Nur Indriadi
01/147180/PA/08540
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2006
SKRIPSI
Nur Indriadi
01/147180/PA/08540
Pembimbing :
Dr. Ria Armunanto, M.Si
Drs. Winarto Haryadi, M.Si
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2006
UNDERGRADUATE THESIS
Nur Indriadi
01/147180/PA/08540
Supervisors :
Dr. Ria Armunanto, M.Si
Drs. Winarto Haryadi, M.Si
CHEMISTRY DEPARTMENT
FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCES
GADJAH MADA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2006
HALAMAN PENGESAHAN
Nur Indriadi
01/147180/PA/08540
DEWAN PENGUJI
Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kurnia-Nya sehingga penulisan
skripsi ini dapat terselesaikan. Penulisan ini tidak akan selesai dengan baik tanpa
bantuan, bimbingan dan dukungan serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena
1. Dr. Ria Armunanto, M.Si selaku Dosen Pembimbing I atas kesabarannya dan
dan material.
3. Drs. Iqmal Tahir, M.Si yang telah mengajarkan kimia komputasi dan
4. Sugeng Triono, S.Si, M.Si yang telah mengajarkan kimia organik sebagai
6. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu, baik lembaga
i
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang sebesar-besarnya atas kebaikan yang
Penulis menyadari bahwa skripsi yang telah disusun ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
sangat penulis harapkan dan semoga skripsi ini dapat berguna bagi dunia ilmu
pengetahuan.
Nur Indriadi
ii
DAFTAR ISI
PRAKATA ............................................................................................................. i
INTISARI .............................................................................................................. x
ABSTRACT ........................................................................................................... xi
iii
II.5 Metode Ab Initio ........................................................................... 12
iv
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 27
LAMPIRAN .......................................................................................................... 61
v
DAFTAR GAMBAR
di alam ............................................................................................. 6
Gambar V.8 Senyawa turunan 1, 2, dan 3 dari senyawa awal eritromisin .......... 38
vi
Gambar V.10 Senyawa turunan 7 dan 8 dari senyawa 4, 5, dan 6 ......................... 42
vii
DAFTAR TABEL
Tabel V.5 Perhitungan Energi Ikat Total Senyawa 9, 10, dan 11 ........................ 46
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
KAJIAN TEORITIS REAKSI DEKOMPOSISI SENYAWA
ERITROMISIN A DAN Δ6,7-ANHIDROERITROMISIN A
DENGAN METODE SEMIEMPIRIS CNDO
Nur Indriadi
01/147180/PA/08540
INTISARI
x
A THEORETICAL STUDY ON DECOMPOSITION OF
ERYTHROMYCIN A AND Δ6,7-ANHYDROERYTHROMYCIN A
USING CNDO SEMIEMPIRICAL METHOD
Nur Indriadi
01/147180/PA/08540
ABSTRACT
xi
BAB I
PENDAHULUAN
eksperimen. Hal ini dibuktikan oleh sejarah ilmu kimia yang berkembang pesat
melalui eksperimen. Perkembangan ilmu kimia tidak lagi hanya bergantung pada
eksperimen dalam dua dekade belakangan ini. Saat ini, perkembangan dalam bidang
ilmu kimia, prediksi teoritis sifat-sifat kimia bisa menyaingi keakuratan data-data
perkembangan ilmu kimia. Salah satu wujud perkembangan itu adalah penggunaan
komputer sebagai sarana atau peralatan dalam kerja laboratorium kimia. Penggunaan
sedikit berbeda dari kimia teori, yaitu meliputi penuangan teori-teori kimia ke dalam
perangkat lunak komputer dalam bentuk program yang berguna untuk memecahkan
1
2
suatu sistem kimia dengan masuknya unsur baru antara eksperimen dengan teori yaitu
bentuk numerik. Dalam teori, model suatu sistem umumnya disusun dalam
ini dapat dilakukan, karena dalam kimia komputasi, suatu molekul dapat dimodelkan
sesuai dengan bentuk nyatanya dengan menggunakan hasil dari pakar teoritis, tetapi
rumit, sebagai contoh penelitian mengenai rekayasa genetika masa lalu, membuat
pengguna untuk menggunakan metode komputasi secara cepat dan efisien, sehingga
Obyek yang diamati dalam penelitian ini adalah senyawa obat antibiotik
medis jika antibiotik eritromisin tidak disebutkan secara spesifik, maka yang
eritromisin dan Δ6,7 anhidroeritromisin dalam suasana asam. Selama ini obat tersebut
lambung, obat tersebut mengalami dekomposisi menjadi struktur yang tidak aktif
dikarenakan oleh adanya asam lambung. Semakin obat ini tahan terhadap asam
menentukan bentuk / konformasi yang paling stabil. Penentuan energi terendah yang
yang dicari dari beberapa struktur senyawa yang diajukan. Jalur mekanisme yang
paling mungkin diprediksi oleh keadaan transisi yang paling stabil pada tiap
langkahnya.
senyawa turunan yang paling stabil dan paling mungkin dijumpai dalam rangkaian
mekanisme dekomposisi.
4
tersebut dapat terdekomposisi dalam suasana asam atau tidak, sehingga diketahui
senyawa obat manakah yang lebih mudah rusak dan manakah yang lebih tahan
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Eritromisin
kategori antibiotik yang telah berhasil diisolasi pertama kali dari tanah di pulau Panai
Arthrobacter sp., Micromonospora sp., dan Nacardia sp. (Omura dan Hutchinson,
Sac. erythraea saja yang tidak menghasilkan antibiotik atau toksin lain kecuali
eritromisin.
utamanya bagi pasien yang sensitif terhadap antibiotik. Eritromisin juga dipilih
karena dapat mengatasi bakteri patogen yang resisten terhadap turunan penisilin.
ini disebabkan oleh antibiotik tersebut dalam suasana asam akan mengalami reaksi
dekomposisi dan rusak menjadi senyawa yang tidak aktif. Sebagai akibat dari proses
ini antibiotik akan mengalami penurunan aktivitas apabila digunakan secara per oral.
5
6
makrolida, karena tersusun atas cincin makrolakton yang disebut eritronolida dan
mayor serta memiliki aktivitas biologis paling efektif, sedangkan eritromisin B, C dan
D merupakan komponen minor dan terbentuk sebagai zat antara dalam proses
dihasilkan oleh suatu mutan sebagai hasil katabolisme dari eritromisin A, dan
mempunyai aktivitas lebih rendah dari eritromisin A (Omura dan Tanaka, 1984 ;
Aglikon
Desosamina
O H3C CH3
HO N
Eritromisin R1 R2 R3 R4 Gula netral
9
3'
HO 6 O O A OH CH3 CH3 H Kladinosa
11 HO
B H CH3 CH3 H Kladinosa
R1 12 C OH H CH3 H Mikarosa
O R2
D H H CH3 H Mikarosa
O 3"
O
OH E OH CH3 CH2 O Kladinosa
R3 F OH CH3 CH2OH H Kladinosa
O
R4
O
Kladinosa/Mikarosa
Gambar II.1. Struktur kimia eritromisin dan turunannya yang terdapat di alam
7
cincin makrolakton, sehingga pada akhir reaksi dihasilkan senyawa non aktif
reaksi dekomposisi dengan mengubah gugus karbonil pada eritromisin menjadi lebih
terprotonasi.
stabil dalam suasana asam. Modifikasi struktur tersebut dilakukan dengan cara
yaitu gugus karbonil C9 dan hidroksil C6. Modifikasi eritromisin yang pernah
dilakukan antara lain : modifikasi secara kimia, biosintesis hibrid dan rekayasa
genetik.
