Sebelumnya aku sendiri tak menyangka hidupku akan jadi seperti ini. Dulu aku sempat tinggal di ibu kota dalam waktu yang sangat lama. Aku mulai hidup mandiri sejak kuliah, sampai pada akhirnya aku dapat menyelesaikan kuliahku dan mendapatkan ijazah serta gelar sebagai sarjana. Untuk menambah pengalaman, aku juga sempat bekerja di beberapa perusahaan di ibu kota. Saat itu aku sudah bisa mencari naIkah sendiri. Hingga akhirnya aku mempunyai tabungan yang cukup untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke pasca sarjana. Tanpa terasa waktu terus berlalu dan akhirnya aku mendapatkan pekerjaan yang mapan di sebuah perusahaan terkemuka di ibu kota. Selama aku bekerja di perusahaan tersebut, pekerjaanku dianggap sangat memuaskan hingga aku mendapatkan jabatan yang cukup tinggi, dihormati banyak orang, bahkan dengan gaji yang cukup besar akupun sanggup memenuhi semua kebutuhan hidupku sendiri sekaligus keluargaku yang pada saat itu berada jauh dariku. Ini cuma sekedar gambaran tentang hidupku selama menjadi esekutiI muda. Seperti kebanyakan esekutiI muda pada umumnya, aku selalu disibukan dengan pekerjaanku di kantor. Namun walaupun begitu, aku masih bisa menyisihkan waktuku untuk reIreshing atau pergi ke luar rumah bersama teman-teman yang lain. Selama aku tinggal di ibu kota, Aku jarang sekali menyempatkan diri untuk pulang ke kota tempat asalku. Terkadang di hari liburpun aku harus hadir untuk mengurus acara yang diselenggarakan oleh pihak perusahaan tempatku bekerja. Selain itu, terkadang aku selalu ditugaskan untuk dinas ke beberapa daerah bahkan ke luar negeri sekalipun. Pada suatu saat, aku ditugaskan oleh atasanku untuk menyelesaikan suatu proyek dalam waktu yang cukup lama. pada saat itu, aku sama sekali tidak merasa keberatan dengan adanya tugas ini. Masalahnya aku ini masih bujangan yang pada saat itu masih belum memiliki pacar. Jadi aku tidak terlalu khawatir untuk meninggalkan siapapun seperti rekan-rekan yang lainnya. Beberapa tahun yang lalu ayahku meninggal dunia karena penyakit yang dideritanya. Beliaupun dimakamkan di tanah tempat kelahirannya dengan damai. Sedangkan ibuku tinggal bersama adik perempuanku satu-satunya yang pada saat itu masih kuliah. Aku jarang sekali bertemu dengan mereka. Terkadang untuk menghilangkan rasa kangen, aku hanya bisa menghubungi mereka melalui telepon. Pada saat hari libur tiba, aku suka mengajak ibu dan adikku untuk datang ke ibu kota. Mereka terkadang dengan senang hati menerima ajakanku tersebut. Menurutku saat yang paling menyenangkan ialah saat-saat dimana aku bisa berkumpul kembali bersama keluargaku. Seteleh menerima tugas dari atasanku, aku langsung mengabari keberangkatanku yang akan berlangsung seminggu kemudiannya lagi kepada ibuku melalui telepon, aku juga memberitahu beliau bahwa aku akan berada disana selama berbulan-bulan. Ibuku berpesan agar aku selalu berhati-hati selama berada di negeri orang. Selain itu aku juga tidak lupa menanyakan keadaan adikku, betapa legahnya hatiku setelah mendengar kabar bahwa dia telah menyelesaikan sekripsinya tanpa hambatan. Hari yang dinantikan pun tiba. Aku beserta beberapa kerabatku sudah siap untuk Berangkat. sembari menunggu pesawat, kamipun menghabiskan waktu untuk mengobrol sambil membahas urusan kantor di lobby bandara. Beberapa menit kemudian, pesawatpun akhirnya sudah siap untuk berangkat. Kebetulan kali ini aku mendapatkan tempat duduk di dekat jendela. Setelah pesawat lepas landas kamipun menikmati perjalanan yang cukup jauh. Seperti biasa aku senang sekali melihat pemandangan yang berada di bawahku melalui jendela pesawat yang kecil. Sesekali pesawat yang kami tumpangi itu menembus kumpulan awan yang ada di langit. Hingga beberapa jam kemudian, kamipun tiba di negeri tujuan dengan selamat. Disana aku beserta rekan- rekanku menginap di sebuah hotel mewah, seperti dinas pada umumnya, segala kebutuhanan pokok yang aku perlukan semuanya ditanggung oleh kantor. Ini semua benar-benar jauh dari apa yang aku bayangkan sebelumnya. Mungkin saudara atau temanku terdahulu tidak akan menyangka kalau aku juga bisa seperti ini. Hari demi hari aku lalui di luar negeri bersama rekan-rekan kerjaku. Keadaan di sana jauh berbeda dengan keadaan di negeri tempat asalku. Walaupun keadaannya seperti itu, aku masih tetap bisa menikmati semua itu. Itu semua tertutupi