Anda di halaman 1dari 14

PENYAKIT TROPIS KHUSUSNYA TUBERKULOSIS DAN DEMAM BERDARAH (Tugas Mata Kuliah Epidemiologi)

Oleh: Devi Rachmadani (083654202)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SAINS 2011

A. Penyakit Tropis Penyakit tropis adalah penyakit yang muncul di daerah tropis. Satu alasan yang jelas adalah bahwa saat ini iklim panas memiliki volume yang lebih besar sepanjang tahun daripada hujan sehingga secara langsung mempengaruhi pembentukan tempat

berkembangbiakan organisme yang memungkinkan penyakit mewabah. Dimana suhu yang lebih tinggi dapat mendukung replikasi agen biologis organisme patogen, baik dalam dan luar. Faktor-faktor sosial-ekonomi mungkin juga beroperasi, karena sebagian besar negaranegara termiskin di dunia berada di daerah tropis. negara-negara tropis seperti Brasil, yang telah meningkatkan situasi sosial-ekonomi dan berinvestasi dalam kebersihan, kesehatan masyarakat dan memberantas penyakit menular telah mencapai hasil yang dramatis dalam kaitannya dengan penghapusan atau penurunan banyak penyakit tropis endemik di wilayah mereka. Perubahan iklim, pemanasan global yang disebabkan oleh efek rumah kaca, dan peningkatan suhu global yang mengakibatkan penyakit tropis dan vektor menyebar di daerah pegunungan,. Pada tahun 1975 PBB Dana Anak-anak, United Nations Development Programme, Bank Dunia dan Organisasi Kesehatan Dunia mendirikan Program Khusus untuk Penelitian dan Pelatihan Tropical Diseases (TDR) untuk fokus pada penyakit menular di daerah tropis yaitu: Asia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Contoh penyakit tropis di Indonesia yang bersifat endemic yaitu: kusta, kaki gajah, frambusia, demam berdarah, hepatitis, malaria dan TBC. Berikut adalah penjelasan mengenai berbagai penyakit tropis secara umum. 1. Penyakit frambusia sejenis penyakit gangguan pada kulit ini masih menjangkit di Indonesia. Jumlahnya di Indoensia telah mencapai 5000 penderita. "Contohnya di Sumba, kecamatan Bepepoli, NTB yang masyarakatnya berstatus stadium 1 Fambusia akut". Faktor penyebab penyebaran penyakit ini adalah sistem sanitasi air atau ketersediaan air bersih, atau jarang mandi, jarang menggunakan pembersih sabun, menjadi peluang tertular. Kondisi tersebut sulit didapat didaerah-daerah yang sistem sanitasi airnya belum terakriditasi dalam rumah tangga, seperti didaerah pedalaman. Kondisi ekonominya

semakin

jelek,

maka

perkembangannya

menjadi

akut.

(Sumber:

http://www.indosiar.com/ragam/59226/penyakit-tropis-yang-terabaikan) 2. Penyakit Chagas (juga disebut trypanosomiasis Amerika) adalah penyakit parasit yang terjadi di Amerika, khususnya di Amerika Selatan. agen patogen adalah suatu protozoa menyalahi bernama Trypanosoma cruzi. 3. Trypanosomiasis Afrika atau penyakit tidur, adalah penyakit parasit, yang disebabkan oleh protozoa yang disebut trypansomes. Kedua bertanggung jawab untuk

