Konservasi adalah upaya yang dilakukan manusia untuk melestarikan atau melindungi alam. Dalam UU No.5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya menggambarkan bahwa tindakan konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanIaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya (pasal 1). Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan bagian terpenting dari sumber daya alam yang terdiri dari alam hewani, alam nabati ataupun berupa Ienomena alam, baik secara masing-masing maupun bersama-sama mempunyai Iungsi dan manIaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup, yang kehadirannya tidak dapat diganti. Mengingat siIatnya yang tidak dapat diganti dan mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan manusia, maka upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah menjadi kewajiban mutlak dari tiap generasi untuk melindunginya. Keberadaan UU No.5 Tahun 1990 ini bertujuan untuk menjaga kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (pasal 3) Berhasilnya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berkaitan erat dengan tercapainya tiga sasaran konservasi (pasal 5), yaitu: a. Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga kehidupan) (pasal 7); b. Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe- tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan
kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya alam hayati bagi
kesejahteraan (pengawetan sumber plasma nutIah) (pasal 11-13); c. Mengendalikan cara-cara pemanIaatan sumber daya alam hayati sehingga terjamin kelestariannya (pemanIaatan secara lestari) (pasal -). Aktivitas-aktivitas menggalakkan perlindungan hutan termasuk rehabilitasi kawasan hutan dengan habitat kepelbagaian spesies Iauna dan Ilora yang unik untuk tujuan memulihkan Iungsi ekologi kawasan tersebut. Akibat sampingan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang bijaksana, belum harmonisnya penggunaan dan peruntukan tanah serta belum berhasilnya sasaran konservasi secara optimal, baik di darat maupun di perairan dapat mengakibatkan timbulnya gejala erosi genetik, polusi, dan penurunan potensi sumber daya alam hayati, dan terganggunya habitat asli di kawasan konservasi. Akibat dari siIatnya yang luas dan menyangkut kepentingan masyarakat secara keseluruhan, maka upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah serta masyarakat. Dalam UU no.5 Tahun 1990 pasal 37 ayat 1-3 menyatakan bahwa '(1) Peran serta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh Pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna. () Dalam mengembangkan peran serta rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di kalangan rakyat melalui pendidikan dan penyuluhan. (3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat () diatur dengan Peraturan Pemerintah. Konservasi terhadap tumbuhan, satwa dan habitatnya dalam suatu ekosistem dapat berbentuk kawasan suaka alam, cagar alam, suaka margasatwa, cagar biosIer, kawasan pelestarian alam, taman nasional, taman wisata dan taman hutan raya. Setiap bentuk upaya konservasi 3
tersebut memiliki karakteristik dalam menjaga kelestarian sumber daya
alam serta ekosistemnya yang bertujuan untuk tujuan tertentu, misalnya penelitian, pendidikan, budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Selain menjaga Iungsi keseimbangan alam namun dapat pula menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi (pasal 17) Kawasan konservasi sumber daya alam hayati yang harus dijaga dari tindakan yang tidak bertanggung jawab yang dapat menimbulkan kerusakan pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam ataupun tindakan lain yang melanggar ketentuan UU Konservasi, diancam dengan pidana yang berat berupa pidana badan dan denda (Pasal 40). Pidana yang berat tersebut dipandang perlu karena kerusakan atau kepunahan salah satu unsur sumber daya alam hayati dan ekosistemnya akan mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat yang tidak dapat dinilai dengan materi, sedangkan pemulihannya kepada keadaan semula tidak mungkin lagi. Berdasarkan rumusan ketentuan pidana dalam UU No.5 Tahun 1990 tersebut, maka dapat dipahami bahwa UU No.5 Tahun 1990 hanya secara khusus mengatur mengenai kajahatan dan pelanggaran terhadap kawasan hutan tertentu dan jenis tumbuhan tertentu, sehingga untuk diterapkan terhadap kejahatan penebangan liar (illegal logging) hanya sebagai instrumen pelengkap atau sebagai pasal lapisan tuntutan (subsidaritas) dalam penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana penebangan liar (illegal logging). Dan perlu diperhatikan bahwa ketentuan tersebut hanya dapat berIungsi jika unsur-unsurnya terpenuhi.
