Anda di halaman 1dari 6

JARINGAN SYARAF TIRUAN KOHONEN UNTUK ANALISIS KLINIK TANGIS BAYI ADRIAN EKO SAPUTRO NIM.

M0298016 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta Sistem penganalisis klinik tangis bayi dibuat untuk mengklasifikasikan sinyal suara tangis bayi ke dalam 2 kategori klinik, yaitu normal dan abnormal berdasarkan pola akustik tangis bayi. Jaringan syaraf tiruan Kohonen dipakai sebagai otak penganalisisnya. Pada masa pelatihan, jaringan diberi 12 pola akustik tangis bayi normal dan 12 pola akustik tangis bayi abnormal. Hasil pengujian jaringan menunjukkan bahwa jaringan dapat mengenali kembali semua bahan ajar normal dan 9 bahan ajar abnormal pada toleransi kesalahan 1,6. Kata kunci : jaringan syaraf tiruan Kohonen, pola ciri akustik, tangis bayi, normal, abnormal

1. PENDAHULUAN Tangis bayi dapat memberikan gambaran kondisi fisik maupun psikologis dari seorang bayi. Beberapa penelitian terdahulu terhadap tangis bayi, seperti yang dilakukan oleh Ekkel (2001) dan Lederman (2002), menunjukkan bahwa pemicu tangis yang berbeda akan menghasilkan pola tangis yang berbeda pula. Hasil penelitian Robb dan Goberman (1997) terhadap bayi yang baru lahir di Amerika menunjukkan bahwa ada perbedaan pola tangis yang signifikan antara bayi normal dengan bayi abnormal. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sinyal suara tangis bayi dapat dipakai sebagai alat deteksi dini terhadap kesehatan bayi. Data suara tangis bayi relatif mudah didapatkan namun demikian pemanfaatannya sebagai alat deteksi dini terhadap kesehatan bayi masih amat jarang terutama di Indonesia. Berdasarkan fenomena di atas maka dibuatlah suatu sistem yang mampu mendeteksi kesehatan bayi berdasarkan hasil analisis sinyal suara tangisnya. Sistem penganalisis klinik tangis bayi menggunakan jaringan syaraf tiruan Kohonen atau disebut juga SOM (Self Organizing Maps) sebagai otaknya. Jaringan syaraf tiruan Kohonen telah banyak dimanfaatkan untuk pengenalan pola baik berupa citra,suara,dll (Siong dan Resmana, 1999). Jaringan syaraf tiruan Kohonen akan belajar mengingat pola-pola suara tangis bayi normal dan abnormal.

Berdasarkan hasil belajarnya sistem tersebut akan menganalisis suara tangis bayi dengan cara mengklasifikasikan pola tangis masukan tersebut ke dalam salah satu di antara 2 kategori kinik, yaitu normal atau abnormal. 2. METODE PENELITIAN Data suara tangis bayi direkam dari tangis 8 bayi yang baru lahir di RS. Muwardi, Surakarta. Diagnosa dokter menyebutkan bahwa dari ke-8 bayi tersebut 3 bayi dalam kondisi normal dan 5 bayi dalam kondisi abnormal. Sinyal suara analog direkam sekaligus diubah menjadi sinyal digital oleh voicepen DS601. Hasil rekaman suara tangis disimpan dalam file berekstensi *.wav. Data suara tangis bayi berupa frekwensi suara tangis selama rentang waktu tertentu. Data tersebut selanjutnya diolah menggunakan software SFS (Speech Filing System) untuk menghilangkan derau yang timbul akibat adanya pengaruh spectral dari struktur indera penghasil bunyi mulai dari pangkal tenggorok hingga bibir bayi dan didapatkan nilai mfcc (mel frequency cepstral coefficients ). Data suara tangis bayi yang telah dibersihkan dari derau kemudian dicuplik dalam frame-frame seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Dalam penelitian ini telah dicuplik 12 frame dari 4 file data tangis bayi abnormal dan 12 frame dari 3 file data tangis bayi normal untuk dipakai sebagai bahan ajar.