A) dengan melakukan metilasi pada gugus hidroksi pada C6, sedangkan azitromisin
amina dan imina. Teknik lain, yaitu biosintesis hibrid dilakukan dengan cara
menggabungkan aglikon dari suatu antibiotik dengan glikon dari antibiotik lain.
Melalui cara ini Omura et al. (1983) berhasil membuat kimeramisin. Teknik rekayasa
8
biosintesis eritromisin seperti dilakukan oleh Donadio et al. (1993) yang berhasil
membuat Δ6,7 dehidroeritromisin C melalui penggantian empat pasang basa pada gen
eryAII.
Menurut Sakakibara dan Omura (1984), hal itu disebabkan dalam suasana asam
eritromisin akan terdekomposisi menjadi senyawa yang tidak aktif (Gambar II.2).
Reaksi dekomposisi eritromisin ini diinisiasi oleh serangan nukleofilik internal dari
O HO
9
6 O O
HO O desosamin HO desosamin HO desosamin
O O
HO H+ 12
HO H+ HO HO
- H2O
O kl adinosa O kl adinosa O kladinosa
O O O
O O O
O O
HO O desosamin
H+ O desosamin
O H+ O
- H2O + Kladinosa
O kl adinosa OH
O O
O O
6,9;9,12-Spiroketal Eritralosamin
gugus yang berperan dalam dekomposi tersebut, terutama gugus hidroksi pada C6
dan gugus karbonil C9. Gugus karbonil pada C9 berperan aktif dalam mekanisme
aksi eritromisin, yaitu dalam hal menghambat sintesis protein melalui pengikatan sub
unit 50s ribosom (Corcoran, 1994; Sakakibara dan Omura, 1994). Dengan demikian
penghilangan gugus hidroksi pada C6 akan lebih baik daripada karbonil C9. Untuk
mendapatkan turunan eritromisin baru yang stabil dalam suasana asam, telah
karbonil C9.
seperti yang dilakukan oleh Donadio et al. (1993). Dengan cara gen disruption, maka
proses reduksi enoil dalam proses biosintesis eritronolid B tidak terjadi, dan melalui
proses ini dihasilkan Δ6,7 anhidroeritromisin C. Dengan teknik yang lebih sederhana,
fermentasi dengan penambahan antimetabolit INH pada Sac. erythraea ATCC 11912
O
O O
CO2
HOOC SKoA
K
O SKoA HO
OH R
OH
OH NADPH + H+ OH O SKoA
NADP+
- H2O DH
O
O
ER 7
H OH
6
OH
H
NADP+ NADPH + H+ OH O SKoA
OH O SKoA
NADPH + INH
12 OH OH CH3 CH3
HO N
O O O 12 OH
HO CH3 CH3
N
O O O O O
OCH3
3" O O
O OCH3
OH 3"
Eritromisin A O
OH
Δ6,7−Anhidroeritromisin A
Gambar II.3 Penghambatan reduksi enoil pada langkah biosintesis eritromisin oleh
INH, sehingga dihasilkan Δ6,7 anhidroeritromisin
11
mengubah ilmu kimia ke tingkat perkembangan yang cukup tinggi. Hasil prediksi
sifat molekular secara komputasi telah dapat diverifikasi dengan hasil eksperimenn,
bahkan dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena kimia yang tidak dapat
sekarang, beberapa sistem molekular yang relatif besar dapat disimulasikan dalam
komputer. Hasil yang diperoleh cukup representatif untuk model sistem nyata. Dalam
skala molekular, model molekul diperluas ke sistem yang rumit yang perhitungan-
molekuler dapat digunakan untuk meniru kelakuan molekul dan sistem molekul
(Boyd, 1995).
teori biasa digunakan untuk merujuk mekanika kuantum. Kimia komputasi tidak
memakai semua metode tersebut. Model molekul dapat diartikan sebagai representasi
dan manipulasi struktur molekul dan sifat yang berdasarkan atas struktur 3
dimensinya. Hal yang terpenting tentang gambar struktur 3 dimensi hasil komputasi
12
adalah tekniknya yang sekarang ini sudah mulai mendapat tempat, banyak digunakan
mekanika molekular dan metode struktur elektronik yang terdiri dari ab initio dan
kimia kuantum, sistem digambarkan sebagai fungsi gelombang yang dapat diperoleh
dalam keadaan stasioner dan energi mereka dinyatakan dalam operator Hamiltonian.
terasosiasi dengan sebuah fungsi gelombang yang menggambarkan posisi dari inti
antara dua partikel berbeda inilah yang selanjutnya menjadi dasar terbentuknya atom
dan molekul. Potensial antara dua partikel tersebut dengan muatan qi dan qj
qi q j
Vij = V (rij ) = (2.1)
rij
∂Ψ
HΨ = i h (2.2)
∂t
Jika operator Hamilton (H) tidak tergantung waktu, maka fungsi gelombang paut
H (r , t ) = H (r ) (2.3)
Ψ (r , t ) = Ψ (r )e − iEt / h (2.4)
H (r )Ψ (r ) = EΨ (r ) (2.5)
posisi tertentu.
beberapa pendekatan harus dibuat. Pendekatan yang dipakai dalam kimia komputasi
sebagai energi kinetik serta energi potensial inti atom dan elektron-elektronnya.
menggunakan data empiris, kecuali untuk tetapan dasar seperti massa elektron dan
tetapan Planck yang diperlukan untuk sampai pada prediksi numerik. Metode ab
initio tidak dapat disebut penyelesaian eksak. Teori ab initio adalah sebuah konsep
metode ab initio adalah kebutuhan yang besar terhadap kemampuan dan kecepatan
komputer.
dianggap paling berperan dan penting di dalam pembentukan ikatan pada suatu
sistem.
atau LCAO (Linear Combination of Atomic Orbital = kombinasi linier orbital atom)
Metode ini merupakan penyederhanaan dari metode SCF (Self Consistent Field =
Medan Keajekan Diri). CNDO sangat berguna dalam perhitungan sifat elektronik
keadaan dasar dari sistem kulit terbuka dan sistem kulit tertutup (open and close shell
system), optimasi geometri dan energi total. Pada pendekatan metode CNDO, hanya
integral coulomb satu pusat dan integral dua pusat dua elektron yang dipakai.
