Anda di halaman 1dari 7

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. Wb

Dengan mengucap Syukur Alhamdulillah. Bahwasanya saya telah dapat membuat makalah e-Library walaupun tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang saya hadapi, tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah SWT.

Walaupun demikian, sudah barang tentu makalah ini masih terdapat kekurangan dan belum dikatakan sempurna karena keterbatasan kemampuan saya. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak saya harapkan agar dalam pembuatan makalah di waktu yang akan datang bisa lebih baik lagi.

Harapan saya semoga makalah ini berguna bagi siapa saja yang membacanya.

Wabilahi Taufik walhidayah Wasalamualaikum wr.wb.

Penyusun

A. 1.

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Menurut beberapa segi pandangan dapat dibedakan jenis demokrasi. Demokrasi sendiri bukan merupakan tujuan, jika efektivitas sistem politik merupakan tujuan akhir maka persaingan antara partai-partai, dengan kata lain suatu model konflik atau popularitas dan pemilih yang relatif nasional yang dapat mengadakan pilihan partai yang tepat, akan dianggap sebagai syaratsyarat menguntungkan bagi demokrasi politik. Demokrasi politik digambarkan sebagai cara pembentukan kebijaksanaan yang ada selama anggota-anggota kelompok mempunyai kemungkinan mempengaruhi isi, terwujudnya dan dampak kebijaksanaan kelompok secara langsung atau tidak langsung. Menurut pendapat demikian masih ada demokrasi selama ada kemungkinan bagi semua anggota kelompok untuk menjalankan partisipasi politik dengan cara efektif. 2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang diangkat penulis adalah: 1. Apakah demokrasi itu? Apakah peranserta mahasiswa dalam konstribusi demokrasi? Tujuan Penulisan

Berangkat dari rumusan masalah di atas yang mendasari lahirnya permasalahan dan sumber masalah tersebut, maka tersirat tujuan penulis sebagai berikut Untuk mengetahui apa demokrasi itu Untuk mengetahui apa peran mahasiswa dalam konstribusi demokrasi

B. PEMBHASAN

Kaum muda Indonesia adalah masa depan bangsa. Karena itu, setiap pemuda Indonesia, baik yang masih berstatus sebagai pelajar, mahasiswa, ataupun yang sudah menyelesaikan pendidikannya adalah aktor-aktor penting yang sangat diandalkan untuk mewujudkan cita-cita pencerahan kehidupan bangsa kita di masa depan. The founding leaders Indonesia telah meletakkan dasar-dasar dan tujuan kebangsaan sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Demokrasi, sebuah kata yang menunjuk pada keperkasaan rakyat, karena memiliki kekuasaan untuk mengatur kehidupan negara berdasarkan kedaulatan yang dimilikinya, telah puluhan tahun kehilangan makna di Indonesia. selama orde baru demokrasi tidak hanya mengalami reduksi makna, melainkan telah jungkir balik dari arti yang sebenarnya dan malah dipakai untuk menghalalkan praktik-praktik politik yang represif dan menindas rakyat. Menyelenggarakan sistem yang demokratis tidak mudah, dan bahkan tidak semua negara yang mengalami masa transisi berhasil mencapai konsolidasi demokrasi. membangun demokrasi tidak sekedar hanya mengandalkan aturan formal saja. Alam demokrasi memerlukan masyarakat yang mampu menerapkan nilai-nilai demokratis seperti toleransi, kesetaraan, membangun konsesus, mengelola konflik, dan lain sebagainya. Setelah lebih dari satu dekade menjalani satu masa liberalisasi politik, perjalanan demokratisasi di Indonesia belum menunjukkan perkembangan yang ideal. Reformasi yang bergulir sejak 1998 ternyata tidak serta merta mendorong terjadinya transformasi demokrasi di Indonesia. Berbagai cacat-cacat yang menghambat terwujudnya praksis demokratisasi di Indonesia tersebut, membawa kita pada persoalan, apakah proses transformasi demokrasi sebagai agenda reformasi benar-benar mengalami kebuntuan. Alih-alih menghasilkan demokrasi seperti yang diangankan selama ini, wacana dan praksis demokrasi di Indonesia cenderung berkembangdengan suatu sistem yang ciri, pola, logika dan dinamika mendasarrnya dibentuk dan dijalankan oleh politik uang dan kekerasan. Tak ayal, jika kemudian kita melihat munculnya gejala tirani minoritas dimana panggung politik kita didominasi segelintir elite, baik pada tingkatan pusat maupun daerah.

Mahasiswa menempati kedudukan yang khas (Special position) dimasyarakat, baik dalam artian masyarakat kampus maupun diluar kampus. Kekhasan ini tampak pada serentetan atribut yang disandang mahasiswa, Dalam konteks pergerakan politik di Indonesia, sejarah perjuangan mahasiswa Indonesia sudah eksis sejak sebelum kemerdekaan. Bahkan, dapat dikatakan mereka adalah pelopor pergerakan kemerdekaan secara modern melalui organisasi-organisasi pergerakan mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari kepeloporan mahasiswa Stovia yang dimotori Wahidin Sudirohusodo dalam mempelopori gerakan kemerdekaan dengan organisasi modern. Hal yang kurang lebih sama dilakukan oleh pergerakan mahasiswa dinegeri Belanda, Kelompok Kramat Raya, Pegangsaan, KAMI, Malari, dan yang terakhir jatuhnya rezim Soeharto oleh gerakan Reformasi Mahasiswa. Fakta- fakta ini menunjukkan bahwa mahasiswa adalah kelompok yang selalu berdiri di garda terdepan dalam hampir setiap perubahan yang terjadi. Dalam perspektif sosial, mahasiswa pun menunjukkan dinamika tersendiri sebagai kelompok yang secara konsisten memperjuangkan hak-hak kaum tertindas serta memberi kontribusi yang tidak kecil dalam rekayasa perubahan sosial menuju masyarakat yang lebih baik. Posisi mahasiswa yang netral (Neutral position) dan tidak mempunyai kepentingan tertentu atau dibawah kepentingan telah menempatkannya pada posisi yang sangat disegani dan dihormati dalam setiap proses perubahan sosial masyarakat.

Peranan Mahasiswa dalam mengeliminasi/menghilangkan perilaku kekerasan/destruktif pada kejadian konflik di lingkungan masyarakat maupun pada saat terjadinya unjuk rasa adalah mutlak harus dilakukan mengingat mahasiswa adalah orang yang memiliki pendidkan yang bagus atau berintelektual. Memiliki pendidkan yang bagus berarti pintar dalam meyelesaikan masalah dalam artian lebih bijaksana dan berpikir logika. Mahasiswa juga adalah bagian dari masyarakat yang beradalam dalam lingkungan sosial tentunya juga mengalami, terlibat atau berada dalam Susana konflik bukanlah ikut terlibat dalam masalah atau suatau konflik yang lebih meruncing, melainkan sebagai mediator untuk bermusyawarah dalam menyelesaikan suatu pertikaian atau konflik tertentu. Mungkin dalam

suatau peristiwa konflik atau pertikaian yang dianggap sakral misalkan pertikaian antara suku, adat atau masalah ras dan agama susah atau bahkan tidak boleh ikut campur dalam masalah tersebut tetapi bukan berarti sebagai mahasiswa ikut berada dalam masalah untuk lebih meruncing tetapi untuk lebih berdiam diri dan menahan sikap dalam bertindak. Unjuk rasa dan demostrasi seperti sudah menjadi bagian yang harus ada pada negara demokrasi. Kegiatan seperti itu dilaksanakan guna menyampaikan aspirai masyarkat, mengkritik pemerintah, dan lain sebagainya yang hal tersebut lazim terjadi di negara demokrasi termasuk Indonesia negara kita. Namun terkadang hal yang seharusnya lazim tersebut menjadi tidak lazim karena disertai tindak kekerasan oleh oknum tertentu yang menjadikan sebagian masyarakat menganggap kegiatan unjuk rasa identik dengan kekerasan. Karena terkandang tidak sedikit kerugian yang di dapatkan, baik kerugian materi bahkan sampai korban nyawa. Hal ini dipengaruhi oleh gampang terpancingnya emosi masyarakat, terutama mahasiswa dan kurang bisa mengontrol emosi mereka, sehingga terkadang pesan yang akan disampaikan malah terkesampingkan oleh tindakan kekerasan tersebut. Untuk mengurangi tindak kekerasan tersebut diperlukan kesadaran para mahasiswa untuk tidak mudah terpancing emosinya dan dengan belajar mengontrol emosi. salah satu kegiatan yang bisa menjadi solusi yaitu kegiatan seminar yang membahas tentang cara-cara menyampaikan aspirasi agar dapat diterima dengan baik, atau seminar tentang tidak perlunya penggunan kekersan dalam menyampaikan kritikan. intinya yang diperlukan adalah menumbuhkan kesadaran bagi mahasiswa dan masyarakat bahwa kekerasan bukan jalan yang baik, karna saat ini untuk menyelesaikan masalah harusnya menggunakan otak, bukan otot. Mahasiswa bukan hanya sekedar agen perubahan seperti pahlawan tersebut,mahasiswa sepantasnya menjadi agen pemberdayaan setelah perubahan yang berperan dalam pembangunan fisik dan non fisik sebuah bangsa yang kemudian ditunjang dengan fungsi mahasiswa selanjutnya yaitu social control, kontrol budaya, kontrol masyarakat, dan kontrol individu sehingga menutup celah-celah adanya kezaliman.Mahasiswa bukan sebagai pengamat dalam peran ini, namun mahasiswa juga dituntut sebagai pelaku dalam masyarakat, karena tidak bisa dipungkiri bahwa mahasiswa merupakan bagian masyarakat.

