Anda di halaman 1dari 7

Diuretik Diuretik bekerja dengan meningkatkan ekskresi natrium, air, dan klorida sehingga menurunakn volume darah dan

cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Beberapa diuretik juga bekerja dengan mennurunkan resistensi perifer sehingga memperkuat efek hipotensinya. 1. Golongan tiazid Golongan ini bekerja dengan menghambat simporter Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga meningkatkan eksresi Na+ dan Cl-. Prototipe golongan ini adalah hidroklorotiazid (HCT). Selain itu juga terdapat bendroflumetazid, indapamid dll dengan waktu paruh yang berbeda-beda. HCT sendiri memiliki waktu paruh 10-12 jam. Sampai saat ini tiazid merupakan obat utama dalam terapi hipertensi. Umumnya efek hipotensi tiazid baru terlihat setelah 2-3 hari dan mencapai maksimum setelah 2-4 minggu. Efek samping dari tiazid antara lain hipokalemia, hiponatremia, hipomagnesemia, hiperkalsemia dan hiperurisemia. Tiazid juga dapat menyebabkan hiperlipidemia, hiperglikemia dan kurang efektif pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. 2. Diuretik kuat/loop diuretic Diuretik kuat bekerja di ansa Henle pars asendens dengan menghambat kotransporter Na+, K+, Cl- dan menghambat resorpsi air dan elektrolit. Diuretik kuat digunakan sebagai antihipertensi terutama pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >2.5 mg/dL) atau gagal jantung. Termasuk dalam golongan diuretik kuat adalah furosemid, bumetanid, torasemid dan asam etakrinat. Efek sampingnya antara lain hipokalemia, hiponatremia, hipomagnesemia dan hiperkalsiuria. 3. Diuretik hemat kalium Diuretik hemat kalium digunakan terutama dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk mencegah hipokalemia. Termasuk dalam golongan ini adalah amilorid, triamteren, dan spironolakton (antagonis aldosteron). Diuretik hemat kalium dapat menimbulkan hiperkalemia bila diberikan pada pasien dengan gagal ginjal atau bila dikombinasi dengan ACE-inhibitor, ARB, -blocker, AINS atau suplemen kalium. Penghambat adrenoreseptor beta (-blocker) -blocker bekerja dengan menghambat reseptor 1 sehingga menumbulkan penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard, menghambat sekresi renin, mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer dan peningkatan biosintesis prostasiklin (vasodilator). Efek penurunan tekanan darah dapat terlihat dalam 24 jam sampai 1 minggu setelah terapi dimulai. Dari berbagai -blocker, atenolol merupakan obat yang sering dipilih (bersifat kardioselektif). Selain itu terdapat juga labetolol, karvedilol dll yang umumnya nonselektif. -blocker dikontraindikasikan pada penderita asma bronkial, bradikardia, blokade AV derajat 2 dan 3, sick sinus syndrome dan gagal

jantung belum stabil. Efek samping -blocker antara lain bronkopasme, gangguan sirkulasi perifer, depresi, mimpi buruk, halusinasi dan gangguan fungsi seksual. ACE-inhibitor ACE-inbitor merupakan obat yang bekerja dengan menghambat enzim angiotensin converting enzyme (ACE) yang dalam keadaan normal bertugas mengaktifkan angiotensin 1 menjadi angiotensin 2 yang berperan dalam sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron, di mana aldosteron berfungsi mengkonservasi air dalam tubuh. Selain itu ACE-inhibitor juga menghambat degradasi bradikinin, sehingga bradikinin dapat bekerja meningkatkan sintesis EDRF/NO dan prostasiklin yang merupakan vasodilator. ACE-inhibitor juga diduga menghambat pembentukan angiotensin II secara lokal di endotel pembuluh darah. Secara umum ACE-inhibitor dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu 1) yang bekerja langsung, contohnya kaptopril dan lisinopril dan 2) prodrug, contohnya enalapril, kuinapril dan perindopril. ACE-inhibitor efektif untuk hipertensi ringan hingga berat, hipertensi dengan gagal jantung kongestif, hipertensi pada diabetes, dislipidemia, obesitas, hipertensi dengan penyakit jantung koroner, hipertrofik ventrikel kiri dll. Untuk memperkuat efeknya ACE-inhibitor sering dikombinasikan dengan diuretik, -blocker atau vasodilator. ACE-inhibitor dikontraindikasikan pada stenosis arteri renalis bilateral atau unilateral pada ginjal tunggal serta pada ibu hamil. Efek samping yang ditimbulkan antara lain hipotensi, batuk kering, hiperkalemia, rash kulit, edema angioneurotik, gagal ginjal akut, dan proteinuria. Penghambat reseptor angiotensin (angiotensin receptor blocker/ARB) ARB bekerja dengan menghambat efek angiotensin II pada reseptor AT1 (yang terutama terdapat di otot polos pembuluh darah dan otot jantung, selain itu terdapat juga di ginjal, otak, dan kelenjar adrenal). Efek yang dihambat meliputi: vasokonstriksi, sekresi aldosteron, rangsangan saraf simpatis, sekresi vasopresin, rangsangan haus, stimulasi jantung, serta efek jangka panjang berupa hipertrofik otot polos pembuluh darah dan miokard. Efek yang ditimbulkan ARB mirip dengan efek yang ditimbulkan ACE-inhibitor, namun ARB tidak memiliki efek samping batuk kering dan angioedema. Losartan merupakan prototip dari golongan ARB, selain itu ada juga valsartan, irbesartan, dll. Efek samping yang ditimbulkan antara lain hipotensi dan hiperkalemia. Obat ini dikontraindikasikan pada ibu hamil dan menyusui serta pada pasien dengan stenosis arteri renalis bilateral atau unilateral pada ginjal tunggal. Antagonis kalsium/calcium channel blocker Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard, menimbulkan efek relaksasi arteriol dan penurunan resistensi perifer. Berbagai antagonis kalsium antara lain nifedipin, verapamil, diltiazem, amlodipin, nikardipin, isradipin, dan felodipin. Golongan dihidropiridin (seperti nifedipin, nikardipin, dll) bersifat vaskuloselektif , menurunkan resistensi perifer tanpa penurunan fungsi jantung yang berarti (efek pada nodus SA dan AV minimal). Nifedipin oral sangat bermanfaat untuk mengatasi hipertensi darurat (dosis 10mg akan menurunkan tekanan darah dalam waktu 10 menit), namun tidak