dengan i = 1, 2, , M N n = 0, 1, 2, .,NT dimana n merupakan perulangan dalam tahapan belajar dan NT merupakan jumlah vektor. Wi(0) merupakan vektor bobot ke-i sebelum belajar. b) Menghadirkan vektor masukan, X(n) sebagai bahan ajar ke dalam jaringan c) Menjalankan proses kompetisi 1) Hitung jarak Euclidean : Di (n) = X (n) Wi (n) (2) 2) Cari neuron dengan jarak Euclidean terpendek sebagai pemenang kompetisi d) Neuron pemenang dan tetangganya berhak melakukan proses belajar, dalam arti nilai vektor bobotnya mengalami pengubahan nilai mengikuti perumusan berikut
Wi (n + 1) = Wi (n) + (n)[X (n) Wi (n)]

Gambar 1. Pencuplikan frame dalam sebuah file data tangis bayi

Dari setiap frame diambil data koefisien cepstralnya pada 3 posisi, yaitu awal frame, tengah frame dan akhir frame. Setiap posisi menghasilkan 16 koefisien cepstral. Dengan demikian dari sebuah frame akan diperoleh 48 koefisien cepstral yang membentuk sebuah pola akustik tangis bayi. Setiap data pola akustik tangis bayi dinormalisasi agar setiap pola tersusun atas angka-angka yang berkisar antar 1 hingga -1. Proses ini diterapkan untuk menghilangkan efek kuantitatif saat proses klasifikasi pola. Pola tangis bayi ternormalisasi menjadi masukan bagi jaringan syaraf tiruan Kohonen baik pada masa pelatihan maupun pada masa pengujian. 2.1 Perancangan program pelatihan jaringan syaraf tiruan Kohonen Jaringan syaraf tiruan Kohonen yang disusun memiliki M N neuron dimana setiap neuron memiliki vektor bobot berdimensi R dan akan menerima masukan dari vektor masukan berdimensi R pula. Jaringan akan menjalani masa pelatihan menurut algoritma sebagai berikut (Emamian, V., etc,2004) : a) Inisialisasi nilai setiap vektor bobot awal. Salah satu metode untuk mencegah kondisi non-konvergen adalah menginisialisasi bobot awal dengan pola-pola yang sangat mirip dengan pola-pola yang akan dilatihkan (Siong dan Resmana, 1999).
Wi (n) = [m1 , m2 ,..., m R ]

(3)

dengan (n) merupakan konstanta ataupun fungsi yang secara monoton menurun. Nilai (n) berada pada rentang 0 < ( n) < 1 dan mempengaruhi kecepatan belajar jaringan. Salah satu fungsi menurun yang bisa diterapkan adalah (Chester, 1993) n (4) (n) = 0,1 1 4 10 Adapun jumlah tetangga di sekitar neuron pemenang yang berhak belajar diatur dengan perumusan sbb : S (n) = g (n) jika g(n) > 1 =1 jika g (n) 1
10 n NT

(5) (6)

1 dimana g (n) = M M dengan kesepakatan bahawa M > N

e) Ulangi langkah c dan d sampai jarak Euclidean Di(n) lebih kecil daripada Dreff (toleransi jarak Euclidean). f) Ulangi langkah b hingga e sampai seluruh bahan ajar habis diajarkan Walaupun sebuah pola akustik tersusun atas 48 koefisien cepstral yang diambil dari 3 posisi namun dalam pelatihan, jaringan diminta untuk mengingat pola dari masing-

(1)

masing posisi pengambilan. Oleh sebab itu pada awal proses belajar disiapkan 10 vektor bobot pengingat pola dari awal frame, 10 vektor bobot pengingat pola dari tengah frame dan 10 vektor bobot pengingat pola dari akhir frame. Jadi, selain mengingat pola dari masing-masing posisi, jaringan juga mengingat susunan kombinasi dari ketiga pola posisi tersebut. Seluruh vektor bobot diset dengan nilai-nilai yang mirip nilai yang akan ditampungnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari kondisi non-konvergen. Pada akhir proses pelatihan akan disimpan hanya semua vektor bobot yang pernah menjadi pemenang. Vektor-vektor inilah yang nantinya akan digunakan untuk menganalisis masukan dan mengklasifikasikannya ke dalam salah satu di antara 2 kategori kinik, yaitu normal atau abnormal. 2.2 Perancangan program pengujian jaringan syaraf tiruan Kohonen Bahan uji untuk mengetahui keberhasilan belajar jaringan diambil dari seluruh pola akustik bahan ajar dan 3 pola akustik tangis bayi di luar bahan ajar. Ketika sebuah pola akustik tangis bayi dimasukkan ke dalam jaringan untuk diklasifikasikan maka pola awal frame, tengah frame dan akhir frame dari pola masukan akan dibandingkan dengan dengan pola awal frame, tengah frame dan akhir frame ingatan yang telah diperoleh dari hasil pelatihan seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Dalam tahap klasifikasi ini terjadi proses kompetisi dimana pemilik total jarak terpendek akan keluar sebagai pemenang. Hasil analisis adalah kondisi klinik dari kelompok kondisi klinik pemenang.

