Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Advokat merupakan salah satu penegak hukum yang bertugas memberikan
bantuan hukum atau jasa hukum kepada masyarakat atau klien yang menghadapi
masalah hukum yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Advokat
mengandung tugas, kewajiban, dan tanggung jawab yang luhur, baik terhadap diri
sendiri, klien, pengadilan, dan Tuhan, serta demi tegaknya keadilan dan kebenaran.
Dalam sumpahnya, advokat bersumpah tidak akan berbuat palsu atau membuat
kepalsuan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
1
Juga tidak akan dengan sengaja
atau rela menganjurkan suatu gugatan atau tuntutan yang palsu dan tidak mempunyai
dasar hukum, apalagi memberi bantuan untuk itu. Tidak akan menghambat seseorang
untuk keuntungan dan itikad jahat, tetapi akan mencurahkan semua pengetahuan dan
kebijaksanaan terbaik dalam tugas dengan penuh kesetiaan kepada klien, pengadilan,
dan Tuhan.
Pada saat menjalankan tugasnya seorang advokat memiliki hak dan kewajiban.
Hak dan kewajiban seorang advokat adalah menjalankan tugas dan Iungsinya sesuai
Kode Etik Advokat Indonesia dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang
Advokat. Hubungan antara advokat dan kliennya dipandang dari advokat sebagai
officer of the court, yang mempunyai dua konsekuensi yuridis, sebagai berikut :

Frans Hendra Winarta./;okat In/onesia Citra, I/ealisme /an Keprihatinan, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1995.hal,38

1. Pengadilan akan memantau bahkan memaksakan agar advokat selalu tunduk pada
ketentuan Undang Undang atau berperilaku yang patut dan pantas terhadap
kliennya.
2. Karena advokat harus membela kliennya semaksimal mungkin , maka advokat
harus hati-hati dan tunduk sepenuhnya kepada aturan hukum yang berlaku.
Dalam membela kliennya advokat tidak boleh melanggar aturan hukum yang
berlaku. Tidak boleh melanggar prinsip moral, serta tidak boleh merugikan
kepentingan orang lain. Advokat termasuk proIesi yang mulia (nobile officium, karena
ia berkewajiban memberikan jasa hukum yang berupa menjadi pendamping, pemberi
nasehat hukum, menjadi kuasa hukum untuk dan atas nama kliennya, atau dapat
menjadi mediator bagi para pihak yang bersengketa tentang suatu perkara, baik yang
berkaitan dengan perkara pidana, perdata, maupun tata usaha negara. Ia juga dapat
menjadi Iasilitator dalam mencari kebenaran dan menegakan keadilan untuk membela
hak asasi manusia serta memberikan pembelaan hukum yang bebas dan mandiri.
2

ProIesi advokat adalah proIesi yang mulia karena advokat mengabdikan dirinya
kepada kepentingan masyarakat dan demi penegakan hukum yang berdasarkan kepada
keadilan, serta turut menegakkan hak-hak asasi manusia. Di samping itu, advokat
bebas dalam membela, tidak terikat pada perintah kliennya dan tidak pandang bulu
terhadap terhadap kasus yang dibelanya. Namun seringkali dalam kenyataan, orang-
orang yang menggeluti proIesi advokat tidak dapat menjunjung tinggi idealisme dari

#ahmat rosyadi dan Sri Hartini, /;okat Dalam Perspektif Islam /an Hukum Positif, Ghalia Indonesia, hal
17.