oleh kesibukan serta rasa capek yang aku alami selama mengurus proyek kantor. Sesekali aku suka jalan-jalan bersama rekan-rekanku untuk mengunjungi beberapa tempat yang ada di sana. Menurutku sayang sekali apabila aku melewatkan kesempatan yang mungkin terjadi sekali seumur hidup. Suatu malam aku besama beberapa rekan kerjaku diundang untuk makan malam di sebuah caIe oleh rekan-rekan dari perusahaan negara setempat yang sebelumnya telah bekerjasama dengan perusahaan tempatku bekerja. Tanpa disengaja di sana aku bertemu sekaligus berkenalan dengan seorang wanita cantik asli warga negara setempat yang pada akhirnya menjadi kekasihku. Walaupun kami berbeda kewarganegaraan, namun kami sama sekali tidak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Hubungan yang kami jalani saat itu sangat lah harmonis. Dia lah satu-satunya orang yang selalu menemani hari- hariku selama berada di sana. Sebenarnya dia merupan wanita karier yang selalu hidup menyendiri. Sesekali aku menyempatkan diri untuk menemaninya makan malam maupun berjalan-jalan, tapi yang jelas dia sering sekali datang bahkan menginap di kamar hotel tempatku menginap. selama disana kami bisa dikatakan benar-benar saling mencintai, serta hubungan yang slama ini kami jalani sudah seperti layaknya sepasang suami-istri. Pada saat itu aku memang sangat mencintainya. Sampai-sampai sebelum kepulanganku, aku sempat mengajaknya untuk menikah sekaligus tinggal bersama di negeri tempat asalku. Namun ia menolaknya dengan berbagai alasan yang dapat menghalangi kami. Mendengar itu akupun tidak sanggup untuk memaksanya. Akhirnya tanpa terasa masa dinasku pun telah usai. Waktunya untuk pulang ke negaraku pun telah tiba. Sembari menunggu pesawat, detik-detik terakhir aku habiskan untuk berbicara dengan kekasihku di bandara. Rasanya sedih sekali untuk bepisah dengannya. Hingga pada akhirnya kamipun sepakat agar tetap saling mencintai meskipun kami harus terpisah oleh jarak yang sangat jauh sekalipun. Yang jelas aku tidak akan pernah bisa melupakan pelukan terakhir serta tetesan air mata yang membasahi pipinya itu. Beberapa tahun setelah kepulanganku dari negeri tersebut, Hubunganku dengan pacarku masih berjalan dengan baik. Kami hanya dapat berhubungan langsung melalui telepon, surat, maupun email. Kami hanya bisa menjalin hubungan jarak jauh seperti itu terus-menerus. Tanpa disengaja lama-kelamaan kami mulai jarang berkomunikasi. hingga pada akhirnya kami sempat tidak saling berkomunikasi dalam jangka waktu yang sangat lama. Suatu hari Ibu memintaku agar bisa secepatnya menemukan jodoh untuk dinikahi. Beliau khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan apabila aku kelamaan tidak menikah. Selain itu ibuku sangat berharap agar kelak dia akan memperoleh cucu dariku. Dengan adanya permintaan ini, aku jadi teringat kembali dengan kekasihku yang berada di luar negeri tersebut. Setelah lama aku tidak mendengar kabarnya, Akupun mencoba untuk menghubunginya kembali. Tetapi setelah berkali-kali aku mencoba untuk menghubunginya, namun aku tidak mendapatkan jawaban darinya. Bahkan nomor teleponnya saja tidak bisa dihubungi lagi. Terus-terang pada saat itu aku merasa bingung sekali. Entah apa yang harus aku lakukan jika aku tidak dapat menghubunginya lagi. akupun mencoba berbagai cara agar dapat mengetahui kabar kekasihku tersebut, namun hasilnya tetap saja nihil. Sampai-sampai Aku juga sempat menyuruh teman dekatku yang berasal dari negara tersebut untuk mencari tahu keberadaan pacarku itu. Beberapa bulan kemudian barulah aku mendapatkan kabar dari teman dekatku itu, bawasannya mantan kekasihku itu sekarang sudah pindah ke luar kota. Namun sayangnya sampai saat ini aku masih tetap tidak bisa mendapatkan inIormasi untuk menghubinginya. Mungkin dia bukanlah yang terbaik untukku. Secara bertahap Akupun mulai berusaha untuk melupakan sosoknya sedikit demi sedikit. walaupun di dalam hati itu merupakan beban dalam hidupku, namun aku dituntut untuk menerima semua kenyataan ini. Sebagai anak yang berbakti akupun rela melakukan apapun untuk membahagiakan ibuku. Sampai-sampai akupun rela untuk dijodohi dengan putri sahabat almarhum ayahku. Hingga pada akhirnya akupun bersedia untuk menikahinya. Hari-hari yang barupun aku jalani bersama dengan istriku. layaknya sepasang suami-istri, kamipun menjalanin hidup yang cukup harmonis. seperti biasa aku masih disibukan dengan pekerjaan kantor serta dinas-dinas ke luar kota maupun luar negeri. mungkin itulah salah satu Iaktor yang menyebabkan kami telat untuk mempunyai anak. namun walaupun begitu, istriku senan tiasa mencoba untuk selalu mengertikan keadaanku. Pada saat itu, dimataku dia merupakan tipe perempuan sekaligus istri yang cukup pengertian. secara bertahap hatikupun menjadi luluh akan kehadirannya di dalam hidupku. Hingga pada akhirnya hari yang dinanti-nantikanpun kunjung tiba. Istrikupun akhirnya memberikan tanda-tanda awal kehamilannya. betapa bahagianya aku beserta keluargaku pada sa'at itu. sampai-sampai kamipun sempat merayakan kebahagia itu bersama-sama. Namun hari-hari yang menyenangkanpun dengan mudahnya berlalu begitu saja. suatu hari pada saat jam kerja, tiba-tiba telepon genggam yang ada di saku celanaku berbunyi. Setelah aku lihat ternyata yang menelepon ialah teman dekatku yang berasal dari luar negeri, yang sebelumnya sudah bertahun-tahun tidak menghubungiku lagi. Tanpa pikir panjang akupun langsung mengangkat telepon tersebut. Ternyata ia meneleponku hanya untuk menyampaikan beberapa inIormasi baru yang telah didapatnya. Setelah sekian lama aku tidak mendengar kabar, Akhirnya akupun dapat mengetahui keberadaan mantan kekasihku terdahulu yang sudah lama tidak saling bertemu atau berkomunikasi lagi. Ternyata mantan kekasihku yang berasal dari luar negeri tersebut, telah meninggal dunia akibat HIV/AIDS beberapa tahun yang lalu. Betapa terkejutnya aku, sampai-sampai aku sendiripun sempat tercengang sesaat setelah mendengar kabar yang telah dia sampaikan itu. Seakan tidak mempercayai semuanya, akupun sempat melontarkan beberapa pertanyaan untuk meyakinkan diriku akan kebenaran dari kabar tersebut. Namun stelah aku mendengar semua penjelasan dari temanku, akupun akhirnya mulai mempercayai berita duka tersebut. Setelah menutup pembicaraan telepon, aku sempat merenungkan sekaligus mengingat masa lalu yang pernah aku lalui selama bersama mantan kekasihku itu. Aku benar-benar ingat sekali sosoknya itu, sampai-sampai aku sendiripun tidak percaya kalau orang seperti dia tega melakukan semua ini kepadaku. Sempat muncul beberapa pertanyaan yang membuatku sedikit ragu akan semua itu. Hingga pada suatu hari aku memberanikan diri untuk membuktikan kebenarannya melalui hasil tes di rumah sakit, dan hasilnya aku juga postiI tertular virus HIV. Awalnya aku merahasiakan penyakit yang aku derita ini kepada setiap orang termasuk istri beserta keluargaku. Aku takut kejadian buruk akan menimpaku kalau semua orang tahu akan keadaanku ini. Aku yakin tidak semua orang akan mengerti dengan apa yang telah menimpaku ini. Karir serta reputasiku pasti akan hancur kalau orang-orang yang berada di lingkungan kerjaku tahu akan keadaanku ini. Bahkan aku sendiri merasa tidak tega untuk menjelaskan persoalan ini kepada istriku. Aku takut istriku akan kecewa dengan apa yang selama ini aku perbuat kepadanya. Terutama lagi pada saat itu ia sedang hamil beberapa bulan, sedangkan disisi lain aku sangat khawatir terhadap kelangsungan hidup si bayi yang sedang dikandungnya. Ini sungguh sebuah kejaidian terburuk yang pernah menimpa hidupku. Seakan kehidupankun sudah mulai hancur karena tidak sanggup untuk menahan beban yang selama ini aku derita. Pada saat itu aku hanya berani menceritakan semua masalahku kepada dokter psikologku. Namun sepandai-pandainya bajing melompat akhirnya akan jatuh juga. Mungkin itulah pribahasa yang pantas buatku. Seiring dengan berjalannya waktu akhirnya rahasia terbesarku ini terbongkar juga. Sebagian besar orang-orang sudah mengetahui keadaanku ini, bawasannya aku merupakan salah satu orang yang menderita penyakit HIV. Itulah kisah hidupku yang tanpa terasa berlalu begitu saja. Aku kehilangan perkerjaan karena semakin hari kualitas kerjaku serta vitalitas tubuhku semakin hari kian memburuk. Ditambah lagi aku dikenal sebagai seorang yang terjangkin penyakit HIV. Sedangkan istriku langsung meninggalkanku setelah beberapa lama kemudia mengetahui semua persoalan yang pernah aku alami sebelumnya. Hubungan kami sudah tidak harmonis lagi, bahkan dia juga tega meninggalkanku dengan membawa anak hasil darah daging kami. Sampai saat ini aku tidak bisa berbuat apa-apa selain kembali lagi ke sisi keluargaku yang selalu menerimaku apa adanya.