Anda di halaman 1dari 14

KONSEP EMPAT ELEMEN ALAM DALAM SERIAL AVATAR SEBAGAI REPRESENTASI DAN MEDIA PEMBELAJARAN NILAI-NILAI BUDAYA TRADISIONAL

PROPOSAL SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Proagram Studi Televisi Fakultas Seni Rupa dan Desain

Oleh Elara Karla Nugraheni NIM. 04148116

INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA 2009

BAB I PENDAHULUAN

Sekarang ini sedang terjadi revolusi informatika yang luar biasa menarik. Revolusi ini membawa perubahan terhadap pola dan struktur proses komunikasi manusia. Revolusi ini tumbuh dan berkembang yang pada akhirnya mampu untuk melampaui batasan ruang dan waktu. Revolusi ini menantang karena juga dapat membawa pengaruh tidak sehat terhadap manusia yang gagap dan rakus terhadap pola-pola kemudahan teknis yang ditawarkan. Hanya masalah yang sering terjadi pada perkembangan teknologi komunikasi massa, justru jatuh pada permasalahan konten atau isi media yang kadang tidak mendidik. Konten atau isi media yang kurang edukatif tersebut muncul dalam bentuk isi kekerasan, seks dan misteri. Tayangan kekerasan, seks dan misteri pada suatu waktu menjadi primadona industri media massa di Indonesia. Media yang seharusnya menjadi sarana informasi bagi masyarakat untuk menambah pengetahuan baik di luar mau pun didalam, justru sebaliknya. Media terkadang mengabaikan peraturan yang berlaku dalam menyiarkan program-programnya. Hal ini disebabkan karena media hanya mencari keuntungan semata, sehingga media tidak memperdulikan lagi apakah programprogram tersebut (terutama yang berisi kandungan kekerasan, seks dan misteri) akan berdampak buruk atau baik bagi para konsumennya. Kritik media akan mempengaruhi dan mendorong pemerintah untuk mempertegas lagi peraturan atau undang-undang yang berlaku dalam penyiaran (media). Tak dapat dipungkiri

bahwa faktor kemajuan peradaban dunia sebagai indikasi kemajuan berfikir umat manusia, tak salah apabila disebut bahwa umat manusia dewasa ini telah diperhadapkan pada situasi yang serba maju, instan dan pola pemikiran yang kritis. A. Latar Belakang Masalah Kemajuan peradaban itu banyak mengakibatkan perubahan di segala aspek kehidupan individu, keluarga, masyarakat, bernegara maupun berbangsa. Ini, menjadi persoalan yang sangat mendasar sekali untuk perkembangan generasi selanjutnya, karena media merupakan sarana yang sangat mudah sekali untuk mempengaruhi tingkah laku dan sikap kita pada umumnya. Banyaknya pengaruh serta perilaku luar yang disiarkan maupun di publikasikan oleh media tanpa saringan atau filter, seperti tayangan-tayangan sinetron, kartun yang berisi kekerasa, permusuhan, iri dengki, kemewahan,dll, sehingga pesan moral di dalamnya tidak tersampaikan. Hal ini membuat terkikisnya nilai-nilai atau normanorma yang berlaku di dalam wilayah tertentu. Maraknya TV yang menampilkan film-film kartun untuk anak-anak dianggap sebagian orang tua sebagai hiburan yang sulit untuk dihindari. Para orang tua biasanya sibuk dengan pekerjaannya hingga cepat bosan menemani anaknya secara langsung menonton televisi program aneka kartun. Dalih orang tua dengan menyuruh anaknya duduk manis menonton TV membuat waktu dan kedekatan antara si anak dan orang tua secara emosional menjadi berkurang. Diluar pengetahuan orang tua, bahwa sering terdapat tayangan kartun anak yang

seharusnya memberikan pesan moral yang baik dan dapat diserap oleh anak, menjadi suatu tayangan yang mengandung unsur kekerasan dapat memberikan dampak negative pada perkembangan pola tingkah laku anak. Bahkan dikabarkan baru-baru ini terdapat berita bahwa seorang anak tewas karena menirukan adegan dalam film kartun kegemarannya. Di sisi lain, ada pengaruh tayangan TV yang semakin hari semakin bombastis. Ada begitu banyak iklan dengan mengadopsi tokoh-tokoh kartun yang sedang booming untuk menawarkan berbagai barang, misalnya, mainan anak, makanan, dan minuman. Iklan-iklan itu memberikan janji-janji kesenangan, kecerdasan, dan permainan yang akan diperoleh bila membeli produk tersebut. Hal itu secara tidak sadar bisa menanamkan nilai-nilai konsumerisme pada anak. Kartun adalah bentuk visualisasi yang mempunyai kebebasan dalam tiap karakter dan ceritanya, karakter dalam kartun mempunyai sifat menyangatkan yang sudah ada. Dalam arti, karakter dan visual kartun tetap melihat sesuatu berdasarkan kenyataan, hanya saja creator lebih bebas membuatnya menjadi makin menarik sesuai dengan alur cerita ataupun karakter visual dan sifat tokohnya. Mengambil contoh Homer Simpson, adalah seorang kepala keluarga dalam tokoh kartun The Simpson, Homer adalah seorang pemabuk, dan pemalas, yang kerjanya hanya tidur, makan, nonton televisi. Pada kartun The Simpson di visualkan Homer memiliki perut yang buncit, mata yang terkesan terus mengantuk, dan pembawaan diri yang lelet. Beragam kartun yang ditayangkan di TV salah satu yang menarik

