Alasan Pertama; Pemimpin wanita pasti merugikan Abu Bakrah berkata, ' . ~ _ ' ~ ~' - ~ ' _ - - .' , ~ - +- = ' ~ ~ ' .- 'Tatkala ada berita sampai kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisro (gelar rafa Persia dahulu) menfadi rafa, beliau shallallahu alaihi wa sallam lantas bersabda, `1idak akan bahagia suatu kaum apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita`. (HR. Bukhari )
Alasan Kedua; Wanita kurang akal dan agama Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,
' ~= ~ ' =' = ' -~ , - ~ , .- = ' - ' - ~ - ' ~ . 'Tidaklah aku pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya sehingga dapat menggoyangkan laki-laki yang teguh selain salah satu di antara kalian wahai wanita.` (HR. Bukhari no. 304)
Alasan Ketiga; Wanita ketika sholat berjama`ah menduduki shoI paling belakang Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,
' + ' - ~ ' - = -' ~ -' - - - - = ' - = ' - ~ ' + .' = ' - - - - = 'Sebaik-baik shof untuk laki-laki adalah paling depan sedangkan paling feleknya adalah paling belakang, dan sebaik-baik shof untuk wanita adalah paling belakang sedangkan paling feleknya adalah paling depan.` (HR. Muslim no. 440)
Alasan Keempat; Wanita tidak dapat menikahkan dirinya, tetapi harus dengan wali Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda, _ ` _' - ` 'Tidak ada nikah kecuali dengan wali.` (HR. Abu Daud no. 2085, Tirmidzi no. 1101 dan Ibnu Majah no. 1880. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih). didalam al-Qur`an terdapat petunjuk yang sangat jelas bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. "Para lelaki menjadi pemimpin atas kaum wanita" (An-Nisa' 34). Benar, ayat ini memang berbicara tentang keluarga, dan kepemimpinan laki-laki atas wanita dalam sebuah rumah tangga. Lalu apa hubungannya dengan persoalan negara? Dengan pendekatan tasyri' min 2
baabi al-aula (keharusan yang lebih utama), bila untuk mengatur rumah tangga saja lelaki harus menjadi pemimpin, apalagi "rumah tangga besar" dalam wujud sebuah bangsa atau negara tentu lebih diharuskan seorang laki-laki. Bila untuk mengatur urusan yang lebih kecil seperti urusan rumah tangga, Allah menetapkan laki-laki sebagai pemimpin atas wanita, maka terlebih lagi masalah negara yang lebih besar dan kompleks, tentu lebih wajib dise- rahkan kepada laki-laki. Menurut Dr. YusuI Qardawi bahwa kaum muslimin dilarang mengangkat wanita sebagai imam al-ud:ma (khalifatu al mukminin) sebagaimana ijma` ulama yang mereka pahami dari hadits rosul Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (pemerintahan) mereka kepada seorang wanita" (HR. Bukhari). Hanya saja menurut beliau sejak khilaIah Islamiyah digugurkan oleh MusthoIa Kamal tahun 1924 umat Islam tidak memiliki khaliIah. Negara-negara Islam saat ini tidak dapat disamakan dengan khaliIah, namun lebih layak disetarakan dengan propinsi. Dalam masyarakat demokrasi, seorang pemimpin tidak memiliki kekuasaan mutlak. Presiden adalah satu dari sekian lembaga pemerintah sehingga wanita sebagai presiden hanya bagian dari mereka saja. Ia hanyalah wakil dari partai, jika partai menghendaki turun ia harus turun. Dr. Abdul Mahdi Abdul Qadir dosen hadits kairo melihat ada dua aliran penaIsiran atas hadits shahih yang diriwayatkan imam Bukhari diatas. Aliran pertama memandang hadits secara tekstual (d:ohiri) dimana perempuan tidak sah memimpin negara. Dalam hal ini imam Ali bin Abi Thalib berkata, Jika saja perempuan boleh menjadi seorang khaliIah tentu Aisyah sudan menjadi khaliIah. Aliran ini bersandar pada Iirman Alah, Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka ((laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka...`(QS. An Nisaa`: 34). Juga Iirman Allah, ...Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang lelaki (diantaramu). Jika tak ada dua orang laki-laki maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya fika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya...( QS. Al Baqarah.282) Dua ayat diatas menunjukkan kelemahan seorang perempuan, bahwa perempuan itu lebih rendah dari laki-laki. Dalam hukum Iiqih dikatakan, Tidak boleh seorang perempuan menjadi imam sholat laki-laki. Inipun dapat dijadikan argumen perempuan dilarang menjadi imamah al ud:ma (khaliIah). Aliran yang kedua menganggap hadits diatas turun pada kejadia tertentu. Ketika Rosul SAW mengatakan pada bangsa Persi, Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (pemerintahan) mereka kepada seorang wanita" (HR. Bukhari)`, sama sekali tidak ada hubungannya dengan hukum larangan kepemimpinan wanita. Namun Dr. Abdul Mahdi memilih aliran pertama. Menurutnya argumentasi aliran pertama lebih kuat dan lebih realis karena imamah al udzma memang dibutuhkan sikap kelaki-lakian dan kepribadian yang meiliki kemauan keras. Nampaknya dalam hal ini laki-laki lebih berkompeten dibanding perempuan. Bagaimanapun cerdiknya dan kuatnya seorang perempuan, namun tetap 3
saja kaki-laki lebih kuat. Umat hendaknya memilih seorang laki-laki terpandai dan terbaik untuk diangkat menjadi immah al udzma. Dan tetap saja lelaki lebih layak dibanding perempuan.
