,
=
P
+
NP
=
P
+
K
Dimana:
O Y
P
Total pendapatan dari usaha pertanian
O Y
NP
Total pendapatan dari usaha non tani
O E
P
Total pengeluaran untuk usaha pertanian
O E
K
Total pengeluaran untuk usaha non pertanian
8
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada makalah ini, data diambil dari 3 jurnal yang berbeda. Dimana 1 jurnal
menjadi data penelitian utama adalah data penelitian sektor pertanian berbasis
agrosistem lahan sawah irigasi, sedangkan 2 jurnal lainnya digunakan sebagai data
pendukung adalah data penelitian analisis usahatani cabe merah di desa Perean
Tengah, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan dan data penelitian
kesejahteraan petani perkebunan kelapa sawit di daerah Riau.
Berdasarkan data penelitian utama, kajian ini diambil dari kegiatan
penelitian yang dilaksanakan oleh PATANAS (Panel Petani Nasional) TA 2007.
Dimana penelitian ini dilaksanakan di pedesaan berbasis garosistem lahan sawah
irigasi di 5 provinsi yaitu Jawa TImur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan
dan Sumatera Utara, dengan 14 kabupaten dan 14 desa. Untuk sample daerah
yang digunakan diambil dari masing-masing desa sebanyak 25 sample rumah
tangga penggarap usaha tani padi, sehingga total rumah tangga yang digunakan
sebagai sample ada 350 rumah tangga.
Kemudian dari 350 rumah tangga yang digunakan sebagai sample,
dikelompokkan menjadi 3 kategori. Dimana kategori ini berdasarkan luas
penguasaan lahan. Adapun kriteria pengelompokkan kategorinya adalah sebagai
berikut:
1) Kelompok penguasaan lahan sempit : luas lahan (u-0.5sd)
2) Kelompok penguasaan lahan sedang : (u-0.5sd) luas lahan (u-0.5sd)
3) Kelompok penguasaan lahan luas : luas lahan ~ (u-0.5sd)
Dari pengelompokkan tersebut, diperoleh 3 kategori penguasaan lahan
sebagai berikut:
1) Kelompok penguasaan lahan sempit 129 rumah tangga (36,8)
2) Kelompok penguasaan lahan sedang 141 rumah tangga (40,3)
3) Kelompok penguasaan lahan luas 80 rumah tangga (22,9)
9
Adapun daItar lokasi yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah
sebagai berikut.
Provinsi Kabupaten Desa Agroekosistem
1. 1awa Barat 1. Indramayu 1. Tugu Lahan Sawah Irigasi
2. Subang 2. Simpar Lahan Sawah Irigasi
3. Karawang 3. Sinding Sari Lahan Sawah Irigasi
2. 1awa Tengah 1. Cilacap 1. Padang Sari Lahan Sawah Irigasi
2. Klaten 2. Demangan Lahan Sawah Irigasi
3. Sragen 3. Mojorejo Lahan Sawah Irigasi
4. Pati 4. Tambah Mulyo Lahan Sawah Irigasi
3. 1awa Timur 1. Jember 1. Padomasan Lahan Sawah Irigasi
2. Banyuwangi 2. Kaligondo Lahan Sawah Irigasi
3. Lamongan 3. Sungegeneng Lahan Sawah Irigasi
4. Sulawesi Selatan 1. Sidrap 1. Carawali Lahan Sawah Irigasi
2. Luwu 2. Salu Jambu Lahan Sawah Irigasi
5. Sumatera Utara 1. Asahan 1. Kuala Gunung Lahan Sawah Irigasi
2. Serdang badagai 2. Lidah Tanah Lahan Sawah Irigasi
Tabel III.1 DaItar Lokasi Daerah yang Dijadikan Sample Penelitian
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani Padi
Secara agregat pendapatan rumahtangga petani padi diperoleh dari dua
sumber pendapatan, yaitu sumber pendapatan dari sektor pertanian dan non
pertanian. Sumber pendapatan pertanian yang terdiri dari usaha pertanian
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu sumber pendapatan dari usahatani sawah/tegal,
usaha kebun dan pekarangan dan usaha ternak, dan diluar usaha pertanian seperti
berburu tani. Sumber pendapatan non pertanian terdiri dari usaha non pertanian
(dagang, industry, angkutan dan jasa), Pegawai Negeri atau TNI, pendapatan dari
sumbangan.
Tabel IV.1Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani Padi Menurut Kelompok Penguasaan Lahan
Pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi di Pedesaan, 2007.