Hasil Belajar

Hitung jarak
WFN1 WFN2 . . WFNK JFNK WMN1 JFN2

JFN1

Kondisi Klinik Normal

WMN2 . . . WMNP JMNP WLN1 WLN2 . . . WLNR JMN2 JMN1 Pola akustik masukan

Total JFN IF
JLN1

Total JFABN

JLN2 JLNK JFABN1

IM

Total JMN

WFABN1 WFABN2 . . W. JFABN2 JFABNK JMABN1 WMABN1

Total JMABN

FABNK

IL

Total JLN

Kondisi Klinik Abnormal

WMABN2 . . JMABN2 . J MABNP WMABNP JLABN1 WLABN1 WLABN2 . JLABN2 . . WLABNR

Total JLABN

TotalJFN+ TotalJMN + TotalJLN dibandingakan nilainya dengan TotalJFABN+ TotalJMABN+ TotalJLABN

Hasil analisis
JLABNR

Gambar 2. Proses klasifikasi kondisi klinik oleh jaringan

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Secara ringkas bahwa hasil pelatihan jaringan adalah ingatan akan pola akustik tangis bayi normal dan pola akustik tangis bayi abnormal. Keseluruhan ingatan jaringan tersebut ditampilkan dalam grafik seperti ditunjukkan pada Gambar.

menyatakan ingatan terhadap pola tangis bayi abnormal dan garis warna biru mewakili pola tangis bayi masukan seperti ditunjukkan pada Gambar 4.
MFCC

1.00000 0.80000 0.60000 0.40000 0.20000 0.00000 1 -0.20000 -0.40000 -0.60000 -0.80000 -1.00000

Hasil Diagnosis Bahan Ajar Abnormal 1 ( First Frame )

10

11

12

13

14

15

16

Coef

MFCC

1.00000 0.80000 0.60000 0.40000 0.20000 0.00000 1 -0.20000 -0.40000 -0.60000 -0.80000 -1.00000 2

Hasil Diagnosis Bahan Ajar Abnormal 1 ( Mid Frame )

10

11

12

13

14

15

16

Coef

MFCC

1.00000 0.80000 0.60000 0.40000 0.20000 0.00000 1 -0.20000 -0.40000 -0.60000 -0.80000 -1.00000

Hasil Diagnosis Bahan Ajar Abnormal 1 ( Last Frame )

10

11

12

13

14

15

16

Coef

Gambar 3. Pola akustik tangis bayi hasil pelatihan jaringan

Gambar 4.5. Grafik pada proses klasifikasi bahan ajar Abnormal 1

Setelah berlatih maka jaringan diuji, yaitu jaringan diminta mengenali kembali seluruh pola akustik tangis bayi bahan ajarnya dan menganalisis 3 pola akustik tangis bayi diluar bahan ajarnya. Berikut disajikan contoh tampilan grafik ketika sebuah pola tangis bayi masukan diklasifikasikan. Pada grafik tersebut garis dengan warna merah menyatakan ingatan terhadap pola tangis bayi normal, warna hijau

