Anda di halaman 1dari 7

Studi Keragaman Jenis Anggrek Berdasarkan Tipe Tempat Tumbuh dan Tipe Habitat di TWA Cani Sirenreng, Sulawesi

Selatan
Destario Metusala UPT BKT KR Purwodadi-LIPI destario.metusala@lipi.go.id

Abstrak. Sulawesi dikenal sebagai pulau terbesar keempat di Indonesia yang terletak pada garis Wallacea yang merupakan pusat pertemuan persebaran tumbuhan dari Asia dan Australia. Oleh karena itu banyak jenis-jenis flora fauna unik dan endemik yang berasal dari kawasan ini. Indonesia dikenal juga sebagai negara yang memiliki keanekaragaman anggrek terbesar didunia, akan tetapi informasi keanekaragaman berkaitan dengan distribusi spesifik, karakter habitat, dan pola hidup anggrek di alam masih sangat minim. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk melakukan studi terhadap keragaman jenis anggrek yang ada di Sulawesi Selatan, tepatnya di kawasan hutan TWA Cani Sirenreng. Pengamatan keragaman jenis anggrek telah dilakukan di kawasan hutan di TWA Cani Sirenreng, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Metode pendataan jenis anggrek menggunakan metode eksploratif serta observasi terhadap tipe habitat dan pola hidup anggrek secara alami. Hasil penelitian mengemukakan bahwa terdapat 37 jenis anggrek yang berhasil dikoleksi di kawasan TWA Cani Sirenreng yang terdiri atas 20 jenis anggrek epifit, 12 jenis anggrek terestrial, 4 jenis anggrek yang ditemukan tumbuh secara epifit dan terestrial, serta 1 jenis yang diketahui tumbuh baik secara epifit, terestrial maupun litofit. Sekitar 32 % jenis anggrek yang ditemukan memiliki habitat spesifik yang terbatas pada satu tipe habitat saja dan hanya 11 % yang mampu hidup pada keempat tipe habitat. Anggrek dominan di kawasan TWA Cani Sirenreng yaitu Dendrobium crumenatum, Dendrobium lancifolium, Phaius sp, dan Spathoglottis plicata. Kata kunci: keragaman, anggrek, TWA Cani Sirenreng

1. Pendahuluan/Pengantar
Sulawesi merupakan pulau terbesar keempat di Indonesia. Keunikan pulau ini dikenal karena letaknya pada garis Wallacea yang merupakan pusat pertemuan persebaran tumbuhan dari Asia dan Australia dan diduga mempunyai keanekaragaman tumbuhan yang sangat tinggi (Van Steenis, 1950). Sulawesi juga dikenal memiliki cukup banyak kawasan konservasi. Salah satu kawasan konservasi tersebut adalah Taman Wisata Alam (TWA) Cani Sirenreng di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Anggrek merupakan salah satu tumbuhan yang memiliki keanekaragaman sangat tinggi. Walaupun banyak informasi yang mengungkapkan tumbuhan ini, namun hingga saat ini informasi detail mengenai distribusi dan karakter ekologinya khususnya di kawasan konservasi masih sangat terbatas (Sulistiarini & U.W. Mahyar, 2003). Inventarisasi jenis-jenis anggrek di Sulawesi dilaporkan oleh Smith (1929) diperkirakan terdapat sekitar 161 jenis anggrek. Publikasi terakhir yang merupakan penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Thomas & Schuiteman (2002) untuk anggrek yang ada di Sulawesi dan Maluku menyebutkan ada sekitar 820 jenis, 60 % (548 jenis) diantaranya dijumpai di Sulawesi. Jenisjenis tersebut merupakan koleksi yang disimpan di BO (Herbarium Bogoriense), CP (Herbarium Departmen of Plant Pathologi, Copenhagen), G (Herbarium Conservatoire et Jardin Botaniques de la Ville de Geneve), K (Kew), L (Leiden), NSW (National Herbarium of New South Wales) dan PNH (Philippine National Herbarium). Koleksi tersebut sebagian besar dikoleksi dari Sulawesi Selatan.

BSS_66_1_1 - 7

2. Metode Penelitian
Kegiatan eksplorasi yang meliputi inventarisasi dan koleksi secara eksploratif pada tanggal 19 Agustus hingga 3 September 2008. Pada pelaksanaan kegiatan ini dilakukan eksplorasi di kawasan hutan TWA Cani Sirenreng, Dusun Maningo, Desa Tellu Bocoe, Kecamatan Ponre, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Kawasan yang dijelajahi merupakan area dataran rendah berbukit dengan ketinggian antara 350 hingga 530 m dpl. Kegiatan penelitian meliputi pengkoleksian anggrek yg dilakukan disepanjang rute eksplorasi, pencatatan tipe tempat tumbuh, kondisi habitat, penandaan lokasi menggunakan GPS, serta melakukan dokumentasi menggunakan kamera digital. Meskipun tipe tempat tumbuh anggrek akan lebih akurat apabila dilihat dari karakter anatomis pada jaringan akar anggrek, namun pada observasi ini tipe tempat tumbuh anggrek hanya didasarkan atas media dimana perakaran anggrek tersebut tumbuh dengan sempurna di habitat aslinya.

3. Hasil dan Pembahasan


Hasil identifikasi anggrek spesies yang berhasil dikoleksi, menunjukan telah diperoleh 37 jenis anggrek (Lampiran 1) yang terdiri atas 25 marga. Setiap jenis memiliki karakteristik khusus yang dibagi menjadi beberapa kategori yaitu tipe tempat tumbuh dan tipe habitat dimana anggrek tersebut ditemukan. Diagram 1. Persentase spesies berdasarkan jumlah tipe tempat tumbuh.
Pes entas s ies berdas e pes arkan jumlah tipe pertumbuhannya
3%

11%

3 tipe

2 tipe

86%

1 tipe

Pada diagram 1 menunjukkan bahwa sebagian besar anggrek di kawasan TWA Cani Sirenreng hanya memiliki 1 tipe tempat tumbuh, yaitu mencapai 86 % dari spesies yang diketemukan. Anggrek yang memiliki 1 jenis tipe tempat tumbuh hanya dapat hidup dengan satu tipe pertumbuhan saja yaitu antara epifit, terestrial ataupun litofit saja. Pada eksplorasi ini ditemukan pula beberapa spesies anggrek yang dapat hidup dengan baik pada 2 tipe tempat tumbuh, yaitu tumbuh secara epifit dan terestrial. Sedangkan anggrek yang dapat tumbuh pada 3 tipe tempat diduga memiliki kemampuan adaptasi yang baik untuk dapat tumbuh baik secara epifit, terestrial maupun litofit. Pada eksplorasi ini, tidak diketemukan anggrek yang spesifik hanya tumbuh secara litofit.