proIesi itu sendiri. Hal itu disebabkan karena Iaktor di luar dirinya yang begitu kuat
dan kurangnya penghayatan advokat yang bersangkutan terhadap esensi proIesinya.
Seringkali advokat dihadapkan pada pembelaan terhadap klien yang tersangkut
kasus korupsi yang mana hal itu adalah bagian dari tugasnya sebagai bagian dari
sistem peradilan pidana. Namun tidak jarang advokat berada pada kondisi dimana ia
dihadapkan pada pilihan untuk menggunakan kemampuannya dalam meringankan atau
membebaskan kliennya dari tuduhan tindak pidana korupsi dengan cara menghalang-
halangi penyidikan tindak pidana korupsi. Penghalang-halangan penyidikan tindak
pidana korupsi oleh advokat harus diproses secara hukum akan tetapi proses tersebut
harus berdasarkan prosedur yang resmi agar advokat dapat mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Berikut contoh kasus penangkapan advokat yang diindikasikan
menghalang-halangi penyidikan tindak pidana korupsi :
Jajaran Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat kembali membuat gebrakan. Kali ini,
bukannya tersangka korupsi yang ditahan, tetapi termasuk pengacaranya dengan
dugaan menghambat penyidikan. Jika di Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK menangkap Jaksa, maka di Sumatera Barat advokat yang ditangkap Jaksa.
Advokat tersebut bernama Manatap Ambarita,SH yaitu penasehat hukum dari AInel
Ambarita yang merupakan tersangka tiga kasus dugaan korupsi proyek pemeliharaan
jalan dan jembatan di Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun Anggaran 2005, yang
akhirnya ditahan penyidik Kejaksaan Negeri Tua Pejat, pada hari Jumat 4 April 2008

pukul 14.35 WIB.


3
Kepala Kejaksaan Negeri Tua Pejat, Undang Mugopal,SH,MH
menyebutkan penahanan terpaksa diberikan kepada Manatap Ambarita,SH karena ia
telah menghambat penyidikan Jaksa terhadap kliennya yang tersangka dalam sebuah
kasus ditanganinya.
Manatap Ambarita,SH juga diindikasikan sengaja mempengaruhi kliennya
untuk tidak menghadiri panggilan pemeriksaan pada Jumat siang di Kejaksaan Tinggi
Sumatera Barat. Undang Mugopal,SH,MH juga menyebutkan pihaknya telah
memanggil tersangka AInel Ambarita untuk diperiksa pada, Kamis 3 April 2008.
Pelaksana kegiatan dalam kasus korupsi proyek pemeliharaan jalan dan jembatan di
Kabupaten Kepulauan Mentawai tahun anggaran 2005 ini, diminta hadir pukul 09.00
WIB pemeriksaan bertempat di Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Namun
kenyataannya, tersangka tidak datang. Ketika hendak menghubungi tersangka, seorang
lelaki datang menghadap penyidik. Ia mengenalkan dirinya dengan nama Manatap
Ambarita,SH yang mengatakan bahwa ia adalah pengacara dari AInel Ambarita.
Mendengar hal itu, Jaksa Penyidik Budi Sastera,SH, Yarnes,SH dan NoIiandri,SH
segera menanyakan kemana kliennya. Anehnya, Manatap Ambarita,SH justru
memberikan jawaban tidak jelas serta membingungkan. Ia menyebutkan kalau
kliennya belum bisa datang pada saat ini. Kondisinya baik-baik saja dan tidak sakit.
Yang lebih membingungkan, ia minta supaya penyidik mengundur pemanggilan
terhadap kliennya hingga dirinya memahami kasus yang dialami kliennya. Mendengar


3
www.tempo.com/ Menghalangi Pemeriksaan Kasus Korupsi, Pengacara Jadi Tersangka, diakses pada
tanggal 12 Juni 2011