4
. Undang-Undang No.41 Tahun 1999
Menurut UU No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Pasal 1 Ayat 1 'Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manIaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manIaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanIaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang. Setiap orang yang memiliki, mengelola, dan atau memanIaatkan hutan yang kritis atau tidak produktiI, wajib melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan dan konservasi dibantu oleh lembaga swadaya masyarakat, pihak lain ataupemerintah (Pasal 43). Dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutan telah memberikan manIaat yang besar bagi umat manusia, oleh karena itu harus dijaga kelestariannya. Hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia internasional menjadi sangat penting, dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional. Tujuan UU No. 41 Tahun 1999 ini terdapat dalam pasal 3 : 'Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan: a. menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional; b. mengoptimalkan aneka Iungsi hutan yang meliputi Iungsi konservasi, Iungsi lindung, dan Iungsi c. produksi untuk mencapai manIaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan lestari; d. meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai; 5
e. meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan
keberdayaan masyarakat secara partisipatiI, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan I. menjamin distribusi manIaat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Hutan di Indonesia, menurut UU no 41 tahun 1999, dibagi menjadi tiga berdasarkan Iungsinya, yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi (Pasal ). Selanjutnya, UU no 41/1999 pasal 7 lebih lanjut merinci kawasan hutan konservasi ke dalam: O Kawasan hutan suaka alam. Ialah kawasan hutan negara dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai Iungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berIungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. O Kawasan hutan pelestarian alam. Ialah kawasan hutan negara dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai Iungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanIaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. O Taman buru. Yakni kawasan hutan negara yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu. Dalam perkembangan ekonomi dan teknologi seiring dengan pertumbuhan populasi manusia maka kebutuhan dan pemanIaatan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan tersebut juga terus meningkat. Makna hutan dilihat secara terbatas untuk kepentingan ekonomi, misalnya untuk kebutuhan industri (perumahan, Iurniture, bangunan, dan sebagainya) atau menjadi alat penggerak nilai devisa tanpa pertimbangan bahwa hutan merupakan sarana kehidupan yang sangat penting secara ekologis. Sehingga diperlukan tindakan untuk menjaga
kelestarian sumber daya alam dalam hal ini keberlanjutan keberadaannya
dimasa yang akan datang (Pembangunan yang berkelanjutan) Untuk menjamin status, Iungsi, kondisi hutan dan kawasan hutan dilakukan upaya perlindungan hutan yaitu mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia dan ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit. Termasuk dalam pengertian perlindungan hutan adalah mempertahankan dan menjaga hak- hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan dan hasil hutan serta investasi dan perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan (Pasal 47). Dalam UU No.41 Tahun 1999 Pasal 45 yang berbunyi 'Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar Iungsi lindung, Iungsi konservasi, dan Iungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari. Oleh karena itu penyelenggaraan kehutanan harus dilakukan dengan asas manIaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan dengan dilandasi akhlak mulia dan bertanggung-gugat. Penguasaan hutan oleh Negara bukan merupakan pemilikan, tetapi Negara memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah status kawasan hutan; mengatur dan menetapkan hubungan hukum antara orang dengan hutan atau kawasan hutan dan hasil hutan, serta mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan. Selanjutnya pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan izin dan hak kepada pihak lain untuk melakukan kegiatan di bidang kehutanan (Pasal 4). Namun demikian untuk hal-hal tertentu yang sangat penting, berskala dan berdampak luas serta bernilai strategis, pemerintah juga harus memperhatikan aspirasi rakyat (Pasal 4 ayat 5). 7
Agar pelaksanaan pengurusan hutan dapat mencapai tujuan dan
