Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberkulosis. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru. Pada waktu penderita batuk butir-butir air ludah beterbangan diudara dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk kedalam parunya yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru. ( Drh. Hiswani, M.Kes : 2002) Penyakit tuberkulosis menjadi masalah kesehatan di dunia dan di Indonesia. WHO menyatakan bahwa tuberkulosis saat ini telah menjadi ancaman global, dan diperkirakan 1,9 milyar manusia atau sepertiga penduduk dunia terinfeksi tuberkulosis. Penderita tuberkulosis di Indonesia pada tahun 1995 berjumlah 460.190, angka ini relatif tinggi jika dibandingkan dengan negara lain dan menduduki peringkat kedua penyebab kematian di Indonesia setelah kardiovaskuler. Data terbaru yang dikeluarkan WHO di bulan Agustus 1999 menyebutkan bahwa prevalensi BTA (+) di Indonesia sebesar 715.000 dengan insiden 262.000 dan kematian akibat tuberkulosis 140.000 per tahun. ( Sarwo Handayani : 2002 ) Di Sumatera Utara saat ini diperkiraka ada sekitar 1279 penderita denga BTA positif. Dari hasil evaluasi kegiatan Program Pemberantasan Tuberkulosa paru, kota Medan tahun 1999/2000 ditemukan 359 orang penderita dengan insiden penderita tuberkulosis paru 0,18 per 1000 jumlah penduduk. Dengan catatan dari balai pengobatan penyakit paru-paru (BP4), di Medan dijumpai 545 kasus tuberkulosis paru setiap tahun. ( Drh. Hiswani, M.Kes : 2002 ) Penyakit tuberkulosis paru merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di negaranegara sedang berkembang termasuk Indonesia sebagai salah satu negara yang prevalensinya cukup tinggi. Di Propinsi DI Aceh jumlah tersangka TB paru (1995-1998) sebanyak 41.612 orang, dimana 2.444 orang (5,9%) dinyatakan BTA positif, 2.300 orang telah diobati dan 1.547 orang (67,3%) dinyatakan sembuh. Di Kabupaten Aceh Besar jumlah tersangka TB paru 5.576 orang, 385 orang (6,9%) dinyatakan BTA positif, dan 379 orang penderita telah diobati, dimana 264 orang (69,6%) dinyatakan sembuh. Salah satu upaya dalam pengobatan TB Paru dilakukan dengan pendekatan Strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS). Namun prevalensi TB pain juga tetap masih tinggi. Keberhasilan pengobatan dan penyembuhan penyakit berhubungan dengan kepatuhan penderita minum obat selama 2 bulan fase awal dan 4 bulan fase lanjutan sehingga memberikan dukungan dalam keberhasilan. ( Marzuki : 2000 )

Tabel 1 Angka Prevalensi, Insidensi dan Kematian, Indonesia, 1990 dan 2009

Sumber: Global Report TB, WHO, 2009 (data tahun 2007)

http://tbindonesia.or.id/pdf/Data_tb_1_2010.pdf ETIOLOGI TUBERKULOSIS Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang menyerang paru-paru, penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis. Miko bakteria adalah bakteri aerob, berbentuk batang, yang tidak membentuk spora. Walaupun tidak mudah diwarnai, jika telah diwarnai bakteri ini tahan terhadap peluntur warna (dekolarisasi) asam atau alkohol, oleh karena itu dinamakan bakteri tahan asam atau basil tahan asam. Apabila seseorang sudah terpapar dengan bakteri penyebab tuberkulosis akan berakibat buruk seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja, menularkan kepada orang lain terutama pada keluarga yang bertempat tinggal serumah, dan dapat menyebabkan kematian. Pada penyakit tuberkulosis jaringan pang paling sering diserang adalah paru-paru (95,9 %). Cara penularan melalui ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru. Pada waktu batuk butir-butir air ludah beterbangan diudara dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk kedalam parunya yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru (TB Paru). ( Drh. Hiswani, M.Kes : 2002 ) Genus Mycobacterium merupakan kelompok bakteri gram positip, berbentuk batang, berukuran lebih kecil dibandingkan bakteri lainnya. Genus ini mempunyai karakteristik unik karena dinding selnya kaya akan lipid dan lapisan tebal peptidoglikan yang mengandung arabinogalaktan, lipoarabinomanan dan asam mikolat. Asam mikolat tidak biasa dijumpai pada bakteri dan hanya dijumpai pada dinding sel Mycobacterium dan Corynebacterium. Mycobacterium tuberculosis dibedakan dari sebagian besar bakteri dan mikobakteri lainnya karena bersifat patogen dan dapat berkembang biak dalam sel fagosit hewan dan manusia. Pertumbuhan M. tuberculosis relatif lambat dibandingkan mycobakteri lainnya. 2