jawaban tersebut, penyidik tidak mau melayani dan menyarankan Manatap


Ambarita,SH untuk menjemput kembali kliennya guna diperiksa dengan status
tersangka. Setelah dua jam Manatap Ambarita,SH tidak datang.
Kemudian penyidik menyusul tersangka ke alamatnya di Tunggul Hitam
Padang dengan maksud menjemput paksa. Namun tersangka tidak ditemukan di
alamat tersebut, salah seorang saksi menyebutkan, kalau AInel Ambarita pergi bersama
Manatap Ambarita,SH semenjak pagi. Pencarian berlanjut ke sejumlah penginapan dan
hotel di kota Padang. Hingga akhirnya sampai ke Hotel Pangeran pada Kamis 3 April
2008 pukul 23.30 WIB, Manatap Ambarita,SH yang akan memasuki lobby hotel
diciduk dan digiring ke kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Manatap
Ambarita,SH kemudian diminta untuk menyebutkan dimana keberadaan tersangka
AInel Ambarita. Akhirnya, Jumat 4 April 2008 pukul 00.30 WIB, AInel Ambarita
menyerahkan diri dan menyusul Manatap Ambarita,SH ke Kejaksaan Tinggi Sumatera
Barat. Kemudian Manatap Ambarita,SH ditahan bersama AInel Ambarita pada hari
Jumat 4 April 2008 pukul 03.30 WIB di Lembaga Permasyarakatan Muaro Padang.
4

Perbuatan Manatap Ambarita,SH dipandang sengaja merintangi penyidikan dan
dianggap melanggar pasal 21 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang
No.20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi :
'Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan
secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan
di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam

www.minor.com/ pengacara tindak pidana korupsi ditahan jaksa, diakses pada tanggal 12 Juni 2011

perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga tahun
dan paling lama 12 (dua belas tahun dan atau denda paling sedikit #p.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah dan paling banyak #p
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah.
Dengan memperhatikan uraian dan contoh kasus diatas, maka pada kesempatan
ini penulis bermaksud untuk membahas dan melakukan penelitian mengenai apakah
seorang advokat dapat dipidana jika diindikasikan menghalang-halangi penyidikan
tindak pidana korupsi, dengan skripsi yang berjudul :
'PERTANGGUNG1AWABAN PIDANA OLEH ADVOKAT YANG
MERINTANGI PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka masalah
yang menjadi pokok atau inti dari permasalahan hukum ini dapat diidentiIikasikan
sebagai berikut:
1. Apakah kriteria-kriteria perbuatan yang dikategorikan merintangi proses
penyidikan Tindak Pidana Korupsi ;
2. Bagaimanakah bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap advokat yang
merintangi proses penyidikan Tindak Pidana Korupsi ;
3. Bagaimanakah proses penegakan hukum terhadap Advokat yang merintangi proses
penyidikan Tindak Pidana Korupsi ;


. Tujuan Penelitian
Dengan bertolak dari identiIikasi masalah yang telah penulis jabarkan, maka
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tujuan penulisan hukum yang berjudul
'PERTANGGUNG1AWABAN PIDANA OLEH ADVOKAT YANG
MERINTANGI PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kriteria-kriteria perbuatan yang dikategorikan merintangi proses
penyidikan Tindak Pidana Korupsi ;
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap advokat
yang merintangi proses penyidikan Tindak Pidana Korupsi ;
3. Untuk mengetahui proses penegakan hukum terhadap Advokat yang merintangi
proses penyidikan Tindak Pidana Korupsi ;
D. Manfaat Penelitian
1. ManIaat teoritis
Dari hasil penulisan ini diharapkan hasilnya bermanIaat untuk perkembangan ilmu
pengetahuan hukum khususnya di bidang hukum pidana. Hasil penulisan juga
bermanIaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan penulis sebagai wujud konkret
dari realisasi penerapan ilmu di bidang hukum yang penulis dapatkan selama ini.
2. ManIaat praktis
a Hasil penulisan ini diharapkan bermanIaat bagi Iungsionaris hukum dalam
menegakkan hukum khususnya hukum pidana serta mengadakan

