Anda di halaman 1dari 2

MuPAMAu ?

CCl ALlA8C8l
11/317806/S/24696
PERKEMBANGAN ASPEK SOSIAL, POLITIK, EKONOMI, DAN
KULTURAL DI DESA WARU
Saya Muhamad Yogi AlIarobi umur 19 tahun, tinggal di Desa Waru, Baki, Sukoharjo,
Jawa Tengah. Desa yang saya tinggali ini adalah desa dengan mayoritas penduduknya
beragama islam dan budaya jawanya yang masih kental terasa. Dilihat dari aspek politik
mungkin Desa ini tidak banyak berpolitik karena warganya saling guyub rukun dan tidak ada
persaingan yang berarti sekalipun pada pemilihan kepala desa. Politik dilakukan dengan cara
cara lain seperti membangun jalan, masjid, dan Iasilitas umum lainnya di desa.
Perkembangan ekonominya bisa dibilang cukup pesat dari awalnya menurut
pengamatan saya adalah mayoritas petani dan pedagang, namun pada perkembangannya
penduduk di desa ini banyak juga yang merantau ke luar daerah dan ada juga yang menjadi
TKI di luar negeri yang umumnya bekerja di kapal pesiar, selain itu ada juga yang menjadi
pengusaha, pegawai, dll sehingga desa ini terlihat semakin modern dengan bangunan
bangunan yang berarsitektur modern oleh mereka yang memiliki ekonomi menengah keatas.
Ditinjau dari aspek sosial, pada masyarakat desa ini rasa persaudaraannya terlihat kuat
seperti contoh, bila ada seseorang yang sakit dan harus menjalani rawat inap maka
tetangganya akan menjenguk dan mengumpulkan sumbangan untuk meringankan biayanya,
contoh lain lagi ketika ada seseorang punya hajat maka warga lain pasti akan membantu,
namun di sisi lain ada juga beberapa warga yang memiliki sikap acuh terhadap lingkungan
sekitarnya.
Pada awalnya Budaya Jawa masih kental terasa di desa ini seperti masih
dilaksanakannya ritual mitoni, procotan, bancaan, slametan, dsb. Pada perkembangannya
budaya budaya tersebut hanya dilakukan oleh beberapa warga saja sehingga perlahan mulai
hilang, mungkin masyarakat desa ini mulai mempunyai pola berIikir modern, ritual diatas
mereka anggap merepotkan dan akan menelan biaya yang besar. Masyarakat modern juga
akan cenderung berpikir praktis.
Perkembangan lain yang menarik untuk saya utarakan adalah, baru baru ini budaya
'menerima sumbangan pada saat mempunyai hajat pernikahan perlahan mulai ditiadakan,
dahulu namanya orang punya hajat pasti akan menerima sumbangan berupa uang ataupun
dalam bentuk lainnya, namun di desa saya sekarang mulai berkurang budaya tersebut karena
pihak yang punya hajat biasa menuliskan 'mohon maaI dengan tidak mengurangi rasa
hormat, kami tidak menerima sumbangan dalam bentuk apapun., kemudian hal ini mulai
diikuti oleh warga lainnya.
Menurut pandangan saya mulai ditinggalkannya budaya budaya ini dikarenakan
oleh beberapa Iaktor diantaranya tadi, warga mulai berpikir modern, selain itu karena di desa
saya berdiri pondok pesantren yang baru para santri santri dan ustadz mereka memberikan
dakwah kepada warga Desa Waru sehingga warga mulai memahami ajaran islam yang benar
benar syar` i, kemudian ritual ritual budaya jawa yang telah saya sebutkan diatas mulai
ditinggalkan karena menurut ajaran islam yang benar ritual itu mengandung unsur musyrik
dan selain itu juga akan memberatkan keluarga yang punya hajat sendiri misalkan slametan 7
hari setelah keluarganya meninggal, sudah dirundung duka mereka masih harus menyiapkan
jamuan untuk tamu yang akan mengikuti acaranya.

Anda mungkin juga menyukai