Mycobacterium tuberculosis tidak menghasilkan endotoksin maupun eksotoksin. Bagian selubung M. tuberculosis mempunyai sifat pertahanan khusus terhadap proses miko-bakterisidal sel hospes.

Dinding sel yang kaya lipid akan melindungi mikobakteri dari proses fagolisosom, hal ini dapat menerangkan mengapa mikobakteri dapat hidup pada makrofag normal yang tidak teraktivasi. Selain bersifat patogen M. tuberculosis dapat berfungsi sebagai ajuvan yaitu komponen bakteri yang dapat meningkatkan respon imun sel T dan sel B apabila dicampur dengan antigen terlarut. Ajuvan yang banyak digunakan dalam laboratorium adalah Freund's ajuvan yang terdiri dari M. tuberculosis yang telah dimatikan dan disupensikan dalam minyak kemudian diemulsikan dengan antigen terlarut. ( Sarwo Handayani : 2002 ) Untuk terpapar penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : status sosial ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin, dan faktor toksis untuk lebih jelasnya dapat kita jelaskan seperti uraian dibawah ini :

1. Faktor Sosial Ekonomi Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.

2. Status Gizi Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh sesoeranga sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.

3. Umur Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usaia produktif (15 50) tahun. Dewasa ini dengan terjaidnya transisi demografi menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB-Paru.

4. Jenis Kelamin Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB-Paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB-Paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga 3

dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab TB-Paru. 5. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. 6. Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru. Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB Paru. 7. Kebiasaan Merokok Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760 batang/orang/tahun di Pakistan. Prevalensi merokok pada hampir semua Negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru. 8. Kepadatan Hunian Kamar Tidur Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak

menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi 4

oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m. 9. Pencahayaan Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux, kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya. Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang. 10. Ventilasi Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB. ( Drh. Hiswani, M.Kes : 2002 )

PATOFISIOLOGI TUBERKULOSIS

Tuberkulosis Primer Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar

menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas 5

selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran nafas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. ( Zulkifli Amin, Asril Bahar : 2006 )

Tuberkulosis Sekunder Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. ( Zulkifli Amin, Asril Bahar : 2006 )

Tuberkulosis primer terjadi pada individu yang terpapar pertama kali dengan kuman tuberkulosis, sedangkan tuberkulosis paru kronik (reaktivasi atau pasca primer) adalah hasil reaktivasi infeksi tuberkulosis pada suatu fokus dorman yang terjadi beberapa tahun lalu. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap reaktivasi belum dipahami secara keseluruhan. Organ tubuh yang paling banyak diserang tuberkulosis adalah paru. Beberapa penelitian menunjukkan adanya kenaikan limfosit alveolar, netrofil pada sel bronkoalveolar dan HLA-DR pada pasien tuberkulosis paru. Adapun respon imun terhadap kuman ini adalah sebagai berikut : Kuman masuk ke paru Ditelan oleh makrofag alveolar Makrofag melakukan 3 fungsi penting Menghasilkan enzim proteolitik menghasilkan sitokin sebagai respon Mempunyai potensi untuk menekan efek immunoregulator Manifestasi klinis TB IL - 1 Demam IL - 6 meningkatkan produksi immunoglobulin oleh sel B yang teraktivasi TGF dan TNF Berat badan menurun demam dan nekrosis caseosa yang khas pada penderita TB memproses antigen mikrobakteri pada Limfosit T