penyempurnaaan terhadap penegak hukum khususnya advokat terkait dengan


Iungsi dan peran advokat dalam penegakan hukum.
b Hasil penulisan diharapkan juga bermanIaat bagi kalangan akademisi dan
masyarakat untuk mengetahui tugas dan kewajiban advokat untuk berperan
aktiI dalam penyelesaian kasus tindak pidana korupsi.
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1) Kerangka Teoritis
Tindak pidana dalam perkara penghalang-halangan penyidikan tindak pidana
korupsi yang dimaksudkan disini didasarkan pada kesalahan, yang mana pelakunya
adalah advokat. Berkaitan dengan asas dalam hukum pidana yaitu ' een straf :on/er
schul/ atau'actus reus non facit reum nisi mens sir rea , bahwa ' tidak dipidana
jika tidak ada kesalahan, maka pengertian ' tindak pidana ' itu terpisah dengan yang
dimaksud dengan ' pertanggungjawaban pidana .
5
Artinya, seseorang tidak mungkin
dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana kalau ia tidak melakukan tindak pidana
(strafbaar feit. Begitu pula dengan advokat, apabila ia melakukan tindakan yang tidak
sesuai dengan ketentuan yang ada, maka advokat tersebut harus bertanggungjawab
terhadap tindakan yang dilakukannya.
Namun, kesalahan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kesalahan yang
secara khusus dilakukan oleh advokat dalam tindak pidana korupsi yaitu berupa
penghalang-halangan penyidikan tindak pidana korupsi. Pada umumnya terdapat tiga
teori tentang kesalahan, yaitu ;

Moeljatno. 1993. sas-asas Hukum Pi/ana. #ineka Cipta: Jakarta, hal 153

a. Teori Psikologis, yang menganggap kesalahan sebagai sesuatu yang terdapat


dalam pikiran orang yang bersalah yang seakan-akan dapat ditangkap hakim
mungkin dengan bantuan Psikiater.
b. Teori NormatiI, yang menganggap kesalahan tidak sebagai sesuatu yang terdapat
dalam pikiran, tetapi sebagai sikap yang sedemikian rupa yang ditentukan oleh
pertimbangan hukum.
c. Teori yang melihat kesalahan dari segi putusan pengadilan, yaitu tindakan hukum
yang diambil. Tindakan yang dilakukan terhadap kesalahan tersebut bersiIat tegas,
seperti memasukkan orang yang bersalah tersebut ke dalam penjara atau berupa
denda.
6

Sedangkan asas dalam pertanggungjawaban hukum pidana dapat digolongkan :
1. Asas yang dirumuskan di dalam KUHP atau perundang-undangan lainnya
a Asas berlakunya undang-undang menurut tempat, mempunyai arti penting
bagi penentuan tentang sampai dimana berlakunya undang-undang hukum
pidana suatu negara apabila terjadi tindak pidana.
b Asas berlakunya undang-undang hukum pidana menurut waktu, yang
menentukan saat kapan terjadinya tindak pidana.
c Asas berlakunya hukum pidana menurut orang, sebagai pembuat atau
peserta, yang mempunyai arti penting untuk terjadinya tindak pidana dan
penuntutannya terhadap seseorang dalam suatu negara maupun yang
berada di luar wilayah suatu negara.

Soedjono Dirdjosiswono. Pertanunawaban Dalam Hukum Pi/ana. Bandung; Alumni Bandung,1985,


hal 54

2. Asas yang tidak dirumuskan dan menjadi asas hukum pidana yang tidak
tertulis serta dianut dalam yurisprudensi.
Para ahli pada umumnya mengakui asas yang tidak tertulis dalam hukum
pidana yaitu asas kesalahan, sebab dipidananya seseorang tidaklah cukup
apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum
atau bersiIat melawan hukum. Jadi meskipun perbuatannya memenuhi rumusan
delik dalam undang-undang dan tidak dibenarkan, namun hal tersebut belum
memenuhi syarat penjatuhan pidana.
) Kerangka Konseptual
Untuk lebih terarahnya penulisan proposal ini, disamping perlu adanya
kerangka teoritis juga diperlukan kerangka konseptual yang merumuskan deIinisi-
deIinisi dari peristilahan yang digunakan sehubungan dengan judul yang diangkat,
yaitu:
1. Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggungjawaban pidana adalah pengancaman hukuman terhadap
tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Pertanggungjawaban
pidana dikenal dengan Comminatoire Clausule, Strafbe/reiin, dan
%hreat of Punishment.
7
Menurut teori analitis Austin
pertanggungjawaban pidana adalah diwajibkan melakukan atau tidak
melakukan sesuatu, atau ditempatkan di bawah kewajiban atau
keharusan melakukan atau tidak melakukan, adalah menjadi dapat