11
Berdasarkan data yang ada, dapat dilihat bahwa ternyata sumber
pendapatan terbesar rumahtangga petani padi di lahan sawah irigasi masih
didominasi oleh peran pendapatan dari pertanian (74), dibandingkan dari
sumber pendapatan di luar sektor pertanian (26). Dari beberapa hasil penelitian
PATANAS, menunjukkan bahwa peran relative sumber pendapatan di sektor
pertanian mengalami penurunan dari 65 hingga mencapai 50, sedangkan pada
pendapatan diluar sektor pertanian justru mengalami peningkatan dari 35 hingga
mencapai 50. (Rusastra, 1998; Adyana, dkk, 1999; NurmanaI. RA. Dkk 2004;
Muchjidin.R. dkk, 1997, Kasryno, 2000). Hal ini menandakan bahwa peran sektor
pertanian masih merupakan sumber pendapatan utama bagi petani di Indonesia,
dan tuulang punggung perekonomian pedesaan dalam menyerap angkatan kerja
bukan saja bagi petani land less atau tunawisma, namun dapat pula membuka
peluang kerja pada segmen agribisnisnya bagi mereka yang masuk dalam pasar
tenaga kerja.
Bila dilihat secara parsial, data menunjukkan bahwa pendapatan petani
padi pada kelompok penguasaan lahan yang semakin luas cenderung bahwa
kontribusi pendapatan rumahtangga di sektor pertanian semakin tinggi.
Sebaliknya, pada kelompok penguasaan lahan yang semakin sempit, peran
kontribusi sumber pendapatan diluar pertanian semakin tinggi. Umumnya
sebagian besar pendapatan pertanian berasal dari usaha pertanian lahan sawah,
kebun, ternak, kolam/tambak dan kegiatan berburu tani. Kemudian pendapatan
usaha pertanian yang sangat dominan bersumber pada usahatani lahan sawah,
utamanya tanaman pangan (padi) dari pada usahatani lainnya. Rendahnya sumber
pendapatan pertanian pada kelompok penguasaan lahan sempit sebagai akibat
kecilnya penguasaan lahan yang digarap karena ketimpangan distribusi
penguasaan lahan yang semakin tinggi. Dari hasil penelitian Irawan, B., dkk.
2007, menunjukkan bahwa pada lokasi yang diteliti, sekitar 60 lahan sawah di
pedesaan di luar Jawa dikuasai hanya oleh sekitar 25 petani, dengan kata lain
setiap 1 petani kaya menguasai sekitar 2.40 lahan sawah yang tersedia.
Ketimpang distribusi penguasaan lahan sawah tersebut lebih tinggi lagi di pulau
Jawa dimana sekitar 60 lahan sawah yang tersedia dikuasai oleh 17.6 petani,
dengan kata lain setiap 1 petani kaya menguasai 3.43 lahan sawah. Pada
12
kondisi tersebut, sangatlah wajar bila petani pada kelompok luas yang sempit
cenderung berupaya untuk melakukan diversiIikasi sumber pendapatan di luar
sektor pertanian. Hal ini berarti sudah terjadi pergeseran ragam sumber
pendapatan dari sektor pertanian ke luar sektor pertanian. Utamanya kontribusi
sumber pendapatan yang terbesar diluar sektor pertanian melalui kegiatan usaha
dagang, produksi barang dan jasa bahkan kegiatan berburuh non pertanian atau
dari sumber pendapatan dengan kegiatan bermigrasi sebagai Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) di luar negeri.
4.2 Pola Pengeluaran Rumahtangga Petani Padi
4.2.1 Pengeluaran Makanan
Secara umum besaran konsumsi rumahtangga dibagi menjadi 3 kelompok,
yaitu pengeluara untuk makanan, bukan makanan dan pengeluaran bahan bakar.
Dimana tingkat pengeluaran dari ketiga kelompok tersebut tergantung dari
kemampuan penguasaan luas tanah. Pada umumnya, besarnya nilai pengeluaran di
pedesaan akan bervariasi sesuai dengan nilai pendapatan yang mereka peroleh.
Sebagai contoh bila pendapatan rendah akan lebih mengutamakan untuk lebih
memenuhi kebutuhan subsistennya, khususnya pengeluaran bahan makanan.
Sedangkan bila pendapatan yang diperoleh semakin tinggi akan terjadi pergeseran
kebutuhan bahan makanan dengan kebutuhan bahan bukan makanan.