sasaran yang ingin dicapai, maka pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan pengawasan kehutanan. Masyarakat dan atau perorangan berperan serta dalam pengawasan pelaksanaan pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung sehingga masyarakat dapat mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanIaatan hasil hutan dan inIormasi kehutanan (Pasal -70). Ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 50 dan sanksi pidananya dalam Pasal 7 UU No.41 Tahun 1999, merupakan salah satu dari upaya perlindungan hutan dalam rangka mempertahankan Iungsi hutan secara lestari. Maksud dan tujuan dari pemberian sanksi pidana yang berat terhadap setiap orang yang melanggar hukum di bidang kehutanan ini adalah agar dapat menimbulkan eIek jera bagi pelanggar hukum di bidang kehutanan (penjelasan umum paragaraI ke-1 UU No.41 Tahun 1999). EIek jera yang dimaksud bukan hanya kepada pelaku yang telah melakukan tindak pidana kehutanan, akan tetapi juga ditujukan kepada orang lain yang mempunyai kegiatan dalam bidang kehutanan sehingga timbul rasa enggan melakukan perbuatan melanggar hukum karena sanksi pidana yang berat. Ada tiga jenis pidana yang diatur dalam Pasal 7 UU No.41 Tahun 1999 yaitu pidana penjara, pidana denda, dan pidana perampasan benda yang digunakan untuk melakukan perbuatan pidana. Ketiga jenis pidana ini dapat pula dijatuhkan kepada pelaku secara kumulatiI. Ketentuan pidana tersebut dapat dicermati dalam rumusan sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 7 UU No.41 Tahun 1999. Jenis pidana itu merupakan sanksi yang diberikan kepada pelaku yang melakukan kejahatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 50 UU No.41 Tahun 1999. Adapun kelemahan dari undang-undang ini adalah belum mengatur perihal tindak pidana kehutanan yang melibatkan pegawai negeri, sehingga aturan hukum yang dipakai untuk menindak pelaku-pelaku
khususnya pegawai negeri yang terlibat dalam kejahatan Kehutanan
seperti penebangan liar illegal logging) terutama yang menyangkut unsur- unsur korupsi masih terus mengacu pada undang-undang tentang pemberantasan korupsi ini. Ternyata Undang-undang ini tidak mengatur tentang tindak pidana yang dilakukan oleh perusahaan atau korporasi sehingga memberi ruang bagi elit politik dan pengusaha untuk memanIaatkan keadaan ini untuk kelompoknya.Adanya kesalahan koordinasi antara pihak hukum yang berwenang dalam melakukan penegakkan hukum dalam permasalahan kehutanan ini akibat tidak diatur secara jelasnya pembatasan kewenangan masing-masing pihak. Serta masih banyak kelemahan lainnya.
3. Undang-Undang No.31 Tahun 2004 Undang-Undang No.31 Tahun 004 Tentang Perikanan mengatur tentang konservasi sumber daya ikan yang dilakukan melalui konservasi ekosistem, konservasi jenis dan konservasi genetik. Upaya konservasi sumber daya ikan pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara keseluruhan. Tujuan dari Undang-Undang No.31 Tahun 004 terdapat dalam pasal 3 : ' Pengelolaan perikanan dilaksanakan dengan tujuan : a. meningkatkan taraI hidup nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil; b. meningkatkan penerimaan dan devisa negara; c. mendorong perluasan dan kesempatan kerja; d. meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan; e. mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ikan; I. meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah, dan daya saing; g. meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan; h. mencapai pemanIaatan sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan dan lingkungan sumber daya ikan secara optimal; dan 9
i. menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan,
dan tata ruang. Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 004 pasal 1 ayat 1 : 'Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanIaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakandalam suatu sitem perikanan. Sedangkan dalam pasal 1 ayat : ' Konservasi sumber daya ikan adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanIaatan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keragaman sumber daya ikan. Potensi besar yang dimiliki perairan daratan Indonesia memberikan konsekuensi yang salah satunya adalah keanekaragaman hayatinya yang tinggi, sehingga memiliki sumberdaya perikanan yang besar. Namun semakin banyak kepentingan yang memanIaatkan perairan daratan seperti PLTA, transportasi, pariwisata, pertanian, dan kegiatan penangkapan ikan yang kurang bijaksana memberikan dampak kepada penurunan kualitas perairan sehingga mengganggu keseimbangan habitat dan pelestarian sumberdaya ikan. Masalah utama yang terjadi terkait dengan upaya konservasi Sumberdaya ikan di perairan daratan adalah menurunnya populasi berbagai jenis ikan dan kerusakan habitat sehingga mengancam keberadaan dan keberlanjutan sumberdaya hayati tersebut. Selain itu, perangkat peraturan yang mengatur konservasi sumberdaya ikan di perairan daratan masih minim. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah inIormasi biologi dan ekologi yang masih kurang yang diperlukan sebagai bahan masukan dalam menentukan kebijakan akibat masih terbatasnya penelitian terhadap ikan-ikan yang ada di perairan daratan ini. 10
Pengelolaan Perikanan menurut UU No.31 Tahun 004 Pasal 1 ayat
7 bahwa 'Pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan inIormasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Dalam rangka pelestarian sumberdaya ikan di perairan umum perlu ditempuh berbagai cara seperti perlindungan habitat, pengaturan kegiatan yang memanIaatkan perairan, penebaran benih berbagai jenis ikan dan pembersihan perairan dari gulma. Salah satu upaya dalam perlindungan habitat parairan adalah penyediaan suaka perikanan. Cara ini dinilai cukup eIektiI dan eIisien karena langsung dapat melindungi dan melestarikan serta meningkatkan sumberdaya perikanan tanpa menambah biaya yang tinggi. Dalam UU No.31 Tahun 004 Bab IV Pasal ayat 1 : Pengelolaan dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dilakukan untuk tercapainya manIaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan. Pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan ini seharusnya dilakukan secara optimal namun tidak hanya mengutamakan kepentingan dan keuntungan dari segi ekonominya saja namun juga kelestarian lingkungan perairan sebagai habitat tempat hidup ikan. Apabila lingkungan dan habitat ikan tersebut rusak maka keberlanjutan keberadaan ikan pun akan terganggu. Sehingga seharusnya dalam pemanIaatan diperhatikan pula upaya pengelolaan dan konservasi apabila terjadi kerusakan. Dalam UU No.31 Tahun 004 Pasal 13 ayat 1 menyatakan bahwa : 'Dalam rangka pengelolaan sumber daya ikan, dilakukan upaya konserwasi ekosisten, konservasi jenis ikan, dan konservasi genetika ikan. 11
Pengelolaan dan pemanIaatan ikan ini pula perlu memperhatikan
hukum adat setempat yang didukung oleh peran serta seluruh masyarakan tidak hanya pemerintah atau pemilik kegiatan, namun tanggung jawab bersama untuk memelihara kelestarian keberadaan sumber daya ikan tersebut. Hal tersebut tertuang dalam UU No.31 Bab IV Pasal ayat 4 yang menyatakan bahwa : Pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat dan/atau keariIan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat. Sudah bukan rahasia umum lagi, kalau Ienomena pencurian ikan (ilegal fishing) di perairan Indonesia menjadi sangat marak. Kegiatan penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal berbendera asing di perairan indonesia, bukan terjadi beberapa tahun terakhir ini saja. Akan tetapi kegiatan ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun. Kapal berbendera asing tersebut menyamar sebagai kapal nelayan indonesia, ada juga yang menggunakan surat ijin penangkapan palsu. Harus kita akui juga, bahwa kebijakan kelautan kita yang masih longgar, sehingga memungkinkan kapal-kapal asing untuk masuk menjarah hasil laut kita. Padahal dalam UU No.31 Tahun 004 pasal 3 dijelaskan peraturan bagi setiap kapal berbendera asing dilarang menangkap ikan diwilayah perairan Indonesia. Penangkapan ikan dengan menggunakan alat peledak, bahan berbahaya dan beracun serta alat tangkap ikan berbahaya sangat mengancam sumber daya perairan bahkan dapat mengakibatkan kepunahan berbagai jenis ikan. Dalam hal ini sebenarnya peraturan tentang larangan penggunaan alat tangkap berbahaya terdapat dalam UU No.31 Tahun 004 Pasal -9. Dari segi penegakan hukum terhadap pelanggaran yaitu berupa pidana baik berupa pidana penjara maupun denda sesuai dengan pelanggaran seperti dalam UU No.31 Tahun 004 pada Pasal s/d Pasal 103. Tentang kurangnya mekanisme pembinaan dan pengawasan untuk penegakan hukum, hal ini sebenarnya sangat Iatal, sebab realisasi 1
pembinaan dan pengawasan terhadap badan peradilan sangat diperlukan
guna menjamin terwujudnya penegakan hukum yang benar-benar memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
Apakah dengan memproteksi sumberdaya alam akan menyebabkan kemiskinan? Atau sebaliknya apakah dengan mengeksploitasi sumberdaya alam akan menyebabkan kemiskinan? Menurut saya baik memproteksi atau mengeksploitasi sumberdaya alam dapat menyebabkan kemiskinan. Dengan memproteksi sumber daya alam banyak kehilangan kesempatan dan peluang pemanIaatan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dan mendapatkan keuntungan untuk menghasilkan devisa negara bahkan menghambat mata pencaharian masyarakat yang sangat tergantung dengan alam yang sesungguhnya bertujuan untuk mencapai kesejateraan masyarakat sehingga ada kecenderungan masayarakat miskin hanya pihak-pihak tertentu yang mendapatkan keuntungan dari upaya proteksi tersebut. Sedangkan dengan mengeksploitasi sumberdaya alam pun dapat menyebabkan kemiskinan karena dapat menyebabkan kerusakan sumberdaya alam dan ekosistemnya sehingga keberlanjutannya tidak dapat dipertahankan untuk masa yang akan datang . Pada akhirnya tindakan bifaksana dan kesadaran yang tinggi dari semua pihak baik dari masyarakat dan pemerintah dalam mengelola sumber daya alam yang akan menentukan tingkat kesejateraan masyarakat. Selain itu peningkatan pendidikan masyarakat tentang sumber daya alam dan lingkungan perlu diwujudkan melalui penyuluhan dan sosialisasi secara berkelanjutan maupun terpadu.