ijma` para ulama salaf Mantan anggota DPR Mesir Syaikh YusuI Albadri berkata, Ulama kontemporer berselisih pendapat mengenai hadits Rosul SAW, Akan hancur suatu bangsa fika dipimpin oleh seorang perempuan`, dalam riwayat lain dikatakan, Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (pemerintahan) mereka kepada seorang wanita" (HR. Bukhari).` Sedangkan para ulama salaI sepakat bahwa hadits di atas wajib diyakini kebenarannya sereta direalisasikan secara tekstual. Menurutnya hadits tersebut tidak hanya berlaku pada peristiwa tertentu, namun juga berlaku dalam peristiwa secara umum sebagaimana kita lihat dari bentuk (shighah) bahasa arab. Kalimat dalam hadits diatas menggunakan uslub perintah terkuat meskipun berbentuk fumlah khobariyah. Dan uslub seperti ini tidak asing bagi para ulama ushul sebagaimana mereka juga merealisasikan sejak masa turunnya wahyu hingga saat ini. Selanjutnya beliau menambahkan, Islam tidak menjadikan perempuan sebagai pemimpin bagi dirinya sendiri, artinya kepemimpinan atas dirinya terbatas. Ini adalah hukum Allah sejak zaman dahulu sehingga para nabi ataupun rosul tidak dari kalangan perempuan. Sebagaimana diketahui bahwa imamah al-kubra, yaitu pemimpin negara mencakup semua kepemimpinan, termasuk juga imamah ash-shughra atau imam sholat. Menurut Ijma` ulama haram hukumnya bagi perempuan menjadi imam sholat. Jika imam as sughra diharamkan, bagaimana dengan imamah al kubra? Sayidah AsyiIa Binti Abdullah pernah meminta kepada Rosulullah SAW agar diizinkan adzan, namun Rosulullah s.a.w melarangnya. Lalu beliau mengutus seorang laki-laki tua untuk beradzan serta memerintahkan Sayidah AsyiIa untuk menjadi imam shalat bagi kaum wanita di rumahnya. Selanjutnya Saikh YusuI Albadri mengutip perkataan Imam al Mawardi; pengarang kitab al- ahkam ash-shulthoniyah yang berpendapat bahwa larangan pemimin wanita dalam Islam bersumber dari nash yang dikuatkan oleh pendapat para ulama. Perempuan pada dasarnya harus tertutupi, dan dalam posisi ia sebagai kepala negara memungkinkan ia untuk selalu bersama orang yang bukan muhrimnya (ikhtilat) . Bahkan para ulama memakruhkan berdagang dengan mereka serta mempersempit ruang gerak selain tugas untuk merawat anak kecil. Ia hanya boleh menjadi saksi dalam perkara yang berhubungan dengan harta saja serta melarang mereka menjadi saksi dalam perkara hudud. 1
1 hLLp//karangfulmulLlplycom/[ournal/lLem/10 4
ADITS TENTANG SEMUA AMAL KEBAIKAN ADALA SEDEKA
- = -' - ~ = : _ - -' . ~ -' =- ~ '~' - ~ -= -' .- - ~ -' . ~ ' - ~ - = -' _ - - ' ' ' ~ - - = `' ` ~' .' + ' ~ . - - ~ - - - ' ~ ~ - - - - : -' . = ~ - ~ - - ' ~ : , - . ~ - , =- ~ . ~ - , ~- ~= . ~ - ~ = _- ~ - , - ~ = , + - ~ - - ~' , ~ ~ - , - + . ' ' ~ - : ' +- - + ~ ' - ~ = - -' . ~ ' - .' = : - = ' . ` =' ' + - ' ~ = ~ - = ' , ' = ' + - . | ~~ -' | Terjemah hadits / ~--=-' -=, : Dari Abu D:ar radhiallahuanhu . Sesungguhnya sefumlah orang dari shahabat Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam berkata kepada Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam. ' Wahai Rasululullah, orang-orang kaya telah pergi dengan membawa pahala yang banyak, mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami puasa dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka (sedang kami tidak dapat melakukannya). (Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam) bersabda . Bukankah Allah telah menfadikan bagi kalian falan untuk bersedekah ? . Sesungguhnya setiap tashbih merupakan sedekah, setiap takbir merupakan sedekah, setiap tahmid merupakan sedekah, setiap tahlil merupakan sedekah, amar maruf nahi munkar merupakan sedekah dan setiap kemaluan kalian merupakan sedekah. Mereka bertanya . Ya Rasulullah masakah dikatakan berpahala seseorang diantara kami yang menyalurkan syahwatnya ?, beliau bersabda . Bagaimana pendapat kalian seandainya hal tersebut disalurkan difalan yang haram, bukankah baginya dosa ?, demikianlah halnya fika hal tersebut diletakkan pada falan yang halal, maka baginya mendapatkan pahala. (Riwayat Muslim)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / ~--=-' ,- --';--' : 1. Sikap bijak dalam menanggapi berbagai kondisi serta mendatangkan kabar gembira bagi jiwa serta menenangkan perasaan. 2. Para shahabat berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan. 3. Luasnya keutamaan Allah ta`ala serta banyaknya pintu-pintu kebaikan yang dibuka bagi hamba-Nya. 4. Semua bentuk zikir sesungguhnya merupakan shodaqoh yang dikeluarkan seseorang untuk dirinya. 3
5. Kebiasaan-kebiasaan mubah dan penyaluran syahwat yang disyariatkan dapat menjadi ketaatan dan ibadah jika diiringi dengan niat shalih. 6. anjuran untuk meminta sesuatu yang dapat bermanIaat bagi seorang muslim dan yang dapat meningkatkan dirinya ke derajat yang lebih sempurna. 7. Didalam hadits ini terdapat keutamaan orang kaya yang bersyukur dan orang Iakir yang bersabar.
Perumpamaan sedekah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di falan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tufuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus bifi. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas Karunia-Nya lagi maha Mengetahui. (QS.Al Baqarah.27) Cakupan sedekah atau sodaqoh sangatlah luas. Sedekah itu tidak harus dengan harta karena segala amal kebaikan adalah sedekah. Sehingga mencegah diri dari perbuatan maksiat adalah shadaqah, memberi naIkah kepada keluarga adalah shadaqah, beramar maa`ruI nahi munkar adalah shadaqah, menumpahkan syahwat kepada isteri adalah shadaqah, dan tersenyum kepada sesama muslim pun adalah juga shadaqah. Al Jurjani memberikan deIinisi sedekah ialah suatu pemberian yang diberikan oleh seorang kepada orang lain secara sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Hal tersebut juga berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap ridho Allah. Dalam sebuah tausiahnya, Ustadz YusuI Mansur menyampaikan bahwa sedikitnya ada empat keutamaan bersedekah. Pertama, mengundang datangnya rezeki. 'Allah berIirman dalam salah satu ayat Alquran bahwa Dia akan membalas setiap kebaikan hamba-hamba-Nya dengan 10 kebaikan. Bahkan di ayat yang lain dinyatakan 700 kebaikan. Ali bin Abi Thalib pernah menyatakan, 'Pancinglah re:eki dengan sedekah`. Kedua, sedekah dapat menolak bala. Rasulullah pernah bersabda, 'Bersegeralah bersedekah, sebab yang namanya bala tidak pernah bisa mendahului sedekah.` Ketiga, sedekah dapat menyembuhkan penyakit. Rasulullah menganjurkan, 'Obatilah penyakitmu dengan sedekah.` Keempat, menunda kematian dan memperpanjang umur. Rasulullah mengatakan, 'Perbanyaklah sedekah. Sebab, sedekah bisa memanfangkan umur`. Mengapa semua itu bisa terjadi? Hal tersebut bisa terjadi karena Allah mencintai orang-orang yang bersedekah. Kekuatan dan kekuasaan Allah jauh lebih besar dari persoalan yang dihadapi oleh manusia. Kalau Allah sudah mencintai seseorang, maka tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, tidak ada kebutuhannya yang Allah tidak kabulkan, tidak ada dosanya yang Allah tidak ampuni, dan dia akan meninggal dalam keadaan husnul khatimah (baik). 6
Sahabat Rasulullah telah mencontohkan bersemangat untuk bersedekah di jalan Allah. Sedemikian menggeloranya semangat itu, seakan semangat bersedekah mengalir di aliran darah para sahabat. Dikisahkan dalam Sirah Nabawiyah, umat Islam menghadapi ancaman agresi imperium Romawi dalam perang Tabuk. Menyambut agresi tersebut Rasulullah segera mengumumkan perang. Menyambut pengumuman perang, bersegeralah sahabat untuk berperan serta dan menyedekahkan harta mereka di jalan Allah. Abu Bakar As-Sidiq yang pertama kali menyerahkan hartanya untuk disedekahkan, memberikan seluruh hartanya dan menyisakan Allah dan Rasulullah untuk keluarga beliau. Umar Bin Khatab menyusul dengan menyedekahkan setengah hartanya dan Adburrahman bin AuI menyedekahkan unta-untanya hingga seratus ekor. Sahabat yang lain berbondong-bondong menghadap Nabi untuk mensedekahkan apa yang dimiliki walaupun hanya tenaga (untuk bertempur) saja. Allah pun melukiskan semangat berjihad tersebut dengan Iirmannya : 'dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: 'Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu. lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka naIkahkan (At Taubah : 92) Dari segi bentuknya, sedekah sesungguhnya tidak dibatasi pemberian dalam bentuk uang, tetapi sejumlah amal kebaikan yang dilakukan seorang Muslim, termasuk sedekah sebagaimana hadis dari Abu Musa r.a. berkata bahwa nabi saw. bersabda, Tiap Muslim wajib bersedekah. Sahabat bertanya, Jika tidak dapat? Nabi menjawab, Bekerjalah dengan tangannya yang berguna bagi dirinya dan ia dapat bersedekah. Sahabat bertanya lagi, Jika tidak dapat, jawab Nabi, Membantu orang yang sangat membutuhkan. Sahabat bertanya lagi, Jika tidak dapat? Jawab Nabi, Menganjurkan kebaikan. Sahabat bertanya lagi, Jika tidak dapat? Nabi menjawab, Menahan diri dari kejahatan, maka itu sedekah untuk dirinya sendiri. Hadis tersebut menggambarkan 4 tingkatan. Pertama, bekerja dan berusaha dengan kemampuannya sehingga ia mendapat keuntungan dan dari keuntungan itu ia dapat bersedekah. Keutamaan seorang Muslim jika ia bekerja dengan tekun penuh keikhlasan, ia akan kuat secara ekonomi yang dipandang oleh Allah lebih baik dan lebih dicintai. Kepada Muslim yang diberi rezeki oleh Allah kemudian ia menyedekahkannya di jalan Allah kita patut meneladaninya sebagaimana hadis dari Abdullah bin Mas`ud riwayat Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah bersabda, tidak ada iri hati yang diperbolehkan, selain terhadap dua hal, yaitu, terhadap seorang Muslim yang dianugerahi harta benda dari Allah, lalu tergeraklah hatinya untuk menghabiskannya menurut jalan yang hak dan terhadap seorang Muslim yang telah diberi ilmu yang bermanIaat oleh Allah, lalu ia menggunakannya untuk mengadili manusia dan mengajarkannya. Kedua, membantu orang yang sangat butuh bantuan. Sangat dianjurkan sebagai salah satu bentuk kepedulian kemanusiaan, Allah berIirman dalam surat Al-Baqarah ayat 280, Dan jika 7
orang yang berutang itu dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia memiliki kelapangan dan kemampuan. Dan bersedekahlah sebagian atau seluruh piutangnya itu lebih baik bagimu jika kamu betul-betul tahu. Ketiga, menyuruh kepada kebaikan. Kebaikan yang dilakukan oleh seseorang karena perintah dari seorang Muslim akan menjadi sedekah karena siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka seolah-olah ia melakukan kebaikan sebagaimana seseorang melakukan kebaikan. Keempat, menahan diri dari perbuatan yang buruk yang dapat menjerumuskan seseorang pada kezaliman sebagai bentuk sedekah, karena menahan diri adalah sikap yang cukup sulit untuk dilakukan dan hanya orang yang sudah terlatih saja yang akan mampu menahan diri dari segala bentuk kejelekan. Sedangkan latihan menahan diri hanya dapat dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa. Dari penjelasan hadis di atas, sedekah tidak mesti dengan hanya mengeluarkan sejumlah materi atau uang, tetapi semua amal kebajikan yang dilakukan seorang Muslim, seperti menciptakan kebersihan lingkungan, bersikap santun, memberikan pendidikan agama kepada anak dan istri dan bahkan memberikan senyuman pun adalah sedekah (H.R. Baihaqi). Ketiga, menyuruh kepada kebaikan. Kebaikan yang dilakukan oleh seseorang karena perintah dari seorang Muslim akan menjadi sedekah karena siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka seolah-olah ia melakukan kebaikan sebagaimana seseorang melakukan kebaikan. Keempat, menahan diri dari perbuatan yang buruk yang dapat menjerumuskan seseorang pada kezaliman sebagai bentuk sedekah, karena menahan diri adalah sikap yang cukup sulit untuk dilakukan dan hanya orang yang sudah terlatih saja yang akan mampu menahan diri dari segala bentuk kejelekan. Sedangkan latihan menahan diri hanya dapat dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa. Sedangkan keutamaan sedekah di bulan Ramadan berdasarkan argumentasi sebagai berikut. Pertama, bersedekah mesti dalam keadaan sehat dan sangat ingin karena sedekah yang dilaksanakan pada saat menjelang kematian tidak ada gunanya. Hadis dari Abu Hurairah yang diriwayatkan Al-Bukhari bahwa seseorang berkata kepada Nabi saw., Sedekah yang mana yang lebih utama itu? Nabi bersabda, Engkau bersedekah dalam keadaan sehat (shahih) dan berkeinginan (harish).
UAL BELI IN Di tengah masyarakat ada parktik jual beli dengan sistem ijon? Apakah hukum jual-beli dengan sistem ini?
awaban : = ` - ~ - _ = ~ `' _- = _ + - ~ -= -' _- -' Sesungguhnya Nabi saw. telah melarang untuk menfual buah hingga mulai tampak kelayakannya (HR Muslim, an-Nasa`i, Ibn Majah dan Ahmad). 8
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dari Yahya bin Yahya, Yahya bin Ayyub, Qutaibah dan Ibn Hujrin; semuanya dari Ismail bin Ja`Iar, dari Abdullah bin Dinar, dari Ibn Umar. Dari jalur Ahmad bin Utsman an-NawIali dari Abu Ashim; dari Muhammad bin Hatim, dari Rawh, dan keduanya (Rawh dan Abu Ashim) dari Zakariya` bin Ishaq, dari Amru bin Dinar, dari Jabir bin Abdullah. Imam Ahmad meriwayatkannya dari Abdullah bin al-Harits, dari Siblun, dari Amru bin Dinar, dari Jabir bin Abdullah, Ibn Umar dan Ibn Abbas. An-Nasai meriwayatkannya dari Qutaibah bin Said, dari SuIyan dari az-Zuhri, dari Salim, dari Ibn Umar. Ibn Majah meriwayatkannya dari Hisyam bin Amar, dari SuIyan, dari Ibn Juraij, dari Atha`, dari Jabir bin Abdullah. Makna Manthuq (makna tekstual) hadis ini menunjukkan larangan menjual buah (ats-tsamar [hasil tanaman]) yang masih berada di pohonnya jika belum mulai tampak kelayakannya. Sebaliknya, mafhum al-mukhalafah (pemahaman kebalikannya) hadis ini menunjukkan bolehnya menjual buah yang masih di pohonnya jika sudah mulai tampak kelayakannya. Maksud yabduwa shalahuhu (mulai tampak kelayakannya) dijelaskan oleh riwayat lainnya. Dalam riwayat dari Jabir bin Abdullah ra. dikatakan 'hatta yathiba (hingga masak) (HR al- Bukhari dan Muslim), atau 'hatta yuthama (hingga bisa dimakan) (HR Muslim dan an-Nasa`i). Dalam riwayat yang lain, Jabir ra., menuturkan:
.' _ -~ ' ~ .- - _ -~ _ = ~ `' _' ~ -= -' _- -' _ + - ' +- ~ . - ' -- ' ~= Nabi saw. melarang buah difual hingga tusyqih, Ditanyakan, 'Apa tusyqih itu?` Beliau menfawab, 'Memerah dan menghifau serta (bisa) dimakan darinya.` (HR Bukhari dan Muslim).
Ibn Abbas menuturkan: - _ = - ~ . - - ~ . - _ = .= -' _- = ~ -= -' _- -' _ + - Nabi saw. telah melarang menfual kurma hingga bisa dimakan darinya atau orang bisa makan darinya dan hingga bisa ditimbang (HR al-Bukhari). Jadi, batasan buah yang masih ada di pohonnya bisa dijual adalah jika sudah layak dimakan. Tanda-tanda buah itu sudah bisa dimakan berbeda-beda sesuai dengan jenis buahnya. Hal itu telah diisyaratkan di dalam riwayat Anas bin Malik ra.:
Rasulullah saw. melarang menfual anggur hitam hingga warnanya menghitam dan menfual bifi-bifian hingga sudah keras (HR Abu Dawud). Dalam hal buah-buahan, secara umum terdapat dua jenis. Pertama: buah-buahan yang ketika sudah tua/cukup umur bisa dipetik dan selanjutnya bisa masak, seperti mangga, pisang, pepaya, dsb. Jika sudah ada semburat warna merah atau kuning yang menandakan sudah cukup tua, buah itu bisa dipetik dan nantinya akan masak. Jika belum tampak tanda-tanda seperti itu buah dipetik maka tidak bisa masak. Buah-buahan jenis ini, jika sudah tampak tanda-tanda perubahan warna itu, yakni sudah cukup tua untuk dipetik, maka sudah boleh dijual meski masih di pohonnya. Kedua, buah-buahan yang harus dipetik ketika sudah masak seperti semangka, jambu, salak, jeruk, anggur, rambutan dan sejenisnya. Jika sudah seperti itu maka buah yang masih dipohonnya boleh dijual. Batas tersebut bisa diketahui dengan mudah oleh orang yang berpengalaman tentangnya. Ada juga tanaman yang kebanyakan dari jenis sayuran seperti ketimun, buncis, kacang panjang, dsb, yang jika bunganya sudah berubah menjadi buah, maka saat itu sudah mulai layak untuk dikonsumsi. Buah tanaman sejenis ini, jika bunga sudah berubah menjadi buah, sudah boleh dijual. Adapun jenis biji-bijian, seperti padi, kedelai, jagung dan sebagainya, maka sesusai hadis Anas di atas, sudah boleh dijual ketika sudah keras. Tampaknya kelayakan buah untuk dikonsumsi itu tidak harus terpenuhi pada seluruh buah di kebun. Hal itu adalah sangat sulit. Sebabnya, buah di satu kebun bahkan satu pohon memang tidak memiliki tingkat ketuaan yang sama dan tidak bisa masak secara bersamaan. Ketuaan dan menjadi masak itu terjadi secara bertahap hingga seluruh buah di kebun menjadi tua/masak. Karena itu, maksud yabduwa shalahuhu itu adalah jika ada sebagian buah sudah layak dikonsumsi, maka buah yang sama di satu kebun itu boleh dijual semuanya, baik yang sudah mulai masak maupun yang belum. Batas mulai layak dikonsumsi itu bergantung pada masing-masing jenis buah. Misalnya jika sudah ada sebagian mangga yang masak maka semua mangga yang ada di satu kebun itu boleh dijual. Jika ada sebagian semangka yang sudah layak dikonsumsi maka seluruh semangka jenis yang sama di kebun itu boleh dijual, termasuk yang masih muda. Jika sudah ada sebagian bunga ketimun yang berubah menjadi buah maka semua ketimun di seluruh kebun itu boleh dijual. Jika ada sebagian tongkol jagung manis sudah layak dipetik maka seluruh jagung manis di kebun itu boleh dijual. Begitulah. Jika buah yang masih di pohon itu dijual, lalu terjadi bencana cuaca seperti hujan, angin, hawa dingin, angin kering/panas, dsb, maka penjual wajib menarik diri dari harga buah yang mengalami cacat atau rusak dan mengembalikannya kepada pembeli. Jabir ra. menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda: .' ~ ~ = ' -- ~ - ~ ~ = = . = - ` = -' = ' - ' ~ ` =- = ~ = - =- = 10
Jika engkau menfual buah kepada saudaramu, lalu terkena bencana, maka tidak halal bagimu mengambil sesuatu pun darinya karena (ketika itu) engkau mengambil harta saudaramu tidak secara haq (HR Muslim, Abu Dawud dan an-Nasa`i). Namun, jika bencana itu bukan bencana cuaca seperti pencurian, kekeringan karena kerusakan pompa, gempa, banjir, kebakaran, dsb, maka penjual tidak harus melepaskan harganya. Bencana seperti itu tidak termasuk dalam cakupan makna hadis tersebut.
UAL BELI DENGAN CARA AL-INA Jual beli dengan cara Al-Inah adalah seseorang menjual suatu barang dengan harga tertentu secara kredit lalu ia kembali membelinya dari pembeli dengan harga yang lebih sedikit secara kontan. Hakikatnya ia tidaklah dianggap sebagai jual beli, melainkan hanya sekedar pinjaman riba yang disamarkan dalam bentuk jual beli dan termasuk bentuk hilah (tipu daya) orang-orang yang senang melakukan riba. Contoh : Ahmad menjual barang kepada Muhammad dengan harga Rp. 1.000.000,- secara kredit selama satu bulan, kemudian Ahmad atau yang mewakilinya kembali datang kepada Muhammad membeli barang tersebut dengan harga Rp. 800.000,- secara kontan. Kasus ini banyak terjadi di zaman ini, seperti seseorang yang hanya memegang uang sebesar 20 juta sedang ia mempunyai kebutuhan yang sangat mendesak sebesar 200 juta, maka datanglah orang tersebut ke sebuah perusahan mobil yang mempunyai bagian penjualan dan bagian pembelian kemudian mengkredit dari bagian penjualan sebuah mobil senilai 220 juta dengan membayar panjar menggunakan uang yang dia pegang sebanyak 20 juta. Setelah mengambil mobilnya ia datang kepada bagian pembelian dan menjual mobil tersebut dengan 200 juta. Inilah yang disebut dengan jual beli dengan cara Al-Inah. Jadi ukurannya, kapan barang tersebut jatuh kembali kepada pihak penjual maka ia terhitung sebagai jual beli dengan cara Al-Inah. Demikian pula hilah (tipu daya) segitiga yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qoyyim dengan contoh seorang Iakir yang butuh uang lalu ia pun datang seorang seorang pedagang. Oleh si pedagang ia diajak ke toko untuk mengambil barang apa saja yang ia inginkan. Si Iakir mengambil sebuah barang dengan harga Rp. 1.000.000,-, yang oleh si pedagang dinilai 1.200.000,-. Karena si Iakir sebenarnya hanya butuh uang maka barang tersebut kembali dijual kepada pemilik toko dengan harga yang lebih rendah dari 1.000.000,-. ukumnya Jual beli secara Al-Inah adalah haram dan tidak diperbolehkan menurut Jumhur ulama (kebanyakan ulama). Hal tersebut diriwayatkan dari Aisyah, Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Ibnu Sirin, Asy-Sya`by, An-Nakh`iy dan juga merupakan pendapat Al-Auza`iy, Ats-Tsaury, Abu 11
HaniIah, Malik, Ahmad dan Ishaq. Disisi lain Imam Asy-SyaIi`iy dan pengikutnya membolehkan jual beli dengan cara Al-Inah. Tarjih ,-; , ,-- _~, = '-|-- J'- : -~ J;~, = _-~ = ^--- -~; J;-- ) '- ' - ---' , -=; ~'-- -' ,- , ,; ~ - _,,-' , -,; =-' | -' =-~ =' ---- V- V ^-,-- _= ';=, _- ---- ( bnu Umar Radliyallaahu anhu berkata. Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda. "Jika engkau sekalian berfual-beli dengan nah (hanya sekedar mengefar keuntungan materi belaka), selalu membuntuti ekor-ekor sapi, hanya puas menunggui tanaman, dan meninggalkan fihad maka Allah akan meliputi dirimu dengan suatu kehinaan yang tidak akan dicabut sebelum kamu kembali kepada agamamu." Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Nafi, dan dalam sanadnya ada pembicaraan. Ahmad meriwayatkan dari Atho dengan perawi- perawi yang dapat dipercaya dan dinilai shahih oleh bnu Qoththon. Dalam hadits yang lain Dari Ibnu Umar bahwa Nabi SAW bersabda, ~'+=' ' ' -'-~ '' --' '-' -~' '--~' '-' - '~ +--~ '='- _= - `- ` + -' .- -' .-~ - 'Jika manusia menfadi kikir karena uang dinar dan dirham, dan melakukan fual beli dengan cara aynah dan mereka telah mengikuti syeitan. Meninggalkan fihad di falan Allah, maka Allah akan menurunkan bala kepada mereka. Dia tidak akan menghilangkan bala tersebut sebelum mereka kembali kepada agama mereka.` (HR. Ahmad, Abu Daud, Thabrani dan Shahih menurut bnu Qaththaan) Tidak diragukan bahwa yang benar dalam masalah ini adalah haramnya jual beli dengan cara Al-Inah. Adapun Imam Asy-SyaIi`iy dan pengikutnya, mereka berdalilkan dengan Hadits Abu Sa`id dan Abu Hurairah riwayat Al-Bukhary dan Muslim : 'Sesungguhnya Rasulullah shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam mempekerfakan seorang di Khaibar. Maka datanglah dia kepada beliau membawa korma Janib (korma dengan mutu sangat baik) maka Rasulullah shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam bertanya . 'Apakah semua korma Khaibar seperti ini ? ia menfawab . 'Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, kami mengganti satu sho dari (korma Janib) ini dengan dua sho (dari korma fenis lain) dan dua shonya dengan tiga sho. Maka Rasulullah shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam bersabda 12
. Jangan kamu lakukan seperti itu, fuallah semua dengan dirham (mata uang perak) lalu dengan dirham itu belilah korma Janib.` Sisi pendalilannya : Sabda beliau 'fuallah semua dengan dirham (mata uang perak) lalu dengan dirham itu belilah korma Janib` berlaku umum sehingga kalau korma jelek itu dibeli oleh pemilik korma Janib lalu dengan uang dari hasil penjualan korma jelek itu oleh pemiliknya kembali dibelikan korma Janib, berarti uangnya kembali kepada pemiliknya. Dan tentunya pendalilan diatas tidaklah kuat karena tipu daya riba nampak dengan sangat jelas pada jual beli dengan cara Al-Inah tersebut, apalagi telah datang hadits yang sangat tegas tentang haram jual beli secara Al-Inah sehingga harus dijadikan sebagai dalil khusus yang membatasi keumuman dalil yang disebutkan oleh Imam Asy-SyaIi`iy dan pengikutnya. Ibnul Qoyyim dalam Tahdzibus Sunan menerangkan dalil-dalil tentang haramnya jual beli dengan cara Al-Inah. Diantara yang beliau sebutkan adalah hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, Rasulullah shollallahu alahi wa ala alihi wa sallam : 'Apabila kalian telah berfual beli dengan cara Al-nah dan kalian telah ridho dengan perkebunan dan kalian telah mengambil ekor-ekor sapi dan kalian meninggalkan fihad, maka Allah akan menimpakan kepada kalian suatu kehinaan yang (Allah) tidak akan mencabutnya sampai kalian kembali kepada agama kalian`. (HR. Abu Daud dan lain-lainnya dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah No. 11). Hadits diatas adalah ancaman yang sangat keras dan peringatan yang sangat tegas berupa kehinaan bagi orang yang melakukan pelanggaran yang tersebut dalam hadits yang diantaranya adalah jual beli dengan cara Al-Inah. Bahkan seakan-akan pelakunya sama kedudukannya dengan orang yang keluar dari agama sehingga di akhir hadits dikatakan, 'maka Allah akan menimpakan kepada kalian suatu kehinaan yang (Allah) tidak akan mencabutnya sampai kalian kembali kepada agama kalian`. Semua ini menunjukkan haramnya jual beli dengan cara Al- Inah. Demikian keterangan Ash-Shon`any dan Asy-Syaukany. Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali Dari 'Abdullah bin 'Umar r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Jika kalian berdagang dengan sistem 'inah dan kalian telah disibukkan dengan mengikuti ekor sapi (membajak sawah) serta ridha dengan bercocok tanam, maka Allah timpakan kehinaan atas kalian dan tidak akan mencabut kehinaan tersebut hingga kalian kembali kepada agama kalian'," (Hasan, HR Abu Dawud |3462|, Ahmad |II/28,42 dan 84|. Ad-Dulabi dalam al-Kunaa walAsmaa' |II/65|, al- Baihaqi |V/136|, Ibnu Adi dalam al-Kaamil |V/1998|, Abu Umayyah ath-Thurthusi dalam Musnad Ibnu 'Umar |22|, ath-Thabrani |13583 dan 13585|, Abu Ya'la |5659| dan Abu Nu'aim dalam Hilyah |I/313-314|). 13
Kandungan Bab: 1. Jual beli 'inah adalah si (A) menjual barang kepada si (B) dengan pembayaran bertempo. Si (A) menyerahkan barang kepada si (B). Kemudian si (A) membeli kembali barang tersebut dari si (B) dengan harga yang lebih murah secara kontan. Tujuannya adalah untuk mendapat keuntungan, yaitu uang tunai. 2. Inah adalah wasilah kepada riba bahkan termasuk wasilah (sarana) yang paling dekat kepadanya. Wasilah kepada perkara haram, maka hukum-nya adalah haram. 3. 'Inah termasuk hiyal (siasat licik) terhadap hukum syari'at. Oleh karena itu, syari'at mengharamkan siasat licik yang dapat membolehkan sesuatu yang telah diharamkan Allah atau menggugurkan perkara yang telah diwajibkan Allah. Guru kami, yakni Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, menyebutkan alasannya bahwa jual beli seperti ini mengandung unsur paksaan. Biasanya orang yang membeli dengan pembayaran bertempo (kredit) disebabkan tidak mampu membelinya secara kontan. Jika seorang penjual tidak menjual barangnya kecuali dengan pembayaran bertempo (kredit), maka jelas menguntungkan pihak pembeli yang sangat membutuhkan barang tersebut. Namun, jika ia menjualnya dengan dua pilihan, tunai dan kredit, maka akan menguntungkan pihak penjual. Ada bentuk kelima dari jual beli 'inah -ini merupakan bentuk yang paling buruk dan sangat diharamkan- yaitu dua orang (A dan B) bersepakat melakukan praktek riba, keduanya mendatangi seseorang yang memiliki barang (C). Lalu orang yang butuh barang si (A) membelinya dari si (C) untuk si (B) dengan harga kontan. Lalu (B) menjualnya kepada si (A) dengan pembayaran bertempo (kredit) dengan harga yang telah disepakati oleh keduanya. Kemudian si (A) mengembalikan barang tersebut kepada si (C) dengan memberikan sesuatu (upah) kepadanya. Ini disebut tsulatsiyah, karena melibatkan tiga orang. Jika barang itu berputar antara dua orang saja disebut tsuna-iyah. Dalam praktek tsulatsiyah dua belah pihak memasukkan orang ketiga dengan anggapan orang ketiga ini dapat menghalalkan bagi keduanya riba yang telah diharamkan oleh Allah. Kedudukannya sama seperti muhallil nikah, ia disebut muhallil riba. Sementara yang pertama tadi adalah muhallil kehormatan wanita. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi atas Allah, Dia Mahatahu pandangan yang khianat dan apa yang terselip dalam hati manusia." Ibnu Qayyim al-Jauziyah telah mengulas panjang lebar dalam kitab Tahdziib as-Sunan (V/100-109), beliau menjelaskan dalil-dalil haramnya praktek 'inah. Silahkan membacanya karena sangat berguna. Praktek tsulutsiyah dan tsuna-iyah yang beliau isyaratkan di atas justru banyak dipraktekkan oleh bank-bank yang berlabel Islam. Hanya kepada Allah saja kita mengadu. 2