Pendekatan untuk integral satu elektron dalam CNDO sama dengan INDO. Metode
hanya elektron π yang diubah. Metode CNDO dapat digunakan untuk molekul-
molekul yang mengandung unsur H, He, Li, Be, B, C, N, O, F, Ne, Na, Mg, Al, Si, P,
numerik. Dalam teori, model suatu sistem pada umumnya disusun dalam bentuk
matematik dengan bantuan data-data numerik. Dalam banyak hal, pemodelan diikuti
perhitungan, sehingga sering aplikasi dari model teoritis ini tidak dapat menjelaskan
bentuk nyata dari sistem makroskopis, seperti sistem larutan, protein dan lain-lain.
16
suatu sistem kimia dengan masuknya unsur baru di antara eksperimen dan teori yaitu
masih tetap menggunakan hasil dari data teoritis, tetapi perhitungan dilakukan dengan
hasil perhitungan sifat molekul yang kompleks dapat diverifikasi dengan data
eksperimen.
struktur didapatkan dengan struktur sebelumnya. Energi struktur yang lebih rendah
Prosedur ini diulang sampai mendapatkan energi struktur yang tidak jauh berbeda
dengan sebelumnya.
yang paling umum terjadi pada pemodelan molekul. Energi relatif dari struktur
isomerisasi, panas reaksi, produk reaksi, dan banyak aspek lain dari kimia.
pada tahun 1952. Makrolida pertama yang bernama eritromisin pada awalnya
adalah rantai besar 14 karbon yang mengandung gugus metil dan hidroksi di
dalamnya. Gula amino (D-desosamin) dan gula netral (L-kladinosa) selalu ada pada
senyawa jenis ini. Selama tahun 50-an telah terbukti bahwa obat ini manjur untuk
reproduksi. Pada umumnya obat ini efektif digunakan untuk melawan bakteri gram
positif, selain itu dapat juga untuk melawan gram negatif dan pseudomonas.
oral) dalam bentuk tablet, kapsul atau suspensi. Meski memiliki kegunaan yang
cukup luas, makrolida memiliki kelemahan yaitu sifatnya yang labil terhadap asam.
Sudah banyak dikenal, antibiotik tersebut aman dan efektif sehingga sudah banyak
18
19
kekebalannya terhadap antibiotik tersebut. Kekebalan atas obat ini telah dikaji
selama bertahun-tahun oleh para ilmuwan di seluruh dunia. Bagaimanapun juga obat-
Eritromisin merupakan salah satu antibiotik yang sudah dikenal banyak orang
di dunia. Eritromisin kurang bermanfaat bila digunakan secara oral, karena mudah
adanya serangan nukleofilik internal dari gugus hidroksi C6 terhadap gugus karbonil
masalah struktural di dalam molekulnya. Berdasarkan sifat tersebut, obat masih tetap
dikonsumsi secara oral tetapi dibungkus dalam bentuk tablet. Rumusan untuk
membungkus obat ini adalah garam dengan gula amina atau sebagai ester dengan
gugus hidroksi gula. Formulasi ini ditujukan untuk meningkatkan ketahanan obat di
dalam suasana asam dapat dilakukan dengan cara mengubah gugus-gugus yang
20
menyebabkan serangan nukleofilik, yaitu gugus hidroksi C6 dan karbonil C9. Seperti
diketahui bahwa gugus karbonil C9 berperan aktif dalam mekanisme aksi eritromisin,
yaitu dalam hal menghambat sintesis protein melalui pengikatan sub unit 50s ribosom
(Corcoran, 1994; Sakakibara dan Omura, 1994)., maka modifikasi terhadap gugus
rangkap (tak jenuh) pada C6 dan 7, namun tidak memiliki gugus hidroksi
turunan eritromisin ini lebih tahan dalam suasana asam. Hilangnya gugus hidroksi C6
menyebabkan senyawa ini memiliki struktur ruang yang berbeda dari eritromisin.
akibat suasana yang cukup asam, bagi Δ6,7 anhidroeritromisin sulit untuk terjadi
reaksi dekomposisi karena tidak adanya gugus hidroksi yang seharusnya menginisiasi
reaksi tersebut.
Seluruh proses kimia yang terjadi tersebut dapat dimodelkan dengan metode
kimia komputasi. Dari struktur kimia yang diamati dapat diambil data energi ikatan
yang dihasilkannya. Setiap proses yang terjadi memberikan hasil perhitungan energi
ikatan kimia yang berbeda-beda. Selisih energi itulah yang selanjutnya digunakan
untuk memprediksi mekanisme reaksi dekomposisi yang benar dari senyawa tersebut.
21
dalam lambung memberikan arti bahwa obat yang telah dimodifikasi akan lebih
punya waktu yang cukup lama untuk melakukan tugasnya membunuh bakteri
patogen. Sedangkan Δ6,7 anhidroeritromisin memiliki waktu yang lebih lama berada
tersebut.
III.2 Hipotesis
obat yang memiliki perbedaan struktur pada ikatan antara atom C6-C7. Dari
penelitian yang pernah ada, diketahui aktivitas obat keduanya berbeda. Berdasarkan
benar.
22
konformasinya yang paling stabil. Dari kedua senyawa obat tersebut, diprediksikan
suasana asam. Tiap senyawa turunan dioptimasi dan dihitung energinya untuk
selanjutnya dihitung energi ikatan dari setiap langkah mekanisme. Dengan demikian
yang benar.
BAB IV
METODE PENELITIAN
2. Harddisk 20 GB
23
24
Materi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa model dari
senyawa antibiotik :
1. eritromisin
2. Δ6,7 anhidroeritromisin
Aglikon Aglikon
Desosamin Desosamin
O H3 C CH3 O H3 C CH3
HO N HO N
HO O O HO O O
HO
HO HO
H3CO H3CO
O O
OH OH
O O
O O
H H
O O
Kladinosa Kladinosa
(a) (b)
eritromisin dan Δ6,7 anhidroeritromisin dengan bentuk serta konfigurasi yang tepat.
Langkah pertama adalah memodelkan senyawa tersebut secara 2 dimensi. Dari dasar
dari literatur dan penelitian terdahulu. Sebagai dasar informasi, dipakai konfigurasi
hasil penelitian Sakakibara dan Omura, 1984. Untuk konfirmasi konfigurasi yang
lebih tepat, diambil juga data dari situs www.ncbi.nlm.nih.gov yang memuat
Dengan demikian, diperoleh konfigurasi setiap atom C kiral yang benar dan
tepat. Struktur yang sudah jadi tersebut disimpan dengan jenis file *.hin dan
diseting dahulu metode perhitungan dengan semiempiris CNDO melalui menu Setup.
Setelah itu dipilih Menu Compute, Geometry Optimization dan kemudian diklik OK.
Setiap akan melakukan perhitungan apapun dibuat log files untuk mencatat proses
yang terjadi. Optimasi geometri ini dilakukan baik untuk senyawa eritromisin
data energi dari log files yang telah diperoleh dari hasil optimasi. Selanjutnya dicari
panjang ikatan, sudut, serta momen dipol dari beberapa atom pada kedua senyawa
26
tersebut. Mengacu pada data yang diperoleh, dilakukan analisis untuk mencari sifat-
cara menghitung energi binding dari masing-masing senyawa obat tersebut dan
dirancang dengan berpedoman pada struktur awal eritromisin yang telah diperoleh
dari langkah sebelumnya. Senyawa dengan energi paling rendah dipilih sebagai
senyawa dengan energi paling rendah didasarkan pada kestabilannya di antara yang
lain.
diprediksi dengan cara yang sama, yaitu menghitung energi binding dari masing-
masing senyawa obat beserta turunannya. Senyawa turunan tersebut juga dirancang
dengan berpedoman pada struktur awal Δ6,7 anhidroeritromisin yang telah ada.
Senyawa dengan energi terendah dipilih untuk dimasukkan dalam jalur mekanisme
didasarkan pada keakuratan dari metode ini dibandingkan dengan metode mekanika
molekuler dan waktu yang dibutuhkan dalam proses hitungan relatif singkat
dibandingkan metode semiempiris yang lain. Hasil perhitungan dengan metode ini
diharapkan bisa mendekati sifat struktur senyawa obat hasil eksperimen di skala
laboratorium.
penelitian terdahulu (Sakakibara dan Omura, 1984) sesuai dengan gambar V.1.
Aglikon
Desosamina
O H3C CH3
HO N
HO O O
HO
HO
H3CO
O
OH
O
O
H
O
Kladinosa
27
28
(gambar V.2). Pada umumnya senyawa obat sangat spesifik untuk suatu reaksi
tertentu dan mempunyai konformasi yang tepat. Oleh sebab itu, data tentang
konformasi serta konfigurasi yang benar dari senyawa eritromisin dan Δ6,7
struktur yang benar) diambil dari internet (www.ncbi.nlm.nih.gov). File pdb tersebut
selanjutnya diubah menjadi file hin seperti terlihat pada gambar V.2. Untuk
Dari struktur senyawa awal yang sudah ada itu selanjutnya dimodifikasi pada
ikatan antara atom C6 dan C7 dari ikatan tunggal menjadi ikatan rangkap dua dengan
menghilangkan gugus –OH yang terikat pada atom C6. Dengan demikian struktur
Aglikon
Desosamina
O H3C CH3
HO N
HO O O
HO
H3CO
O
OH
O
O
H
O
Kladinosa
Struktur Δ6,7 anhidroeritromisin yang sudah jadi disimpan dalam bentuk file hin
Tujuan dari optimasi geometri ini adalah untuk menghitung energi terendah dan gaya-
gaya atomik terkecil serta untuk menampilkan struktur molekul, sedemikian rupa
tertentu yang didefinisikan sebelumnya sebagai batas (cut off) proses perhitungan
yang telah dicapai yakni geometri molekul dikatakan telah teroptimasi. Batas energi
0,01 kkal/(Å.mol). Optimasi dengan nilai batas gradien yang lebih kecil akan
memberikan struktur geometri yang lebih bagus tetapi memakan waktu yang relatif
lebih lama. Hal ini terlihat pada optimasi kedua senyawa awal.
Putaran maksimum (maximum cycles) yang dipakai dalam optimasi ini adalah
32000 kali putaran. Struktur senyawa obat yang dianalisis cukup besar dengan
115 atom lebih, sehingga membutuhkan putaran yang cukup banyak untuk mencapai
dengan basis set DZP (Double Zeta Polarization). Dengan kemampuan komputer
yang ada, senyawa yang memiliki lebih dari 115 atom dan konformasi yang sangat
31
kompleks ini tidak dapat dioptimasi dengan metode ab initio. Penggunaan himpunan
perhitungan).
ini tidak keluar lagi pesan kesalahan seperti halnya pada metode ab initio. Gradien
energi yang dipergunakan pun sebesar 0,01 kkal/mol dan tidak perlu diturunkan
menjadi 0,1 kkal/mol. Proses optimasi geometri dapat berjalan dengan lancar, akan
tetapi proses tersebut tidak kunjung selesai hingga lebih dari satu minggu. Kasus
komputer yang tidak mampu untuk perhitungan atas senyawa yang beranggotakan
115 atom lebih. Metode semiempiris CNDO yang tergolong sederhana menjadi
pilihan akhir untuk menghitung semua senyawa pada penelitian ini. Hasil
3 – 24 jam per senyawa. Waktu ini adalah jauh lebih cepat bila dibandingkan metode
Parameter yang dicari dalam optimasi adalah panjang ikatan, sudut ikatan, dan
momen dipol. Pengamatan semua sudut dan jarak ikatan atom-atom dalam struktur
senyawa obat membutuhkan waktu dan mudah timbul kesalahan akibat kelelahan
mata pengamat. Oleh sebab itu, pengamatan hanya ditujukan pada daerah gugus yang
berperanan pada dekomposisi oleh asam. Struktur penting gugus tersebut disajikan
Analisis dilakukan terhadap dua struktur senyawa awal yaitu eritromisin dan
Δ6,7 anhidroeritromisin untuk mencari perbedaan sifat yang dimiliki oleh kedua
senyawa tersebut yang memiliki karakteristik yang berbeda terhadap asam. Atas
dasar analisis ini dapat ditentukan mekanisme reaksi dekomposisi dalam suasana
asam.
O O
9 9
8 8
7 OH 7
6 6
(a) (b)
hibridisasinya berubah menjadi sp2. Atom C diketahui dengan hibridisasi sp3 mampu
menyusun struktur berbentuk tetrahedral, akan tetapi atom C dengan hibridisasi sp2 di
dalam senyawa tersebut membuat strukturnya menjadi datar (flat) pada C6 dan C7.
Dengan adanya bagian yang datar dalam struktur cincin besar tersebut menyebabkan
Jarak ikat gugus C=O karbonil senyawa eritromisin hasil perhitungan CNDO
(1,35423Å). Perbedaan jarak sebesar 0,01506Å ini merupakan hasil dari perubahan
konformasi senyawa obat itu dari struktur Eritromisin menjadi senyawa anhidro-nya.
Berkurangnya tolakan antar atom di sekitar gugus karbonil memungkinkan jarak ikat
C=O karbonil semakin pendek. Gugus yang sangat berpengaruh pada pengurangan
panjang ikatan ini adalah gugus –OH yang terikat pada atom C6. Pada senyawa obat
Δ6,7 anhidroeritromsin gugus –OH tersebut tidak ada, jadi tolakan yang seharusnya
Akibat dari perubahan konformasi itu juga berpengaruh pada besar sudut.
Sudut torsi senyawa eritromisin antara Okarbonil–C9–C8–C6 berbeda cukup jauh dari
sudut torsi struktur Δ6,7 anhidroeritromsin. Selisih sudut torsi kedua senyawa obat
momen dipol eritromisin dan Δ6,7 anhidroeritromisin terukur sebesar 9,555D dan
8,14D. Dari sini terlihat bahwa momen dipol eritromisin 1,415D lebih tinggi
menurunkan polaritas senyawa dengan cukup tajam. Hal ini dapat dipahami, karena
gugus –OH termasuk gugus yang mempunyai polaritas tinggi. Polaritas kedua
senyawa ini masih jauh di atas air, mengingat momen dipol air adalah 1,84D. Fakta
34
eritromisin sensitif terhadap gugus asam dan terjadi penurunan sensitifitasnya pada
Δ6,7 anhidroeritromisin.
