Anda di halaman 1dari 15

CASE REPORT A. IDENTITAS Nama Umur Alamat No. RM Berat Badan : Tn.

S : 16 Tahun : Wanukembang, Karang Pandan : 190447 : 45 kg

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien datang dengan nyeri perut kanan, muntah-muntah, demam 1 hari, batuk (+) C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Hipertensi Diabetes Melitus Alergi D. VITAL SIGN Tekanan Darah: 120/90 Suhu Nadi : 37,40 C : 100x/menit : disangkal : disangkal : disangkal

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG Hb Leokosit : 13,5 : 16500 N: L: 14-18 G% N: 5000-10000/mm3


1

P: 12-16G%

Eritrosit Hematocrit Basofil Eosinofil Segmen Limfosit Monosit Trombosit MCV MCH MCHC

: 4,69 N: L: 4,5-5,5 juta/mm3 P: 4,0-5,0 juta/mm3 : 41 :0 :0 : 91 :8 :1 : 153000 : 86 : 29 : 33 N: L: 40-42 vol% N: 0-1% N: 1-3% N: 50-70% N: 20-40% N: 2-8% N: 150.000-300.000 mm3 N: 82-92 mikron N: 27-31 pikogram N: 32-37 % N: 2-8 N: 1-3 P: 37-43 vol%

Masa Pembekuan (CT): 04.00 Masa Perdarahan (BT): 02.00 HBS Ag : (-)

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, maka: Diagnosis preoperative Diagnosis post operative Status operatif Operator TINDAKAN ANASTESI Keadaan pre-operative: : Apendisitis akut : App : ASA II : dr. Hakim Sp.B

Pasien mengalami program puasa selama 6 jam. Keadaan pasien stabil, kooperatif, tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 100 x/menit. Suhu 37,40c Jenis anestesi: Anestesi umum, respirasi control menggunakan pipa endotrakeal oral nomor 7,0.

Premedikasi yang diberikan: 5 menit sebelum dilakukan induksi anestesi, diberikan premedikasi berupa hipnoz 2 mg secara intravena. Anestesi yang diberikan: Induksi anestesi Untuk induksi digunakan Recofol 100 mg IV (dosis 2-2,5 mg/kgBB). Setelah pasien masuk dalam stadium anestesi pasien diberi O2 murni selama 1 menit, setelah terjadi relaksasi kemudian dilakukan intubasi melalui oral dengan pipa endotrakeal no 7,0. Balon pipa endotrakeal dikembangkan sampai tidak ada kebocoran pada waktu melakukan napas buatan dengan balon napas. Kemudian diyakinkan bahwa pipa endotrakeal ada dalam trachea dan tidak masuk ke dalam salah satu bronkus atau esophagus dengan mendengarkan napas melalui stetoskop. Pada stetoskop terdengar ronkhi basah di kedua pulmo, hal ini terjadi dikarenakan adanya cairan pada kedua pulmo. Suara napas harus sama pada paru kanan maupun paru kiri, dinding dada bergerak simetris pada setiap inspirasi buatan. Kemudian pipa Guedel dimasukkan mulut agar pipa endotrakeal tidak tergigit oleh pasien, kemudian pipa Guedel dan pipa endotreakeal difiksasi agar tidak keluar dari mulut dan dihubungkan dengan mesin anestesi. Maintenance