Yan Pramadya Puspa,Kamus Hukum,Aneka, Semarang, hal.227

dimintai pertanggungjawaban untuk suatu sanksi dalam hal tidak


mematuhi suatu perintah.
8

2. Advokat
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat,
yang dimaksud dengan advokat adalah orang yang berproIesi memberi
jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi
persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.
9

3. Merintangi
Merintangi berarti menghalang-halangi atau mengganggu jalannya
sesuatu.
10
Dalam pengertian dengan masalah yang diteliti maka
diartikan sebagai melakukan atau turut serta melakukan, dengan
sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau
tidak langsung, penyidikan perkara korupsi.
4. Penyidikan
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara
Pidana, yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan
penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.
11

Hans Kelsen,%eori Hans Kelsen %entan Hukum,Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkanah
Konstitusi #I,2006, hal.64

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, pasal 1 butir 1

http://www.artikata.com/arti-375824-merintangi.html,diakses pada 21-09-2011

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, pasal 1 butir 2

5. Tindak pidana korupsi


Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
korupsi dirumuskan ke dalam tiga puluh bentuk/jenis yang tertuang
dalam pasal 2 sampai dengan pasal 13. Tindak pidana korupsi tersebut
dikelompokkan ke dalam tujuh bagian besar yaitu sebagai berikut:
1 Korupsi yang terkait dengan kerugian keuangan Negara ;
2 Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap ;
3 Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan ;
4 Korupsi yang terkait dengan pemerasan ;
5 Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang ;
6 Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam
pengadaan ;
7 Korupsi yang terkait dengan gratiIikasi.
Selain deIinisi tindak pidana korupsi yang terdapat di atas, masih ada
tindak pidana pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.
Jenis tindak pidana lain itu tetuang pada pasal 21, 22, 23, dan 24 Bab
III Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jenis
tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi terdiri
atas:
1 Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi ;

2 Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak


benar ;
3 Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka ;
4 Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan keterangan atau
memberi keterangan palsu ;
5 rang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan
keterangan atau memberi keterangan palsu ;
6 Saksi yang membuka identitas pelapor.
12

Pengertian materil mengenai tindak pidana korupsi menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia
13
yaitu korupsi adalah perbuatan yang buruk
seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan ketidakjujuran
atau kecurangan seseorang dalam bidang keuangan. Sedangkan deIinisi
yang lebih universal dikemukakan oleh Henry Campbell Black, yang
mengartikan korupsi sebagai ' an act /one with an intent to i;e some
a/;antae inconsistent with official /uty an/ the riht of others '.
14

Artinya, suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban
resmi dan hak-hak dari pihak lain.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

W.J.S Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa In/onesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1976.

Aria Zurnetti. 2002. Diktat Hukum Pi/ana Korupsi. Padang: Bagian Hukum Pidana Universitas Andalas,
hal 3-5.

. Metode Penelitian
Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan menggunakan metode
yuridis normatiI
15
. Penelusuran berbagai peraturan yang ada kaitannya dengan
pertanggungjawaban pidana, peraturan yang berkaitan dengan perintangan proses
penyidikan tindak pidana korupsi, dan peraturan tentang advokat. Kemudian
menganalisanya secara yuridis dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
sekunder, dengan minitikberatkan penelitian dan pengkajian terhadap data di bidang
hukum.
Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatiI dengan metode
penelitian atas asas-asas hukum.
16
Penelitian yuridis normatiI penulis lakukan dengan
cara meneliti bahan pustakan atau data sekunder. Adapun data tersebut mencakup
17
:
1. 1enis data
1 Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang berkaitan
dengan masalah yang dikaji penulis diantaranya:
a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat
b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
2 Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan
hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum

Soerjono Soekanto, Penantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia,2008 hal 50.


