Anda di halaman 1dari 9

Fundamental of Coal Petrology

7 Oktober 2006
Asal-usul Peat (Gambut) Lapisan batubara umumnya berasal dari peat(gambut) deposit di suatu rawa. Faktor-faktor penting dalam pembentukkan peat:

Evolusi perkembangan flora Iklim Geografi dan struktur daerah

Evolusi Perkembangan Flora Batubara tertua yang berumur Hurorian Tengah dari Michigan berasal dari alga dan fungi. Sedangkan pada jaman Devon Bawah dan Atas, batubara kebanyakan berasal dari Psilophites (spt: Taeniocrada decheniana (lower devon)). Kebanyakan batubara dari jaman ini memiliki rata-rata lapisan yang tipis(3-4m) dan tidak punya nilai ekonomis. Pada Carbon Atas, tumbuhan mulai tinggi-tinggi hingga mencapai ketinggian lebih dari 30m namun belum seberagam sekarang. Pada jaman ini didominasi oleh: Lepidodendron, Sigillaria, Leginopteris oldhamia, Calamitea. Jaman Upper Carboniferous dikenal sebagai perioda bituminous coal. Lapisan penting batubara berumur Perm terdapat di USSR, dominan terbentuk dari Gymnosperm cordaites. Pada jaman Mesozoic terutama Jura dan Cretaceous Bawah, Gymnosperm(Ginkcophyta, Cycadophyta dan Cornifers) merupakan tumbuhan penting pembentuk batubara, terutama di Siberia dan Asia Tengah. Pada rawa-rawa berumur Cretaceous Atas dan Tersier tumbuhan Angiosperm tumbuh dengan pesat di N. America, Europe, Japan dan Australia. Jika dibandingkan dengan tumbuhan pada masa Carbon, tumbuhan pada jaman Mesozoic terutama jaman Tersier lebih beragam dan spesifik serta menghasilkan deposit peat yang tebal dan beragam dalam tipe fasiesnya. Perkembangan dan evolusi flora akan berpengaruh pada keragaman jenis dan tipe batubara yang dihasilkan.

Iklim Pada iklim yang lebih hangat dan basah tumbuhan tumbuh lebih cepat dan beragam. Lapisanlapisan kaya batubara berumur Carbon Atas, Cretaceous Atas dan Tersier Awal diendapkan pada iklim seperti ini. Namun pada hemisphere selatan dan Siberia juga terdapat endapan batubara yang kaya yang diendapakan pada iklim yang sedang hingga dingin, contohnya batubara interpost glacial PermoCarbon Gondwana (dari Ganganopteris glossopteris) dan batubara umur Perm dan Jura Bawah dari Angara konitnen. Lapisan batubara yang diendapkan pada iklim hangat dan basah biasanya lebih terang dan tebal dibandingkan dengan yang diendapkan pada iklim basah.

Paleogeografi dan Tectonic Requirement Formasi lapisan tergantung pada hubungan paleogeografi dan struktur pada daerah sedimentasi. Pembentukan peat(gambut) terjadi pada daerah yang depresi permukaan dan memerlukan muka air yang relatif tetap sepanjang tahun diatas atau minimal sama dengan permukaan tanah. Kondisi ini banyak muncul pada flat coastal area dimana banyak rawa yang berasosiasi dengan persisir pantai. Selain itu rawa-rawa juga muncul di darat(shore or inland lakes). Tergantung pada posisi asli geografinya, endapan batubara paralic(sea coast) dan limnic(inland) adalah berbeda. Paralic coal swamps memiliki sedikit pohon atau bahkan tanpa pohon dan terbentuk diluar distal margin pada delta. Pembentukkannya merupakan akibat dari regresi dan transgresi air laut. Banyak coastal swamps besar yang berkembang dibawah perlindungan sand bars dan pits sehingga dapat menghasilkan endapan batubara yang tebal. Back samps terbentuk dibelakang tanggul alam sungai besar. Pada back swamps, peats(gambut) kaya dengan mineral matter akibat banjir yang sering terjadi. Peat deposits hanya dapat terawetkan pada daerah subsidence. Akibatnya endapan yang kaya batubara banyak berhubungan dengan daerah ini, seperti yang sering muncul pada foredeep pada suatu pegunungan lipatan yang besar. Sikuen sediment yang tebal dimana didalamnya terdapat lapisan tipis batubara(<2m) dengan penyebaran yang besar dan keberadaan intercalation dari marine bed adalah karakteristik dari batubara yang diendapkan di foredeeps dari suatu pegunungan lipatan yang besar. Cyclothem adalah perulangan antara peat dengan inorganic sediment dan sekuen ini sering berulang. Pada bagian backdeeps dari suatu pegunungan lipatan yang besar, subsidence biasanya lebih sedikit dan jumlah lapisan batubara lebih sedikit. Ketika paralic coals diendapkan di foredeeps, kebanyakan limnic coals diendapkan di dalam cekungan kontinen yang besar. Limnic coals

