Anda di halaman 1dari 64

Teknologi dan Desain Kerja serta Penilaian Kinerja

Pertemuan ke 12

Teknologi di tempat Kerja

Teknologi benar-benar telah mengubah hampir semua organisasi. Dalam bab ini menjelaskan bagaimana teknologi operasional dan teknologi informasi mempengaruhi manajemen dan proses pekerjaan. Teknologi dalam dunia bisnis didiskripsikan sebagai mesin dan alat yang menggunakan alat elektronik dan komputer yang canggih untuk menghasilkan output, yaitu merubah input menjadi output.

Tema umum dilingkungan pekerjaan, bahwa teknologi tersebut telah menggantikan tenaga kerja manusia dalam mengubah input menjadi output. Secara esensial dimulai pada revolusi industri tahun 1800-an. Namun, komputerisasi peralatan dan mesin pada seperempat abad terakhirlah, yang terutama mengubah pembentukan lingkungan kerja abad ke duapuluh satu. Mesin ATM, contohnya telah menggantikan sepuluh ribu manusia yang menjadi kasir dibank-bank.

Buku ini memberi perhatian besar akan pengaruh teknologi terhadap perilaku orangorang ditempat kerja. Bagaimana teknologi mengubah tempat kerja dan mempengaruhi kehidupan kerja karyawan. Ada empat isu spesifik yang berkaitan dengan teknologi dan pekerjaan. Isu-isu tersebut adalah manajemen mutu terpadu dan proses perbaikan yang terus menerus, rekayasa ulang, sistim manufaktur yang fleksibel, dan ketertinggalan pekerja.

Proses perbaikan yang terus menerus

Dalam manajemen mutu terpadu dengan filosofi tercapainya kepuasan pelanggan melalui perbaikan secara terus menerus dari seluruh proses organisasional. Pencapaian proses perbaikan yang dilakukan secara terus menerus sehingga variabilitas berkurang secara konstan. Ketika anda menghilangkan variasi, akan diperoleh peningkatan keseragaman produk dan jasa. Dengan peningklatan keseragaman , pada gilirannya akan diperoleh biaya lebih rendah dan kualitas lebih tinggi.

Contoh, program pemangkasan biaya bagi manajemen tradisional amerika dipandangnya sebagai suatu yang linier ada awal dan ada akhirnya. Sebaliknya orang-orang jepang mengangggap pemangkasan biaya sebagai suatu yang tidak pernah berakhir. Pencarian bagi perbaikan yang terus menerus menciptakan suatu perlombaan tanpa ada garis finis.

Proses Kerja Rekayasa Ulang

Istilah rekayasa ulang berasal dari proses pemisahan produk elektronik dan perancangan versi yang lebih baik. Michael Hammer menerapkan istilah tersebut untuk organisasi. Ketika dia menemukan perusahaan2 yang menggunakan komputer semata-mata hanya untuk mengotomatisasi proses agar tidak ketinggalan zaman, daripada menemukan secara mendasar cara yang lebih baik dalam melakukan sesuatu, dia menyadari bahwa prinsip-prinsip dari rekayasa ulang dapat diaplikasikan pada bisnis. Jadi, ketika diaplikasikan pada organisasi, rekayasa ulang berarti bahwa manajemen seharusnya dimulai dengan satu lembar kertas pemikiran dan perancangan kembali proses-2 tsb dimana nilai-nilai baru dapat diciptakan.

Elemen kunci.Tiga elemen kunci dari rekayasa ulang adalah mengidentifikasi kompetensi organisasi yang leluasa, menilai proses dasar, dan menata ulang proses secara horisontal. Kompetensi khusus organisasi menjelaskan apa yang dilaksanakan organisasi yang lebih baik daripada pesaingnya. Dell computer, contohnya, membedakan perusahaannya dari pesaingnya dengan menekankan pada perangkat keras yang berkualitas tinggi, dukungan teknis dan pelayanan yang komprehensif, dan harga yang murah. Mengapa mengidentifikasi kompetensi khusus menjadi sangat penting? Karena akan menuntun pada pengambilan keputusan sehubungan dengan aktivitas yang penting bagi kesuksesan organisasi.

Manajemen juga harus menilai proses-proses dasar yang secara jelas memberi nilai tambah terhadap kompetensi khusus organisasi. Semua ini merupakan proses untuk mengubah materi, modal, informasi dan tenaga kerja menjadi barang dan jasa yang bernilai bagi pelanggan. Ketika organisasi tersebut dipandang sebagai serangkaian proses, mulai dari perencanaan strategis hingga ke dukungan purnajual yang diberikan pada pelanggan, manajemen dapat menentukan sampai seberapa derajat masing-masing proses tersebut memberikan nilai tambah.

Rekayasa ulang menghendaki agar manajemen mengelola kembali proses horisontal. Ini berarti menggunakan tim lintas fungsional (cross-functional) dan tim swakelola (self-managed). Hal ini berarti memfokuskan pada proses bukan pada fungsi. Jadi, contohnya, wakil direktur utama dari pemasaran mungkin menjadi si pemilik proses dalam mencari dan mempertahankan para pelanggan. Hal itu juga berarti memangkas tingkatan manajemen menengah.