Tabel IV.2 Proporsi Pengeluaran Bahan Makanan Rumahtangga Petani Padi Menurut Kelompok
Penguasaan Lahan Pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi di Pedesaan
13
Berdasarkan data yang ada, dapat dilihat bahwa sebagian besar
pengeluaran bahan makanan digunakan untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat
(28.7), khususnya pada kebutuhan beras (27) dan sebagian kecil adalah dari
kebutuhan non beras (1). Untuk kebutuhan lainnya bila diurutkan dari yang
terbesar setelah beras adalah kebutuhan pangan hewani (18) dengan sumber
kebutuhan terbesarnya adalah daging (9) dan ikan (5), kacang-kacangan
(13.7) dengan sumber kebutuhannya terbesarnya adalah tahu dan tempe (12).
Tembakau (11) dan yang lainnya terdiversivikasi dibawah 5.
Sementara jika dilihat dari segi kemampuan luas lahan ternyata kelompok dengan
kemampuan lahan sempit cenderung lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan
karbohidrat dan kacang-kacangannya. Sedangkan kelompok dengan kemampuan
lahan luas kebutuhan makanannya cenderung bergeser ke kebutuhan bahan
pangan hewani, lemak, sayur dan buah. Dari sini dapat disimpulkan bahwa
semakin besar pendapatan yang diperoleh akan terjadi pola diversiIikasi pada
pemenuhan kebutuhan bahan makanan yang beragam dan berkualitas.
4.2.2 Pengeluaran non Makanan
Tabel IV.3 Proporsi non Bahan Makanan Rumahtangga Petani Padi Kelompok Penguasaan Lahan
Pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigiasi di Pedesaan
Berdasarkan data yang ada, dapat dilihat bahwa pengeluaran non makanan
yang palin besar adalah pendidikan. Hal ini menandakan bahwa tingkat kesadaran
rumahtangga petani pada agroekosistem lahan sawah irigasi sudah cukup tinggi.
Disampin itu, Iasilitas yang lebih memadai juga menjadi Iaktor kesadaran mereka
akan pendidikan, walaupun pada akhirnya mereka harus mengeluarkan biaya yang
lebih besar.untuk kebutuhan lain seperti perawatan yang mencangkup sabun
mandi, sabun cuci, odol, sikat gigi dan kosmetik umumnya merupakan
pengeluaran yang harus dibiayai setiap saat yang jumlhnya lebih besar dibanding
14
pengeluaran untuk kesehatan yang bersiIat insidentil. Untuk keperluan lain-lain
dapat diidentiIikasikan sebagai keperluan sosial, perbaikan rumah, pajak, dan lain-
lain.
4.2.3 Pengeluaran Bahan Bakar
Pengeluaran bahan bakar paling dominan dibutuhkan untuk keperluan
sehari-hari adalah minyak tanah dan elpiji sebagai sumber bahan bakar untuk
dapur, disamping kayu bakar. Sedangkan sumber bahan bakar listrik diutamakan
untuk menerangan, bensin dan solar untuk bahan bakar kendaraan bermotor roda
dua atau empat.
Tabel IV.4 proporsi pengeluaran bahan bakar Rumahtangga Petani Padi Menurut Kelompok
Penguasaan Lahan Pada Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi Indonesia
Dari data yang ada, dapat dilihat bahwa pengeluaran terbesar adalah bensin
(34), diikuti listrik (24), minyak tanah (19), kayu bakar (10) dan
seterusnya. Besarnya pengeluaran untuk bahan bakar bensin, hal ini didorong oleh
siIat mengkonsumsi terhadap keperluan kendaraan bermotor, baik itu untuk
kebutuhan ekonomi ataupun kebutuhan sosial akibat berkembangnya sarana dan
prasarana transportasi yang memadai. Sementara itu kebutuhan bahan bakar
seperti minyak tanah untuk keperluan dapur dan listrik untuk penerangan, sudah
terdiversiIikasi dengan penggunaan bahan bakar berupa gas (elpiji)yang
menggantikan minyak tanah sesuai dengan anjuran pemerintah.