memiliki karakter: terbentuk pada kontinen graben, jumlah lapisannya sedikit tapi setiap lapisannya sangat tebal. Ditulis oleh Fariz Tirasonjaya Disimpan di Kuliah Umum 4 Komentar

UJI MEKANIK
7 Oktober 2006
Selain analisis kimia, juga dilakukan sejumlah tes untuk menentukan parameter fisik batubara, seperti uji densitas relatif , distribusi ukuran partikel, dll.

1. Densitas relatif: Densitas relatif batubara tergantung pada rank dan mineral pengotornya. Data densitas relatif diperlukan untuk membuat sampel komposit dalam menentukan banyaknya asap (seam). Selain itu diperlukan juga sebagai faktor penting dalam mengubah cadangan batubara dari unit volume menjadi unit massa. Penentuan dilakukan dengan menghitung banyaknya kehilangan berat pada saat dicelupkan ke dalam air. Cara terbaik adalah dari data berat batubara dengan menggunakan piknometer. Grafik di bawah ini memberikan hubungan antara densitas relatif terhadap kandungan abu untuk batubara dan serpih karbon di cekunagn Agades.

2. Distribusi Ukuran Partikel: Distribusi ukuran pertikal pada batubara yang rusak tergantung pada metode penambangan, cara penanganannya, serta derajat perekahan material tersebut. Distribusi ukuran merupakan faktor kritis yang dapat menunjukkan bagian tumbuhan penyusunnya. Penentuan dilakukan dengan metode ayakan. Grafik data pengeplotan menghasilkan data rata-rata ukuran partikel dan derajat keseragaman partikel.

3. Uji Pengapungan (Float-sink testing): Uji ini dilakukan untuk menentukan distribusi densitas partikel sampel dengan cara mencelupkan sampel batubara ke dalam larutan yang diketahui densitas relatif. Selain itu dilakukan juga penelitian lain seperti penghitungan energi spesifik.

Larutan yang digunakan biasanya mempunyai densitas berkisar antara 1,3 2,0. Campuran larutan organik ini antara lain tetrabromoethane (R.D.2,89), perchlorethylene (R.D.1,60), dan Toluena (R.D.1,60) yang sering digunakan karena viscositasnya rendah dan sifat pengeringan yang baik. Grafik yang diplot menunjukkan persentase material yang mengapung dan yang tenggelam yang dihitung dalam basis kumulatif. Akhirnya dapat digunakan untuk menentukan fraksi pengapungan dengan kandungan spesifik abu.

4. Uji Kerusakan Serpih (Shale breakdown test): Ada beberapa masalah pada saat ekstraksi batubara, misalnya akibat pengotor (abu,dll) yang biasanya diakibat oleh hadirnya mineral lempung, contoh montmorilonit pada komponen nonbatubara. Jumlah shale breakdown didapat dari proporsi material yang ditentukan dengan analisis sedimentasi residu.