Untuk mempertahankan status anestesi digunakan halotan 2 Vol % (MAC = 1,8%), O2 3 liter / menit dan N2O 3 liter / menit. Pada menit ke10 dan 25 setelah tindakan anestesi, diberikan ulseranin(ranitidin), infomid(cedantron), toramin(ketorolak), dan menalges(ketoprofen) untuk mempertahankan relaksasi otot, mencegah regurgitasi lambung, mempertahankan kedalaman anastesi. Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah dan nadi senantiasa dikontrol tiap 5 menit. Tekanan darah sistolik berkisar antara 115-140 mmHg. Tekanan diastolic berkisar antara 70-100 mmHg. Infuse tutofusin diberikan pada pasien sebagai cairan rumatan. Perjalanan operasi Pada pertengahan operasi pasien mengalami gejala gagal nafas. Hal ini ditandai pada fase vasikulasi berlanjut ke apneu setelah diberi bantuan nafas pasien tidak mampu melanjutkan dengan nafas spontan, Bahkan mulai terdengar ronkhi basah, terjadinya retraksi dinding dada dan pasien bernafas menggunakan otot-otot pernafasan bantuan. Pada akhir operasi saat disuction terdapat banyak lendir pada mulut dan hidung pasien, Hal ini berlanjut sampai beberapa menit setelah operasi selesai. Keadaan post-operasi Operasi berlangsung selama 50 menit. Setelah penjahitan luka kurang dari 1-2 jahitan lagi, halotan dan N2O dimatikan dan hanya O2 saja yang diberikan (dinaikkan volumenya), maka dilakukan ekstubasi pada menit ke 55, kemudian rongga mulut dan trachea dibersihkan dengan suction untuk menghilangkan lendir yang dapat menghalangi airway. Ruang rumatan Pasien dipindah ke ruang rumatan dan diobservasi mengenai aktivitas motorik, pernapasan dan kesadaran. Pernafasan pasien dibantu dengan

menggunakan kanul nasal dan diberi rangsang nyeri untuk membangunkan pasien. PEMBAHASAN Penilaian dan persiapan pra anestesi dimulai dari anamnesis, yang meliputi penyelidikan apakah pasien pernah mendapatkan anesthesia sebelumnya dan jika benar, bagaimanakah reaksinya. Hal ini penting untuk mengetahui adanya alergi, mual muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak napas pasca operasi, sehingga dapat dirancang anesthesia berikutnya dengan lebih baik. Harus dinilai benar, apakah keluhan pasien termasuk alergi atau efek samping. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium penting untuk menilai status fisik pasien. Sedangkan pemeriksaan foto thoraks tidak rutin dikerjakan, hanya jika ada indikasi saja. Pada kasus ini tidak dilaksanakan pemeriksaan foto torak, karena merupakan pasien program cito yang memerlukan pembedahan segera. Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Kelas I Kelas II Kelas III terbatas. Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan : Pasien sehat organic, tidak ada gangguan sistemik. : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang. : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin

aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat. Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan

hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam. Selama anestesi, reflek laring mengalami penurunan. Regurgitasi lambung dan kotoran yang terdapat pada jalan napas merupakan risiko utama pada pasien
5

yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan operasi elektif dengan anesthesia harus dipantangkan dari masukan oral. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam, dan bayi 34 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesi. Minuman bening, air putih, the manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat, air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesi Premedikasi ialah pemberian obat sebelum induksi anestesi dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi, diantaranya: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Meredakan kecemasan dan ketakutan Memperlancar induksi anesthesia Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus Meminimalkan jumlah obat anestetik Mengurangi mual-muntah pasca bedah Menciptakan amnesia Mengurangi isi cairan lambung Mengurangi reflek yang membahayakan.

Pada kasus ini diberikan hipnoz (midazolam) Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi, induksi dan pemeliharaan anestesi. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja cepat karena transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Midazolam merupakan sedative golongan benzodiazepine. Selain sedasi, juga berefek hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot dan antikonvulsi. Pada pasien orang tua dengan perubahan organik otak atau

gangguan fungsi jantung dan pernafasan, dosis harus ditentukan secara hati-hati. Efek obat timbul dalam 2 menit setelah penyuntikan. Farmakokinetik Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul setelah 4 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan tampak lambat pada pasien tua. Farmakodinamik Dalam sistem saraf pusat Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek sedasi, efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme. Efek Kardiovaskuler Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put. Tidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan opioid. Sistem Respiratori Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental. Efek terhadap saraf otot

Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan spinal , sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka. Dosis premedikasi dewasa 0,07-0,10 mg/kgBB, disesuaikan dengan umur dan keadaan pasien. Dosis lazim adalah 5 mg. pada orang tua dan pasien lemah dosisnya 0,025-0,05 mg/kgBB. Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan pernafasan, umumnya hanya sedikit. Dosis sedasi yang diberikan secara IV = 0,025-0,1 mg/kgBB. Pada kasus ini pasien mengalami gangguan nafas akibat dari banyaknya sekret dari bronkus. Gejala gagal nafas ini ditandai dengan nafas pasien yang berbunyi, kemudian terjadi retraksi otot-otot pernafasan karena paru-paru tidak lagi bekerja. Pasien juga tidak mampu untuk bernafas spontan. Pasien tidak diketahui menderita suatu gangguan paru-paru tertentu karena tidak melakukan pemeriksaan foto thorax. Bila diketahui ternyata menderita suatu gangguan paru-paru tertentu yang menyebabkan hipersekresi mucus, maka pada saat pemberian obat-obat premedikasi kemungkinan perlu diberikan juga sulfas atropin dalam dosis 0,25 mg. Sulfas atropine pada dosis kecil (0,25 mg) diperlukan untuk sebagai bronkodilator, menekan sekresi saliva, mucus bronkus dan keringat. Sulfas atropine merupakan antimuskarinik yang bekerja pada alat yang dipersarafi serabut pascaganglion kolinergik. Pada ganglion otonom dan otot rangka, tempat asetilkolin juga bekerja, penghambatan oleh atropine hanya terjadi pada dosis sangat besar. Untuk induksi digunakan Recofol(propofol) 100 mg IV (dosis 2-2,5 mg/kgBB). Propofol ( 2,6 diisopropylphenol )
8

Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena. Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada pasien dewasa dan pasien anak anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg). Mekanisme kerja Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi diperkirakan efek primernya berlangsung di reseptor GABA A (Gamma Amino Butired Acid). Farmakokinetik Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi cepat menyebabkan sedasi ( rata rata 30 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Propofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot. Farmakodinamik Pada sistem saraf pusat Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian dosis induksi (2mg /kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat.
9

Pada sistem kardiovaskular Dapat menyebakan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi, pengaruh terhadap frekuensi jantung juga sangat minim. Sistem pernafasan Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan Dosis dan penggunaan a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV. b) Sedasi : 25 to 75 g/kg/min dengan I.V infuse c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 150 g/kg/min IV (titrate to effect). d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain. e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal 0,2% f) Profofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri. Efek Samping Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidocain (0,5 mg/kg) dan jika
10

mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis. Rumatan anestesi (maintenance) dalam kasus ini dikerjakan dengan cara inhalasi menggunakan halotan 2 Vol % (MAC = 1,8%) Halothan, menginduksi cepat dan lancar, tidak mengiritasi jalan nafas, bronkodilatasi sehingga bermanfaat pada pasien yang mempunyai riwayat penyakit paru kronis, pemulihan cepat, dan proteksi terhadap syok karena vasodilatasi, jarang menyebabkan mual dan muntah, tidak mudah terbakar dan meledak. Pemberian anesthesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25 %. Gas ini bersifat anesteti lemah, tetapi analgesinya kuat. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik lain. Pada akhir anesthesia setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindarinya, diberikan O2 selama 5-10 menit. Intubasi Prinsip intubasi S : Stetoskop/ laringoskopi Cek dulu laringoskopi tersebut masih bagus/ tidak. T : Tube Ukuran 2,5 10 (luar negeri). Ukuran Indonesia : 2,5 8,5 Umumnya menggunakan ukuran kelingking pasien. Olesi dengan xylokain jelly, tes dulu dengan spuit masih berjalan bagus/ tidak. Cuff dikembangkan dengan tujuan : Untuk fixasi, agar tetap ditempatnya.
11

Untuk mencegah kebocoran O2 Untuk mencegah aspirasi.

Masukkan sampai dengan 1 cm di bawah sudut mulut, akan masuk menuju buficartio trakea. A : Airway = Goedel T : Tape/ Plester I : Introducer/ Stylet ( jika ETT dipakai berulang-ulang ). C : Connector S : Suction, ada dua jenis yaitu : flexible (untuk menghisap lendir) rigid (untuk mengambil bekuan darah Ekstubasi : kempeskan dahulu baru pasang suction. Pada menit 10 dan 25 diberikan ulceranin(ranitidin), infomid(cedantron), toramin(ketorolak), dan menalges(ketoprofen) Ranitidin = bekerja menghambat reseptor H2 secara selekteif dan reversibel, perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung, sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidin sekresi cairan lambung dihambat. Cedantron = Suatu antagonis reseptor serotonin 5 HT 3 selektif. Baik untuk pencegahan dan pengobatan mual, muntah pasca bedah. Efek samping berupa hipotensi, bronkospasme, konstipasi dan sesak nafas. Dosis dewasa 2-4 mg

