Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH UNX

~ANALISIS PENDAPATAN, POLA KONSUMSI DAN


KESE1AHTERAAN PETANI DI INDONESIA


SEMINAR UNX

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Mata Kuliah Seminar UNX
Di Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran



Disusun oleh:
Adhi Karno Wibowo
240110090108








1URUSAN TEKNIK DAN MANA1EMEN INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PAD1AD1ARAN
2011
i

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah UNX dengan judul
'ANALISIS PENDAPATAN, POLA KONSUMSI DAN KESEJAHTERAAN
PETANI DI INDONESIA. Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk
memberikan gambaran kondisi bidang pertanian di Indonesia pada saat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa keberhasilan penyusunan makalah
Seminar UNX ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak.
Akhir kata penulis sampaikan semoga makalah Seminar UNX ini dapat
berguna dalam memberikan pengetahuan pada penulis khususnya dan dapat
bermanIaat bagi semua pihak pada umumnya, terima kasih.



Jatinangor, 28 April 2011




Penulis




ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................... 2
BAB II TIN1AUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1 Pengertian Petani ................................................................................... 3
2.2 Pertanian di Indonesia............................................................................ 3
2.3 Produk Domestik Bruto (PDB) .............................................................. 4
2.4 Nilai Tukar Petani (NTP) ....................................................................... 5
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 10
4.1 Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani Padi .................................... 10
4.2 Pola Pengeluaran Rumahtangga Petani Padi ........................................ 12
4.2.1 Pengeluaran Makanan................................................................... 12
4.2.2 Pengeluaran non Makanan ............................................................ 13
4.2.3 Pengeluaran Bahan Bakar ............................................................. 14
4.2.4 Total Pengeluaran Rumahtangga .................................................. 15
4.2.5 Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani Padi ......................... 15
BAB V KESIMPULAN ................................................................................... 19
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 20
iii

DAFTAR TABEL

Tabel III.1 DaItar Lokasi Daerah yang Dijadikan Sample Penelitian .................... 9
Tabel IV.1Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani Padi Menurut Kelompok
Penguasaan Lahan Pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi di Pedesaan,
2007. ................................................................................................................. 10
Tabel IV.2 Proporsi Pengeluaran Bahan Makanan Rumahtangga Petani Padi
Menurut Kelompok Penguasaan Lahan Pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah
Irigasi di Pedesaan ............................................................................................. 12
Tabel IV.3 Proporsi non Bahan Makanan Rumahtangga Petani Padi Kelompok
Penguasaan Lahan Pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigiasi di Pedesaan
.......................................................................................................................... 13
Tabel IV.4 proporsi pengeluaran bahan bakar Rumahtangga Petani Padi Menurut
Kelompok Penguasaan Lahan Pada Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi Indonesia
.......................................................................................................................... 14
Tabel IV.5 Proporsi Pengeluaran Rumahtangga Petani Padi Menurut Kelompok
Penguasaan Lahan Pada Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi di Pedesaan ......... 15
Tabel IV.6 Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani Padi Menurut Kelompok
Penguasaan Lahan Pada Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi di Pedesaan ......... 16
Tabel IV.7 Tabel Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit di Daerah Riau ............... 17

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor yang paling mempengaruhi
perkembangan ekonomi dari suatu negara. Besarnya pengaruh dari sektor ini
seharusnya memberikan dampak positiI bagi para pelakunya, baik dari segi
inIrastruktur, ketersediaan bahan baku ataupun pendapatan dan kesejahteraan.
Namun pada kenyataannya, di Indonesia tidak semua petani dapat menikmati
dampak positiI tersebut. Hampir semua petani di Indonesia merupakan
masyarakat yang tergolong sebagai masyarakat berpenghasilan rendah. Banyak
Iaktor yang mempengaruhi hal tersebut, beberapa diantaranya adalah kurangnya
dukungan dari pemerintah dan banyaknya campur tangan dari pihak-pihak
tertentu. Selain itu, pola hidup dan pikir juga sangat mempengaruhi
perkembangan pertanian di Indonesia. Tidak banyak petani di Indonesia yang
mengenyam pendidikan diatas pendidikan dasar (setara dengan SD dan SMP),
akibatnya pola pikir mereka sangatlah sempit. Yang mereka tahu hanyalah
bagaimana caranya agar mereka bisa tetap hidup dari penghasilan mereka. Mereka
tidak tahu bagaimana caranya memanage suatu usaha agar mendatangkan proIit
lebih besar dan secara berkala. Diluar dari Iaktor-Iaktor tersebut, sektor pertanian
sebenarnya memiliki potensi yang cukup besar. Bila dikelola dengan baik dan
sesuai dengan jalurnya, sektor pertanian mampu menghasilkan proIit yang
melimpah. Tentunya dukungan dari pemerintah sangat dibutuhkan agar
tercapainya tujuan tersebut.
Atas dasar inilah maka penulis tertarik untuk membuat makalah dengan
judul 'ANALISIS PENDAPATAN, POLA KONSUMSI DAN
KESEJAHTERAAN PETANI DI INDONESIA.