Sebagaimana dikatakan Hammer, para manajer bukan merupakan nilai tambah. Seorang pelanggan tidak pernah membeli suatu produk karena tingkat kemampuan manajemen.Salah satu dari tujuan rekayasa ulang adalah untuk meminimalkan kebutuhan manajemen. Apakah rekayasa ulang identik dengan TQM? Tidak, memang keduanya memiliki karakteristik yang sama. Keduanya menekankan pada proses dan pemuasan pelanggan. Keduanya berbeda secara radikal, yang dicari TQM adalah kemajuan kenaikan yang tetap terhadap kinerja, sedang rekayasa ulang mencari lompatan secepat kilat dalam kinerja.

Alat yang digunakan kedua pendekatan tersebut sangat berbeda. TQM mengandalkan pada bottom up, pengambilan keputusan partisipatif baik didalam perencanaan dari suatu program maupun dalam pelaksanaannya. Sebaliknya, rekayasa ulang pada awalnya diarahkan oleh manajemen puncak dengan cara yang otokrasi bukan demokrasi, dalam hal ini karyawan tidak punya pilihan lain (harus menerima) jika sudah menjadi keputusan manajemen puncak.

Implikasi terhadap karyawan. Dalam persaingan global yang begitu kompetitif, rekayasa ulang menjadi begitu populer dikalangan perusahaan-perusahaan karena terkait dengan mempertahankan hidup perusahaan. Akibatnya banyak sekali orang yang akan kehilangan pekerjaan mereka akibat langsung dari upaya rekayasa ulang. Para ahli mangatakan rekayasa ulang akan menghapus antara satu sampai 2.5 juta pekerjaan setiap tahun dimasa depan. Karyawan yang bertahan akan menemukan pekerjaan baru yang memerlukan keterampilan yang lebih, memiliki tanggungjawab tambahan dan gaji yang lebih tinggi.

Sistem Manufaktur yang Fleksibel

Dalam perekonomian global, organisasi manufaktur yang mampu menanggapi perubahan dengan cepat memiliki suatu keunggulan kompetitif. Misalnya mampu dan lebih baik dalam memenuhi beraneka kebutuhan pelanggan dan mengantarkan produk lebih cepat daripada para pesaing mereka. Karakteristik yang unik dari sistem manufaktur yang fleksibel adalah dengan memadukan desain yang didukung oleh komputer, rekayasa, dan manufaktur, sistem manufaktur ini dapat memproduksi dengan volume produksi yang rendah untuk para pelanggan dengan harga sebanding dengan apa yang sebelumnya hanya mungkin terjadi melalui produksi massal.

Ketertinggalan Pekerja

Perubahan dalam teknologi telah menggeser kehidupan stabil dari kebanyakan pekerja yang terampil. Keterampilan yang dimiliki pekerja tahun 1950-an bisa jadi akan dapat dimanfaatkan untuk hampir selama seumur hidupnya. Kondisi tersebut tidak akan terjadi pada masa sekarang karena perubahan akibat teknologi yang begitu cepat selalu membutuhkan peningkatan keterampilan yang bersifat baru dan radikal.

Rekayasa ulang akan menghasilkan kenaikan yang signifikan dalam produktivitas karyawan. Pendesaianan kembali proses kerja mencapai output yang lebih tinggi dengan lebih sedikit pekerja. Pekerjaan ini juga memerlukan keterampilan yang berbeda-beda. Jadi fenomena ketertinggalan pekerja benar-benar terjadi karena berpacu dengan teknologi manufaktur yang terus berkembang.

DESAIN KERJA

Dalam sesi ini, kita akan meneliti teori karakteristik tugas-tugas dan pendesainan kembali kerja. Menghadapi abad dua puluh satu ini, kita harus benar-benar mulai memikirkan kembali apa sebenarnya arti suatu pekerjan, karena bisa jadi apa yang disebut pekerjaan saat ini, pada sepuluh tahun yang akan datang tidak kita temukan lagi. Cara dimana tugas-tugas dikombinasikan untuk menciptakan pekerjaan individu memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja dan kepuasan karyawan.

Teori Karakteristik Tugas

Kebanyakan dari kita mengakui adanya dua fakta bahwa: pekerjaan itu berbeda-beda, dan beberapa pekerjaan itu lebih menarik dan lebih menantang dibanding yang lainnya. Ada beberapa teori karakteristik tugas. Kami akan mengkaji tiga teori yang paling penting yaitu teori prasyarat atribusi tugas, model karakteristik pekerjaan, dan model pemrosesan informasi sosial. Teori prasyarat atribusi tugas, Penemu teori ini, yaitu Arthur Turner dan Paul Lawrence memulai studi penelitiannya untuk menilai efek dari beberapa jenis pekerjaan yang berbeda terhadap kepuasan dan ketidakhadiran.

Mereka meramalkan bahwa para karyawan akan lebih memilih pekerjaan-pekerjaan yang kompleks dan menantang, yakni jenis pekerjaan yang dapat meningkatkan kepuasan dan menyebabkan angka ketidakhadiran menjadi lebih rendah. Mereka mendefinisikan kekompleksitasan pekerjaan dari segi enam karakteristik tugas: variasi, otonomi, tanggung jawab, pengetahuan dan keterampilan, interaksi sosial yang dibutuhkan, dan interaksi sosial pilihan. Semakin tinggi sebuah pekerjan dinilai dari karakteristik ini, menurut Turner dan Lawrence, semakin komplek pekerjaan tersebut.

Teori prasarat atribusi tugas adalah penting setidaknya untuk tiga alasan. Pertama, mereka menunjukkan bahwa para pekerja benar-benar memberi tanggapan yang berbeda-beda terhadap jenis pekerjaan yang berbeda-beda. Kedua, mereka memberi serangkaian atribusi tugas pendahuluan dimana pekerjaan dapat dinilai. Ketiga, mereka memfokuskan perhatian terhadap kebutuhan untuk mempertimbangkan pengaruh perbedaan individu mengenai reaksi karyawan terhadap pekerjaan.

Model karakteristik pekerjaan. Greg Oldham mengatakan bahwa setiap pekerjaan dapat dideskripsikan dalam lima dimensi pekerjaan inti, yang didefinisikan sebagai berikut: 1. Ragam keterampilan: tingkatan dimana pekerjaan tersebut memerlukan aktivitas yang berbeda sehingga pekerja dapat menggunakan sejumlah keterampilan dan bakat yang berbeda-beda. 2. Identitas tugas: tingkatan dimana pekerjaan tersebut memerlukan penyelesaian dari seluruh detail pekerjaan yang dapat diidentifikasi. 3. Tingkat pentingnya: Tingkatan dimana pekerjaan tersebut memiliki dampak yang substansial terhadap kehidupan atau pekerjaan orang lain.

4. Otonomi: Tingkatan dimana pekerjaan memerlukan kebebasan yang substansial, independensi, dan keleluasaan terhadap individu dalam menyusun jadwal pekerjaan untuk menentukan prosedur-prosedur yang digunakan dalam melaksanakannya. 5. Umpan balik: Tingkatan dimana dalam pelaksanaan pekerjaan yang diperlukan oleh pekerjaan tersebut pada perolehan individu secara langsung dan informasi yang jelas mengenai efektivitas kinerjanya.

Job characteristic model (JCM) dari Greg Oldham ini dalam penelitiannya membuktikan bahwa jika tiga karakteristik ini (ragam keterampilan, identitas tugas, dan tingkat pentingnya tugas) muncul dalam suatu pekerjaan kita dapat meramalkan bahwa pemegang jabatan akan memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang penting dan berharga, perhatikan juga bahwa pekerjaan yang memiliki otonomi memberikan pemegang jabatan suatu perasaan tanggungjawab pribadi mengenai hasilnya, dan bahwa jika suatu pekerjaan memerlukan umpan balik, pekerjaan tersebut akan mengetahui kinerjanya secara efektif.

Model pemrosesan informasi sosial. Model SIP berpedapat bahwa para pekerja mengadopsi sikap dan perilaku dalam menanggapi isyarat sosial yang diberikan oleh orang lain yang memiliki kontak dengan mereka.Orang lain ini bisa rekan kerja, penyelia, teman, anggota keluarga, atau para pelanggan. Serangkaian studi secara umum memastikan validasi dari model SIP. Contohnya, telah diperlihatkan bahwa rotasi dan kepuasan karyawan dimanipulasi oleh tindakan yang hampir tidak kentara, seperti komentar teman atau bos mengenai ada atau tidak adanya ciri pekerjaan seperti kesukaran, tantangan, dan otonomi.

Maka para manajer hendaklah memberi perhatian sebanyak mungkin (atau lebih banyak perhatian) terhadap persepsi para karyawan mengenai pekerjaan mereka ketika mereka memberikan karakteristik aktual mengenai pekerjaan para karyawannya. Para manajer mungkin saja, contohnya, meluangkan waktu untuk berbincang dengan para karyawannya mengenai betapa penting dan menariknya pekerjaan mereka.

Penataan Ulang Pekerjaan (work redesigne)

Pilihan apa yang mungkin dilakukan oleh manajer jika mereka ingin melakukan penataan ulang atau mengubah pekerjaan para pekerja? Berikut akan didiskusikan tiga dari pilihan tersebut, yaitu rotasi pekerjaan, penambahan pekerjaan, dan pengayaan pekerjaan. Rotasi pekerjaan. Jika pekerja menderita akibat kerutinan yang dialami dalam pekerjaannya, alternatif penanggulangannya adalah rotasi pekerjaan atau cross-training. Ketika aktivitas tidak lagi menjadi suatu hal yang menantang, pekerja tersebut dimutasikan ke pekerjaan lainnya yang tingkat dan persyaratan keterampilannya sama.