Tujuan utama penelitian ini adalah menentukan jalur mekanisme yang paling
geometri, panjang ikatan, besar sudut dan momen dipolnya, perlu dilakukan tinjauan
energi ikat totalnya. Semakin rendah energi ikat total suatu senyawa maka semakin
Untuk menentukan energi ikat total maka dilakukan optimasi geometri yang
bertujuan untuk menghitung energi terendah dan gaya-gaya atomik terkecil. Setiap
terjadi apabila senyawa itu direaksikan. Gugus-gugus penting yang terikat menjadi
perhatian utama untuk merancang senyawa turunan yang diusulkan, misalnya seperti
Hasil optimasi geometri adalah suatu kumpulan data di dalam sebuah berkas
yang disebut log files. Di dalamnya tercantum data-data perhitungan yang penting
termasuk data energi ikatan. Berdasarkan data energi ikatan senyawa eritromisin dan
35
yang diperoleh ini akan digunakan untuk menentukan jalur mekanisme reaksi
di mana ΔEbinding adalah energi ikat struktur pada tiap-tiap tahap reaksi, Eproduk adalah
energi total senyawa produk, dan Ereaktan adalah energi total senyawa reaktan.
obat yang tidak tahan asam, sehingga di dalam lambung obat ini akan terdekomposisi
(Sakakibara and Omura, 1984). Beberapa cara telah ditemukan untuk meningkatkan
efektivitasnya (Sudibyo et al. 1999). Selama ini kelemahan tersebut diatasi dengan
membungkus obat tersebut dalam bentuk kapsul atau tablet untuk penggunaan obat
secara oral. Sebagai pilihan solusi yang lebih baik, kelemahan eritromisin yang tidak
tahan asam di dalam lambung dapat diatasi dengan cara mengkonversi senyawa itu
dari gugus hidroksi (-OH) C6 terhadap gugus karboksil (C=O) C9 pada cincin
O HO
9
6 O O
HO O desosamin HO HO desosamin
O desosamin O
HO H+ 12
HO H+ HO HO
- H2O
O kl adinosa O kl adinosa O kl adinosa
O O O
O O O
O O
HO O desosamin
O desosamin
H+ O H+ O
- H2O + Kladinosa
O kl adinosa OH
O O
O O
6,9;9,12-Spiroketal Eritralosamin
dilakukan dengan menggunakan rumusan energi ikat total (ΔEbinding). Setiap senyawa
turunan eritromisin dihitung energi ikatnya. Setiap tahap reaksi yang energi ikat
totalnya paling rendah kemudian diurutkan. Atas dasar inilah tersusun suatu
diberi nama “senyawa” dan diurutkan dengan angka. Beberapa variasi turunan
Usulan jalur mekanisme reaksi telah dibuat pada penelitian ini. Dari senyawa
eritromisin diturunkan beberapa senyawa yang mungkin terjadi. Secara lengkap jalur
Reaksi dekomposisi dimulai dengan satu proses protonasi yang terjadi pada
salah satu karbonil yang dimiliki oleh senyawa eritromisin. Proses protonasi yang
terjadi atas atom C9 membuat ikatan karbonil C=O terpolarisasi. Adanya sumbangan
proton (H+) dari lingkungan yang diserang oleh atom O terpolar mengubah ikatan
karbonil C=O menjadi gugus alkohol C-OH. Gambar V.7 memperlihatkan posisi
−
δ
O
δ+ HO
8 8
9 7 + 9 7
H
HO 10 6 HO 10 6
11 11
O HO
O
HO O desosamin HO O desosamin
HO
HO HO
O kladinosa O kladinosa
O O
O O
eritromisin senyawa 1
HO HO
O desosamin HO O desosamin
O O
HO HO
HO
O kladinosa O kladinosa
O O
O O
senyawa 2 senyawa 3
Atom C9 yang semula netral akan berubah menjadi bermuatan positif. Atom
C tersebut dapat diserang oleh pasangan elektron atom O pada gugus –OH. Ada
beberapa gugus –OH yang cukup dekat untuk dapat menyerang C9 dengan jenis
reaksi substitusi nukleofilik. Pada tahap protonasi karbonil ini diusulkan tiga
Dari gambar V.8 terlihat bahwa ada tiga kemungkinan serangan nukleofilik
internal karena senyawa eritromisin tersebut memiliki 3 buah gugus –OH yang
jaraknya cukup dekat dengan C9. Ketiga gugus –OH masing-masing terikat pada
atom C6, C11, dan C12. Setiap –OH tersebut diinteraksikan dengan karbonil pada
H+
eritromisin senyawa 1 (5.2)
+
H
eritromisin senyawa 2 (5.3)
H+
eritromisin senyawa 3 (5.4)
Sesuai dengan perhitungan memakai data energi dari log files, persamaan yang
memiliki energi ikat total paling rendah merupakan tahapan reaksi yang dianggap
Seperti terlihat pada tabel V.1, energi total H+ memiliki harga 0 kkal/mol. Oleh
karena itu adanya proton (H+) dalam persamaan tidak ada berpengaruh pada
Dari tabel V.2 terlihat bahwa senyawa 1 memiliki energi ikat total paling
negatif yaitu senyawa turunan yang paling mungkin terjadi. Jadi pada tahap pertama,
Pada tahap kedua diusulkan tiga senyawa turunan. Ketiga senyawa tersebut
Pada tahap ini terjadi pelepasan molekul air dari senyawa sebelumnya. Ikatan
tunggal di sebelah gugus –OH yang terlepas akan berubah menjadi ikatan rangkap.
Dengan demikian muncul bentuk anhidro dari senyawa 1, 2, maupun 3. Namun perlu
melainkan senyawa turunan yang terjadi bila eritromisin berada di dalam lambung.
3 buah gugus –OH yang jaraknya cukup dekat dengan C9 sehingga dapat diusulkan
H+, -H2O
senyawa 1 senyawa 4 (5.6)
+
H , -H2O
senyawa 2 senyawa 5 (5.7)
H+, -H2O
senyawa 3 senyawa 6 (5.8)
HO
O
O
HO O desosamin
HO O desosamin
HO
HO
O kladinosa
O kladinosa
O
O
O
HO O
senyawa 1
senyawa 4
O desosamin
O O desosamin
HO O
HO HO
HO
O kladinosa
O O kladinosa
O
O HO
senyawa 2 O
senyawa 5
HO O desosamin HO O desosamin
O O
HO HO
O kladinosa O kladinosa
O O
O O
senyawa 3 senyawa 6
Dari Tabel V.3 terlihat bahwa senyawa 6 memiliki energi ikat total paling
mekanisme yang benar pada tahap sebelumnya mengarah pada senyawa 1 dan bukan
senyawa 3. Jadi pada tahap kedua ini jalur mekanisme mengarah pada senyawa 4
O
HO O desosamin
O
HO O desosamin O
HO
O kladinosa
O
O kladinosa
O
O
senyawa 7
O
senyawa 4 O desosamin
O
HO
O
O kladinosa
O desosamin
O desosamin O
O
O
HO HO
HO
O
O kladinosa
senyawa 8
O kladinosa
O
O
O
O
senyawa 8
senyawa 5
O
HO O desosamin
HO O desosamin
O O
HO
O kladinosa
O kladinosa
O
O
O
O
senyawa 7
senyawa 6
yaitu senyawa 7 dan senyawa 8. Kedua senyawa tersebut diturunkan dari senyawa 4,
43
5, dan 6. Seperti pada tahap pertama, pada tahap ketiga ini terjadi pembentukan
jembatan oksigen. Gugus –OH yang berada dekat dengan atom C paling miskin
elektron itu disebabkan oleh adanya induksi negatif dari jembatan oksigen yang sudah
ada sebelumnya.
dengan ketersediaan proton (H+) untuk setiap tahap mekanisme, maka tahap ini bisa
dikatakan juga sebagai tahap protonasi. Dari tahap ini akan dirancang pelepasan
molekul air lagi pada tahap mekanisme berikutnya. Gambar V.10 secara rinci
sebelumnya.