UJI LAINNYA UNTUK KARBONISASI Karbonisasi adalah proses pemanasan batubara pada temperatur beberapa ratus derajat untuk menghasilkan material-material: 1. Padatan yang mengalami pengayaan karbon yang disebut coke. 2. Larutan yang merupakan campuran hidrokarbon tar dan amoniacal liquor. 3. Hidrokarbon lain dalam bentuk gas yang didinginkam ke temperatur normal.

1. Free Swelling Index: Tes ini dilakukan untuk menentukan angka peleburan dengan cara memanaskan sejumlah sampel pada temperatur peleburan normal (kira-kira 800C). Setelah pemanasan atau sampai semua semua volatile dikelurkan, sejumlah coke tersisa dari peleburan. Swelling number dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel dan kecepatan pemanasan.

2. Tes karbonisasi Gray-King dan tipe coke: Tes Gray-King menentukan jumlah padatan, larutan dan gas yang diproduksikan akibat karbonisasi. Tes dilakukan dengan memenaskan sampel didalam tabung tertutup dari temperatur

300C menjadi 600C selama 1 jam untuk karbonisasi temperatur rendah atau dari 300C menjadi 900C selama 2 jam untuk karbonisasi temperatur tinggi.

3. Tes Karbonisasi Fischer: Prinsipnya sama dengan metode Gray-King, perbedaan terletak pada peralatan dan kecepatan pemanasan. Pemanasan dilakukan di dalam tabung alumunium selama 80 menit. Tar dan liquor dikondensasikan ke dalam air dingin. Akhirnya didapatkan persentase coke, tar dan, air sedangkan jumlah gas didapat dengan cara mengurangkannya. Tes Fischer umum digunakan untuk batubara rank rendah (brown coal dan lignit) untuk karbonisasi temperatur rendah. Data perbandingan Tes Gray-King dan Fischer:

4. Plastometer Gieseler: Plastometer Gieseler adalah viskometer yang memantau viscositas sampel batubara yang telah dileburkan. Dari tes ini direkam data-data sbb: 1. 2. 3. 4. Initial softening temperature. Temperatur viscositas maksimum Viskositas maksimum. Temperatur pemadatan resolidifiation temperatur.

5. Indeks Roga: Indeks Roga menyatakan caking capacity. Ditentukan dengan cara memanaskan 1 gram sampel batubara yang dicampur dengan 5 gram antrasit pada 850C selama 15 menit.

6. Tes lain yang dilakukan: Biasanya dilakukan untuk menentukan: 1. 2. 3. 4. Komposisi kimia (analisis proksimat, total belerang, analisis abu,dll) Parameter fisik (distribusi ukuran, densitas relatif) Uji kekuatan. Tes Metalurgi.

Ditulis oleh Fariz Tirasonjaya

Disimpan di Kuliah Umum 11 Komentar

BATUBARA SEBAGAI SEDIMEN ORGANIK


7 Oktober 2006
Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik, terdiri dari kandungan bermacam-macam pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air, biasa disebut rawarawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara. Selain tumbuhan yang ditemukan bermacam-macam, tingkat kematangan juga bervariasi, karena dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya kandungan oksigen, tingkat keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada umumnya sisa-sisa tanaman tersebut dapat berupa pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang biasa hidup di rawa-rawa. Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan batubara tergantung pada kondisi iklim setempat. Dalam suatu cebakan yang sama, sifat-sifat analitik yang ditemukan dapat berbeda, selain karena tumbuhan asalnya yang mungkin berbeda, juga karena banyaknya reaksi kimia yang mempengaruhi kematangan suatu batubara. Secara umum, setelah sisa tanaman tersebut terkumpul dalam suatu kondisi tertentu yang mendukung (banyak air), pembentukan dari peat (gambut) umumnya terjadi. Dalam hal ini peat tidak dimasukkan sebagai golongan batubara, namun terbentuknya peat merupakan tahap awal dari terbentuknya batubara. Proses pembentukan batubara sendiri secara singkat dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada, mulai dari pembentukan peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi berbagai macam tingkat batubara, disebut juga sebagai proses coalifikasi, yang kemudian berubah menjadi antrasit. Pembentukan batubara ini sangat menentukan kualitas batubara, dimana proses yang berlangsung selain melibatkan metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga tergantung pada keadaan pada waktu geologi tersebut dan kondisi lokal seperti iklim dan tekanan. Jadi pembentukan batubara berlangsung dengan penimbunan akumulasi dari sisa tumbuhan yang mengakibatkan perubahan seperti pengayaan unsur karbon, alterasi, pengurangan kandungan air, dalam tahap awal pengaruh dari mikroorganisme juga memegang peranan yang sangat penting.