BSS_66_1_2 - 7

Diagram 2. Jumlah spesies berdasarkan tipe pertumbuhannya


Jumlah spesies berdasarkan tipe tempat tumbuhnya
3%

Diagram 3. Jumlah spesies berdasarkan jumlah tipe habitatnya


Jumlah s pesies berdasarkan jumlah tipe habitatnya
11%

Jumlah s ies berdas pes arkan tipe pertumbuhannya

11%

32%

Epifit
54% 32%

22%

4 3 2

T erestrial Epifit-T erestrial Epifit-T erestrialLitofit


35%

Pada diagram 2 diperlihatkan bahwa sekitar 54 % jenis anggrek yang ditemukan adalah anggrek yang hanya hidup secara epifit seperti Acriopsis liliifolia forma alba, Aerides odorata, Aerides inflexa, Dendrobium bicaudatum, Phalaenopsis amabilis sub.sp mollucana, Trichoglottis geminata dan Bulbophyllum sp. Sedangkan 34 % jenis anggrek ditemukan hanya tumbuh secara terestrial, antara lain Calanthe triplicata, Pachystoma pubescens, Spathoglottis plicata, Phaius sp, Malaxis carinatifolia, Habenaria sp dan Vanilla sp. Hanya 11 % yang memiliki 2 tipe tempat tumbuh. Anggrek yang dapat hidup dengan kedua tipe tempat tumbuh ini yaitu Coelogyne rumphii, Dendrobium lancifolium, Cymbidium finlaysonianum, dan Cymbidium sp. Anggrek Coelogyne rumphii dan Dendrobium lancifolium lebih banyak diketemukan tumbuh secara terestrial pada tanah-tanah gembur ber pH netral hingga sedikit basa, khususnya di sekitar tepian sungai yang lembab, hanya beberapa rumpun saja diketemukan tumbuh secara epifit pada percabangan pohon yang rendah. Sedangkan untuk Cymbidium finlaysonianum dan Cymbidium sp justru lebih dominan diketemukan tumbuh secara epifit, dan hanya beberapa tanaman saja yang ditemukan tumbuh secara terestrial. Diduga, anggrek Cymbidium finlaysonianum yang dapat tumbuh secara terestrial disebabkan oleh jatuhnya rumpun anggrek ini yang sebelumnya tumbuh secara epifit. Saat pohon tempat melekatnya telah lapuk dan roboh, maka anggrek inipun juga jatuh ke lantai hutan. Kemampuan akar Cymbidium finlaysonianum yang dapat beradaptasi untuk tumbuh secara terestrial, bahkan hingga menembus lapisan tanah bagian atas, merupakan kajian yeng menarik untuk diteliti lebih mendalam. Menurut laporan Comber (2001), Cymbidium finlaysonianum di Sumatera juga pernah ditemukan tumbuh di permukaan bebatuan di area terbuka. Diagram 2 juga memperlihatkan bahwa terdapat anggrek yang diketemukan tumbuh pada 3 tipe tempat tumbuh, yaitu baik secara epifit, terestrial, maupun litofit. Anggrek ini memiliki kemampuan adaptasi yang baik untuk dapat menyesuaikan terhadap ketiga tempat tumbuh yang berbeda. Anggrek ini adalah Vandopsis lissochiloides. Meskipun diketahui dapat tumbuh pada 3 tipe tempat, anggrek V.lissochiloides ini lebih dominan tumbuh secara litofit pada bebatuan tepi sungai dan secara terestrial pada tanah-tanah basah di tepian sungai. Sangat sedikit sekali yang memilih tumbuh secara epifit. Sistem perakarannya yang kuat dan berdiameter besar mampu menembus lapisan tanah dan celah-celah bebatuan untuk memperoleh air dan unsur hara. Pada diagram 3, ditunjukkan persentase jenis anggrek yang tumbuh pada tipe-tipe habitat tertentu. Pada observasi ini, habitat-habitat anggrek di TWA Cani Sirenreng dibagi kedalam 4 kategori, yaitu area vegetasi hutan yang berbatasan langsung dengan tepi sungai, area hutan dengan pola vegetasi yang rapat dan lembab, area perbukitan yang didominasi padang rerumputan, dan area hutan dengan pola vegetasi yang tidak terlalu rapat/cenderung terbuka. Semakin sedikit jumlah tipe habitat yang dapat ditumbuhi anggrek, maka diduga semakin spesifik pula kondisi habitat dimana anggrek tersebut tumbuh. Pada diagram 3, dapat diketahui bahwa 32 % jenis anggrek yang ditemukan merupakan anggrek yang spesifik menghuni pada salah satu jenis tipe habitat saja, karena tidak dapat diketemukan di tipe habitat