Senyawa baru yang dirancang pada tahap ketiga ini hanya ada dua, karena
pada senyawa 4, 5, dan 6 hanya memiliki 2 buah gugus –OH yang jaraknya cukup
H+
senyawa 4 senyawa 7 (5.9)
H+
senyawa 4 senyawa 8 (5.10)
H+
senyawa 5 senyawa 8 (5.11)
+
H
senyawa 6 senyawa 7 (5.12)
Berdasarkan data energi dari log files, perhitungan dilakukan. Persamaan yang
memiliki energi ikat total paling rendah merupakan tahapan reaksi yang dianggap
O O
HO O desosamin O desosamin OH
OCH3
O O
+ H
O OH
O kladinosa OH
O O
senyawa 10 (kladinosa)
O O
senyawa 7 senyawa 9
O O
O desosamin O desosamin OH
O O OCH3
HO
+ H
O OH
O kladinosa OH
O O
senyawa 10 (kladinosa)
O O
senyawa 8 senyawa 11
memiliki energi ikat total paling rendah. Ada dua harga energi ikat untuk senyawa 7,
45
yaitu yang berasal dari senyawa 4 dan senyawa 6. Jalur mekanisme yang betul dari
tahap sebelumnya adalah melalui senyawa 4. Meskipun memiliki energi ikat total
yang relatif lebih rendah, akan tetapi senyawa hasilnya tetap sama yaitu senyawa 7.
eritromisin. Pada tahap keempat ini diusulkan tiga senyawa yaitu senyawa 9,
senyawa 10 dan senyawa 11. Terjadi pelepasan molekul air dari senyawa
sebelumnya. Ikatan tunggal yang berada dekat dengan gugus –OH yang lepas akan
berubah menjadi ikatan rangkap dua. Setelah gugus –OH tersebut lepas, maka tidak
ada lagi gugus –OH yang tersisa untuk reaksi selanjutnya. Senyawa stabil inilah yang
mekanisme ini. Gambar ini juga menerangkan bahwa ada dua kemungkinan senyawa
turunan.
H+, -H2O
senyawa 7 senyawa 9 + senyawa 10 (5.13)
+
H , -H2O
senyawa 8 senyawa 11 + senyawa 10 (5.14)
Molekul air yang terlepas dari senyawa turunan pada tahap ini ternyata
ditangkap kembali oleh gula kladinosa di akhir reaksi. Terlihat pada Gambar V.11
46
spesies H2O sebelum dan sesudah reaksi tidak terjadi perubahan, maka spesies ini
Dengan melihat tabel V.5 dapat dijelaskan bahwa senyawa 9 lebih mungkin
terjadi dari pada senyawa 11 karena energi ikat totalnya secara signifikan lebih
rendah. Dengan demikian pada tahap keempat, jalur mekanisme mengarah pada
pembentukan senyawa 9.
senyawa 9 dan senyawa 10. Ternyata langkah terakhir ini sama dengan akhir
merupakan senyawa non aktif, yaitu senyawa yang tidak memiliki aktivitas obat.
Dengan kata lain, eritralosamin sudah tidak manjur lagi sebagai antibiotik.
Sedangkan gula kladinosa merupakan gula netral penyusun struktur senyawa obat
eritromisin.
dapat dibuat jalur mekanisme yang benar. Pada tahap pertama mekanisme mengarah
dikemukakan oleh Sakakibara dan Omura. Terbentuk beberapa senyawa turunan dan
O HO
O O
HO O desosamin HO O desosamin HO O desosamin
+ +
HO H H
HO HO HO
- H2O
O kladinosa O kladinosa O kladinosa
O O O
O O O
O O
HO O desosamin O desosamin
+ +
H O H O
+ kladinosa
- H 2O
O kladinosa OH
O O
O O
6,9;9,12-spiroketal eritralosamin
eritromisin. Kelemahan yang ada pada senyawa eritromisin dapat dikurangi pada
merupakan senyawa yang cukup baik digunakan dan lebih tahan terhadap asam.
terdekomposisi. Senyawa ini begitu tahan terhadap asam dikarenakan tidak memiliki
gugus –OH yang menginisiasi reaksi dekomposisi (seperti pada eritromisin). Dalam
49
mencari senyawa turunan yang energi ikat totalnya paling rendah, reaksi dekomposisi
dapat disusun.
diurutkan dengan huruf untuk mempermudah pembahasan. Data energi tiap senyawa
δ−
O δ+ HO
8 8
9 7 + 9 7
H
HO 10 6 HO 10 6
11 5 11 5
HO 12 HO 12
gugus karbonil senyawa Δ6,7 anhidroeritromisin pada posisi C9. Adanya sumbangan
proton (H+) dari lingkungan yang diserang oleh atom O terpolar mengubah ikatan
positif. Pasangan elektron yang dimiliki atom O pada suatu gugus –OH dapat
gugus –OH pada posisi C6. Akan tetapi dia masih memiliki dua gugus –OH pada
posisi C11 dan C12. Dua gugus inilah yang akan berperan penting dalam reaksi
dekomposisi.
O HO
HO O desosamin O desosamin
O
HO HO
O kladinosa O kladinosa
O O
O O
Δ6,7 anhidroeritromisin senyawa A
HO
HO O desosamin
O
O kladinosa
O
senyawa B
Seperti terlihat pada tabel V.2 pada pembahasan tentang eritromisin, posisi
gugus –OH pada C6 memberikan energi ikat total paling rendah bila dibandingkan
dengan dua posisi lainnya. Posisi C11 memberikan energi lebih tinggi dan posisi C12
energinya paling tinggi. Dengan hilangnya gugus –OH pada posisi C6 tentu saja
51
senyawa turunan yaitu senyawa A dan senyawa B. Penyerangan oleh gugus –OH
senyawa B.