12

Ketoprofen = merupakan suatu antiinflamasi non steroid dengan efek antiinflamasi, analgesik dan antipiretik. Sebagai anti inflamasi bekerja dengan menghambat sintesa prostaglandin. Pada pemberian oral kadar puncak dicapai selama 0,52 jam. Waktu paruh eliminasi pada orang dewasa 3 jam, dan 5 jam pada orang tua. Efek samping dapat berupa Mual, muntah, diare, dyspepsia, konstipasi, pusing, sakit kepala, ulkus peptikum hemoragi perforasi, kemerahan kulit, gangguan fungsi ginjal dan hati, nyeri abdomen, konfusi ringan, vertigo, oedema, insomnia. Sediaan parenteral 50100 mg tiap 4 jam. Dosis maksimum 200 mg/hari, tidak lebih dari 3 hari. Ketorolac tromethamine merupakan suatu analgesik non-narkotik. Obat ini merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid yang menunjukkan aktivitas antipiretik yang lemah dan anti-inflamasi. Ketorolac tromethamine menghambat sintesis prostaglandin dan dapat dianggap sebagai analgesik yang bekerja perifer karena tidak mempunyai efek terhadap reseptor opiat. Seperti obat analgesik antiinflamasi nonsteroid lainnya, Ketorolac dapat menyebabkan iritasi, ulkus, perforasi atau perdarahan gastrointestinal dengan atau tanpa gejala sebelumnya dan harus diberikan dengan pengawasan ketat pada pasien yang mempunyai riwayat penyakit saluran gastrointestinal. Kebutuhan Cairan Pasien di OK: Maintenance : BB = 45 kg 2 ml/kgBB/jam = 90 ml/jam

Stress operasi : 6 x 45 = 270 ml/jam perdarahan : 100 ml

Kebutuhan cairan total dalam 1 jam pertama : 90 + 270 + 100 = 460 ml/jam EBV (estimated Blood Volume) Dewasa pria 75ml/kgbb wanita 65 ml/kgbb
13

Anak anak 80ml/kgbb Neonatus 85-100 ml/kgbb Kebutuhan cairan pasien maintenance 10kg pertama 4ml/kgbb/jam 10kg kedua 2ml/kgbb/jam 10kg selanjutnya 1ml/kgbb/jam Puasa maintenance x lama puasa Evaporasi/redistribusi : Op kecil 0-2 ml/kgbb/jam Op sedang 2-4ml/kgbb/jam Op besar 4-8ml/kgbb/jam EBV pada pasien ini adalah 65 ml/kgBB sehingga pasien dengan BB = 45 kg, EBV = 2925 ml % EBV : 100 ml / 2925 ml x 100% = 3,4 % Karena perdarahan yang terjadi kurang dari 10 % EBV, maka pemberian cairan cukup dengan cairan kristaloid. Karena menggunakan kristaloid, maka kebutuhan cairan pada 1 jam adalah = 460 ml, dipenuhi dengan cairan RL 1 botol. Jadi jumlah tetesan permenitnya menggunakan jarum 1 ml ~ 20 tetes adalah 460 / 3 = 150 tetes / menit. Kebutuhan Cairan Pasien di Bangsal: Maintenance : 2 cc/kgBB (BB = 45 kg) 90 ml/jam Jadi jumlah tetesan permenitnya jika menggunakan jarum 1 ml ~ 20 tetes adalah 90 / 3 = 30 tetes / menit.
14

DAFTAR PUSTAKA Muhardi, muhiman,dr,dkk,1989, Anestesiologi, penerbit FKUI, jakarta Bag,farmakologi,1995, farmakologi dan terapi, penerbit FKUI, jakarta edisi 4 G,Eleven,2005,guidelineanestesiologi,penerbit FKUNSRI,Palembang Ratna,dian,2010,general UMY,yogyakarta anestesi pada appendiksitis kronis,penerbit

15

Anda mungkin juga menyukai