BSS_66_1_3 - 7

lainnya. Anggrek yang hanya menghuni satu tipe habitat saja lebih mudah terancam punah di alam karena daya adaptasinya terhadap faktor lingkungan eksternal sangat terbatas. Apabila terjadi kerusakan habitat atau terjadi eksploitasi besar-besaran pada salah satu area tipe habitat tertentu, maka populasi anggrek ini akan turun secara drastis karena sangat sulit untuk berkembangbiak pada tipe habitat yang lain. Sedangkan jenis anggrek yang menghuni dua tipe habitat mencapai persentase tertinggi, yaitu 35 %. Pada observasi ini, diketahui pula terdapat 11 % atau sekitar 4 jenis anggrek yang dapat tumbuh pada keempat tipe habitat. Anggrek tersebut adalah Dendrobium crumenatum, Dendrobium lancifolium, Phaius sp dan Spathoglottis plicata. Keempat anggrek ini memiliki range adaptasi yang luas, sehingga kemampuan adaptasi terhadap faktor lingkungan eksternal sangat tinggi. Dendrobium lancifolium memiliki record tumbuh pada ketinggian mulai dari permukaan air laut hingga 1900 m dpl (Lavarack, et al. 2000). Anggrek yang memiliki kemampuan adaptasi luas akan memliki populasi yang cenderung stabil meskipun terjadi kerusakan pada salah satu atau beberapa tipe habitat karena kemampuannya untuk berkembangbiak tidak dibatasi oleh faktor lingkungan yang spesifik. Selain itu, anggrek tipe ini juga memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai komoditas untuk dibudidayakan oleh masyarakat, mengingat kemampuannya untuk menyesuaikan diri yang baik pada berbagai kondisi lingkungan. Anggrek Epifit di TWA Cani Sirenreng Terdapat sekitar 25 jenis anggrek yang tumbuh secara epifit di kawasan TWA Cani Sirenreng. Sebagian besar anggrek epifit ini ditemukan menempel pada batang pepohonan yang tumbuh di tepi sungai. Kelembaban udara yang relatif tinggi di sekitar sungai dengan sirkulasi udara yang tinggi pula nampaknya sangat mendukung pertumbuhan anggrek epifit, terutama karena akar anggrek epifit menyerap kelembaban dari udara sekitar, sedangkan sirkulasi udara yang lancar akan menjaga kondisi tanaman tidak terlalu basah dan lembab yang dapat menyebabkan busuk. Hasil dari analisis data menunjukkan bahwa anggrek tipe epifit sangat sedikit ditemukan di daerah hutan dengan pepohonan yang rapat, intensitas cahaya yang rendah, kelembaban tinggi dengan sirkulasi udara yang tidak lancar seperti di hutan disekitar Air terjun Cani. Dari 25 jenis anggrek epifit, 4 jenis diantaranya juga ditemukan tumbuh secara terestrial, dan 1 jenis lainnya juga ditemukan tumbuh secara terestrial maupun litofit. Anggrek epifit yang cukup sering dijumpai antara lain Dendrobium crumenatum, Cymbidium finlaysonianum, Trichoglottis geminata, Phalaenopsis amabilis sub.sp mollucana dan Pteroceras fraternum. Namun, dari beberapa anggrek epifit ini, hanya Phalaenopsis amabilis sub.sp mollucana yang banyak diambil oleh warga sekitar sebagai tanaman hias rumah karena ukuran bunganya yang besar dan rajin berbunga. Phalaenopsis amabilis sub.sp mollucana merupakan sub spesies yang jarang terdokumentasikan secara ilmiah, termasuk lokasi distribusi spesifiknya. Sedangkan Aerides inflexa merupakan anggrek yang endemik Sulawesi (Obyrne. 2001). Anggrek Terestrial di TWA Cani Sinrereng Sekitar 17 jenis anggrek ditemukan tumbuh secara epifit, 4 jenis diantaranya juga sebagai epifit dan 1 jenis sebagai terestrial sekaligus litofit. Anggrek epifit sebagian besar menyukai kondisi daerah perakaran yang lembab bahkan cenderung basah. Tipe habitat di sekitar tepian sungai dan hutan dengan vegetasi yang rapat dan lembab merupakan wilayah dimana banyak ditemukan anggrek terestrial. Diduga anggrek terestrial memiliki struktur perakaran dan sistem fisiologis yang lebih toleran terhadap kelembaban tinggi. Jenis anggrek terestrial yang tidak membentuk koloni dan individunya tersebar secara sporadis antara lain Calanthe triplicata, Phaius sp, Eulophia spectabilis, Eria sp dan Malaxis carinatifolia. Sedangkan anggrek terestrial yang seringkali ditemukan berkoloni membentuk suatu populasi yaitu Spathoglottis plicata, Pachystoma pubescens dan Nervilia sp. Salah satu populasi anggrek terestrial yang unik yaitu Pachystoma pubescens. Anggrek tanah ini pernah diduga sebagai anggrek saprofit (Comber, 1990). Tanaman ini memiliki umbi menyerupai rimpang layaknya Suku Zingiberaceae. Habitatnya berupa kawasan padang rumput dengan tekstur tanah yang didominasi liat dan intensitas cahaya matahari 100 %. Pada saat musim tidak berbunga, anggrek ini