Kelebihan dari rotasi pekerjaan adalah dapat mengurangi kebosanan dan meningkatkan motivasi melalui pemberian variasi terhadap aktivitas para karyawan. Mutasi pekerja tuntu juga dapat memberikan kesempatan bagi pihak manajemen untuk lebih fleksibel dalam menyusun jadwal pekerjaan, beradaptasi terhadap perubahan, dan mengisi kekosongan posisi. Sebaliknya, rotasi bukannya tidak memiliki kekurangan. Biaya pelatihan akan lebih meningkat, produktivitas akan berkurang dengan pindahnya seorang karyawan ke posisinya yang baru tepat pada saat efisiensinya terhadap pekerjaannya yang terdahulu sedang menguntungkan ekonomi organisasi.

Perluasan (penambahan) Pekerjaan. Ide memperluas pekerjaan secara horisontal atau job enlargement menjadi semakin populer. Peningkatan jumlah dan variasi tugas yang dilaksanakan seseorang dapat memberi lebih banyak perbedaan. Upaya-upaya untuk penambahan pekerjaan tidak begitu mendapatkan hasil yang antusias. Seperti komentar seorang yang mengalami perancangan ulang pekerjaan, sebelumnya saya memiliki satu jenis pekerjaan yang buruk, sekarang melalui perluasan ini saya memiliki tiga. Namun perluasan pekerjaan tersebut masih memberi sedikit tantangan atau makna terhadap aktivitas seorang pekerja.

Pengayaan Pekerjaan. Atau job enrichment diperkenalkan untuk menanggulangi kelemahan dari penambahan pekerjaan. Pengayaan pekerjaan mengacu pada ekspansi pekerjaan secara vertikal dalam rangka meningkatkan derajat pengendalian pekerja terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dari pekerjaannya.Suatu pekerjaan yang ditingkatkan mengatur agar tugas tersebut memberi kesempatan pada pekerja untuk menyelesaikan seluruh aktivitasnya, meningkatkan kebebasan dan kemandirian karyawan, meningkatkan tanggungjawab, dan memberikan umpan balik, sehingga seseorang dapat menilai dan memperbaiki kinerjanya.

Bagaimana cara mengoreksi kinerjanya sendiri agar pihak manajemen dapat meningkatkan mutu pekerjaan seorang karyawan? Saran-saran berikut yang berdasar model karakteristik pekerjaan, menentukan tipe-tipe perubahan dalam pekerjaan yang paling mungkin berpengaruh dalam meningkatkan potensi motivasi mereka: 1. Menggabungkan tugas-tugas. Para manajer harus berusaha menggabungkan tugas-tugas kecil yang telah ada dan menyatukan mereka kembali lalu membentuk modul kerja yang baru dan lebih besar. Pengukuran ini dapat meningkatkan variasi keterampilan dan identitas tugas.

2. Menciptakan unit kerja yang alami. Penciptaan unit kerja yang alami berarti bahwa tugas seorang pekerja betul-betul bermakna dan teridentifikasi secara keseluruhan. Pengukuran ini dapat meningkatkan rasa memiliki pekerja terhadap pekerjaan dan memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang bermakna dan penting, bukan sesuatu yang membosankan. 3. Menjalin hubungan klien. Klien adalah pengguna produk atau jasa. Kapanpun bila memungkinkan manajer harus mencoba untuk membangun hubungan antar para pekerja dengan kliennya untuk meningkatkan variasi pekerjaan, otonomi, dan umpan balik terhadap pekerja tersebut.

4. Memperluas kerja secara vertikal. Ekspansi vertikal memberi tanggungjawab dan kontrol terhadap pekerja yang sebelumnya dikuasai oleh pihak manajemn. Perluasan tersebut secara parsial berupaya untuk mendekatkan jurang antara pihak-pihak yang melakukan dan yang mengendalikan pekerjaan tersebut, dan juga meningkatkan otonomi karyawan. 5. Membuka saluran umpan balik. Adalah memberi kesempatan pada karyawan untuk mengerti, seberapa bagus pekerjaan yang mereka lakukan, juga apakah kinerja mereka meningkat, memburuk atau konstan. Idealnya umpan balik kinerja seharusnya diterima secara langsung ketika pekerja melakukan pekerjaan , daripada diterima dari pihak manajemen.

Implikasi bagi Para Manajer

Teknologi telah merubah pekerjaan dan perilaku kerja manusia. TQM dan penekanannya pada proses perbaikan terus menerus dapat meningkatkan stress bagi karyawan ketika para individu mendapatkan bahwa pengharapan pada kinerja meningkat dengan konstan. Rekayasa ulang telah menghapuskan jutaan pekerjaan dan betul-betul menata ulang kembali pekerjaan mereka yang masih bertahan. Sistem manufaktur yang fleksibel menghendaki keterampilan baru bagi karyawan dan kesiapan menerima tanggungjawab yang lebih tinggi. Teknologi juga membuat keterampilan cepat menjadi usang.