trypanosomiasis Afrika Trypanosoma brucei Trypanosoma brucei gambiense dan rhodesiense.These parasit ditularkan oleh lalat Tsetse 4. Leishmaniasis disebabkan oleh parasit protozoa dari genus Leishmania, dan ditularkan oleh gigitan dari spesies tertentu dari lalat pasir. 5. Kusta (atau Teman-penyakit Hansen) adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Kusta terutama penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas; lesi kulit adalah gejala eksternal utama. Waktu tidak diobati, kusta dapat bersifat progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota badan, dan mata. Berlawanan dengan konsepsi populer, kusta tidak menyebabkan bagian tubuh untuk hanya jatuh, dan ini berbeda dari tzaraath, penyakit yang dijelaskan dalam tulisan suci bahasa Ibrani dan sebelumnya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai kusta. 6. Filariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh benang-seperti cacing filaria yang disebut parasit cacing nematoda, semua ditularkan oleh nyamuk. Loa loa lain parasit filaria ditularkan oleh lalat rusa. 120 juta orang terinfeksi di seluruh dunia. Hal ini dilakukan oleh lebih dari separuh penduduk di daerah endemis yang paling parah. Gejala yang paling terlihat adalah kaki gajah: penebalan kulit dan jaringan di bawahnya. 7. Malaria disebabkan oleh parasit Protozoa ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina, karena mereka adalah darah pengumpan. Penyakit ini disebabkan oleh spesies dari genus Plasmodium. Malaria menginfeksi 300-500 juta orang setiap tahun, menewaskan lebih dari 1 juta. 8. Onchocerciasis atau kebutaan kedua sungai terkemuka dunia menyebabkan infeksi adalah kebutaan. Hal ini disebabkan oleh volvulus Onchocerca, cacing parasit. Hal ini ditularkan melalui gigitan lalat hitam. Cacing menyebar ke seluruh tubuh, dan ketika

mereka mati, mereka menyebabkan rasa gatal dan respon sistem kekebalan tubuh yang kuat yang dapat merusak jaringan di dekatnya, seperti mata. Sekitar 18 juta orang saat ini terinfeksi dengan parasit ini. Sekitar 300.000 telah ireversibel dibutakan oleh itu. 9. Schistosomiasis juga dikenal sebagai schisto atau demam keong, adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh beberapa jenis cacing pipih di daerah dengan siput air tawar, yang dapat membawa parasit. Bentuk yang paling umum penularan adalah dengan mengarungi atau berenang di danau, kolam dan badan lain yang berisi air siput dan parasit. Lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia terinfeksi oleh schistosomiasis. Berikut ini akan dibahas lebih khusus mengenai penyakit tropis yaitu penyakit tuberculosis dan demam berdarah. 1. Penyakit Tuberkulosis (TB) Penyakit TBC adalah merupakan suatu penyakit yang tergolong dalam infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Sebagian besar kuman TB menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Penyakit TBC dapat menyerang pada siapa saja tak terkecuali pria, wanita, tua, muda, kaya dan miskin serta dimana saja. Di Indonesia khususnya, Penyakit ini terus berkembang setiap tahunnya dan saat ini mencapai angka 250 juta kasus baru diantaranya 140.000 menyebabkan kematian. Bahkan Indonesia menduduki negara terbesar ketiga didunia dalam masalah penyakit TBC ini. Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita TB kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi rendah. Dari 1995-1998, cakupan penderita TB Paru dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) -atau pengawasan langsung menelan obat jangka pendek/setiap hari- baru mencapai 36% dengan angka kesembuhan 87%. Sebelum strategi DOTS (1969-1994) cakupannya sebesar 56% dengan angka kesembuhan yang dapat dicapai hanya 40-60%. Karena pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak cukup dimasa lalu kemungkinan telah timbul kekebalan kuman TB terhadap OAT (obat anti tuberkulosis) secara meluas atau multi drug resistance (MDR).

a. Penyebab Penyakit (TBC) Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa, Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Jenis bakteri ini pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, Untuk mengenang jasa beliau maka bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan penyakit TBC pada paru-paru pun dikenal juga sebagai Koch Pulmonum (KP).

