Anda di halaman 1dari 1

Banggar : Subsidi BBM Tidak Pro Rakyat

Jakarta (12/10) Wakil Ketua Banggar DPR RI Tamsil Linrung mengatakan, usulan pemerintah tentang kebijakan subsidi energi dalam RAPBN 2012 sangat tidak pro rakyat, khususnya dari sisi distribusi dan penerima subsidi BBM. Banggar menemukan data dan fakta di lapangan yang sangat tidak pro rakyat secara khusus, dan efisiensi ekonomi nasional secara umum dan jangka panjang, jelas Tamsil dalam Rapat Banggar DPR RI di Senayan, Rabu (12/10) Tamsil menjelaskan, ada tiga fakta pendukung mengapa subsidi BBM tidak pro rakyat . Pertama, jika dilihat dari per jenis BBM bersubsidi maka persentase terbesar terdapat pada jenis BBM premium, yaitu sebesar 60 persen dari jenis BBM bersubsidi, kemudian diikuti oleh solar sebesar 34 persen, dan minyak tanah sebesar 6 persen. Kedua, lanjut Tamsil, jika dilihat dari sasaran penerima subsidi berdasarkan data penghasilan (pengeluaran), yang bersumber data dari Susenas 2008 dan penelitian Bank Dunia 2010 mengenai persentase kelompok rumah tangga penerima subsidi, terdapat 25 persen kelompok rumah tangga dengan penghasilan (pengeluaran) per bulan tertinggi menerima alokasi subsidi sebesar 77 persen. Sementara itu, 25 persen kelompok rumah tangga dengan penghasilan (pengeluaran) per bulan terendah hanya menerima subsidi sekitar 15 persen. Ketiga, jika dilihat dari per sektor pengguna khususnya premium, akan terlihat sekitar 89 persen digunakan oleh transportasi darat, dimana mobil pribadi menggunakan sebesar 53 persen, motor 40 persen, mobil barang 4 persen dan angkutan umum 3 persen. Dan selanjutnya, jika dilihat konsumsi premium per wilayah, akan terlihat wilayah Jawa dan Bali sebagai pengguna terbesar yaitu sebesar 59 persen, kemudian diikuti oleh Sumatera sebesar 18 persen, Kalimantan sekitar 5 persen, NTB dan NTT sekitar 2 persen, dan sisannya kawasan lain di Indonesia yang rata-rata sekitar 1 persen per Provinsi, ungkap Anggota DPR RI Dapil Sulsel II ini. Politisi PKS ini menegaskan, terdapat dua alternatif solusi kebijakan. Pertama, pemerintah harus memperkecil disparitas harga, antara harga subsidi dengan harga keekonomiannya (pasar). Hal ini bisa dilakukan dengan cara menentukan besaran angka subsidi BBM per liternya. Kedua, dengan cara menghapuskan beban subsidi secara keseluruhan bagi mobil pribadi di wilayah Jawa Bali. Sangatlah jelas, terdapat ketimpangan terutama dari sisi penerima subsidi dan wilayah yang menikmati subsidi tersebut. Dengan kata lain, yang menikmati kebijakan subsidi BBM khususnya premium adalah orang yang memiliki mobil pribadi dan berdomisili di wilayah Jawa-Bali, yang notabene adalah kalangan ekonomi menengah atas, kata dia. Konfirmasi : Tamsil Linrung (0816717000) Wakil Ketua Badan Anggaran DPR/Fraksi PKS

Anda mungkin juga menyukai