Hasil pengujian jaringan diberikan pada Tabel 1


BAHAN AJAR NORMAL FRAME DIAGNOSA Frame 1 NORMAL Frame 2 NORMAL Frame 3 NORMAL Frame 4 NORMAL Frame 5 NORMAL Frame 6 NORMAL Frame 7 NORMAL Frame 8 NORMAL Frame 9 NORMAL Frame 10 NORMAL Frame 11 NORMAL Frame 12 NORMAL BAHAN UJI NORMAL FRAME DIAGNOSA Frame 1 NORMAL Frame 1 NORMAL Frame 1 NORMAL BAHAN AJAR ABNORMAL FRAME DIAGNOSA Frame 1 ABNORMAL Frame 2 ABNORMAL Frame 3 ABNORMAL Frame 4 ABNORMAL Frame 5 ABNORMAL Frame 6 ABNORMAL Frame 7 NORMAL Frame 8 NORMAL Frame 9 ABNORMAL Frame 10 NORMAL Frame 11 ABNORMAL Frame 12 ABNORMAL BAHAN UJI ABNORMAL FRAME DIAGNOSA Frame 1 ABNORMAL Frame 1 ABNORMAL Frame 1 ABNORMAL

2. Besar nilai toleransi kesalahan sangat berpengaruh pada proses belajar dan hasil pelatihan jaringan. Perlu dilakukan optimasi nilai toleransi kesalahan untuk menghasilkan ujuk kerja terbaik dari jaringan. 3. Jaringan syaraf tiruan Kohonen yang disusun untuk mendukung sistem penganalisis klinik tangis bayi ini telah dapat menghasilkan analisis terhadap kondisi klinik pola masukan dengan cukup baik. Akan tetapi untuk memperbaiki unjuk kerjanya maka jumlah pola akustik tangis bayi sebagai bahan ajar perlu diperbanyak dan polapola tangis bayi abnormal perlu dibedabedakan lagi berdasarkan jenis penyakitnya 5. DAFTAR PUSTAKA 1. Chester, M., 1993, Neural Networks; A tutorial, Prentice Hall, New Jersey 2. Ekkel,T., 2001, Searching Robust Acoustical Indicators for Hypox-related Disorder in Neonates for Classification with Neural Network, Ph.D Thesis. University of Twente, Netherland 3. Lederman, D.,2002, Automatic Classification of Infants Cry,Master Thesis Faculty of Engineering science Ben-gurion of Negev, Israel 4. Robb, M.P., Goberman, A.M., 1997, Application of An Acoustic Cry Template to Evaluate At-Risk Newborn: Prelimenary Analysis, Biology of The Neonate, Vol 71, pp 131 136 5. Siong, A.W. dan Resmana, 1999, Pengenalan Citra Obyek Sederhana Dengan Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan SOM, Prosiding Seminar Nasional I Kecerdasan Komputasional, Universitas Indonesia, Jakarta 6. Emamian, V.,Kaveh, M., Tewfik, A.H., 2004, Robust Clustering of Acoustic Emission Signal Using The kohonen Network, Depart. Of Electrical & Engineering, Univ. of Minnesota, USA

Tabel 1. Hasil pengujian jaringan pada toleransi kesalahan 1,6

Berdasarkan data hasil pengujian di atas maka disimpulkan bahwa jaringan telah dapat menganalisis kondisi klinik dari pola tangis bayi masukan dengan baik sekaligus hampir dapat mengenali kembali sebagian besar bahan ajarnya. Ketidakberhasilan pengenalan pada beberapa bahan ajar abnormal diperkirakan karena 2 hal. Pertama, jumlah bahan ajar kurang banyak karena semakin banyak jumlah bahan ajar maka jaringan semakin pandai. Kedua, pengesetan besar toleransi kesalahan. Semakin kecil toleransi kesalahan yang dipasang maka vektor bobot yang berusaha mendekati pola masukan akan semakin berbeda dengan pola awalnya sebelum belajar. Terlebih lagi pola akustik abnormal dapat saja sangat bervariasi tergantung jenis dan tingkat keparahan kondisi abnormal yang terjadi sehingga fenomena ketidakstabilan vektor bobot dalam mengingat pola tangis bayi abnormal lebih berpeluang terjadi. Pola akustik tangis bayi normal yang diperkirakan polanya tidak terlalu bervariasi karena tangisannya tidak dipicu oleh kesakitan secara fisik.

4. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Pola akustik tangis bayi normal tidak terlalu bervariasi dibandingkan pola tangis bayi abnormal.

Anda mungkin juga menyukai