Pemahaman terhadap desain pekerjaan akan dapat membantu para manajer untuk mendesain pekerjaanpekerjaan yang secara positif mempengaruhi motivasi karyawan. Contohnya, pekerjaan yang mendapat skor JCM tinggi meningkatkan kendali seorang pekerja terhadap elemen kunci dalam pekerjaannya. Selanjutnya pekerjaan yang menawarkan otonomi, umpan balik, dan karakteristik tugas kompleks yang serupa membantu untuk memuaskan tujuan individu dari para karyawan yang berhasrat untuk memiliki lebih banyak kendali terhadap pekerjaan mereka.

SISTEM PENILAIAN KINERJA DAN PENGHARGAAN

Pada bab ini, kita akan memperlihatkan bagaimana sistem penilaian dan penghargaan kinerja mempengaruhi sikap atau perilaku sejumlah orang didalam organisasi. Mengapa mesti menilai kinerja karyawan? Bagaimana cara memberi penilaian? Apa kemungkinan masalah yang timbul? Bagaimana manajer dapat menanggulangi masalah ini? Itulah pertanyaan pokok yang dicari jawabnya dalam bab ini.

Tujuan dan motivasi dan apa yang dievaluasi

Penilaian kinerja memiliki tujuan. Pertama, untuk mengambil keputusan personalia secara umum. Misalnya, pengambilan keputusan yang penting dalam hal promosi, transfer, ataupun pemberhentian karyawan. Kedua, memberikan penjelasan tentang pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan untuk karyawan. Ketiga, dijadikan sebagai kriteria untuk program seleksi dan pengembangan yang disahkan. Setiap fungsi dari penilaian kinerja adalah penting. Kepentingan masing-masing fungsi ini bagi kita tergantung pada perspektif yang kita terapkan. Kesimpulannya, kita menekankan penilaian kinerja berdasarkan perannya sebagai suatu faktor penentu alokasi penghargaan.

Dengan dilakukan penilaian kinerja mereka termotivasi untuk mencapai peningkatan kinerja yang signifikan. Jelasnya, mereka harus mengetahui apa saja yang dituntut dari pekerjaan mereka. Mereka harus tahu bagaimana kinerja mereka diukur. Selanjutnya mereka harus yakin seandainya mereka berusaha berdasar kemampuan mereka, maka usaha mereka tersebut akan membuahkan hasil dalam sebuah kinerja yang memuaskan sebagaimana yang telah ditentukan oleh kreteria yang akan mengukur mereka. Dan yang terakhir mereka akan mendapatkan penghargaan sesuai dengan yang diharapkan

Lalu apa yang dievaluasi?. Kriteria-kriteria yang dipilih manajemen dalam melakukan evaluasi, akan berdampak besar terhadap apa yang dikerjakan oleh karyawan tersebut. Ada tiga kriteria evaluasi yang paling umum yaitu, hasil kerja perorangan, perilaku dan sifat. Hasil kerja perorangan. Jika mengutamakan hasil akhir, lebih dari sekedar alat, maka pihak manajemen harus mengevaluasi hasil kerja dari seorang pekerja. Dengan menggunakan hasil kerja, seorang manajer perencana dapat menentukan kriteria untuk kuantitas yang diproduksi, sisa yang dihasilkan, dan biaya per unit produksi.

Perilaku. Dalam konteks kerja kelompok sulit melakukan evaluasi atau identifikasi atas kontribusi dari setiap anggota kelompok. Dalam hal ini, bukanlah keanehan bagi manajemen untuk mengevaluasi berdasar perilaku para pekerja. Misalnya, perilaku seorang manajer perencana dapat digunakan sebagai tujuan evaluasi kinerja, yang mencakup ketepatan waktu dalam memberikan laporan bulanan atau kesesuaian gaya kepemimpinan yang diperlihatkan manajer.

Sifat. Bagian yang paling lemah dari kriteria, sesuatu yang masih digunakan secara luas oleh organisasi.yaitu sifat perorangan (traits). Sifat-sifat seperti sikap yang baik, dapat diandalkan, atau mampu bekerjasama, kelihatan sibuk dan memiliki banyak pengalaman, dapat atau tidak dapat dihubungkan dengan hasil tugas yang positif, tetapi hanya seorang yang naif yang akan mengesampingkan realita bahwa faktor sifat tersebut jarang digunakan sebagai kriteria penilaian tingkat kinerja seorang pekerja.

Siapa yang harus Mengevaluasi

Yang berhak mengevaluasi adalah pimpinan, atasan langsung atau manajer karena itu bagian dari wewenangnya, apalagi dia bertanggungjawab terhadap kinerja bawahannya. Tapi logika tersebut memiliki cacat, karena orang lain sebenarnya dapat melakukan pekerjaan tersebut dengan lebih baik. Atasan langsung. Sembilan puluh lima persen dari keseluruhan evaluasi kinerja pada tingkat yang lebih rendah dan menengah dilaksanakan oleh atasan langsung. Sejumlah organisasi mengakui mengalami kemunduran dalam menggunakan sumber-sumber evaluasi, karena diantara pimpinan merasa tidak memenuhi persyaratan untuk mengevaluasi sebuah kontribusi yang unik dari kinerja para bawahan.