PENYUSUN BATUBARA Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan ditemukannya cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam penyusunannya batubara diperkaya dengan berbagai macam polimer organik yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dll. Namun komposisi dari polimer-polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan penyusunnya. Lignin

Lignin merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam merubah susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan molekul umum dari lignin belum diketahui dengan pasti, namun susunannya dapat diketahui dari lignin yang terdapat pada berbagai macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignin yang terdapat pada rumput mempunyai susunan p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada umumnya lignin merupakan polimer dari satu atau beberapa jenis alkohol. Hingga saat ini, sangat sedikit bukti kuat yang mendukung teori bahwa lignin merupakan unsur organik utama yang menyusun batubara. Karbohidrat Gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang mengandung antara lima sampai delapan atom karbon. Pada umumnya gula muncul sebagai kombinasi antara gugus karbonil dengan hidroksil yang membentuk siklus hemiketal. Bentuk lainnya mucul sebagai disakarida, trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis polisakarida inilah yang umumnya menyusun batubara, karena dalam tumbuhan jenis inilah yang paling banyak mengandung polisakarida (khususnya selulosa) yang kemudian terurai dan membentuk batubara. Protein Protein merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu hadir sebagai protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari protein pada umumnya adalah rantai asam amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein pada tumbuhan umunya muncul sebagai steroid, lilin.

Material Organik Lain Resin Resin merupakan material yang muncul apabila tumbuhan mengalami luka pada batangnya. Tanin Tanin umumnya banyak ditemukan pada tumbuhan, khususnya pada bagian batangnya. Alkaloida Alkaloida merupakan komponen organik penting terakhir yang menyusun batubara. Alkaloida sendiri terdiri dari molekul nitrogen dasar yang muncul dalam bentuk rantai. Porphirin

Porphirin merupakan komponen nitrogen yang berdasar atas sistem pyrrole. Porphirin biasanya terdiri atas suatu struktur siklik yang terdiri atas empat cincin pyrolle yang tergabung dengan jembatan methin. Kandungan unsur porphirin dalam batubara ini telah diajukan sebagai marker yang sangat penting untuk mendeterminasi perkembangan dari proses coalifikasi. Hidrokarbon Unsur ini terdiri atas bisiklik alkali, hidrokarbon terpentin, dan pigmen kartenoid. Sebagai tambahan, munculnya turunan picene yang mirip dengan sistem aromatik polinuklir dalam ekstrak batubara dijadikan tanda inklusi material sterane-type dalam pembentukan batubara. Ini menandakan bahwa struktur rangka tetap utuh selama proses pematangan, dan tidak adanya perubahan serta penambahan struktur rangka yang baru. Konstituen Tumbuhan yang Inorganik (Mineral) Selain material organik yang telah dibahas diatas, juga ditemukan adanya material inorganik yang menyusun batubara. Secara umum mineral ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu unsur mineral inheren dan unsur mineral eksternal. Unsur mineral inheren adalah material inorganik yang berasal dari tumbuhan yang menyusun bahan organik yang terdapat dalam lapisan batubara. Sedangkan unsur mineral eksternal merupakan unsur yang dibawa dari luar kedalam lapisan batubara, pada umumya jenis inilah yang menyusun bagian inorganik dalam sebuah lapisan batubara.