b. Cara Penularan Penyakit TBC Penularan penyakit TBC adalah melalui udara yang tercemar oleh Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan/dikeluarkan oleh si penderita TBC BTA positif saat batuk,. Bakteri TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan bakteri keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut

terhirup kedalam saluran pernapasan. Kemudian bakteri ini masuk kedalam paru-paru dan berkumpul hingga berkembang menjadi banyak (terutama pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS), bahkan bakteri ini pula dapat mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang, kelenjar getah bening dan lainnya meski yang paling banyak adalah organ paru. Masuknya Mikobakterium tuberkulosa kedalam organ paru menyebabkan infeksi pada paru-paru, dimana terjadi pertumbuhan koloni bakteri yang berbentuk bulat (globular). Dengan reaksi imunologis, sel-sel pada dinding paru berusaha menghambat bakteri TBC ini melalui mekanisme alamianya membentuk jaringan parut. Akibatnya bakteri TBC tersebut akan berdiam/istirahat dalam jaringan (dormant) seperti yang tampak sebagai tuberkel pada pemeriksaan X-ray atau photo rontgen. Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh (Imun) yang baik, bentuk tuberkel ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Lain hal pada orang yang memilki sistem kekebelan tubuh rendah atau kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Sehingga tuberkel yang banyak ini berkumpul membentuk sebuah ruang didalam rongga paru, Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (riak/dahak). Maka orang yang rongga parunya memproduksi sputum dan didapati mikroba tuberkulosa disebut sedang mengalami pertumbuhan tuberkel dan positif terinfeksi TBC. Pengaruh Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula. Berkembangnya penyakit TBC di Indonesia ini tidak lain berkaitan dengan memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Hal ini juga tentunya mendapat

pengaruh besar dari daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC. c. Gejala Penyakit TBC Gejala penyakit TBC digolongkan menjadi dua bagian, yaitu gejala umum dan gejala khusus. Sulitnya mendeteksi dan menegakkan diagnosa TBC adalah disebabkan gambaran secara klinis dari si penderita yang tidak khas, terutama pada kasus-kasus baru. 1) Gejala umum (Sistemik) a) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. b) Penurunan nafsu makan dan berat badan. c) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). d) Perasaan tidak enak (malaise), lemah. 2) Gejala khusus (Khas) a) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak. b) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. c) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. d) Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. Pada penderita usia anakanak apabila tidak menimbulkan gejala, maka TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Sekitar 30-50% anakanak yang terjadi kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal

serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah. d. Penegakan Diagnosis pada TBC Apabila seseorang dicurigai menderita atau tertular penyakit TBC, Maka ada beberapa hal pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk memeberikan diagnosa yang tepat antara lain: 1) Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya. 2) Pemeriksaan fisik secara langsung. 3) Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak). 4) Pemeriksaan patologi anatomi (PA). 5) Rontgen dada (thorax photo). 6) dan Uji tuberkulin. e. Terapi TBC Karena yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC itu sendiri, pengontrolan efektif TBC mengurangi pasien TBC tersebut. Ada dua cara yang tengah dilakukan untuk mengurangi penderita TBC saat ini, yaitu 1) Terapi Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy). Dalam strategi ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung. Seseorang yang batuk lebih dari 3 minggu bisa diduga mengidap TBC. Orang ini kemudian harus didiagnosa dan dikonfirmasikan terinfeksi kuman TBC atau tidak. Jika pasien telah diidentifikasi mengidap TBC, dokter akan memberikan obat dengan komposisi dan dosis sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Adapun obat TBC yang biasanya digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, streptomycin, dan ethambutol. Untuk menghindari munculnya bakteri TBC yang resisten, biasanya diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 34 macam obat ini.

Dokter atau tenaga kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat serta perkembangan pasien. Ini sangat penting karena ada kecendrungan pasien berhenti minum obat karena gejalanya telah hilang. Setelah minum obat TBC biasanya gejala TBC bisa hilang dalam waktu 2-4 minggu. Walaupun demikian, untuk benar-benar sembuh dari TBC diharuskan untuk mengkonsumsi obat minimal selama 6 bulan. Efek negatif yang muncul jika kita berhenti minum obat adalah munculnya kuman TBC yang resisten terhadap obat. Jika ini terjadi, dan kuman tersebut menyebar, pengendalian TBC akan semakin sulit dilaksanakan. DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TBC saat ini, dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95 persen. DOTS diperkenalkan sejak tahun 1991 dan sekitar 10 juta pasien telah menerima perlakuan DOTS ini. Di Indonesia sendiri DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan 87 persen pada tahun 2000 (http:www.who.int). Angka ini melebihi target WHO, yaitu 85 persen, tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus baru di Indonesia masih rendah 21 persen. 2) Imunisasi. Pengontrolan TBC yang kedua adalah imunisasi. Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyaki TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG terbuat dari bakteri M tuberculosis strain Bacillus CalmetteGuerin (BCG). Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin ini dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri M tuberculosis yang hidup (live vaccine), karenanya bisa berkembang biak di dalam tubuh dan diharapkan bisa mengindus antibodi seumur hidup. Selain itu, pemberian dua atau tiga kali tidak berpengaruh. Karena itu, vaksinasi BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di Indonesia, diberikan sebelum berumur dua bulan. Imunisasi TBC ini tidak sepenuhnya melindungi kita dari serangan TBC. Tingkat efektivitas vaksin ini berkisar antara 70-80 persen. Karena efektivitas vaksin ini tidak sempurna, secara global ada dua pendapat tentang imunisasi TBC ini. Pendapat pertama adalah tidak perlu imunisasi. Amerika Serikat adalah salah satu di antaranya. Amerika Serikat tidak melakukan vaksinasi BCG, tetapi mereka menjaga ketat

terhadap orang atau kelompok yang berisiko tinggi serta melakukan diagnosa terhadap mereka. Pasien yang terdeteksi akan langsung diobati. Pendapat yang kedua adalah perlunya imunisasi. Karena tingkat efektivitasnya 70-80 persen, sebagian besar rakyat bisa dilindungi dari infeksi kuman TBC. Negara-negara Eropa dan Jepang adalah negara yang menganggap perlunya imunisasi. Bahkan Jepang telah memutuskan untuk melakukan vaksinasi BCG terhadap semua bayi yang lahir tanpa melakukan tes Tuberculin, tes yang dilakukan untuk mendeteksi ada-tidaknya antibodi yang dihasikan oleh infeksi kuman TBC. Jika hasil tes positif, dianggap telah terinfeksi TBC dan tidak akan diberikan vaksin. Karena jarangnya kasus TBC di Jepang, dianggap semua anak tidak terinfeksi kuman TBC, sehingga diputuskan bahwa tes Tuberculin tidak perlu lagi dilaksanakan. f. Pengobatan Penyakit TBC Pengobatan bagi penderita penyakit TBC akan menjalani proses yang cukup lama, yaitu berkisar dari 6 bulan sampai 9 bulan atau bahkan bisa lebih. Penyakit TBC dapat disembuhkan secara total apabila penderita secara rutin mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan dokter dan memperbaiki daya tahan tubuhnya dengan gizi yang cukup baik. Selama proses pengobatan, untuk mengetahui perkembangannya yang lebih baik maka disarankan pada penderita untuk menjalani pemeriksaan baik darah, sputum, urine dan X-ray atau rontgen setiap 3 bulannya. Adapun obat-obtan yang umumnya diberikan adalah Isoniazid dan rifampin sebagai pengobatan dasar bagi penderita TBC, namun karena adanya kemungkinan resistensi dengan kedua obat tersebut maka dokter akan memutuskan memberikan tambahan obat seperti pyrazinamide dan streptomycin sulfate atau ethambutol HCL sebagai satu kesatuan yang dikenal 'Triple Drug'. 2. Penyakit Demam Berdarah (DB) a. Penyebab penyakit Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana

menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan. Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga kesehatan lainnya seringkali salah dalam penegakkan diagnosa, karena kecenderungan gejala awal yang menyerupai penyakit lain seperti Flu dan Tipes (Typhoid). b. Tanda dan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue Masa tunas/inkubasi selama 3 - 15 hari sejak seseorang terserang virus dengue, Selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut: 1) Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 - 40 derajat Celsius). 2) Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (puspura) perdarahan. 3) Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva), Mimisan (Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran (Peaces) berupa lendir bercampur darah (Melena), dan lain-lainnya. 4) Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali). 5) Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok. 6) Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 - 7 terjadi penurunan trombosit dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit diatas 20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi). 7) Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala. 8) Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi. 9) Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian. 10) Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah. c. Proses Penularan Penyakit Demam Berdarah Dengue

Penyebaran penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, sehingga pada wilayah yang sudah diketahui adanya serangan penyakit DBD akan mungkin ada penderita lainnya bahkan akan dapat menyebabkan wabah yang luar biasa bagi penduduk disekitarnya. d. Pengobatan Penyakit Demam Berdarah 1) Fokus pengobatan pada penderita penyakit DBD adalah mengatasi perdarahan, mencegah atau mengatasi keadaan syok/presyok, yaitu dengan mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu). 2) Penambahan cairan tubuh melalui infus (intravena) mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun drastis. Selanjutnya adalah pemberian obat-obatan terhadap keluhan yang timbul, misalnya: Paracetamol membantu menurunkan demam Garam elektrolit (oralit) jika disertai diare Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder

3) Lakukan kompress dingin, tidak perlu dengan es karena bisa berdampak syok. Bahkan beberapa tim medis menyarankan kompres dapat dilakukan dengan alkohol. Pengobatan alternatif yang umum dikenal adalah dengan meminum jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah dibuktikan secara medik, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena dan peningkatan nilai trombosit darah. e. Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari, terutama di daerah yang ada penderita DBD nya. Beberapa cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui metode pengontrolan atau pengendalian vektornya adalah: 1) Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat. perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.

2) Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) pada tempat air kolam, dan bakteri (Bt.H-14). 3) Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion). 4) Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

B. Tropical Disease Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Tropis Secara Umum Beberapa strategi untuk mengendalikan penyakit tropis meliputi:

Pengeringan lahan basah untuk mengurangi populasi serangga dan vektor lainnya. Aplikasi insektisida (serangga repellents) untuk permukaan strategis seperti: pakaian, kulit, bangunan, habitat serangga, dan kelambu.

Penggunaan air sumur, dan / atau penyaringan air, air filter, atau pengolahan air dengan tablet air untuk menghasilkan air minum bebas dari parasit.

Pengembangan dan penggunaan vaksin untuk mempromosikan kekebalan penyakit. Farmakologis prapajanan profilaksis (untuk mencegah penyakit sebelum pajanan terhadap lingkungan dan / atau vektor).

Farmakologis profilaksis pasca pajanan (untuk mencegah penyakit setelah terpapar lingkungan dan / atau vektor).

pengobatan farmakologis (untuk mengobati penyakit setelah infeksi atau infestasi). Membantu dengan pembangunan ekonomi di daerah endemik. Misalnya dengan memberikan kredit mikro untuk memungkinkan investasi di bidang pertanian lebih efisien dan produktif. Hal ini pada gilirannya dapat membantu subsisten pertanian menjadi lebih menguntungkan, dan keuntungan tersebut dapat digunakan oleh penduduk setempat untuk pencegahan penyakit dan pengobatan, dengan manfaat tambahan mengurangi angka kemiskinan.

DAFTAR PUSTAKA http://www.mandiri.com. http://www.indosiar.com/ragam/59226/penyakit-tropis-yang-terabaikan. http://www.infopenyakit.com/2007/12/penyakit-tuberkulosis-tbc.html http://www.infopenyakit.com/2008/03/penyakit-demam-berdarah-dengue-dbd.html

Anda mungkin juga menyukai