dianjurkan untuk hiperensi dengan penyakit jantung koroner. Efek samping antagonis kalsium antara lain iskemia miokard, hipotensi, edema perifer, bradiaritmia, dll. Penghambat saraf adrenergik Penghambat saraf adrenergik meliputi reserpin, guanetidin dan guanadrel. Reserpin bekerja dengan menghambat uptake dan memecah katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) di ujung vesikel. Efek yang ditimbulkan adalah penurunan curah jantung dan resistensi perifer. Efek samping reserpin antara lain depresi mental, penurunan ambang kejang, bradikardia, hipotensi ortostatik, dan hiperasiditas lambung yang dapat mengeksaserbasi ulkus lambung dll. Sedangkan guanetidin dan guanadrel bekerja dengan menggeser norepinefrin dari vesikel dan mendegradasinya, sehingga menurunkan tekanan darah melalui penurunan curah jantung dan resistensi perifer. Efek samping guanetidin antara lain hipotensi ortostatik dan diare. Penghambat adrenoreseptor alpha (-blocker) Hambatan reseptor 1 menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan venula sehingga menurunkan resistensi perifer. Termasuk ke dalam golongan ini adalah prazosin, terazosin, bunazosin, dan doksazosin. -blocker memiliki keunggulan yaitu efek positif terhadap lipid darah dan mengurangi resistensi perifer. Efek samping yang ditimbulkan antara lain hipotensi ortostatik, sakit kepala, palpitasi, edema perifer, mual dll. Adrenolitik sentral (metildopa dan klonidin) Metildopa merupakan prodrug dalam susunan saraf pusat yang menggantikan kedudukan dopa dalam sintesis katekolamin dengan hasil akhir -metilnorepinefrin. Efek yang ditimbulkan antara lain mengurangi sinyal simpatis ke perifer sehingga menurunkan resistensi vaskular tanpa banyak mempengaruhi frekuensi dan curah jantung. Obat ini efektif bila dikombinasikan dengan diuretik, dan merupakan pilihan utama untuk pengobatan hipertensi pada ibu hamil karena terbukti aman bagi janin. Efek samping yang sering adalah sedasi, hipotensi postural, pusing, mulut kering, sakit kepala, depresi, dll. Klonidin bekerja pada reseptor -2 di susunan saraf pusat dengan efek penurunan simpathetic outflow dan menurunkan resistensi perifer dan curah jantung. Obat ini digunakan sebagai obat kedua atau ketiga jika penurunan tekanan darah dengan diuretik belum optimal. Efek samping yang sering timbul antara lain mulut kering, sedasi, dll. Vasodilator (hidralazin, minoksidil, diazoksid) Hidralazin bekerja langsung merelaksasi otot polos arteriol melalui mekanisme yang belum diketahui. Obat ini biasanya digunakan sebagai obat kedua atau ketiga setelah diuretik dan blocker. Efek samping yang timbul antara lain sakit kepala, mual, hipotensi, takikardia, dll. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien penyakit jantung koroner dan tidak dianjurkan pada pasien usia di atas 40 tahun.

Minoksidil bekerja dengan membuka kanal kalium ATP-dependent dengan akibat terjadinya efluks kalium dan hiperpolarisasi membran yang diikuti oleh relaksasi otot polos pembuluh darah dan vasodilatasi. Efek samping yang timbul antara lain retensi cairan dan garam, refleks simpatis, hipertrikosis, hiperglikemia dll. Minoksidil harus diberikan bersama dengan diuretik dan penghambat adrenergik (biasanya -blocker) untuk mencegah retensi cairan dan mengontrol refleks simpatis. Diazoksid merupakan derivat benzotiazid namun tidak memiliki efek diuresis. Obat ini bekerja dengan mekanisme mirip minoksidil. Diazoksid diberikan untuk mengatasi hipertensi darurat, hipertensi maligna, hipertensi ensefalopati, dan hipertensi berat pada glomerulus akut dan kronik. Efek samping yang ditimbulkan atntara lain retensi cairan dan hiperglikemia

Pengobatan Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olah raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit). Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu: 1. Pengobatan non obat (non farmakologis) 2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)

Pengobatan non obat (non farmakologis) Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik. Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah : 1. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh 2. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis. 3. Ciptakan keadaan rileks Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah. 4. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu. 5. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)

Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter.

Diuretik

Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.

Penghambat Simpatetik

Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.

Betabloker

Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.

Vasodilator

Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.

Penghambat ensim konversi Angiotensin

Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.

Antagonis kalsium

Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.

Penghambat Reseptor Angiotensin II

Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual. Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.

Anda mungkin juga menyukai