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA Pembentukan batubara pada umumnya dijelaskan dengan asumsi bahwa material tanaman terkumpul dalam suatu periode waktu yang lama, mengalami peluruhan sebagian kemudian hasilnya teralterasi oleh berbagai macam proses kimia dan fisika. Selain itu juga, dinyatakan bahwa proses pembentukan batubara harus ditandai dengan terbentuknya peat.

Pembentukan Lapisan Source Teori Rawa Peat (Gambut) Autocthon Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batubara berasal dari akumulasi sisa-sisa tanaman yang kemudian tertutup oleh sedimen diatasnya dalam suatu area yang sama. Dan dalam pembentukannya harus mempunyai waktu geologi yang cukup, yang kemudian teralterasi menjadi tahapan batubara yang dimulai dengan terbentuknya peat yang kemudian berlanjut dengan berbagai macam kualitas antrasit. Kelemahan dari teori ini adalah tidak mengakomodasi adanya transportasi yang bisa menyebabkan banyaknya kandungan mineral dalam batubara. Teori Transportasi Allotocton

Teori ini mengungkapkan bahwa pembentukan batubara bukan berasal dari degradasi/peluruhan sisa-sisa tanaman yang insitu dalam sebuah lingkungan rawa peat, melainkan akumulasi dari transportasi material yang terkumpul didalam lingkungan aqueous seperti danau, laut, delta, hutan bakau. Teori ini menjelaskan bahwa terjadi proses yang berbeda untuk setiap jenis batubara yang berbeda pula. Proses Geokimia dan Metamorfosis Setelah terbentuknya lapisan source, maka berlangsunglah berbagai macam proses. Proses pertama adalah diagenesis, berlangsung pada kondisi temperatur dan tekanan yang normal dan juga melibatkan proses biokimia. Hasilnya adalah proses pembentukan batubara akan terjadi, dan bahkan akan terbentuk dalam lapisan itu sendiri. Hasil dari proses awal ini adalah peat, atau material lignit yang lunak. Dalam tahap ini proses biokimia mendominasi, yang mengakibatkan kurangnya kandungan oksigen. Setelah tahap biokimia ini selesai maka berikutnya prosesnya didominasi oleh proses fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi temperatur dan tekanan. Temperatur dan tekanan berperan penting karena kenaikan temperatur akan mempercepat proses reaksi, dan tekanan memungkinkan reaksi terjadi dan menghasilkan unsur-unsur gas. Proses metamorfisme (temperatur dan tekanan) ini terjadi karena penimbunan material pada suatu kedalaman tertentu atau karena pergerakan bumi secara terus-menerus didalam waktu dalam skala waktu geologi. HETEROATOM DALAM BATUBARA Heteroatom dalam batubara bisa berasal dari dalam (sisa-sisa tumbuhan) dan berasal dari luar yang masuk selama terjadinya proses pematangan. Nitrogen pada batubara pada umumnya ditemukan dengan kisaran 0,5 1,5 % w/w yang kemungkinan berasal dari cairan yang terbentuk selama proses pembentukan batubara. Oksigen pada batubara dengan kandungan 20 30 % w/w terdapat pada lignit atau 1,5 2,5 % w/w untuk antrasit, berasal dari bermacam-macam material penyusun tumbuhan yang terakumulasi ataupun berasal dari inklusi oksigen yang terjadi pada saat kontak lapisan source dengan oksigen di udara terbuka atau air pada saat terjadinya sedimentasi. Variasi kandungan sulfur pada batubara berkisar antara 0,5 5 % w/w yang muncul dalam bentuk sulfur organik dan sulfur inorganik yang umumnya muncul dalam bentuk pirit. Sumber sulfur dalam batubara berasal dari berbagai sumber. Pada batubara dengan kandungan sulfur rendah, sulfurnya berasal material tumbuhan penyusun batubara. Sedangkan untuk batubara dengan kandungan sulfur menengah-tinggi, sulfurnya berasal dari air laut.

Anda mungkin juga menyukai