perhatian untuk dipelajari adalah kartun dengan judul Avatar: The legend of Aang the Last Airbender. Tampaknya serial kartun ini tidak hanya bersegmentasi untuk anak-anak, namun semua umur. Serial kartun ini memiliki keunggulan dalam citra dan karakter yang diadopsi dari seni dan kisah mytologi dari benua Asia yang juga mencampurkan kedalamnya philosophy, bahasa, ajaran religi, seni bela-diri dan budaya dari Negara-negara Asia, khususnya, China, Jepang, Mongolia, Korea, India dan Tibet. Atau dengan pengertian lain dapat dijelaskan melalui teori difusi (diffusion), teori ini berusaha menunjukan persebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ketempat lain di muka bumi. Dari mana berasal, bagaimana menyebarnya, lewat apa, oleh siapa, dan apa yang terjadi, yang selanjutnya memunculkan konsep-konsep Akulturalisasi dan Sinkretisasi budaya dengan hal-hal atau apa, yang berasal dari luar. Secara spesifik sinkretisasi dapat diartikan sebagai proses, yakni penyelarasan prinsip lama dengan yang baru, dan diperlukan re interpretasi (idea) pandangan-pandangan baru proses penyebaran unsur-unsur budaya tertentu secara geografis (di daerah tertentu), seberapa luas persebarannya, kita tidak tahu, maka akan muncul yang namanya cultur area (wilayah kebudayaan). Misal gaya (seberapa jauh gaya macam itu?, adakah batasan yang jelas-tegas secara kongkrit?).1 Contohnya dalam hal ini adalah bisa dilihat dalam visualisasi kartun Avatar, yaitu berupa penonjolan penampilan karakter Suku Air. Dalam kartun ini tampak dipengaruhi oleh budaya Inuid, Inuid ialah penduduk asli Amerika yang tinggal di tempat-tempat yang dingin di Kanada utara dan Alaska, terkadang
1 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Aksara Baru 1980) hal, 258-259

mereka disebut Eskimo. Kemudian dapat dilihat juga visualisasi dari Iroh, paman Zuko, pangeran dari Negara Api yang mempunyai tubuh tambun dan garis-garis wajah khas Budha Julai, pada serial kartun Avatar, Iroh memiliki pembawaan sikap yang tenang, humoris, dan baik hati. Hal tersebut secara langsung mendukung visualisasi karakter yang diciptakan. Secara jelas juga pada film ini dengan mudah dapat ditemukan pengaruh seni dan sejarah budaya China dan pola anime film kartun Jepang, juga ajaran Hindu, Tao , Budhis, dan beragam gerakan yoga.2 Istilah Avatar berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Avatara yang berarti turun. Nama Avatara ini sangat popular terutama dalam mitologi hindu-budhis dalam bentuk cerita wayang purwo di Indonesia, khususnya dalam Budaya Jawa. Avatar dalam cerita wayang adalah identik dengan tokoh (Whisnu, Sri Kresna, Rama Wijaya, Arjuna Sasrabahu) yang memilki kemampuan tiada tanding, yaitu menjelmakan dirinya menjadi apapun, contohnya Kresna sebagai raksasa Brahala atau Kresna Tiwikrama.3.Kedekatan secara cultural kisah Avatar kartun dengan istilah Avatara dalam budaya wayang purwa Jawa , memberikan kemudahan pemahaman dalam versi yang secara visual berbeda namun memiliki makna yang sama, khususnya malih rupa dan peran dalam konteks reinkarnasi atau dilahirkan kembali.

2 http://id.wikipedia.org/wiki/Avatar:_The_Legend_of_Aang
3 Tim penulis Senawangi, Ensiklopedi Wayang Indonesia Jilid 3 ( Jakarta: Senawangi Sekretariat Pewayangan Indonesia 1999 ), hal 779.

Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep empat elemen alam

divisualisasikan dalam kartun avatar ? 2. Bagaimana tayangan tersebut memuat edukasi yang dapat diterima oleh masyarakat? 3. Bagaimana nilai budaya tradisional yang dimuat pada tayangan tersebut sesuai dengan nilai-nilai budaya tradisional Indonesia?

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Memberikan pemahaman deskripsi karakter tokoh dalam serial kartun avatar. 2. Memberikan edukasi yang memuat filosofi, religi, dan pengetahuan tentang budaya bagi masyarakat, yang disampaikan melalui tayangan audio visual. 3. Memberikan pemahaman deskriptif dan opini untuk memperkaya pengetahuan budaya pada tayangan kartun avatar yang dapat diterima dan sesuai dengan tradisi budaya Indonesia.

C. Tinjauan Pustaka 1. Sutopo. H.B, 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit: Universitas

Sebelas Maret Surakarta, buku ini memberikan pemahaman garis besar

metodologi yang memberikan penjelasan teoritis dan aplikasi praktis bagi peneliti untuk melakukan penelitian kualitatif. Selain mengulas tentang paradigma ilmu metodologi penelitian, buku ini juga membahas karakteristik, cara pengumpulan data, menganalisis data yang telah diperoleh, merancang penelitian kualitatif, melaksanakan penelitian, hingga pembuatan laporana penelitian kualitatif. Harus disadari, penelitian kuantitatif tidak dapat digunakan dalam menilai laporan penelitian kualitatif, karena memiliki karakteristik yang sangat berbeda. 2. Koentjaraningrat, 1980. Pengantar Ilmu Antropologi. Penerbit: Aksara

Baru. Buku ini adalah cetakan kedua, yang sudah diperbaharui sesuai dengan hasil penelitian dan penemuan baru, yang selama 20 tahun terakhir dilakukan oleh para ahli terhadap masalah yang bersangkutan. Di dalam buku ini mengurai tentang azas-azas dan ruang lingkup antropologi, evolusi fisik manusia (evolusi ciri-ciri biologi, evolusi primate dan manusia, aneka warna manusia, organisme manusia). Diulas juga tentang kepribadian yang mempunyai maksud bahwa orang mempunyai cirri watak yang diperlihatkan secara lahir, konsisten, dan konsekuen dalam tingkah lakunya sehingga tampak individu memiliki identitas khusus yang berbeda dari individu lainnya. Setelah kepribadian tiap individu, dalam buku ini juga diulas definisi masyarakat, dengan berbagai wujud kolektif serta unsureunsur masyarakat itu sendiri. Di atas masyarakat terdapat kebudayaan yang juga di ulas hingga menuju dinamika masyarakat, warna masyarakat dan

kebudayaannya, dan yang terakhir buku ini mengulas tentang etnografi. 3. http://www.suaramerdeka.com/harian/0312/09/kha2.htm, pada alamat web

tersebut dibahas fenomena yang terjadi pada masyarakat, tentang maraknya film

kartun yang akhirnya mengacu pada perubahan tingkah laku masyarakat, khususnya anak-anak. Dimana banyaknya anak yang terpengaruh dengan meniru adegan dalam scene yang ditayangkan, hingga menimbulkan kematian. 4.
http://id.wikipedia.org/wiki/Avatar:_The_Legend_of_Aang, membahas tentang

review film avatar, dalam setiap karakter utama dan pendukungnya, juga membahas tentang keseluruhan cerita, dengan pencampuran kultur yang digunakan. 6. Penelitian ini tidak hanya meninjau dari buku ataupun website saja,

melainkan juga dari film avatar itu sendiri, dan berbagai film kartun yang sejenis dengan avatar, antara lain Mulan I dan II, Kungfu Panda. Film kartun yang mencampurkan berbagai macam budaya, hingga memunculkan karakter dengan visual baru.

D. Landasan Teori Teori yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada persebaran unsure-unsur kebudayaan dan sejarah ke seluruh penjuru dunia yang disebut dengan proses difusi, yang kemudian diselaraskan dengan kebudayaan setempat hingga memunculkan adanya visual karya seni, salah satu contohnya avatar, yang menggabungkan banyak ciri budaya pada visual karakternya. Analisa dalam penelitian ini menggunakan ikonik model, yakni dimana hubungan-hubungan yang ada meniru struktur yang ada dalam kenyataan masyarakat, yaitu gambaran hubungan interaksi individu satu dengan yang lain dalam kumpulan atau komunitas. Interaksi komunitas dalam penelitian ini adalah

karakter individu dan visualisasi film kartun avatar.

10

E. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Dalam proses analisis kualitatif, terdapat tiga komponen analisis, yaitu: 1. Reduksi Data Merupakan komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi dari semua jenis informasi yang tertulis lengkap dalam catatan lapangan (fieldnote). 2. Sajian Data Sebagai komponen analisis kedua, sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi lengkap yang untuk selanjutnya memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data ini disusun berdasarkan pokok-pokok yang terdapat dalam reduksi data, dan di sajikan dengan menggunakan kalimat dan bahasa peneliti yang merupkan rakitan kalimat yang disusun secra logis dan sistematis. Selain dalam bentuk narasi kalimat, dapat meliputi berbagai jenis matriks, gambar/skema, jaringan kerja kaitan kegiatan, dan juga tabel. 3. Penarikan Simpulan serta Verifikasinya Simpulan perlu diverifikasi agar cukup mantab dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan verifikai yang merupakan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan, penelusuran data kembali dengan cepat. Verifikasi berupa kegiatan yang dilakukan dengan lebih mengembangkan ketelitian, misal dengan

11

cara berdiskusi, verifikasi juga dapat dilakukan dengan melakukan replikasi dalam satuan data yang lain. Bagan siklus penelitian kualitatif. 4

Pengumpulan data (1) Reduksi data Penarikan simpulan/ Verifikasi (3) Penunjang teori yang digunakan adalah fenomenologi dan hermeneutic. Fenomenologi memandang perilaku manusia, apa yang mereka katakana, dan apa yang mereka lakukan, adalah sebagai suatu produk dari bagaimana tafsir orang terhadap dunia mereka sendiri. Dengan kata lain, untuk menangkap makna perilaku seseorang, peneliti harus berusaha untuk melihat segalanya dari pandangan orang yang terlibat dalam situasi yang menjadi sasaran studinya tersebut (participants point of view). Penelitian dengan pendekatan sajian data (2)

fenomenologis berusaha untuk memahami makna dari berbagai peristiwa dan interaksi manusia di dalam situasi yang khusus. Penelitian dengan cara ini dimulai dengan sikap diam dan terbuka tanpa prasangka. Dengan demikian, cara fenomenologis menekankan pada berbagai aspek subjektif dari perilaku manusia supaya dapat memahami tentang bagaimana dan apa makna yang mereka bentuk dari berbagai peristiwa di dalam kehidupan mereka sehari-hari.5
4 H.B Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif , ( Surakarta: Universitas Sebelas Maret 2006), hal.113- 116 5 H.B Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif , ( Surakarta: Universitas Sebelas Maret 2006),

12

Pendekatan hermeneutik menganggap kesenian atau suatu pertunjukan seni tertentu sebagai sebuah teks. Sebuah teks itu sendiri adalah sesuatu yang harus dibaca dan kemudian ditafsirkan. Kesenian yang dimaksud dengan kartun avatar dalam perspektif ini merupakan sesuatu yang harus dibaca dan ditafsirkan, dan seperti halnya membaca sebuah teks yang pembacanya boleh memberikan tafsir apa saja dengan bebas, pada tayangan kesenian ini teks tersebut juga boleh ditafsirkan secara bebas oleh para penikmatnya.6 Data penelitian ini kemudian dikumpulkan melalui wawancara kepada budayawan, pembuat film atau serial kartun, penonton serial avatar, dan observasi/pengamatan pada setiap serial kartun Avatar di televisi. Akan tetapi manusia dapat mengendalikan perilaku dan perasaanya dengan cara berpikir logis. Demikian juga seperti konsumen program televisi/tayangan kartun yang diserap masyarakat menggunakan alam sadar dan tidak sadarnya saat menonton tayangan tersebut. Data yang diperoleh kemudian akan di analisis dalam bentuk interaktif, yaitu selalu diinteraktifkan atau dibandingkan dengan unit data yang lain untuk menemukan beragam hal yang diperlukan sesuai dengan tujuan penelitiannya (keluasan, kesepadanan, perbedaan, bentuk hubungan keterkaitan antar unsurnya, dan lain sebagainya). Proses interaktif ini juga dilakukan dengan membandingkan data yang diperoleh lewat wawancara dengan data hasil observasi, arsip, dan sebagainya, sebagai usaha pemantapan simulan yang dicoba untuk dikembangkan dan validitas datanya dengan melihat tingkat kesamaan, perbedaan, atau
hal.27-28 6 Umar Kayam, Ketika Orang Jawa Nyeni, ( Galang Press ), hal.402

13

kemungkinan lainnya.7

7 H.B Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif , ( Surakarta: Universitas Sebelas Maret 2006), hal.107

14

Anda mungkin juga menyukai