BSS_66_1_4 - 7

sangat sulit untuk ditemukan, karena organ daunnya hanya berupa sehelai daun berbentuk pita sempit yang sering tersamar dengan rerumputan disekitarnya. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam mengenai adanya assosiasi ataupun simbiosis antara anggrek ini dengan rerumputan disekitarnya, mengingat dari literatur yang ada, bahwa habitat anggrek ini hampir selalu ditemukan di kawasan rerumputan (Comber, 1990). Anggrek Dominan di TWA Cani Sirenreng Terdapat 4 jenis anggrek yang paling dominan di TWA Cani Sirenreng, yaitu Dendrobium crumenatum, Dendrobium lancifolium, Phaius sp, dan Spathoglottis plicata. Dominasi ini didasarkan atas sebarannya yang mencakup di semua tipe habitat serta jumlah individu yang sering dijumpai selama observasi dilaksanakan. Dari keempat jenis tersebut, hanya Dendrobium lancifolium saja yang hidup dengan 2 tipe tempat tumbuh, yaitu secara epifit dan terestrial, meskipun jumlah individu yang tumbuh dengan cara epifit cukup jarang dijumpai. Selain itu, diantara keempat jenis anggrek dominan ini, Dendrobium lancifolium memiliki distribusi/sebaran yang paling terbatas, yaitu hanya terdapat di Sulawesi kemudian kearah timur hingga kawasan Papua. Sehingga sangatlah layak apabila suatu saat anggrek ini dijadikan sebagai maskot unggulan bagi kawasan TWA Cani Sirenreng. Disamping keempat anggrek dominan tersebut, terdapat satu jenis anggrek yang memiliki populasi cukup besar, meskipun hanya ditemukan di 3 tipe habitat. Anggrek ini adalah Vandopsis lissochiloides. Anggrek berukuran raksasa ini memiliki populasi yang cukup besar dan biasanya tumbuh secara berkoloni membentuk beberapa populasi yang berdekatan. Ancaman yang terhadap keberadaan anggrek ini di kawasan TWA Cani Sirenreng yaitu kematian individu-individu akibat pembabatan semak untuk pakan ternak atau saat pembukaan jalan setapak. Namun karena skala kerusakannya hanya pada beberapa individu dan wilayah kerusakannya sangat sempit, maka diduga ancaman ini tidak terlalu serius untuk saat ini. Meskipun ancaman berupa eksploitasi liar terhadap anggrek ini belum nampak di kawasan TWA Cani Sirenreng, namun di kawasan lain di Sulawesi, eksploitasi liar terhadap Vandopsis lissochiloides sangat mengkhawatirkan, mengingat pertumbuhan anggrek ini sangat lambat sehingga apabila populasinya di habitatnya berkurang secara dratis, maka proses regenerasinya secara alami akan sangat terhambat. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menjaga kelestarian populasi anggrek ini di habitat aslinya di TWA Cani Sirenreng. 4. Kesimpulan Terdapat 37 jenis anggrek yang diperoleh di Kawasan TWA Cani Sirenreng yang terdiri atas 20 anggrek epifit, 12 anggrek terestrial, 4 jenis anggrek yang ditemukan tumbuh secara epifit dan terestrial, serta 1 jenis yang diketahui tumbuh secara epifit, terestrial maupun litofit. Sekitar 32 % jenis anggrek yang ditemukan memiliki habitat khusus yang terbatas pada satu tipe habitat saja dan hanya 11 % yang mampu hidup pada keempat tipe habitat. Anggrek dominan di Kawasan TWA Cani Sirenreng yaitu Dendrobium crumenatum, Dendrobium lancifolium, Phaius sp, dan Spathoglottis plicata.