16
Ibi/,h.252.

17
Ibi/,h.201.

primer. Contohnya doktrin, hasil pemikiran akademisi, karya-karya ilmiah para


sarjana, jurnal dan tulisan lainnya yang bersiIar ilmiah terutama yang berkaitan
dengan permasalahan yang penulis bahas dalam peulisan hukum ini.
3 Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan perunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum, ensiklopedi legal, thesaurus dan bahan-
bahan dari internet.
Dalam penulisan hukum ini, penulis juga menggunakan metode deskriptiI
analisis. Metode deskriptiI analisis adalah metode pemecahan masalah-masalah aktual
dengan jalan mengumpulkan data, menyusun atau mengklasiIikasi, dijelaskan
kemudian dianalisa.
18

. Teknik pengolahan dan analisis data
1 Pengolahan data
Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data yang telah berhasil
dikumpulkan sehingga menjadi sistematik dan siap dianalisis.
19
Dengan
melakukan proses editing data diperiksa dan disusun secara sistematis untuk
kesempurnaan penulisan.
2 Analisis data
Setelah mengumpulkan data-data dan melakukan klasiIikasi maka diadakan
suatu analisa dengan mempergunakan pengertian-pengertian dasar dari sistem
hukum. Analisa hanya dilakukan terhadap pasal-pasal yang isinya merupakan
kaedah hukum. Setelah dilakukan analisa, maka konstruksi dilaksanakan

Winarno Surakhmad, Penantar Penelitian Ilmiah Dasar /an Meto/e %eknik, Tarsito, hal 60.

Bambang Waluyo, 1999, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta, Sinar GraIika; hlm. 72.

dengan cara memasukkan pasal-pasal tertentu ke dalam kategori-kategori atas


dasar pengertian-pengertian dasar dari sistim hukum tersebut. Analisa data
sebagai tindak lanjut proses pengolahan data, untuk dapat memecahkan dan
menguraikan masalah yang akan diteliti berdasarkan bahan hukum yang
diperoleh, maka diperlukan adanya teknik analisa bahan hukum.
20
Penulis
menggunakan teknik analisa deskripsi kuantitatiI yaitu dengan menggunakan
bahan yang sudah ada maka penulis menguraikan variable-variabel yang
terdapat dalam bahan tersebut untuk dikombinasikan dengan bahan yang lain
ditambah dengan pengetahuan statistik.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran umum serta dapat dipahami dan dimengerti
secara tentang apa yang terdapat dalam usulan penelitian ini, maka dapat penulis
gambarkan kerangka pembahasan melalui sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manIaat penelitian, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II TIN1AUAN PUSTAKA
Di dalam bab ini penulis hendak menjabarakan mengenai azas-azas
pertanggungjawaban pidana, bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana, hak

Soerjono Soekanto ,op.cit.h.255.

dan kewajiban advokat, Iungsi dan tugas advokat, advokat dalam undang-
undang nomor 18 tahun 2003, tindak pidana korupsi dalam undang-undang
nomor 31 tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001, proses
penyelesaian tindak pidana korupsi, kendala-kendala dalam pemberantasan
tindak pidana korupsi, unsur-unsur perintangan proses penyidikan tindak
pidana korupsi, dan ancaman pidana bagi yang merintangi proses penyidikan
tindak pidana korupsi.
BAB III PEMBAHASAN PERMASALAHAN
Di dalam bab ini penulis hendak mengkaji mengenai apakah kriteria-kriteria
perbuatan yang dikategorikan merintangi proses penyidikan tindak pidana
korupsi, bagaimanakah bentuk-bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap
advokat yang merintangi proses penyidikan tindak pidana korupsi, dan
bagaimanakah proses penegakan hukum terhadap Advokat yang merintangi
proses penyidikan tindak pidana korupsi.
BAB IV PENUTUP
Sebagai akhir dari penulisan skripsi ini penulis mencoba memberi kesimpulan
terhadap masalah yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya. Selain itu
penulis akan mencoba memberikan saran-saran yang berhubungan dengan
permasalahan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai