Anda di halaman 1dari 8

BAB I PENDAHULUAN

Peta geopolitik global pada 61 tahun usia Republik Indonesia memerlukan pemahaman komprehensif agar kita tidak tersisih dari percaturan global pasca-911. Alvin Toffler menyebut tiga gelombang peradaban, pertanian, industri, dan teknologi informasi. Almarhum Soedjatmoko menambahkan era conscious technology (CT) sebagai unsur penting untuk mengimbangi kemajuan iptek. Buku terbaru Karen Armstrong berjudul The Great Transformator melacak era yang disebut Karl Jaspers sebagai Axial Age. Ini adalah periode lahirnya tokoh agama dan filsuf besar seperti Confucius, Zoroaster, Sidharta Gautama, Musa sampai Yesus di tengah kecamuk anarki, perang saudara dan penderitaan rakyat. Mereka merupakan cikal bakal agama dan filosofi yang menurut Karen Armstrong tidak tertandingi hingga dewasa ini. Sebab kehidupan keagamaan dan iman, doktrin, dogma teologi, dan budi pekerti manusia abad 21 nyaris tidak beranjak dari era Axial Age.

BAB II PEMBAHASAN

Buku Human Achievement menyebut perkembangan iptek hasil rasio manusia selama 250 tahun terakhir melebihi seluruh kemajuan manusia selama 10.000 tahun sejak awal manusia hidup dibumi. Namun kemajuan kemampuan rasio manusia itu tidak diimbangi dengan peningkatan "nilai tambah" dalam perkembangan hati nurani manusia. Sebab sebagian masih terbenam dalam pola kebencian, kecemburuan, kedengkian ala Kain terhadap Habil. Karena itulah riwayat perebutan pengaruh geopolitik di era nuklir dan rudal ini masih mengulangi kisah Troy, Bharata Yudha, Sam Kok, dan Perang Sabil. Dalam kisah Sam Kok maka tiga negara saling memperebutkan hegemoni imperium Tiongkok. Dalam skenario Huntington, Tiga peradaban, Islam, Barat, dan Confucius memperebutkan hegemoni dunia. Selain perubahan sistem teknologi, maka sistem sosial juga mengalami perubahan. Pada era pertanian, agama sangat berperanan karena manusia tergantung dari cuaca untuk bercocok tanam dan memerlukan penaklukan lahan pertanian. Perlu organisasi kuat seperti negara untuk mengelola kepentingan bersama. Pada gelombang kedua, industri memerlukan modal dan teknologi dengan operator perusahaan bisnis MNC yang bisa menjadi raksasa ekonomi

mengalahkan negara gurem era pertanian. Pada era TI, maka individu bisa berperan hebat tanpa tergantung hirarki teologis, maupun dinasti politik dan rezim ideologis. Perang di era ini tidak hanya bergantung kepada persenjataan militer fisik. Melainkan lebih canggih berupa perang memenangkan publik opini dunia. Ramos Horta misalnya sendirian, mengalahkan diplomasi Deplu Pejambon dan jajarannya. Osama bin Laden, sendirian memporakporandakan harga diri dan martabat superpower AS. OBL bukan raja, bukan presiden, bukan perdana menteri, dan tidak berinduk pada negara manapun. Tapi jelas kekuatan Osama lebih hebat dari ratusan kepala negara dan kepala pemerintahan gurem. Pada dimensi konstruktif juga ada pemain global kaliber jenius yang secara individual menjadi pemain tingkat global setara atau melebihi negara. Laksmi Mittal adalah orang India yang membuka pabrik pertama di Surabaya dan sekarang menjadi raja besi baja dunia. Li Ka Hsing adalah warga Hong Kong yang menjadi operator pelabuhan terbesar sedunia termasuk Terusan Panama. Mayoritas pelabuhan sedunia sudah dikontrak oleh empat peru-sahaan raksasa yaitu Hutchison milik Li, PSA International (BUMN Singapura), Dubai Port World, dan Maersk (Denmark). Pembelian perusahaan P&O milik Inggris diveto oleh Kongres dan Senat AS sehingga bagian P&O yang mengelola tujuh pelabuhan utama AS termasuk New York dan Los Angeles serta Baltimore, dibatalkan.

Dua bersaudara pendiri Marvell Technology, Sehat Soetardja dan Pantas Soetardja adalah orang Indonesia yang memasok komponen komputer secara duopoli bersama Lucent Technology. Lima tahun yang lalu keduanya masuk dalam daftar 40 orang terkaya AS di bawah umur 40 tahun.

A. Jaringan Lobi Investigasi pers AS dan oposisi Malaysia mengungkapkan bahwa pertemuan empat mata Mahathir-Bush (saat Mahathir masih PM) melewati lobi senilai US$ 2 juta. Sebuah LSM Malaysia menyalurkan dana ke sebuah think tank di DC. Ini melicinkan jalan pertemuan Mahathir-Bush. Karena Mahathir walaupun memaki-maki AS tetap ingin memperlihatkan bahwa ia tidak dibenci dan malah diterima oleh Bush di Gedung Putih. Negara-negara yang mempunyai kepentingan strategik dengan AS termasuk Arab Saudi maupun RRC di samping kedubesan juga memelihara jaringan lobi. Anggaran lobi mendekati jutaan dolar per tahun. Semua harus dilakukan dengan cermat mengikuti kode etik dari Association of American Lobbyists. Sebab bila melanggar hukum maka akan menjadi kasus pidana seperti yang dulu dialami oleh John Huang dan Charlie Trie dalam kasus Lippo dan Clinton, serta lobbyis casino suku Indian Jack Abramoff. Ketika Megawati berkunjung ke AS seminggu setelah 911 saya menulis tentang peran Indonesia dalam perang publik opini dunia. Kalau

kita bisa memposisikan sebagai mitra strategik AS maka kita bisa memperoleh imbalan yang berbobot. Sayang bahwa hubungan RI-AS tidak pernah mencapai level seperti hubungan India-AS. India berhasil memposisikan diri sebagai mitra strategik yang diperlukan AS. Sehingga Presiden Bush yang sowan ke India menawarkan treaty sambil membawa angpao yang cukup berbobot. Paket nuklir, kerja sama militer, rencana perdagangan bebas dan banyak manfaat yang bernilai miliaran dolar diperoleh India. Sebab India memposisikan diri sebagai mitra strategik AS dalam drama Sam Kok versi Huntington. RRC sendiri dalam konflik internal kubu Islam antara Arab Saudi dan Iran juga memanfaatkan posisinya secara cerdik. Raja Abdullah dari Saudi Arabia membawa ban- tuan US$ 150 juta untuk meminta RRC mendukung sanksi dan embargo terhadap Iran. Sebab Arab Saudi menganggap Iran sebagai musuh bebuyutan sejak zaman Persia dan Iran pernah mengirim pasukan menduduki Mekkah. Ryadh tidak akan rela melihat Teheran bernuklir. Dalam konteks diplomasi global yang demikian volatile, maka Indonesia memerlukan lobi yang mempunyai jaringan pemantau percaturan geopolitik secara cerdas, cermat dan bermanfaat bagi Indonesia. Bersama beberapa rekan saya akan meluncurkan program baru The Capital Nexus sebagai wahana lobi kepentingan Indonesia baik publik maupun private.

BAB III PENUTUP

Indonesia sebetulnya berpeluang untuk bargaining dengan AS pada level India jika kita benar- benar dinilai sebagai mitra strategik yang fair, nuchter, dan bijaksana. Sayang sekali karena posisioning itu tidak dilakukan, maka kita hanya sibuk dengan tetek bengek jutaan dolar komponen kapal dan pesawat. The Capital Nexus hadir untuk turut mengungkit bobot Indonesia dalam percaturan politik global.

DAFTAR PUSTAKA

- Christianto Wibisono, SUARA PEMBARUAN DAILY, 2006 - Luttwak, Edward N., The Grand Strategy of the Roman Empire from the First Century A.D. to the Third, Baltimore: Johns Hopkins University Press, 1976.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR . DAFTAR ISI ... BAB I PENDAHULUAN .. BAB II PEMBAHASAN . A. JARINGAN LOBI BAB III PENUTUP DAFTAR PUSTAKA .

Anda mungkin juga menyukai