Rekan kerja. Evaluasi dari rekan kerja (peers) adalah salah satu cara yang dapat dijadikan sebagai sumber data penilaian yang paling dapat dipercaya. Kenapa? Pertama, evaluasi rekan kerja sangat erat hubungannya dengan kegiatan. Interaksi sehari-hari memberi mereka sudut pandang pemahaman yang menyeluruh terhadap kinerja pekerjaan seorang pekerja.Kedua, sebagai penghitung hasil, akan menghasilkan beberapa penilaian yang mandiri, sedangkan seorang pimpinan hanya dapat menghasilkan penilaian dalam bentuk evaluasi tunggal. Pada sisi lain, dapat dirusak oleh bias persahabatan dan ataupun perselisihan.

Pengevaluasian diri sendiri. Karyawan yang menilai kinerja diri sendiri konsisten dengan nilai-nilai seperti swakelola dan pemberdayaan. Evaluasi yang dilakukan sendiri memberi nilai yang tinggi bagi pekerja; cara ini cenderung mengurangi sifat membela diri yang dilakukan karyawan pada saat proses penilaian; dan mereka membuat wahana yang baik untuk merangsang diskusi kinerja pekerjaan antara pekerja dan atasan mereka. Tapi, bagaimanapun juga, cara ini dapat dihalangi oleh penilaian yang bias jasa diri, bahkan seringkali berada pada tingkat yang lebih rendah sehingga perlu disesuaikan dengan penilaian atasan.

Bawahan langsung. Sumber pertimbangan keempat adalah penilaian bawahan langsung (immediate subordinate) seorang pekerja. Cara ini sesuai dengan nilai dasar perusahaan, yaitu kejujuran, keterbukaan dan pemberdayaan pekerja. Evaluasi yang dilakukan bawahan langsung dapat memberikan informasi yang akurat dan rinci tentang perilaku seorang manajer karena si penilai secara khusus memiliki hubungan yang baik dengan manajer. Masalah yang muncul adalah kekhawatiran akan tindakan balasan dari pimpinan yang dinilai tidak baik. Oleh karena itu kerahasiaan responden sangatlah penting jika evaluasi ini ingin dilaksanakan dengan akurat.

Pendekatan menyeluruh: Evaluasi 360 derajat. Cara ini memberi umpan balik kinerja dari lingkaran penuh hubungan sehari-hari yang mungkin dilakukan seorang pekerja, mulai hubungan dengan petugas ruangan surat, pelanggan, pimpinan, dan rekan kerja. Apa daya tarik dari evaluasi 360 derajat ini? Cara ini cukup cocok bagi organisasi yang telah melaksanakan program tim, yang melibatkan pekerja, dan memiliki program TQM. Dengan mengandalkan umpan balik dari rekan kerja, pelanggan dan bawahan, dapat memberi setiap orang lebih dari sekedar rasa berpartisipasi dalam proses penilaian dan meraih hasil yang lebih tepat dalam menilai kinerja para pekerja.

Metode Penilaian Kinerja

Terlihat bahwa penilaian kinerja itu penting, tapi bagaimana cara mengevaluasi kinerja seseorang? Teknik apa yang dipakai untuk sebuah penilaian? Berikut adalah metode umum penilaian sebuah kinerja dipaparkan: Esai tertulis. Metode penilaian dengan cara menulis sebuah narasi yang menggambarkan kelebihan, kekurangan, prestasi waktu lampau, potensi dan saran-saran mengenai seorang karyawan untuk perbaikan. Tetapi hasil tulisan ini sering kali menggambarkan kemampuan penulisnya. Baik atau buruknya penilaian sama-sama ditentukan oleh keterampilan menulis si penilai dan tingkat aktual kinerja seorang pekerja.

Keadaan kritis. Metode critical incidence memfokuskan perhatian si penilai pada perilakuperilaku yang merupakan kunci untuk membedakan antara sebuah pekerjaan efektif atau yang tidak efektif. Si penilai menulis anekdot yang menggambarkan apa saja yang dilakukan para pekerja. Yang menjadi kunci penilaian adalah perilaku yang bersifat khusus, bukan sifat-sifat personal yang samar, melainkan yang disebutkan. Sebuah daftar keadaan yang kritis memuat serangkaian contohcontoh, dimana dengan daftar ini para pekerja dapat melihat perilaku yang diharapkan dan perilaku yang membutuhkan pengembangan.

Grafik Skala Penilaian. Adalah metode tertua dan terpopuler dalam penilaian. Didalam metode ini, dicatat faktor-faktor kinerja, seperti kualitas dan kuantitas kerja, tingkat pengetahuan, kerjasama, loyalitas, kehadiran, kejujuran, dan inisiatif. Selanjutnya si penilai memeriksa daftar tersebut dan menilai setiap faktor sesuai dengan skala peningkatan. Skala-skala tersebut menghasilkan spesifikasi berdasarkan lima poin, sehingga sebuah faktor seperti pengetahuan kerja bisa di nilai 1 (informasi tentang tugas kerja sangat kurang) hingga 5 (telah melengkapi dan menguasai seluruh bagian kerja). Metode ini memberikan analisis yang kuantitatif dan analisis perbandingan.

Skala Peningkatan Perilaku. Skala ini mengkombinasikan elemen penting dari metode keadaan kritis dengan metode pendekatan grafik skala penilaian. Si penilai menilai para pekerja berdasarkan kepada halhal dalam rangkaian kesatuan, tetapi poin-poinnya merupakan contoh perilaku aktual didalam pekerjaan, bukan sekedar diskripsi atau ciri-ciri umum. Metode ini menentukan dengan pasti, bersifat dapat diamati, dan dapat mengukur perilaku kerja. Contoh perilaku didalam bekerja dan dimensi kinerja ditemukan dengan meminta para peserta untuk memberikan ilustrasi spesifik tentang efektif atau tidak efektifnya sebuah perilaku berdasarkan dimensi kinerja.

Contoh-contoh perilaku tersebut selanjutnya diterjemahkan ke dalam sebuah perangkat dimensi kinerja, setiap dimensi memiliki bermacam-macam tingkat kinerja. Hasil dari proses ini merupakan deskripsi perilaku, seperti antisipasi, perencanaan, pelaksanaan, pemecahan masalah, menjalankan perintah yang mendesak dan penanganan situasi darurat.

Memecahkan Masalah

Fakta bahwa organisasi dapat mengatasi permasalahan di dalam penilaian kinerja seharusnya tidak membuat manajer menyerah didalam proses tersebut. Langkah-langkah yang dapat diambil untuk memecahkan kebanyakan masalah yang telah kita identifikasi. Penggunaan Kriteria ganda. Karena kinerja yang berhasil pada kebanyakan pekerjaan memerlukan pelaksanaan sejumlah hal dengan baik, keseluruhan hal tersebut harus diidentifikasi dan dievaluasi. Tetapi bukan berarti segala sesuatu harus dinilai. Aktivitas penting yang menunjukkan kinerja yang efektif atau tidak efektif adalah hal-hal yang harus dinilai.

Sifat Menghilangkan Penekanan. Banyak sifat yang dianggap berhubungan dengan kinerja yang baik, tapi dalam kenyataannya, sering tidak atau memiliki sedikit kaitan dengan kinerja. Sifat-sifat seperti loyalitas, inisiatif, keberanian, keandalan, dan pengekspresian diri, merupakan karakter yang menarik dari karyawan. Tetapi pertanyaan yang muncul, apakah individuindividu yang dinilai tinggi dengan sifat-sifat tersebut memiliki kinerja yang lebih baik dari yang dinilai rendah? Tak ada jawaban yang pasti, sebab ada karyawan yang berkinerja sangat baik meski tidak memiliki penilaian tinggi pada sifat-sifat tersebut.

Penekanan Perilaku. Lebih baik menggunakan ukuran didasarkan pada perilaku daripada berdasarkan sifat, dalam melakukan penilaian. Kenapa? Ukuran berdasarkan perilaku dapat dihubungkan dengan dua sasaran utama dari sifat. Pertama,karena pengukuran yang difokuskan pada perilaku bisa dicarikan contohcontoh khusus baik dan buruk dari kinerja. Kedua, karena kita menilai contoh yang spesifik dari perilaku, kita dapat meningkatkan kemungkinan yang dilihat sama oleh dua atau lebih penilai. Seperti ketika menilai karyawan dalam konteks perilaku khusus, kita mungkin sama-sama setuju bahwa karyawan tersebut sering menyapa dengan ucapan selamat pagi kepada para pelanggan.

Mendokumentasikan perilaku kinerja didalam catatan harian. Dengan mencatat pada buku harian setiap perilaku yang berisi keadaan kritis khusus setiap pekerja, penilai dapat terbantu dalam membuat keputusan agar lebih akurat. Buku harian sebagai contoh, cenderung mengurangi toleransi dan lingkaran kesalahan karena cara ini mendorong penilai untuk lebih terfokus kepada perilaku yang berhubungan dengan kinerja dibanding sifat.

Bagaimana dengan Penilaian Kinerja Tim?

Bagaimana organisasi menggunakan tim untuk mengevaluasi kinerja? Empat buah saran ditawarkan untuk merancang suatu sistim yang mendukung dan memperbaiki kinerja sebuah tim. 1. Mengaitkan hasil tim dengan tujuan organisasi. Penting untuk mencari tolok ukur yang diterapkan terhadap suatu tujuan penting dimana tim diharapkan dapat mencapai tujuan tersebut. 2. Awali dengan pelanggan dari tim dan proses yang harus diikuti untuk memenuhi kebutuhan mereka. Produk akhir yang diterima oleh pelanggan dapat dievaluasi dalam konteks pemenuhan tuntutan pelanggan. Transaksi antartim dapat dievaluasi berdasarkan pengiriman dan kualitas.

Dan langkah-langkah proses dapat dievaluasi berdasarkan waktu yang terbuang dan perputaran waktu. 3. Mengukur kinerja tim dan individu.Tentukan masing-masing peran anggota tim untuk mendukung proses kerja tim. Selanjutnya ukur masing-masing kontribusi anggota dan kinerja tim secara keseluruhan. 4. Latih tim untuk membuat standar penilaiannya sendiri. Atur sedemikian rupa agar tim menentukan tujuan mereka sendiri dan masing-masing anggota memastikan bahwa setiap orang memahami perannya masing-masing dan siap membantu pengembangan tim agar lebih solid.

Sistem Penghargaan

Penghargaan seperti kenaikan gaji, promosi, dan tugas kerja yang diinginkan yang dikontrol oleh organisasi memiliki kekuatan penting yang mempengaruhi perilaku setiap pekerja. Faktor penentu yang menjadi pertimbangan seseorang memperoleh penghargaan akan dibahas antara lain, kinerja, usaha, senioritas, keterampilan yang dimiliki, dan kerumitan pekerjaan.

Kinerja. Merupakan ukuran dari sebuah hasil. Sebuah pertanyaan sederhana: Apakah anda mampu menyelesaikan pekerjaan? Untuk menghargai seseorang didalam didalam suatu organisasi, maka diperlukan beberapa kriteria persetujuan untuk menentukan kinerja mereka.jadi, selama penghargaan diletakkan atas dasar faktor yang secara langsung berhubungan dengan pekerjaan yang dilakukan dengan baik, maka kita menggunakan kinerja sebagai sebuah faktor yang menentukan.

Usaha. Penghargaan terhadap suatu usaha merupakan contoh klasik cara pemberian penghargaan, bukan sekedar akhir dari suatu usaha.Didalam organisasi yang secara umum memiliki kinerja yang rendah, penghargaan atas sebuah usaha hanyalah semata-mata sebagai kriteria pembeda penghargaan. Para pekerja yang jelas dirasa oleh atasannya kurang dari usaha optimalnya akan berharap dihargai kurang dari beberapa pekerja lain, yang mana, walaupun kurang berhasil, akan tetapi mereka telah melakukan usaha yang banyak.

Senioritas. Masa kerja yaitu rentang waktu yang panjang dalam bekerja merupakan faktor utama dalam menentukan alokasi penghargaan dalam sistem kepegawaian publik di lembaga pemerintah. Gambaran terhebat senioritas sebenarnya merupakan cara penilaian termudah sebagai pengganti kinerja.

Keterampilan yang dimiliki. Pengalokasian penghargaan yang didasarkan pada keterampilan dari para pekerja, artinya setiap individu yang memiliki tingkat keterampilan atau bakat paling tinggi akan diberi penghargaan yang memuaskan. Tingkat keterampilan yang dimiliki merupakan hal yang menentukan kompensasi yang akan diterima yang akan melahirkan suasana kompetisi yang sehat.

Kerumitan pekerjaan. Kerumitan pekerjaan dapat dijadikan sebagai kriteria pemberian penghargaan. Pekerjaan yang sukar dilakukan atau yang tidak diharapkan karena tekanan atau kondisi yang tidak mengenakkan, karena resiko yang tinggi, mungkin harus diberi penghargaan yang lebih tinggi dengan tujuan untuk memikat pekerja agar bersedia melakukan pekerjaan etersebut.

Jenis-Jenis Penghargaan
Jenis penghargaan yang dapat diberikan organisasi lebih rumit dari apa yang secara umum dibayangkan. Yang pasti, harus ada kompensasi langsung atau tidak langsung. Juga ada penghargaan yang bersifat nonfinansial. Setiap jenis penghargaan ini dapat diberikan kepada perorangan, kelompok atau basis jaringan organisasi. Penghargaan intrinsik adalah penghargaan yang diterima oleh perorangan untuk diri mereka sendiri. Penghargaan ini berupa kepuasan kerja, juga mencakup kompensasi langsung, tidak langsung dan penghargaan nonfinansial.

Wujud penghargaan intrinsik meliputi: membuat keputusan partisipatif, memilih tanggungjawab lebih banyak, kesempatan untuk mengembangkan diri, kebebasan kerja dan kebebasan memilih yang lebih besar, pekerjaan yang lebih menarik dan perbedaan yang beragam. Wujud penghargaan ekstrinsik meliputi: Kompensasi langsung antara lain, gaji pokok upah besar, premi lembur dan cuti, bonus kinerja, pembagian keuntungan dan pilihan pembelian saham; kompensasi tidak langsung antara lain, program proteksi, pembayaran untuk waktu tidak bekerja, pelayanan dan penghasilan tambahan; penghargaan nonfinansial anatara lain, perlengkapan alat kantor dll.

Anda mungkin juga menyukai