H+
Δ6,7 anhidroeritromisin senyawa A (5.15)
+
H
Δ 6,7
anhidroeritromisin senyawa B (5.16)
Perhitungan dilakukan berdasarkan data energi dari log files. Setiap senyawa turunan
dihitung perubahan energi ikat totalnya. Persamaan yang memiliki energi ikat total
paling rendah merupakan tahapan reaksi yang dianggap paling benar dan paling
dengan metode kimia komputasi ini akan memberikan penjelasan lebih rinci tentang
fenomena tersebut.
memiliki energi ikat total lebih rendah. Jadi pada tahap pertama, jalur mekanisme
HO
O desosamin O desosamin
O O
HO HO
O kladinosa O kladinosa
O O
O O
senyawa A senyawa C
HO
HO O desosamin HO O desosamin
O O
O kladinosa O kladinosa
O O
O O
senyawa B senyawa D
Pada tahap kedua mekanisme dekomposisi yang terjadi adalah lepasnya gugus
H2O. Senyawa baru yang dirancang pada tahap kedua ini hanya ada dua, karena pada
tahap pertama cuma ada dua senyawa turunan. Meskipun satu jalur senyawa turunan
53
sudah dianggap tidak mungkin terjadi karena energinya yang terlalu besar, akan tetapi
H+, -H2O
senyawa A senyawa C (5.17)
H+, -H2O
senyawa B senyawa D (5.18)
Perhitungan energi ikat total dilakukan dengan mempergunakan data dalam log files
hasil percobaan komputasi. Perhitungan energi ikat total tersebut disajikan dalam
tabel V.8.
ikat total paling rendah. Akan tetapi pada tahap sebelumnya jalur mekanisme
mengarah pada senyawa B bukan senyawa A. Hal ini dapat dijelaskan bahwa secara
teori senyawa A tidak mungkin ada. Kalaupun senyawa A dapat terjadi, hasilnya
pasti sangat kecil dan sangat sulit terjadi. Jadi pada tahap kedua, jalur mekanisme
Tahap ketiga dari mekanisme dekomposisi ini diusulkan tiga senyawa turunan
HO O desosamin O desosamin
O O
O kladinosa O kladinosa
O O
O O
senyawa D senyawa F
O desosamin
O desosamin OH O
OCH3
O
+ H
O OH O kladinosa
OH O
O
senyawa 10 (kladinosa)
O
O
senyawa K senyawa H
kladinosa telah lepas dari cincin makrolakton senyawa obat. Lebih jelas terlihat pada
gambar V.16.
H+
senyawa D senyawa F (5.19)
H+
senyawa D senyawa H (5.20)
H+, -H2O
senyawa D senyawa K + senyawa 10 (5.21)
Terdapat tiga persamaan reaksi yang harus dihitung energi ikat totalnya. Perhitungan
dilakukan dan didapatkan data energi ikat totalnya pada tabel V.9. Persamaan yang
55
memiliki energi ikat total paling rendah merupakan tahapan reaksi yang dianggap
memiliki energi ikat total paling rendah, bahkan lebih rendah dari senyawa K yang
telah lepas kladinosanya. Jadi pada tahap ketiga, jalur mekanisme mengarah pada
senyawa F. Senyawa terakhir ini berupa senyawa spiroketal yang cukup stabil dalam
suasana asam di dalam lambung. Senyawa ini sudah tidak memiliki nukleofil lagi
mekanisme meskipun harga energi ikat totalnya cukup besar. Kemudian pada tahap
dengan eritromisin. Pada senyawa Δ6,7 anhidroeritromisin ini tidak diakhiri dengan
O HO
H+ O
H+ O
HO
- H2O
O O O
O desosamin
H+ O
O kladinosa
O
9,11;9,12-spiroketal
terjadi pada suasana asam. Hal ini dibuktikan pada tahap kedua mekanisme tersebut
menghasilkan energi yang cukup besar yaitu 130,34 kkal/mol. Jadi bisa disimpulkan
eritromisin. Diharapkan produk antibiotik ini bisa lebih manjur untuk dikonsumsi per
VI.1 Kesimpulan
sebagai berikut :
VI.2 Saran
Perlu dipelajari kembali reaksi dekomposisi ini dengan memakai metode yang
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang mekanisme aksi obat, seperti
57
58
DAFTAR PUSTAKA
Jenie, U.A., R.S. Sudibyo, and A. Yanuar, 1998b, Development of New Erythromycin
Derivatives using Hybrid Biosynthetic Technique, Majalah Farmasi Indonesia,
Vol. 9, No.2, 50-67.
Jensen, F., 1999, Introduction to Computational Chemistry, John Wiley and Sons
Inc., New york
Kadarwati, U., N. Sukasdiati, R. Gitawati, dan R.Uci, 1989, Pola Resistensi Kuma
Kokus terhadap Enam Jenis Antibiotik di Wilayah Jakarta Timur, Cermin
Dunia Kedokteran, Ed. No. 56, 45-48.
Kader, A.A., Kumar, A., Krishna A., 2005, Induction of Clindamycin Resistance in
Erythromycin-Resistant, Clindamycin Susceptible and Methicillin-Resistant
Clinical Staphylococcal Isolates, J. Saudi Med., 26(12), 1914-7
Leach, A.R., 1996, Molecular Modelling : Principles And Applications, Addison
Wesley Longman Limited, London
Montenez, J.P., Van Bambeke, J., Piret, J., Brasseur, R., Tulkens, P.M., Mingeot-
Leclercq, M.P., 1999, Interactions of Macrolide Antibiotics (Erythromycin A,
Roxithromycin, Erythromycylamine [Dirithromycin], and Azitrhomycin) with
Phospholipid: Computer-Aided Conformational Analysis and Studies on
Acellular and Cell Culture Models, Toxicol Appl. Pharmacol., 15; 156(2):
129-40
Mun’im, A., 1997, Sintesis Turunan baru O-Metileritromisin A dan O-
Metileritromisin A Oksim. Investigasi Reaksi Regioselektif, Elusidasi
Sdtruktur, dan Uji Potensi produk Sintesisnya. Tesis S-2 Ilmu Farmasi,
UGM, 55-94.
Nakayama I., 1984, Macrolide in Clinical Practice in S. Omura (Ed) : Macrolide
Antibiotic : Chemistry, Biology and Practice, Academic Press, Orlando
Omura S., N. Sadanake, Y. Tanaka, and H. Matsubara, 1983, Chimeramycins: New
Macrolide Antibiotics Produced by Hybrid Biosynthesis, J. Antibiot.,36(7),
927-930
Omura S. and Y. Tanaka, 1984, Biochemistry, Regulation and Genetics of Macrolide
Production in Mura S (ed) : Macrolide Antibiotics : Chemistry, Biology and
Practise, Academic Press, Orlando
Randolph, J.T., Waid, P., Nichols, C., Sauer, D., Haviv, F., Diaz, G., Bammert, G.,
Besecke, L.M., Segreti, J.A., Mohning, K.M., Bush, E.N., Wegner, C.D.,
Greer, J., 2004, Nonpeptide Luteinizing Hormone-Releasing Hormone
Antagonists Derived from Erythromycin A : Design, Synthesis, and Biological
Activity of Cladinose Replacement Analogues, J. Med. Chem., 26; 47(5) :
1085-97
60
Rosato, A., Vicarini, H., Bonnefoy, A., Chantot, J.F., Leclercq, R., 1998, A New
Ketolide, HMR 3004, Active Against Streptococci Inducibly Resistant to
Erythromycin, Antimicrob. Agents Chemother., Vol 42, No. 6, 1392-1396
Sakakibara H. and S. Omura, 1984, Chemical Modification and Structure-Activity
Relationship of Macrolides in Satoshi Omura (Ed) : Macrolide Antibiotics :
Chemistry, Biology and Practise, Academic Press, Orlando
Sudibyo, R.S., 1998, Isolation and Structural Elucidation of 5-Deazaflavin Coenzyme
from Saccharopolyspora erythaea; and Its Probable Involvement in the
Erythromycin Biosynthesis, Doctoral Dissertation, UGM, 29-30.
Sudibyo, R.S., and U.A. Jenie, 1997, Biomimetic Experiment of Enoyl-reduction
Process by F420-dependent Enzyme Obtained from Saccharopolyspora
erythraea and the Biosynthetic Implication, Indonesian Journal of
Biotechnology, 133-139
Sudibyo R.S., U.A. Jenie, and W. Haryadi, 1999a, Biosynthesis of Δ6,7-Anhydro-
Erythromycin via Enoyl Reductase Inhibition by Isonicotinic Hydrazide
(INH), Indonesian Journal of Biotechnology, 311-316.
Sudibyo R.S., U.A. Jenie, and W. Haryadi, 1999b, Analysis of Acid Resistance of
Δ6,7-Anhydroerythromycin-D Using FT-IR Spectrometric Approach and
Microbial Test, Indonesian Journal of Biotechnology, 321-325.
Sudibyo, R.S.; U.A. Jenie; and A. Mun’im, 1999c, Methylation of 9-Deoxo-9-Oxime-
Erythromycin A Using Ethereal Solution of Diazomethane, Berkala Ilmiah
MIPA, No.2, Th. IX, 32-40.
Watanabe, Y., T. Adachi, T. Asaka, M. Kashimura, and S. Marimoto, 1990,
“Chemical Modification of Erythromycins, VIII, A New Effective Route to
Clarithromycin (6-O-methylerythromycin A)”, Heterocycles, 1, 12, 2121-
2124.
Watanabe, Y., M. Kashimura, T. Asaka, T. Adachi, and S. Marimoto, 1993a,
Chemical Modification of Erythromycins, XI, Synthesis of Clarithromycin (6-
O-methylerythromycin A) via Erythromycin A Quarternary Ammonium Salt
Derivate, Heterocycles, 36, 2, 243-247.
Watanabe, Y., T. Adachi, T. Asaka, M. Kashimura, T. Matsunaga and S. Marimoto,
1993b, Chemical Modification of Erythromycins, XII, A Facile Synthesis of
Clarithromycin (6-O-methylerythromycin A) via 2’-silylethers of
Erythromycin A Derivate, J. Antibiot., 46, 7, 1163-1167.
61
Lampiran 1. Data perhitungan energi dengan metode semiempiris CNDO beberapa senyawa
HO O desosamin
HO
eritromisin -31928,57308 -356380,2244 -567,9166987 HO
O kladinosa
O
HO O desosamin
Δ 6,7
anhidroeritromisin -31451,28448 -343754,5892 -547,7968699 HO
O kladinosa
O
HO
O
HO O desosamin
O kladinosa
O
HO
O desosamin
O
HO
Senyawa 2 -32021,69725 -356473,3486 -568,0650985 HO
O kladinosa
O
HO
HO O desosamin
O
HO
Senyawa 3 -32006,79451 -356458,4458 -568,04135
O kladinosa
O
O
62
O
HO O desosamin
O kladinosa
O
O desosamin
O
HO
Senyawa 5 -31502,18809 -343805,4928 -547,8779884 HO
O kladinosa
O
HO O desosamin
O
Senyawa 6 -31533,71526 -343837,02 -547,9282291 HO
O kladinosa
O
O
HO O desosamin
O
Senyawa 7 -31821,42478 -344124,7295 -548,3867143
O kladinosa
O
O
O desosamin
O
O kladinosa
O
O
O desosamin
O
Senyawa 9 -24490,71156 -254045,1709 -404,8386663
OH
O
O
63
OH
OCH3
O
O desosamin
O
O
HO O desosamin
O kladinosa
O
O desosamin
O
HO
Senyawa 5 karbokation -31548,64304 -344252,7565 -548,5907342 HO
O kladinosa
O
HO O desosamin
O
HO
Senyawa 6 karbokation -31557,56051 -344261,6739 -548,6049448
O kladinosa
O
O
O desosamin
O
Senyawa 9 karbokation -31220,73001 -331776,4968 -528,7089458
OH
O
O
64
O
O desosamin
O
HO
O desosamin
O
O kladinosa
O
HO
HO O desosamin
O
O desosamin
O
O kladinosa
O
HO O desosamin
O
O desosamin
O
O kladinosa
O
O
65
O desosamin
O
Senyawa F -31098,35931 -331253,3174 -527,875223
O kladinosa
O
O desosamin
O
O desosamin
O
Senyawa H -30610,87877 -318617,4902 -507,7391527
O kladinosa
O
O desosamin
O
O desosamin
O
O desosamin
O
Senyawa K -23855,55988 -241261,6725 -384,4672718
OH
O
O
66
O desosamin
O
O O desosamin
O kladinosa
O
HO
O desosamin
O
HO
O desosamin
O
HO O O desosamin
HO
O desosamin
O
Senyawa Q -31032,36417 -331187,3222 -527,7700552
O kladinosa
O
O
67
O O desosamin
O O O desosamin
O O desosamin
O kladinosa
O
O desosamin
O
O desosamin
O
O desosamin
O
O
68
O desosamin
O
O
O desosamin
O
O desosamin
O
O desosamin
O
O desosamin
O
O
O desosamin
O
O
69
O desosamin
O
O
O desosamin
O
O desosamin
O
Senyawa Z06 -31161,3246244 -331316,2827009 -527,975562628
O kladinosa
O
O desosamin
O
Senyawa Z07 -31187,4864542 -331342,4445307 -528,017253325
O kladinosa
O
O desosamin
O
Senyawa Z08 -31157,1805598 -331312,1386363 -527,968958772
O kladinosa
O
O
O desosamin
O
Senyawa Z09 -31288,6238062 -331443,5818827 -528,178422737
O kladinosa
O
O
70
H+ 400,8087126 0 0 H
H
+
H3O -185,3881636 -12734,5434985 -20,29338164
O
H H
71
Struktur eritromisin
aglikon
desosamin
R H3C CH3
O
HO R N
S
HO
R R O O
S
R R
HO R
HO S S
S H3CO
R
O
R
R OH
O R
O S S
H
O
kladinosa
aglikon
desosamin
R H3C CH3
O
HO R N
(Z) S
HO R O O
S
R R R
HO S S
H3CO
R S
O R
R OH
O R
O S S
H
O
kladinosa
72
eritromisin
senyawa 7 senyawa 8
Δ6,7 anhidroeritromisin
senyawa A senyawa B
senyawa C senyawa D
Δ6,7 anhidroeritromisin
senyawa A senyawa B
senyawa P senyawa Q