Idealnya, mahasiswa menjadi panutan dalam masyarakat, berlandaskan dengan pengetahuannya, dengan tingkat pendidikannya, norma-norma yang berlaku disekitarnya, dan pola berfikirnya. namun mahasiswa dalam menyampaikan insiprasinya selalu saja menggunakan kekerasan fisik ,seharusnya mahasiswa berdemo boleh asal sesuai dngan aturan hukum yang ada , negara indonesia tidak melarang kita untuk berdemo yang penting sesuai dan dari demo tersebut membuahkan hasil yang maksimal . Pada dasarnya tidak ada yang menginginkan kekerasan terjadi, apalagi dalam suatu institusi pendidikan yang notabene tempat bersemayamnya kaum terdidik. Kesadaran tersebut senantiasa terpatri dalam jiwa dan relung hati kita masing-masing. Walau terkadang lingkungan dan sistem nilailah yang senantiasa membentuk kekerasan terjadi. Pentas kekerasan yang diperankan hampir setiap perguruan tinggi yang ada di kota-kota besar adalah fenomena yang luar biasa yang tentunya membutuhkan penanganan yang luar biasa pula. Bukan hanya dengan sanksi temporer seperti skorsing, drop out dan sanksi hukum kriminal, tapi dibutuhkan rekonsiliasi secara terpadu oleh segenap civitas akademika dalam mengawal visioner pendidikan yang sebenar-benarnya. Tidak dikendalikan oleh kepentingan politis apalagi dibatasi oleh tekanan politisasi Nasional, seperti penerapan Normalisasi Keadaan Kampus dan Badan Kordinasi Kampus (NKK/BKK) pada tahun 1979 silam.

sayang sekali jika hal ini kerap terjadi,Kekerasan mahasiswa bukan karena tanpa sebab,karena dibalik reaksi kekerasan terdapat dorongan, semangat dan gejolak dalam pencapaian perubahanperubahan sektoral, baik langsung maupun tidak langsung, disadari ataupun tidak Kampus adalah tempat suci dan netral dalam melihat persoalan dengan bijak. Tidak mengajarkan peserta didik memelihara prilaku konsumtif yang hanya melihat persoalan dari aspek material yang cenderung instan, dibutuhkan suatu pendidikan pembangunan karakter manusia serta proses kemandirian dalam mengungkap hakikat kebenaran dalam bertindak untuk memperoleh kembali pencitraan kampus yang telah hilang.melalui generasi muda atau pemuda terlahir inspirasi untuk mengatasi berbagai kondisi dan permasalahan yang yang ada. Pemuda atau generasi muda yang mendominasi populasi penduduk Indonesia saat ini mesti mengambil peran sentral dalam berbagai bidang untuk kemajuan Mengembalikan semangat nasionalisme dan patriotisme dikalangan generasi muda atau pemuda akan mengangkat moral perjuangan pemuda atau

generasi muda.Nasionalisme adalah kunci integritas suatu negara atau bangsa. harapan saya semoga tindak kekerasan tidak semakin menjadi budaya yang menonjol..mahasiwa semoga bisa berpikir yang lebih kritis dan bisa mengambil hikmah dari kekerasan tersebut, karena banyak pihak yang dirugikan .Saatnya pemuda menempatkan diri sebagai agen sekaligus pemimpin perubahan. Pemuda harus meletakkan cita-cita dan masa depan bangsa pada cita cita perjuangannya. Pemuda atau generasi muda yang relatif bersih dari berbagai kepentingan harus menjadi asset yang potensial dan mahal untuk kejayaan dimasa depan..

Anda mungkin juga menyukai