebih dulu dikering-anginkan, kemudian ditumbuk dan diayak lolos ayakan 2 mm. Agregat tanah hasil ayakan selanjutnya dikompositkan secara merata dan dimasukkan dalam polybag masing-masing berisi 5 kg, setelah itu dibasahi dengan aquades sampai 80% kapasitas lapang dan dibiarkan selama 4 minggu untuk mencapai kesetimbangan. Bahan organik (BO) asal pangkasan daun gamal (Gliricidia sepium) dikeringkan dalam oven pada suhu 70o selama 48 jam, kemudian digiling sampai lolos ayakan 2 mm. Setelah 4 minggu selanjutnya tanah tersebut dicampur dengan bahan organik yang telah disiapkan sesuai dengan perlakuan level dosis yaitu: Perlakuan A (0 gr BO/5 kg tanah), B (9,62 gr BO/5 kg tanah setara 5 t/ha), C (19,23 gr BO/5 kg tanah setara 10 t/ha), D (38,46 gr BO/5 kg tanah setara 20 t/ha), dan E (173,08 gr BO/5 kg tanah setara 90 t/ha). Selanjutnya diinkubasi selama 7 minggu dan pada akhir minggu ke-7 dilakukan pengambilan contoh tanah pada masing-masing perlakuan untuk dianalisa kandungan Ca, Mg, K, Al-dd, pH (H2O), pH (KCl), dan sebagian lagi diambil untuk penetapan Al-monomerik. Penentuan jumlah bahan organik tersebut diperoleh jika bobot isi (BI) tanah = 1,3 gr.cm -3 dengan kedalaman efektif 20 cm. Data hasil pengamatan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan Analisa Ragam (ANOVA) dan jika menunjukkan perbedaan antar perlakuan selanjutnya dianalisa melalui uji jarak Duncans pada taraf 5% dengan menggunakan program IRRISTAT. HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Kimia Tanah Tanah yang digunakan termasuk dalam klasifikasi Grossarenik Kandiudult, yang terbentuk dari bahan induk Tuff masam dan batuan sedimen felsik kuarsa. Beberapa ciri kimia tanah disajikan pada Tabel 1. Terlihat bahwa tanah yang diteliti mempunyai pH (H2O) dan pH (KCl) tergelong rendah, demikian halnya dengan kandungan kation-kation basa seperti Ca, Mg, dan K juga tergolong rendah sedangkan kandungan Al-monomerik tergolong sangat tinggi. Kondisi demikian umum terjadi pada Ultisol sebagai akibat adanya pencucian basa-basa yang intensif yang mengakibatkan rendahnya kation-kation basa seperti Ca, Mg, dan K serta diikuti dengan rendahnya pH tanah sehingga tanah bereaksi masam. Pada tanah-tanah yang bereaksi masam (pH rendah) Al makin larut atau aktif. Flish, Glenn dan Dilworth (1993, dalam Winarso 1996) menyebutkan bahwa Aluminium yang terdapat dalam larutan tanah ada dalam berbagai bentuk ion, yang keseimbangannya tergantung faktor-faktor seperti pH, kekuatan ion, macam dan konsentrasi ligan organik dan + 3 anorganik, serta adanya fase padatan. Pada pH di bawah 5, Al terdapat sebagai ion Al(H2O) 6 atau biasa ditulis dengan Al+3 yang sangat aktif dan bersifat racun bagi tanaman. Sedangkan pada pH diatas 5, Al terdapat dalam bentuk Al(OH) 3 yang mengendap dan tidak bersifat racun bagi tanaman.
Tabel 1. Hasil analisa dasar tanah Grossarenik Kandiudult asal Lampung Jenis Analisa pH (H2O) pH (KCl) Al-monomerik ( M) Ca (cmol/kg) Mg (cmol/kg) K (cmol/kg) Na (cmol/kg) Al-dd (cmol/kg) KTK (cmol/kg)
Sumber: data primer, 1997.

Nilai 4,50 3,85 11,41 1,49 0,24 0,16 0,53 0,83 3,95

Pengaruh Penambahan Bahan Organik Terhadap Konsentrasi Total Kation (Ca+Mg+K) Tanah Tabel 2 menunjukkan peningkatan dosis bahan organik yang diberikan dalam tanah dapat meningkatkan kation-kation basa dalam tanah. Hasil penelitian sama seperti yang disampaikan oleh Hakim, et al. (1986) yang menyebutkan bahwa hasil sederhana selama proses dekomposisi bahan organik diantaranya adalah berupa kation-kation basa seperti Ca, Mg, dan K. Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa perlakuan bahan organik berpengaruh nyata terhadap total kation tanah. Sumbangan terbesar terhadap peningkatan jumlah kation basa dalam tanah ditunjukkan oleh perlakuan bahan organik dosis 90 t/ha, dibandingkan dengan kontrol terjadi peningkatan sebesar 139%. Dari uji Duncans taraf 5% penambahan bahan organik sampai 90 t/ha menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kontrol maupun dengan perlakuan dosis bahan organik 20, 10, dan 5 t/ha.

Tabel 2. Pengaruh pemberian bahan organik berbagai level dosis terhadap total kation tanah (Ca+Mg+K) tanah Perlakuan dosis bahan organik (t/ha) 0 5 10 20 90 Total Kation (Ca+Mg+K) Tanah (cmol/kg) 2,081a 2,826ab 3,468b 3,622b 4,803c

Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncans taraf 5% Sumber: data primer, 1997.

Pengaruh Penambahan Bahan Organik terhadap pH Tanah Pemberian bahan organik berpengaruh nyata terhadap pH tanah. Pemberian bahan organik pada dosis 90 t/ha menunjukkan peningkatan pH tertinggi, diikuti oleh dosis 20, 10, dan 5 t/ha. Walaupun demikian berdasarkan uji Duncans pada taraf 5% pemberian bahan organik dosis 90 t/ha tidak berbeda nyata dengan dosis 20 dan 10 t/ha (Tabel 2). Peningkatan pH tanah sebagai akibat penambahan bahan organik juga telah dilaporkan oleh Winarso (1996) dengan menggunakan bahan organik asal mucuna dosis 10 t/ha yang dapat meningkatkan pH tanah Typic Haplohumults asal Gajrug sebesar 8,5% (dari 3,78 menjadi 4,10). Hasil penelitian Bell dan Besho (1993) dengan menggunakan bahan organik asal daun legum dosis 80 t/ha pada Epiaquic Haplustults juga dapat meningkatkan pH tanah sebesar 27,5% (dari 3,86 menjadi 4,92). Mekanisme kenaikan pH oleh penambahan bahan organik ini belum diketahui, akan tetapi sebagian ahli ada yang berpendapat bahwa kenaikan pH disebabkan oleh pelepasan basa-basa yang dikandung oleh bahan organik. Selain itu kenaikan pH mungkin disebabkan pengaruh pertukaran anion oleh anion-anion organik yang dihasilkan selama proses dekomposisi. Kation-kation basa hasil dekomposisi bahan organik yang dilepaskan kedalam tanah dapat mengakibatkan tanah jenuh dengan kation basa dan hal ini akan mempengaruhi pH tanah. Keberadaan kation-kation basa dapat meningkatkan konsentrasi OH- dan pada gilirannya akan meningkatkan pH tanah. Soepardi (1983) menjelaskan bahwa pada tanah-tanah yang kelebihan kation basa akan memberikan reaksi alkali (basa), dan jika didominasi oleh ion asam seperti H-dd dan Al-dd maka akan memberikan reaksi asam karena keduanya merupakan sumber ion H + dalam larutan tanah.
Tabel 3. Pengaruh pemberian bahan organik berbagai level dosis terhadap pH tanah Perlakuan dosis bahan organik (t/ha) 0 5 10 20 90 pH Tanah 4,39a 5,09b 5,69c 5,80c 6,12c

Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncans taraf 5% Sumber: data primer, 1997.

Pengaruh Penambahan Bahan Organik terhadap Ameliorasi Aluminium Pemberian bahan organik pada tanah mineral masam berpengaruh nyata terhadap penurunan konsentrasi Al-monomerik. Semakin tinggi dosis bahan organik yang diberikan, konsentrasi Al-monomerik juga semakin menurun. Pemberian bahan organik dosis 90 t/ha mampu menurunkan konsentrasi Al-monomerik hingga 99,5% dan pada penambahan bahan organik 20, 10, dan 5 t/ha masing-masing mapu menurunkan konsentrasi Al-monomerik sebesar 94%, 86%, dan 25%. Walaupun dosis 90t/ha menunjukkan penurunan tertinggi, namun berdasarkan uji Duncans taraf 5% perlakuan tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan 20 dan 10 t/ha (Tabel 4).
Tabel 4. Pengaruh pemberian bahan organik berbagai level dosis terhadap ameliorasi Aluminium

Perlakuan dosis bahan organik (t/ha) 0 5 10 20 90

Konsentrasi Al ( M) 5,204c 3,890b 0,763a 0,316a 0,026a

Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncans taraf 5% Sumber: data primer, 1997.

Penurunan konsentrasi Al-monomerik akibat pemberian bahan organik ini diduga disebabkan oleh kation-kation basa dan senyawa-senyawa organik yang mengandung gugus fungsional seperti fenol (-OH) dan karboksil (-COOH) hasil dekomposisi bahan organik. Buckman dan Brady (1974) menyebutkan bahwa senyawa-senyawa organik tersebut dapat bermuatan negatif pada gugus fenol (R-O-) dan atau karboksil (R-COO-) dan mempunyai kemampuan membentuk senyawa komplek dengan Al. Al yang berkompleksasi dengan senyawa organik tersebut tidak mudah dipertukarkan (Bell dan Besho, 1993), sehingga kelarutannya dalam tanah akan menurun (Thomas, 1975, Hargrove dan Thomas, 1978b dalam Richie, 1986). Reaksi pembentukan senyawa komplek antara senyawa-senyawa organik hasil dekomposisi bahan organik dengan Al dapat dijelaskan melalui reaksi sederhana yang digambarkan oleh Sposito (1992) berikut ini: -RCOO- + Al3+ -RCOOAl, dimana RCOOAl adalah senyawa komplek antara senyawa organik dengan Al, sehingga dengan tingginya dosis bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan meningkatkan pembentukan senyawa komplek Alorganik. Bell dan Besho (1993) juga menyebutkan bahwa meningkatnya dosis bahan oeganik pada tanah mineral masam akan diikuti oleh peningkatan pembentukan senyawa komplek Al-organik. Keberadaan kation-kation basa hasil dekomposisi bahan organik juga dapat menurunkan konsentrasi Al dalam larutan tanah mineral. Wong et al. (1994) menyebutkan bahwa kandungan Ca dan Mg bahan organik berperan terhadap detoksifikasi Al. Bell dan Besho (1993) menyebutkan bahwa turunnya Al dengan meningkatnya bahan organik dapat terjadi karena pertukaran Al oleh kation-kation basa. Hal ini sejalan dengan pendapat Bucman dan Brady (1974) yang menyebutkan bahwa kation-kation basa seperti Ca, Mg, dan K dapat menggantikan kedudukan ion Al dapat dipertukar dan H dapat dipertukar yang diabsorbsi oleh tanah, sehingga mengakibatkan konsentrasi Al dan H dalam larutan tanah turun. Konsentrasi ion OH- bersamaan dengan itu akan meningkat, sehingga pH tanah juga meningkat dan dapat menurunkan konsentrasi Al melalui pembentukan senyawa Al(OH)3 yang mengendap. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Pemberian bahan organik asal pangkasan daun gamal (Gliricidia sepium) ke dalam tanah

mineral masam dapat memperbaiki sifat kimia tanah, yang ditunjukkan oleh peningkatan total kation basa (Ca+MG+K), peningkatan pH tanah, dan turunnya konsentrasi Al-monomerik yang bersifat racun bagi tanaman. 2. Semakin tinggi dosis bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah, diikuti pula dengan peningkatan jumlah kation basa, pH tanah, dan turunnya konsentarasi Al-monomerik. Dosis bahan organik 90 t/ha menunjukkan pengaruh terbaik pada jumlah kation basa, pH tanah, maupun Al-monomerik, diikuti dosis 20, 10 dan 5 t/ha.
3. Untuk kebutuhan praktis di lapang penggunaan dosis bahan organik asal daun gamal

(Gliricidia sepium) dosis 10 t/ha dapat dipertimbangkan, karena tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan dosis 90 dan 20 t/ha pada parameter pH dan penurunan Al-monomerik. DAFTAR PUSTAKA

Bell, L.C. and T. Besho. 1993. Assessment of Aluminium Detoxification an Plant Response. P. 317-330 in Mulongoy, K. and R. Merckx. 1991. Soil Organik Matter Dynamic and Sustainability of Tropical Agriculture. John Willey and Sons, New York. Buckman, H.O. and N.C. Brady. 1974. The Nature and Properties of Soil. Mamillan Publishing Co. Inc, New York. Darmawijaya, M.I. 1997. Klasifikasi Tanah, Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hairiah, K. 1992. Aluminium Tolerance of Mucuna, a Tropical Leguminous Cover Crop. PhD Thesis. State Groningen University, The Nederlands. Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong, dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Pustaka Jaya, Jakarta. Richie, G.S.P. 1986.The Chemical Behaviour of Aluminium, Hidrogen and Manganese in Acid Soil, p 1-60. In Soil Acidity and Soil Chemistry, by Bohn, H.L., B.L. McNeal, and G.A. OConnor. 1989. Academika Press. Horcourt Brace Jovanovich, Publisher Toronto. Sanchez, P.A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika (terjemahan dari bahasa Inggris). Penerbit ITB, Bandung. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sposito, G. 1992. The Environmental Chemistry of Aluminium. CRC Press. Inc. Boca Raton, Florida. Winarso, S. 1996. Pengaruh Penambahan Bahan Organik terhadap Pengkelatan Aluminium oleh Senyawa-Senyawa Humik pada Typic Haplohumult. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. Wong, M.T.F, E. Akyeampong, S. Nortcliff, M.R. Rao, and R.S. Swift. 1994. Initial Responses of Maize and Beans to Decreased Consentration of Monomeric Inorganic Aluminium with Aplication of Manure or Tree Prunings to on Oxisol in Burundi. Plant and Soils 171; 275282.

Anda mungkin juga menyukai