Sumber : Sarwo Handayani : 2002 6

MANIFESTASI KLINIS TUBERKULOSIS Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemukan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah : Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-410C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Keadaan ini sangat dipenagruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk. Batuk / Batuk Darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar, karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering ( non-produktif ) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif ( menghasilkan sputum ). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. Sesak Napas. Pada penyakit yang ringan ( baru tumbuh ) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru. Nyeri Dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan napasnya. Malaise. Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia atau tidak ada nafsu makan, badan makin kurus ( berat badan turun ), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain sebagainya. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadinya hilang timbul secara tidak teratur. ( Zulkifli Amin, Asril Bahar : 2006 )

MANAGEMENT TUBERKULOSIS

Non - Farmakologi Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi ( pukul 6 8 pagi ) Memperbanyak istirahat ( bedrest ) Diet sehat, dianjurkan mengkonsumsi banyak lemak dan vitamin A untuk membentuk jaringan lemak baru dan meningkatkan sistem imun 7

Menjaga sanitasi atau kebersihan lingkungan rumah dan sekitar tempat tinggal Menjaga sirkulasi udara di dalam rumah agar selalu berganti dengan udara yang baru Berolahraga seperti jalan santai di pagi hari

Sumber : http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BUKU_PEDOMAN_NASIONAL.pdf Farmakologi Obat Anti TB ( OAT ) Dosis Yang Direkomendasikan ( mg / kg BB ) Harian 5 (46) 10 ( 8 12 ) 25 ( 20 30 ) 15 ( 12 18 ) 15 ( 12 20 ) 3x Seminggu 10 ( 8 12 ) 10 ( 8 12 ) 35 ( 30 40 ) 15 ( 12 18 ) 30 ( 20 35 )

Jenis OAT

Sifat

Isoniazid ( H )

Bakterisid

Rifampicin ( R )

Bakterisid

Pyrazinamide ( Z )

Bakterisid

Streptomycin ( S )

Bakterisid

Ethambutol ( E )

Bakteriostatik

Sumber : http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BUKU_PEDOMAN_NASIONAL.pdf Paduan OAT yang dianjurkan pada pengobatan TB

Kategori I

Kasus - TB BTA +, kasus baru - TB BTA -, lesi luas/kasus berat - TB kasus berat - TB kasus berat HIV + - Kambuh - Gagal pengobatan - Putus berobat - TB BTA -, lesi minimal, HIV - Ekstrapulmonal ringan HIV - TB kronik - MDR TB

Pengobatan Fase Inisial Fase Lanjutan 2HRZE 4HR Atau 6HE*daily 5HRE 4HR Atau 6HE*daily

II

2HRZES / 1HRZE 2HREZE

III

IV

Rujuk ke spesialis

( Merryani Girsang : 2002 ) 8

Strategi DOTS ( Directly Observe Treatment Short course ) Pada tahun 1994, pemerintah Indonesia bekerjasama dengan Badan Kesehatan Dunia (WHO), melaksanakan suatu evaluasi bersama yang menghasilkan rekomendasi perlunya segera dilakukan perubahan mendasar pada strategi penanggulangan TB di Indonesia. Istilah DOTS dapat diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari oleh Pengawas Minum Obat ( PMO ). Sebelum pengobatan pertama kali dimulai, DOTS harus dijelaskan kepada pasien tentang cara dan manfaatnya. Seorang PMO harus ditentukan dan dihadirkan untuk diberi penerangan tentang DOTS dan tugas-tugasnya. Ada 5 kunci utama dalam strategi DOTS yaitu : a. b. c. d. e. Komitmen Diagnosa yang benar dan baik Ketersediaan dan lancarnya distribusi obat Pengawasan penderita menelan obat Pencatatan dan pelaporan penderita dengan sistem kohort

( Amira Permatasari : 2000 )

KOMPLIKASI TUBERKULOSIS Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut. a. Komplikasi dini Pleuritis Efusi pleura Empiema Laringitis Poncets arthropathy

b. Komplikasi lanjut Obstruksi jalan napas SOFT ( Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis ) Kerusakan parenkim berat SOPT / fibrosis paru Kor pulmonal Amiloidosis Karsinoma paru Sindrom gagal napas dewasa ( ARDS )