15
4.2.4 Total Pengeluaran Rumahtangga
Tabel IV.5 Proporsi Pengeluaran Rumahtangga Petani Padi Menurut Kelompok Penguasaan Lahan
Pada Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi di Pedesaan
Dari data yang ada, dapat dilihat bahwa secara agregat maupun antar
kelompok penguasaan lahan, total pengeluaran rumah tangga antara kebutuhan
makanan dan bukan makanan termasuk bahan bakar relative merata dengan porsi
hampir seimbang yaiitu 50 dari total pengeluaran rumahtangga. Hal ini
menandakan bahwa rumahtangga petani padi sudah berorientasi menyeimbangkan
kebutuhan untuk makan dan bukan makanan sesuai dengan tingkat pendapatan
yang mereka peroleh. Namun demikian tidak menutup kemungkinan rumahtangga
petani akan memprioritaskan terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan bahan
makanan dibanding non makanan dan bahan bakar.
Dilain pihak rumahtangga petaniyang dikelompokkan menurut penguasaan
lahan, ada kecenderungan bahwa pada kelompok penguasaan tinggi kebutuhan
terhadap bahan makanan cenderung menurun, dan sebaliknya pada kelompok
penguasaan lahan sempit. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya pengeluaran
bahan makanan dan pengeluaran secara umum erat kaitannya dengan pendapatan
yang diterima baik dari usaha pertanian maupun pendapatan di luar pertanian.
4.2.5 Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani Padi
Salah satu pendekatan untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumahtangga
petani padi, didekati dengan konsep Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga
(NTPRP). NTPRP yang diperoleh adalah merupakan nisbahantara pendapatan
rumahtangga dari berbagai sektor dengan keseluruhan pengeluaran rumahtangga
yang terdiri dari pengeluaran untuk konsumsi makanan dan bukan makanan serta
pengeluaran untuk produksi seperti biaya usahatani dan usaha di luar pertanian
maupun kegiatan berburuh.
16
Tabel IV.6 Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani Padi Menurut Kelompok Penguasaan
Lahan Pada Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi di Pedesaan
Berdasarkan data yang ada, dapat dilihat bahwa pembentukan NTPRP
yang terdiri dari pendapatan, pengeluaran konsumsi, pengeluaran biaya usaha,
seperti biaya usahatani dan usaha non pertanian dapat menggambarkan besarnya
tingkat kesejahteraan yang dapat dicapai rumahtangga di pedesaan tersebut. Bila
NTPRP yang diperoleh dari nisbah pendapatan terhadap total pengeluaran lebih
besar dari 1, maka dapat dikatakan rumahtangga tersebut masuk dalam kategori
sejahtera, dan sebaliknya bila NTPRP kurang dari satu. Besarnya NTPRP yang
diperoleh dari masing-masing kelompok penguasaan lahan terhadap total
pengeluaran bervariasi. NTPRP pada kelompok penguasaan lahan sempit dan
sedang terhadap total pengeluaran kurang dari 1 (NTPRP 0.6 0.7), sedang
NTPRP terhadap total pengeluaran pada kelompok luas lebih besar dari 1
(NTPRP ~ 1). Artinya bahwa rumahtangga petani padi pada kelompok luas sempit
dan sedang belum sejahtera. Indikasi ini disebabkan karena total pengeluaran yang
terdiri dari pengeluaran untuk konsumsi (pangan, bukan makanan) dan biaya
produksi yang dikeluarkan rumahtangga lebih besar dari pendapatan. Berbeda
17
pada kelompok penguasaan lahan luas, besarnya pendapatan yang diperoleh masih
mencukupi untuk memenuhi semua kebutuhan pengeluaran.
Sementara itu bila dibandingkan antara NTPRP terhadap total konsumsi
dan terhadap biaya produksi masing-masing kelompok, menunjukkan bahwa
NTPRP terhadap biaya produksi lebih besar dibanding NTPRP terhadap total
konsumsi. Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga petani lebih banyak
mengeluarkan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dibanding
kebutuhan usahanya. Namun demikian NTPRP terhadap total konsumsi pada
kelompok penguasaan lahan sempit lebih kecil dibanding kedua kelompok
lainnya. Artinya bahwa besarnya pendapatan yang diperoleh tidak mampu
memenuhi kebutuhan konsumsi (pangan dan non pangan). Lebih lanjut,
pembentukkan NTPRP terhadap komponen konsumsi, utamanya NTPRP bukan
makanan lebih besar dibanding NTPRP makanan. Hal ini berarti untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi makanan jauh lebih banyak mengeluarkan anggaran
pendapatan dibanding non pangan.
Tabel IV.7 Tabel Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit di Daerah Riau
Dan apabila dibandingkan dengan pendapatan petani kelapa sawit di Riau (lihat
Tabel IV.7) dan pendapatan petani cabai merah di desa Perean Tengah, kecamatan
Baturiti, kabupaten Tabanan ternyata pendapatan petani padi masih tergolong
rendah, khususnya petani padi dengan kemampuan lahan sempit dan sedang. Dari
data yang ada dapat dilihat bahwa petani padi, baik petani plasma maupun
swadaya, dari pendapatan totalnya masih bisa mendapatkan keuntungan walaupun
tidak begitu besar. Begitu pula pada petani cabai merah, dari luas pemillikan
sawah 0.60ha dan luas garapan 0.4ha, luas tanaman cabai merah di desa Peran
Tengah 0.14ha atau sekitar 23 dari total lahan sawah ternyata mampu
18
menghasilkan pendapatan total sebanyak Rp.12.141.229,00/usahatani/musim atau
Rp.86.723.064,00/ha/musim dengan keuntungan
Rp.11.703.260,00/usahatani/musim atau Rp.83.594.714,00/ha/musim.
Berdasarkan data yang ada dapat dilihat bahwa ternyata tingkat kesejahteraan
petani di Indonesia masih belum bisa dikategorikan sebagai usaha rumahtangga
yang sejahtera. Hanya petani padi dengan kemampuan penguasaan lahan luas,
petani kelapa sawit dan petani cabai merah saja yang dapat dikategorikan sebagai
usaha rumahtangga yang sejahtera.
19
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. Dari aspek pendapatan rumahtangga petani padi, masih didomonasi oleh
pendapatan dari sektor pertanian dibandingkan sektor non pertanian.
2. Dilihat dari aspek pengeluaran, jenis komoditas bahan makanan lebih
besar dalam anggaran pengeluaran rumahtangga dibanding bahan bukan
makanan.
3. Besarnya pengeluaran konsumsi bukan makanan yang terbesar adalah
pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan muapun perawatan tubuh.
4. Nilai tukar pendapatan rumahtangga (NTPRP) yang digunakan sebagai
tolak ukur kesejahteraan rumahtangga petani padi, pada umumnya kurang
dari 1 (NTPRP 1), kecuali pada kelompok penguasaan lahan luas.
5. Secara keseluruhan, petani di Indonesia masih belum bisa dikategorikan
sebagai usaha rumahtangga yang sejahtera, hanya petani padi dengan
kemampuan penguasaan lahan luas, petani kelapa sawit dan petani cabai
merah saja yang dapat dikategorikan sebagai usaha rumahtangga yang
sejahtera.
20
DAFTAR PUSTAKA
efinisi/Pengertian Pertanian, Bentuk & Hasil Pertanian Petani - lmu Geografi.
(2009, April 02). Retrieved September 27, 2011, Irom organisasi.org:
http://organisasi.org/deIinisi-pengertian-pertanian-bentuk-hasil-pertanian-
petani-ilmu-geograIi
Gede Agung, I. D., Putu Artini, N. W., & Ratna Dewi, N. (n.d.). Analisis
Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum L) di Desa Perean Tengah,
Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. 10.
N TUK# PETN (NTP). (n.d.). Retrieved September 27, 2011, Irom
www.deptan.go.id: http://www.deptan.go.id/pusdatin/statistik/ntp.htm
Pertanian. (n.d.). Retrieved September 27, 2011, Irom id.wikipedia.org:
http://id.wikipedia.org/wiki/Agrikultur
Petani. (n.d.). Retrieved September 27, 2011, Irom id.wikipedia.org:
http://id.wikipedia.org/wiki/Petani
Produk domestik -ruto. (n.d.). Retrieved September 27, 2011, Irom
id.wikipedia.org:
http://id.wikipedia.org/wiki/Produkdomestikbruto#PerkembanganPDBI
ndonesia
Sugiarto. (2008). Analisis Pendapatan, Pola Konsumsi dan Kesejahteraan Petani
Padi pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi di Pedesaan. inamika
Pem-angunan Pertanian dan Pertanian. Tantangan dan Peluang Bagi
Peningkatan Kesefahteraan Petani , 13.
Syahza, A., & Khaswarina, S. (2007). Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
dan Kesejahteraan Petani di Daerah Riau. 10.
Wesly RudolI, D. (2011, Juli 09). #endahnya Pendapatan Petani Picu Konversi
ahan . Retrieved september 27, 2011, Irom www.mediaindonesia.com:
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/07/19/243381/4/2/Rendahnya-
Pendapatan-Petani-Picu-Konversi-Lahan