BSS_66_1_5 - 7

Daftar Pustaka
[1] Van Steenis,C.G.G.J. 1950. Flora Malesiana 1. Noordhoff-Kolff N.V. Djakarta [2] Sulistiarini, Diah., Uway Warsita Mahyar. 2003. Jenis-Jenis Anggrek T.N.B.N. Wartabone. Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Bogor. [3] Smith, J.J. 1929. Orchidaceae selebenses Kjellbergianae (Selebes Expedition 1929). Bot. Jahr. Band LXV, Heft. [4] Thomas, S. & Schuiteman. 2002. Orchids of Sulawesi and Maluku: A Preliminary Catalogue. Lindleyana 17 (1): 1-72. [5] Comber, J.B. 2001. Orchids of Sumatra. The Royal Botanic Garden. Kew-England [6] Lavarack, B., Wayne Harris, Geoff Stocker. 2000. Dendrobium Orchids. Timber Press, Inc. OregonUSA. [7] Obyrne, Peter. 2001. A to Z of South East Asian Orchid Species. Orchid Society of South East Asia. Singapore [8] Comber, J.B. 1990. Orchids of Java. Bentham-Moxon, Royal Botanic Garden. Kew-England

Lampiran 1. Hasil Inventarisasi Jenis-Jenis Anggrek di TWA Cani Sirenreng


No Nama Tumbuhan Tipe Tempat Tumbuh Epi fit
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. Acriopsis liliifolia forma alba Aerides inflexa Aerides odorata Appendicula sp Bulbophyllum sp Calanthe triplicata Coelogyne rumphii Cymbidium finlaysonianum Cymbidium sp Dendrobium bicaudatum Dendrobium crumenatum Dendrobium lancifolium Dendrobium sp Dendrobium sp Eria aff aporoides Eria sp Eria sp Eria sp Eria sp Eulophia spectabilis Flickingeria sp Habenaria sp

Habitat

1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0

Ter estr ial 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1

Lit ofit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Hutan Tepian sungai 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0

Perbuki tan terbuka 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0

Hutan tertutuplembab 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0

Hutan vegetasi terbuka 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1

BSS_66_1_6 - 7

23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37.

Liparis sp Liparis sp Malaxis carinatifolia Malaxis sp Nervilia Pachystoma pubescens Phaius sp Phalaenopsis amabilis subsp. moluccana Pteroceras fraternum Sarcanthus sp Sphatoglottis plicata Thrixspermum hystrix Trichoglottis geminata Vandopsis lissochiloides Vanilla sp

1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0

0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0

0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1

0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0

1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1

0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0

Keterangan : 0 : tidak ada,

1 : ada

BSS_66_1_7 - 7

Anda mungkin juga menyukai