( Zulkifli Amin, Asril Bahar : 2006 ) 9

BAB II LAPORAN HASIL KUNJUNGAN

A. Riwayat Pasien

Riwayat Penyakit Sekarang Pada saat dilakukan proses anamnesis, penderita sangat terbuka dengan penyakit yang sedang dialaminya. Penderita mengaku telah meminum obat selama 7 bulan secara rutin tanpa putus. Penderita mengalami penurunan berat badan dari 72 kg ke 54 kg. Tetapi pada saat ini berat badan penderita sudah naik menjadi 62 kg. Pada awal sebelum minta pertolongan ke rumah sakit, penderita muntahmuntah dan tidak makan selama tiga hari. Pertama, pasien menderita batuk-batuk dan meminta pertolongan kepada puskesmas terdekat sehingga pada akhirnya mendapat rujukan ke Rumah Sakit Zainoel Abidin (RSUZA). Di RSUZA penderita menjalani beberapa tes laboratorium termasuk juga pemeriksaan Foto-Thorax. Pada saat ini, penderita (OS) dinyatakan hampir sembuh sehubungan dengan negatifnya hasil pemeriksaan bakteriologi terhadap kuman BTA. Tidak ada lagi gejala batuk maupun sesak yang dirasakan.

Riwayat Penyakit Dahulu Penderita memberitahukan bahwa penderita pernah mengalami, Penyakit Jantung pada tahun 2002. Penderita juga pernah berobat terhadap penyakitnya jantungnya ini selama 3 bulan tetapi diada kemajuan. Penderita juga pernah mengkonsumsi air seninya sendiri terkait penyakinya ini yang info ini iya dapatkan dari majalah, hingga akhirnya jantung beliau sedikit membaik.Kemudian Beliau melakukan pengobatan kembali ke rumah sakit hingga akhirnya sembuh.

Riwayat Penyakit Keluarga Penderita mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal seperti ini sebelumnya.

Riwayat Kebiasaan Sosial Sebelumnya penderita merupakan perokok aktif sampai 4 bungkus/hari, akan tetapi sejak tahu bahwa telah terjadi kerusakan di parunya penderita berhenti merokok sampai sekarang. Penderita juga mengatakan, ada 2 orang tetangganya yang ternyata

10

terkena penyakit yang sama dengannya, dan sampai sekarang belum menunjukka adanya perubahan. B. Faktor Faktor Resiko

Penderita merupakan salah satu korban Gempa dan Tsunami tahun 2004. Kondisi rumah penderita cukup bersih, walaupun terdapat beberapa jenis serangga yang beterbangan. Hanya saja pencahayaan sinar matahari dan ventilasi rumah penderita sangat kurang walaupun jedelanya besar, tapi jarang dibuka. Rumahnya agak kecil, letak ruang keluarga dengan kamar serta dapur dan kamar mandi sangat berdekatan, serta loteng yang tergolong rendah.

C. Riwayat Pengobatan dan Respon Terhadap Pengobatan

Penderita telah melakukan pemeriksaan diberbagai tempat, yaitu Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin ( Banda Aceh ) .Dari hasil pemeriksaan RSU Zainal Abidin, penderita melaporkan bahwa dari hasil pemeriksaan sputum dengan BTA ( + ), kemudian diberikan obat dan dikonsumsi selama 6 bulan, penderita memperlihatkan obat Rifampisin yang ia konsumsi.. Selama sudah 7 bulan penderita mengkonsumsi obat tersebut, dan sekarang penderita sedang menjalani masa pemuliahan. Untuk pemberian obat selama 6 bulan ini, penderita mengkonsumsi dengan teratur dan continu, artinya penderita tidak putus dalam 6 bulan itu dalam mengkonsumsi obat tersebut. Penderita memberitahukan bahwa penderita mengalami penyakit jantung. Penderita tidak ingat kapan mengetahui terkena dan pernah melakukan pemeriksaan dan pengobatan di RSUZA hingga akhirnya sembuh. Penderita memberitahukan bahwa sekarang penyakit jantung beliau Alhamdulillah sudah tidak kambuh lagi. Untuk mengantisipasinya penderita hanya rajin berolah raga ringan pada pagi hari.

D. Masalah Lain Pada Pasien

1. Konstruksi Rumah Ventilasi Rumah penderita hanya satu lantai dengan dua buah kamar , satu dapr , satu ruang tamu dan satu kamar mandi. Jumlah ventilasi kurang. Masing-masing 11

kamar dengan satu jendela dan satu ventilasi. Rumah penderita saat dikunjungi dengan keadaan jendela tertutup. Posisi rumah penderita berdempetan dengan rumah yang ada disebelahnya kiri dan kanan. Pencahayaan Jumlah cahaya matahari yang masuk ke dalam kamar sangat sedikit. Cahaya matahari hanya masuk sebatas ruang tamu saja. Kondisi loteng rumah juga tergolong rendah. Kelembaban Saat kunjungan ke rumah penderita rumahnya kering dan cukup bersih.

Kepadatan Isi Rumah Isi rumah penderita cukup padat mengingat rumah yang dihuni cukup kecil sedangkan anggota keluarga ada 4 orang.

2. Lingkungan Sekitar Pengelolaan Sampah Letak pembuangan sampah dengan rumah penderita cukup jauh. Asap Letak antara dapur dengan kamar dekat. Dan juga penderita menggunakan bahan bakar berupa gas. Rokok Dulunya penderita merupakan perokok aktif, kemudian setahun yang lalu penderita telah berhenti merokok.

3. Personal Hygiene Kebiasaan mandi dengan sabun dan gosok gigi ( + ) Kebiasaan cuci tangan dengan sabun ( + ) Kebiasaan batuk dengan menutup mulut ( + ) Kebiasaan memasak dan mencuci bahan makanan ( + )

E. Keterkaitan Hasil Observasi Dengan Masalah Pasien Berdasarkan dari hasil pengamatan kami dengan keadaan rumah penderita dengan jumlah ventilasi, jendela dan pencahayaan yang kurang memungkinkan peluang lebih besar penderita terkena tuberkulosis. Selain itu, keadaaan dalam rumah yang lembab dan loteng rumah yang rendah serta kepadatan isi rumah juga dapat memungkinkan anggota keluarga lain terkena tuberkulosis. 12

BAB III EVALUASI

Hal Hal Positif Selama Kunjungan

1. Respon penderita selama kunjungan sangat baik, kami diterima dengan sangat baik.

2. Selama kunjungan penderita bercerita mengenai riwayat penyakitnya

3. Dapat menjalin hunbungan kekeluargaan.

Hal Hal Negatif Selama Kunjungan

Kami rasa tidak ada hal negative yang kami temui selama mengunjungi rumah penderita. Beliau orang yang baik dan ramah.

13

DAFTAR PUSTAKA

Girsang, Merryani. 2002. Pengobatan Standar Penderita TBC. Cermin Dunia Kedokteran : Jakarta

Handayani, Sarwo. 2002. Respon Imunitas Seluler Pada Infeksi Tuberkulosis Paru. Cermin Dunia Kedokteran : Jakarta

Hiswani. 2002. Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi yang Masih Menjadi Masalah Kesehatan Masyarakat. Ilmu Bagian Kedokteran Hewan FK USU : Sumatera Utara

Permatasari, Amira. 2000. Pemberantasan Penyakit TB Paru dan Strategi DOTS. Ilmu Bagian Paru FK USU : Sumatera Utara

Zulkifli Amin, Asril Bahar. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. IV : Tuberkulosis Paru. Ilmu Bagian Penyakit Dalam FK UI : Jakarta Dilihat dari : http://eprints.lib.ui.ac.id/6608/ : Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita tuberkulosis paru di Puskesmas dalam Wilayah Kabupaten Aceh besar tahun 1998 ( diakses pada tahun 2000 oleh Marzuki )

Dilihat dari : http://tbindonesia.or.id/pdf/Data_tb_1_2010.pdf

Dilihat dari : http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BUKU_PEDOMAN_NASIONAL.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai