Anda di halaman 1dari 17

PERCOBAAN III OBAT-OBAT SISTEM SARAF I.

Pendahuluan Hipnotik Sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP) yang relatif tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati, bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedatif menekan aktivitas, menurunkan respon terhadap rangsangan emosi dan menenangkan. Obat Hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis. Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi diperuntukkan meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur. Umumnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bila zat-zat ini diberikan pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan menenangkan, maka dinamakan sedatif. Obat hipnotika dan sedatif biasanya merupakan turunan Benzodiazepin. Beberapa obat Hipnotik Sedatif dari golongan Benzodiazepin digunakan juga untuk indikasi lain, yaitu sebagai pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas dan sebagai penginduksi anestesis. Sedatif menekan reaksi terhadap perangsangan, terutama rangsangan emosi tanpa menimbulkan kantuk yang berat. Hipnotik menyebabkan tidur yang sulit dibangunkan disertai penurunan refleks hingga kadang-kadang kehilangan tonus otot. Hipnotika dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu benzodiazepin, contohnya: flurazepam, lorazepam, temazepam, triazolam; barbiturat, contohnya: fenobarbital, tiopental, butobarbital; hipnotik sedatif lain, contohnya: kloralhidrat, etklorvinol, glutetimid, metiprilon, meprobamat; dan alkohol (Ganiswarna dkk, 1995).

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I

Berbagai senyawa mempunyai kemampuan mendepresi fungsi sistem saraf pusat (SSP) sehingga menimbulkan penenangan atau rasa kantuk (sedasi). Suatu obatsedatif mengurangi keterangsangan, dan menenangkan penerima obat, sedangkan obat hipnotik menimbulkan rasa kantuk serta memfasilitasi onset dan pemeliharaan keadaan tidur yang menyerupai tidur alami dalam hal karakteristik

elektroensefalografiknya, dan dari tidur ini penerima obat dapat dibangunkan dengan mudah. Benzodiazepin hanya mempunyai kemampuan terbatas untuk menghasilkan depresi SSP yang kuat dan berpotensi fatal. Obat-obat sedatif-hipnotik

nonbenzodiazepin termasuk dalam kelompok obat yang mendepresi sistem saraf pusat (SSP) dengan cara yang tergantung dosis, yang secara progresif menghasilkan penenangan atau rasa kantuk (sedasi), tidur (hipnosis farmakologis), ketidaksadaran, koma, anastesi bedah, serta depresi pernapasan dan regulasi kardiovaskular yang fatal. Hampir semua efek benzodiazepin dihasilkan dari kerja obat-obat ini pada SSP. Efek yang paling menonjol adalah aktivitas sedasi, hipnosis, berkurangnya ansietas, relaksasi otot, anterograde amnesia, dan antikonvulsan. Benzodiazepin dipercaya memunculkan sebagian besar efeknya melalui interaksinya dengan reseptor neurotransmiter inhibitori yang secara langsung diaktivasi oleh GABA. Reseptior GABA merupakan protein terikat membran yang dapat dibagi menjadi dua subtipe utama yaitu reseptor GABA A dan GABA B. Benzodiazepin bekerja pada reseptor GABA A tetapi tidak pada reseptor GABA , dengan berikatan secara langsung pada tempat spesifik yang berbeda dengan tempat ikatan GABA pada kompleks reseptor/saluran ion. Tidak seperti barbiturat, benzodizepin tidak secara langsung mengaktivasi reseptor GABA A, tetapi membutuhkan GABA untuk mengekspresikan efeknya; yaitu senyawa-senyawa ini hanya memodulasi efek GABA. Ligan reseptor benzodiazepin dapat bekerja sebagai agonis, antagonis, atau agonis invers pada tempat reseptor benzodiazepin, tergantung pada senyawanya. Agonis pada reseptor

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I

benzodiazepin meningkatkan jumlah arus klorida yang dihasilkan melalui aktivasi reseptor GABA A, sedangkan agonis invers menurunkan.Kedua efek ini dapat diblok oleh antagonis pada tempat reseptor benzodiazepin. Salah satu antagonis tersebut, flumazenil, digunakan secara klinis untuk membalikkan efek benzodiazepin dosis tinggi. Dosis hipnotik benzodiazepin tidak memiliki efek terhadap pernapasan pada subjek normal, tetapi perhatian khusus harus diberikan dalam penangan anak-anak dan individu yang mengalami gangguan fungsi hepatik, seperti alkoholik. Efek kardiovaskular benzodiazepin pada orang normal hanya sedikit, kecuali pada intoksikasi parah; efek merugikan pada penderita gangguan tidur obstruktif atau penyakit jantung. Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepin sangat mempengaruhi kegunaan klinisnya. Semua benzodiazepin pada dasarnya diabsorpsi sempurna, kecuali klorazepat; obat ini cepat mengalami dekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-desmetil-diazepam (nordazepam), yang kemudian diabsorpsi sempurna. Beberapa benzodiazepin (seperti prazepam dan flurazepam) mencapai sirkulasi sistemik hanya dalam bentuk metabolit aktif. Obat-obat yang aktif pada reseptor benzodiazepin dapat dibagi menjadi empat kategori berdasarkan waktu paruh eliminasinya: 1) benzodiazepin kerja sangat singkat; 2) obat kerja-singkat, dengan t1/2 kurang dari 6 jam, antara lain: triazolam, zolpidem, nonbenzodiazepin (t1/2, sekitar 2 jam), dan zopiklon (t1/2 5 sampai 6 jam); (3) obat kerja-sedang, dengan t1/2 6 sampai 24 jam, antara lain estazolam dan temazepam; dan (4) obat kerja lama, dengan t1/2 lebih dari 24 jam, antara lain flurazepam, diazepam, dan kuazepam. Benzodiazepin dan metabolit aktifnya berikatan dengan protein plasma. Pada waktu konsentrasi puncak dalam plasma tercapai, dosis hipnotik benzodiazepin diperkirakan dapat menyebabkan berbagai tingkat pusing, kelelahan, peningkatan waktu reaksi, inkoordinasi motorik, gangguan mental dan fungsi

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I

motorik, bingung, dan anterograde amnesia. Sisa rasa kantuk di siang hari juga merupakan efek merugikan, walaupun terapi obat yang berhasil dapat mengurangi rasa kantuk di siang hari akibat insomnia kronis. Efek samping benzodiazepin lainnya yang relatif umum adalah lemah, sakit kepala, penglihatan kabur, vertigo, mual dan muntah, gangguan epigastrik, dan diare; nyeri sendi, nyeri dada, dan inkontinensi dapat terjadi pada pemakai. Benzodiazepin antikonvulsan terkadang bahkan meningkatkan frekuensi seizure pada penderita epilepsi. Barbiturat mendepresi aktivitas semua jaringan yang dapat terangsang secara reversibel, berkisar dari sedasi ringan sampai anastesia umum. Kecuali aktivitas antikonvulsan fenobarbital mempunyai tingkat selektivitas indeks terapeutik yang rendah. Persepsi dan reaksi nyeri relatif tidak dikurangi sebelum terjadi ketidaksadaran, dan dalam dosis rendah. Senyawa ini tidak dapat diandalkan untuk menghasilkan sedasi atau tidur dengan adanya nyeri sedang sekalipun. Seperti obat depresan SSP lain, barbiturat disalahgunakan, dan beberapa individu mengalami ketergantungan terhadap obat-obat ini. Mekanisme yang mendasari kerja barbiturat pada reseptor GABA A, tampaknya berbeda dengan mekanisme GABA atau benzodiazepin, dengan alasan sebagai berikut: (1) Walaupun barbiturat juga meningkatkan ikatan GABA pada reseptor GABA A dengan cara tergantung klorida dan peka terhadap pirotoksin, obatobat ini mendorong (bukan menggantikan) ikatan benzodizapin. (2) Barbiturat mempotensiasi arus klorida yang diinduksi GABA dengan memperpanjang periode terjadinya ledakan pembukaan saluran dan bukan dengan meningkatkan frekuensi ledakan pembukaan ini, seperti yang terjadi pada benzodiazepin. (3) Hanya subunit alfa dan beta (bukan gamma) yang diperlukan untuk kerja barbiturat. (4) Peningkatan konduktansi klorida yang diinduksi oleh barbiturat tidak terpengaruh oleh penghilangan residu tirosin dan treonin dalam subunit beta yang mengatur kepekaan reseptor GABA A terhadap aktivasi oleh agonis. Barbiturat secara selektif

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I

mendepresi transmisi pada ganglia otonom dan mengurangi eksitasi nikotinik oleh ester-ester kolin. Jika diberikan secara oral dalam dosis hipnotik atau sedatif, barbiturat tidak menghasilkan efek kardiovaskular yang jelas dan signifikan, kecuali sedikit penurunan tekanan darah dan denyut jantung seperti yang terjadi pada tidur normal. Efek barbiturat yang paling dikenal pada hati adalah efek pada sistem metabolisme obat mikrosomal. Pemberian barbiturat jangka panjang sangat meningkatkan kandungan protein dan lemak pada retikulum endoplasma halus hepatik, juga sangat meningkatkan aktivitas glukoronil transferase dan enzim-enzim oksidase yang mengandung sitokrom P450. Efek induksi pada enzim-enzim ini menyebabkan peningkatan laju metabolisme sejumlah obat dan zat endogen, termasuk hormon steroid, kolesterol, garam empedu, serta vitamin K dan D. Peningkatan laju metabolisme barbiturat juga terjadi, yang sebagian menyebabkan toleransi terhadap barbiturat. Untuk pengobatan sedatif-hipnotik, barbiturat biasanya diberikan secara oral. Dosis tersebut diabsorpsi dengan cepat dan mungkin, secara sempurna; garam natrium diabsorbsi lebih cepat dari formulasi cair. Rute intravena biasanya disediakan untuk menangani status epileptikus (fenobarbital natrium) atau untuk menginduksi dan/atau mempertahankan anastesia umum (misalnya tiopental,metoheksital). Dengan kekecualian aprobarbital dan fenobarbital yang kurang larut lemak, senyawa barbiturat mengalami metabolisme yang hampir sempurna dan/atau konjugasi dalam hati sebelum diekskresi melalui ginjal. Ekskresi renalnya dapat sangat meningkat akibat diuresis osmotik dan/atau pembasaan urin. Rasa kantuk dapat berlangsung hanya selama beberapa jam setelah pemberian dosis hipnotik barbiturat, tetapi depresi residual pada SSP kadang-kadang muncul pada keesokan harinya. Pada intoksikasi parah, pasien mengalami koma; pernapasan terpengaruh lebih awal. Penanganan intoksikasi barbiturat akut yang optimal didasarkan pada tindakan-tindakan umum yang mendukung. Perhatian harus selalu

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I

diberikan pada pemeliharaan kelancaran saluran napas dan ventilasi yang memadai serta untuk mencegah pneumonia; oksigen harus diberikan. Setelah melakukan tindakan pencegahan untuk menghindari aspirasi, pembilasan lambung harus dipertimbangkan jika kurang dari 24 jam berlalu setelah ingesti, karena barbiturat dapat mengurangi motilitas gastrointestinal. Pada intoksikasi barbiturat yang parah, kolaps sirkulasi merupakan ancaman utama.

Antidepresan Trisiklik Mekanisme kerja ATS tampaknya mengatur penggunaan neurotransmiter

norepinefrin dan serotonin pada otak. Manfaat Klinis dengan riwayat jantung yang dapat diterima dan gambaran EKG dalam batas normal, terutama bagi individu di atas usia 40 tahun, ATS aman dan efektif dalam pengobatan penyakit depresif akut dan jangka panjang. Reaksi yang merugikan dan pertimbangan keperawatanPerawat harus mampu mengetahui efek samping umum dari anti depresan dan mewaspadai efek toksik serta pengobatannya. Obat ini menyebabkan sedasi dan efek samping antikolinergik, seperti mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urine, hipotensi ortostatik, kebingungan sementara, takikardia, dan fotosensitivitas. Kebanyakan kondisi ini adalah efek samping jangka pendek dan biasa terjadi serta dapat diminimalkan dengan menurunkan dosis obat. Efek samping toksik termasuk kebingungan, konsentrai buruk, halusinasi, delirium, kejang, depresi pernafasan, takikardia, bradikardia, dan koma. Imobilisasi adalah ketidakmampuan untuk bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau impairment (gangguan pada alat/ organ tubuh) yang bersifat fisik atau mental. Imobilisasi dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak / tirah baring yang terus menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis. Di dalam praktek medis imobilisasi digunakan untuk menggambarkan suatu sindrom degenerasi fisiologis akibat dari menurunnya aktivitas dan ketidakberdayaan.

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I

Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan tubuhnya sendiri. Imobilisasi dikatakan sebagai faktor resiko utama pada munculnya luka dekubitus baik di rumah sakit maupun di komunitas. Kondisi ini dapat meningkatkan waktu penekanan pada jaringan kulit, menurunkan sirkulasi dan selanjutnya mengakibatkan luka dekubitus. Imobilisasi disamping mempengaruhi kulit secara langsung, juga mempengaruhi beberapa organ tubuh. Misalnya pada system kardiovaskuler,gangguan sirkulasi darah perifer, system respirasi,

menurunkan pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara (ekspansi paru) dan berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh. Cara kerja dari amitriptilin adalah menghambat reuptake serotonin dan norepinefrin di presinaps membran sel sehingga terjadi peningkatan konsentrasi serotonin dan atau norepinefrin di susunan saraf pusat. Amitriptyline hydrochloride (Elavil) adalah resep depresi obat. Ini termasuk dalam kelas obat yang disebut antidepresan trisiklik dan muncul untuk bekerja dengan mempengaruhi beberapa bahan kimia di otak, termasuk norepinefrin dan serotonin. Studi menunjukkan amitriptyline yang mungkin juga efektif untuk tertentu " off-label menggunakan ", seperti memperlakukan ADHD atau bulimia.Amitriptyline datang dalam bentuk tablet dan tersedia dalam enam kekuatan yang berbeda.

II.

Tujuan Percobaan a. Mempunyai keterampilan dalam melakukan pengujian aktivitas stimulan SSP, depresan SSP, serta antidepresi.

b. Dapat menjelaskan kembali mekanisme kerja dan menjelaskan mekanisme kerja antara berbagai golongan stimulan SSP, depresan SSP serta antidepresi.

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I

III.

Alat dan Bahan Alat Alat suntik 1 ml Sonde oral mencit Platform Stopwatch Timbangan mencit Tali Beban timbangan Bejana plastik NaCl fisiologis Bahan Amfetmin (derivatnya) Kafein Fenobarbital Tiopental Diazepam Amitriptilin anak CMC Hewan Mencit putih sekelamin

IV. Prosedur Percobaan Pengamatan aktivitas stimulasi SSP dari amfetamin dan kafein Hewan dibagi menjadi 3 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 3 ekor mencit Kelompok 1 : control (diberi NaCl fisiologis) Kelompok 2 : diberi amfetamin (atau turunannya) Kelompok 3 : diberi kafein a. Pengamatan Rasa Ingin Tahu Siapkan platform, bagi menjadi dua sisi dengan membuat garis tengah. Mencit ditempatkan pada salah satu sisi pada platform tersebut. Hitunglah berapa kali mencit berjalan melintasi garis tengah sehingga menyebrang ke sisi yang berlawanan. Pengamatan dilakukan selama 2 menit. Hitung pula berapa kali mencit menjengukkan kepalanya (melihat kebawah). Pengamatan delakukan selama 2 menit.

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I

b. Pengamatan Aktivitas Motorik Siapkan bejana berisi air, dengan kedalaman yang cukup. Ikatkan tali yang telah diberi beban pada ekor mencit. Masukkan mencit kedalam bejana berisi air. Catat waktu lamanya mencit berenang untuk mempertahankan diri supaya tidak tenggelam. Jika mencit sudah tenggelam, segera hentikan pengamatan. c. Pengolahan Data Data disajikan dalam bentuk tabel. Analisalah data data tersebut secara statistik . Simpulkanlah mengenai perbedaan kerja amfetamin dan kafein dalam menstimulasi sistem saraf pusat berdasarkan hasil percobaan tersebut.

Depresan Sistem Saraf Pusat

a. Pengamatan Aktivitas Hipnotik dan Sedatif dari dua Jenis Obat kelompok Barbiturat Hewan percobaan dibagi menjadi 3 kelompok terdiri dari 3 ekot mencit. Kelompok 1 : kontrol (diberi NaCl fisiologis) Kelompok 2 : diberi fenobarbital Kelompok 3 : diberi tiopental Bahan uji diberikan dengan rute intra peritonial. Sebelum diberikan bahan uji, amatilah hal hal berikut : sikap tubuh, aktivitas motorik, righting reflex, ptosis.

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I

Setelah pemberian bahan uji lakukan pengamatan sebagai berikut : sikap tubuh, aktivitas motorik, righting reflex, ptosis. Catat waktu kapan mencit mengalami efek sedasi. Catat waktu kapan mencit mengalami efek hipnotik. Data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Apa yang dapat saudara simpulkan mengenai kedua jenis barbiturat tersebut berdasarkan data percobaan (onset dan durasi) yamg diperoleh setelah saudara memperoleh kesimpulan, jelaskan aplikasi klinis dari kedua jenis barbiturat diatas! Antidepresi Pengujian dilakukan dengan berenang (Forced Swimming Test) dengan prosedur sebagai berikut : Hewan dibagi atas 3 kelompok, yang terdiri atas : Kelompok kontrol (diberi CMC 1%) Kelompok uji dosis I (diberi amitriptilin dosis I) Kelompok uji dosis II (diberi amitriptilin dosis II) Setiap kelompok terdiri dari 3 ekor mencit. Pemberian obat secara oral.Setelah 30 menit terhitung sejak pemberian obat uji, mencit dimasukkan kedalam bejana plastik berisi air (kedalam diatur sampai kaki mencit tidak dapat menyentuh dasar bejana). Segera setelah pemberian obat, gerakkan berenang mencit diamati. Dicatat lamanya sikap tidak bergerak (imobilitas) setiap 5 menit selama 15 menit waktu pengamatan.

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I

10

Data ynag diperoleh dianalisis secara statistik. Data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

V.

Data Pengamatan dan Grafik Data pengamatan Pengamatan aktivitas stimulasi SSP dari amfetamin dan kafein (terlampir) Data pengamatan Depresan SSP (terlampir) Antidepresi (terlampir) Grafik (terlampir)

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I

11

VI. Pembahasan Dalam praktikum ini, praktikan akan melakukan beberapa percobaan pada pengamatan aktivitas hipnotik dan sedatif dari beberapa jenis obat kelompok stimulasi SSP,depresan SSP, dan antidepresi. Memang dalam pengerjaan percobaan ini dikerjakan secara kelompok menurut bagiannya masing-masing oleh kelompok, namun demikian untuk hasil yang bisa divalidasi, data pengamatan yang didapat kemudian saling terdistribusi sehingga masing-masing kelompok memiliki

kelengkapan data. Pada percobaan aktivitas stimulasi sistem saraf pusat, pengaruh stimulus yang dihasilkan dari amfetamin, kafein dan kontrol, yaitu larutan NaCl fisiologis, dan aktifitas perbandingan dari kelompok barbiturate yaitu fenobarbital dan kelompok benzodiazepine yaitu diazepam. Kafein adalah suatu senyawa alkaloid yang tergolong dalam famili methyl xanthine (bersama teobromin, dan teofilin). Senyawa ini dapat meningkatkan stimulasi terhadap sistem saraf pusat (SSP), jantung, dan paru-paru, serta merupakan diuretik sedang (meningkatkan produksi urin), Dalam praktikum ini, kafein digunakan untuk mengamati aktivitas pada sistem saraf pusat, dalam hal ini digunakan hewan percobaan mencit. Pada hasil percobaan dengan menggunakan kafein, hewan mencit yang diberikan kafein mengalami reaksi aktivitas stimulasi SSP yang menurun, seharusnya dalam litelatur setelah diberikan kafein aktivitasnya naik dari waktu pemberian sampai ke aktivitas stimulasi SSP. Tetapi hasil pada hewan mencit yang diberikan kafein efek yang terjadi malah menurun, kemungkinan ini terjadi karena pada saat praktikum hari sudah siang dan hewan mencit sudah lemas dan malas untuk beraktifitas karena pada saat pagi telah dilakukan percobaan juga. Efek kafein terutama adalah sebagai antagonis dari adenosine, dimana karena strukturnya mirip, Dengan efek, kafein adalah sebuah ergogenic, meningkatkan kemampuan seseorang tenaga kerja mental atau fisika, Sedangkan relatif aman bagi manusia, kafein jauh lebih beracun untuk beberapa hewan lain seperti anjing, kuda,

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I

12

dan beo karena kemampuan yang jauh lebih buruk untuk memetabolisme senyawa ini. Kafein juga memiliki efek diucapkan pada moluska dan berbagai serangga serta laba-laba, Kafein toleransi berkembang sangat cepat, terutama di kalangan kopi berat dan konsumen minuman energi. Toleransi Lengkap untuk tidur efek gangguan kafein berkembang setelah mengkonsumsi 400 mg kafein 3 kali sehari selama 7 hari. Toleransi Lengkap efek subjektif kafein diamati untuk mengembangkan setelah mengkonsumsi 300 3 kali mg per hari selama 18 hari, dan mungkin bahkan lebih awal. Dalam percobaan lain, toleransi lengkap kafein diamati ketika subjek dikonsumsi 750-1200 mg per hari sedangkan toleransi tidak lengkap kafein telah diamati pada mereka yang mengkonsumsi dosis rata-rata lebih dari kafein. maka kafein akan menggantikan posisi adenosine untuk berikatan dengan reseptor diotak. Adenosine sendiri merupakan neurotransmiter diotak yang menekan aktivitas sistem saraf pusat (neuro-depresan). Bagaimana kafein bisa meningkatkan aktifitas dari SSP masih belum bisa diketahui secara pasti, namun efek dari kafein ini bisa menyebabkan peningkatan aktivitas mental dan membuat seseorang tetap terjaga. Kafein juga meningkatkan hormon adrenalin dalam darah yang menyebabkan peningkatan aktivitas otot jantung dalam memompa darah dan meningkatkan tekanan darah, sehingga aliran darah keberbagai organ tubuh meningkat. Hal inilah yang mendasari perasaan segar atau hilangnya rasa lelah setelah mengkonsumsi kafein. Tetapi tetap saja harus diingat bahwa efek ini hanyalah bersifat sementara. Peningkatan aktivitas otot jantung juga tidak selamanya baik, karena anda harus ingat bahwa peningkatan aktivitas berarti juga terjadi peningkatan jumlah O2 yang diperlukan. Sementara bila otot-otot jantung yang telah bekerja keras tadi kekurangan O2, maka bisa menimbulkan suatu keadaan infark myocardial akut (serangan jantung). Dalam jumlah besar, dan khususnya selama periode yang lama, kafein dapat menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai''''caffeinism Caffeinism biasanya menggabungkan ketergantungan kafein dengan berbagai kondisi fisik dan mental yang tidak menyenangkan, termasuk kegelisahan, lekas marah, kecemasan,

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I

13

tremulousness,. otot berkedut (hyperreflexia), insomnia, sakit kepala, alkalosis pernapasan, dan jantung berdebar-debar. Selanjutnya, karena kafein meningkatkan produksi asam lambung, penggunaan yang tinggi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan tukak lambung, esofagitis erosif, dan penyakit gastroesophageal reflux. Pada percobaan berikutnya adalah tentang depresan obat SSP yaitu dengan menggunakan diazepam dan fenobarbital. Diazepam adalah turunan dari

benzodiazepine dengan rumus molekul 7-kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4benzodiazepin-2-on. Merupakan senyawa Kristal tidak berwarna atau agak kekuningan yang tidak larut dalam air. Secara umum , senyawa aktif benzodiazepine dibagi kedalam empat kategori berdasarkan waktu paruh eliminasinya, yaitu :

1. Benzodiazepin ultra short-acting 2. Benzodiazepin short-acting, dengan waktu paruh kurang dari 6 jam. Termasuk didalamnya triazolam, zolpidem dan zopiclone.

3. Benzodiazepin intermediate-acting, dengan waktu paruh 6 hingga 24 jam. Termasuk didalamnya estazolam dan temazepam.

4. Benzodiazepin long-acting, dengan waktu paruh lebih dari 24 jam. Termasuk didalamnya flurazepam, diazepam dan quazepam. Mekanisme kerjanya adalah Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan

memperkuat fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I

14

GABA, saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang. Dosis: oral : 60-180 mg (malam). Anak 5-8 mg/kg/hari. Injeksi i.m./i.v. 50200 mg, ulang setelah 6jam bila perlu, maksimal 600mg/hari. Mengantuk, kelelahan, depresi mental, ataksia dan alergi kulit, paradoxical excitement restlessness, bingung pada orang dewasa dan hiperkinesia pada anak; anemia megaloblastik(dapat diterapi dengan asam folat) Pada percobaan yang dihasilkan pada hewan mencit yang diberikan dengan diazepam mengalami penurunan pada aktivitas mencit,karena fungsi obat ini adalah untuk depresan SSP, yang bermaksud untuk menurunkan stimulasi atau menghambat stimulasi, dan itu yang terjadi pada hewan percobaan mencit, sehingga yang terjadi adalah hewan tersebut menjadi malas melakukan aktifitas. Untuk percobaan imobilisasi dapat dilihat dari data pengamatan yang dihasilkan yaitu :
KEL 6 : MENCIT WAKTU IMOBILITAS 5 10 15 4 16 40 10 16 7

K1ad Amd1-2

Hewan mencit yang dilakukan pada percobaan imobilisasi diberikan amitripilin,yaitu antidepresan golongan trisiklik yang paling sering digunakan dan efektif untuk nyeri diestetik.bisa dilihat dari table pengamatan diatas bahwa hewan mencit yang tidak diberikan amitriptilin hanya mengalami pergerakan yang sebentar atau tidak terlalu lama, sedangkan yang diberikan

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I

15

anti depresan amitriptilin menjadikan hewan mencit tidak gampang stress dan melakukan dan pergerakan yang cukup lama.

VII. Kesimpulan membandingkan pengaruh amfetamin dan kafein yang dibandingkan terhadap kontrol, pengujian aktivitas obat depresan sistem syaraf pusat dilakukan dengan membandingkan pengaruh tiopental dan

fenorbarbital terhadap kontrol, serta antidepresan sistem syaraf pusat dengan membandingkan dua sampel amitriptilin pada dosis yang berbeda terhadap kontrol. Obat stimulan sistem syaraf pusat bekerja meningkatkan aktivitas motorik, rasa penasaran, dan kepekaan terhadap lingkungan. Sedang depresan sistem syaraf pusat bekerja menurunkan aspek-aspek tadi. Dan obat-obat antidepresan depresan bekerja mengembalikan kondisi depresi kepada keadaan normal kembali.

VIII.

Daftar Pustaka Anief, Moh. (1995). Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta :Gadjah Mada University Press. Hal. 19-20. Neal,Michael J. (2005). At a Galance Farmakologi Medis, Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit Erlangga. Hal. 12. Tanu, Ian. (2007). Farmakologi dan Terapi, Edisi Kelima. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Hal. 179, 185-186. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, Cetakan Pertama. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Hal. 419, 423.

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I

16

Widodo, V. B & Lotterer E. (1993). Kumpulan Data Klinik Farmakologi. Cetakan I. Yogyakarta : UGM Press. Hal. 10.

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I

17

Anda mungkin juga menyukai