2



1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentiIikasikan masalah
sebagai berikut:
1. Seberapa besar tingkat kesejahteraan petani di Indonesia.
2. Faktor penyebab terpuruknya sektor pertanian di Indonesia.
1.3 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah:
1. Sebagai media inIormasi yang memberikan gambaran kondisi atau tingkat
kesejahteraan petani di Indonesia.
2. Memberikan dan masukkan untuk pola pengembangan pada sektor
pertanian di Indonesia.

3

BAB II
TIN1AUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Petani
Pada dasarnya, Petani dapat diartikan sebagai seseorang yang bergerak di
bidang bisnis pertanian utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah
dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga,
buah dan lain lain), dengan harapan produksi dari tanaman tersebut dapat
digunakan untuk diri sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain.
Menurut Suproyo (1979), kegiatan produksi yang bersiIat komersil
memiliki tujuan untuk menghasilkan pendapatan yang sebesar-besarnya. Hal ini
menandakan usaha pada bidang ini harus benar-benar mengalokasikan sumber-
sumber produksi yang dikuasainya, sehingga mampu mendapatkan pendapatan
yang sebesar-besarnya.
2.2 Pertanian di Indonesia
Pertanian adalah kegiatan pemanIaatan sumber daya hayati yang dilakukan
manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber
energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanIaatan
sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa dipahami orang sebagai
budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop cultivation) serta
pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa
pemanIaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan,
seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti
penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
Sebagian besar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang
di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4 dari PDB (produk
domestik bruto) dunia. Begitu pula yang terjadi di Indonesia, berdasarkan data
BPS (badan pusat statistik) tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia
menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3 penduduk meskipun hanya
4



menyumbang sekitar 17,3 dari total pendapatan domestik bruto. Salah satu
penyebabkan nilai PDB pada sektor pertanian rendah adalah nilai upah atau
pendapatan petani di Indonesia yang sangat kecil. Dimana berdasarkan penelitian
dari PSPI, pendapatan petani rata-rata paling besar hanya Rp 750 ribu per bulan.
Sedangkan petani gurem (memiliki lahan kurang dari 0,5 hektare) pendapatannya
hanya Rp250 ribu per bulan.
2.3 Produk Domestik Bruto (PDB)
PDB dapat diartikan sebagai nilai produksi baik barang atau jasa dari suatu
daerah tertentu per periode (biasanya per tahun). PDB berbeda dari produk
nasional bruto karena memasukkan pendapatan Iaktor produksi dari luar negeri
yang bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi
dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan
memakai Iaktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB
memperhatikan asal usul Iaktor produksi yang digunakan.
PDB Nominal merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh
harga. Sedangkan PDB riil (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Konstan)
mengoreksi angka PDB nominal dengan memasukkan pengaruh dari harga.
PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan
pengeluaran dan pendekatan produksi. Rumus umum untuk PDB dengan
pendekatan pengeluaran adalah:
PDB konsumsi investasi pengeluaran pemerintah (ekspor - impor)
Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga,
investasi oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan ekspor
dan impor melibatkan sektor luar negeri.
Sementara pendekatan pendapatan menghitung pendapatan yang diterima
Iaktor produksi:
PDB sewa upah bunga laba
Di mana sewa adalah pendapatan pemilik Iaktor produksi tetap seperti
tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk
pengusaha.
Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus
menghasilkan angka yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDB
5



dengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan
adalah dengan pendekatan pengeluaran.
2.4 Nilai Tukar Petani (NTP)
NTP merupakan rasio indeks harga yang diterima petani (t ) terhadap
indeks harga yang dibayar petani (- ). Secara konseptual NTP adalah pengukur
kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani
terhadap barang/jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan
kebutuhan dalam memproduksi hasil pertanian. Indeks harga yang diterima petani,
sebagai indeks harga produsen, merupakan indeks harga dari berbagai komoditas
hasil produksi pertanian (farm gate price), sedangkan indeks harga yang dibayar
petani, sebagai indeks harga konsumen, merupakan indeks harga barang dan jasa
yang dikonsumsi petani serta biaya produksi yang dikeluarkan petani dalam
memproduksi hasil pertanian (retail price).
Dari angka NTP dapat pula diketahui tingkat daya saing suatu produk
pertanian yang dihasilkan petani dibandingkan dengan produk lain, sehingga arah
pengembangan kebijakan pada spesialisasi produk unggulan wilayah yang
berkualitas dapat dilakukan.
Penghitungan NTP diIormulasikan sebagai berikut:
=
I
t
I
b

Indeks harga produsen maupun konsumen perdesaan yang digunakan
selama ini, masih menggunakan tahun dasar 1993 (1993100), tahun 2006 sedang
dilakukan survey untuk penyusunan tahun dasar baru.
Berdasarkan Iormula di atas, NTP mempunyai 3 kemungkinan, yaitu NTP
bernilai 100, berarti petani mengalami -reak even point atau impas karena harga
yang diterima sama dengan harga yang dibayar. Apabila NTP ~100, artinya petani
mengalami surplus karena harga yang diterima lebih besar dibandingkan harga
yang dibayar. Dan jika NTP 100, berarti petani mengalami deIisit karena harga
yang diterima lebih kecil dibandingkan harga yang dibayar.
Petani yang dicakup dalam NTP masih dalam skala terbatas, tidak
mencakup seluruh subsektor pertanian, namun hanya petani yang berusaha di
daerah perdesaan pada subsektor tanaman bahan makanan (TBM) seperti padi,
6



palawija, dan hortikultura (buah- buahan dan sayuran), dan subsektor tanaman
perkebunan rakyat (TPR) di antaranya: karet, kelapa, cengkeh, kopi, dan
tembakau.
Menurut Simatupang, et al, 2007, bahwa penanda kesejahteraan yang unik
bagi rumahtangga tani praktis tidak ada, sehingga NTP menjadi pilihan satu-
satunya bagi pengamat pembangunan pertanian. Namun NTP tersebut baru
merujuk pada rumahtangga petani tanaman bahan makanan dan perkebunan saja.
Sedangkan untuk rumahtangga petani bahan makanan dan perkebunan, pada
umumnya juga memperoleh pendapatan dari usaha peternakan atau perikanan
bahkan dari non pertanian. Secara umum NTP menghasilkan 3 pengertian :
a) NTP ~ 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu lebih baik
dibandingkan dengan NTP pada tahun dasar.
b) NTP 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu sama dengan NTP
pada tahun dasar.
c) NTP 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu menurun dibandingkan
NTP pada tahun dasar.
Penandaan kesejahteraan petani dengan NTP dapat didekati dengan
berbagai cara sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Oleh karena itu sesuai dengan
tujuan penelitian, maka penanda tingkat kesejahteraan petani dengan konsep
'Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani (NTPRP). Penanda tersebut adalah
merupakan ukuran kemampuan rumahtangga petani di dalam memenuhi
kebutuhan subsistemnya. Konsep kebutuhan subsistem tersebut juga dengan Nilai
Tukar Subsisten ($u-sistncs Term of Trade).
Menurut konsep Biro Pusat Statistik yang diIormulasikan sebagai Nilai
Tukar Subsisten (NTS) mendeIinisikan bahwa nilai tukar pendapatan baru
memasukkan semua usaha pertanian, namun belum memasukkan kegiatan berburu
tani dan sektor non pertanian yang cukup besar memberikan kontriusi terhadap
pendapatan rumahtangga petani (Muchjidin, R. et al. 2000). Oleh karena itu
menurut Muchjidin. R. et al. 2000; Riyanto Basuki, et al. 2001; Simatupang, et al.
2077, bahwa konsep 'Nilai Tukar Pendapatan rumahtangga pedesaan (NTPRP)
dapat dideIinisikan sebagai nisba antara pendapatan total rumahtangga dengan
pengeluaran total rumahtangga. Pendapatan total rumahtangga pertanian
7



merupakan penjumlahan dari seluruh nilai hasil produksi komoditas pertanian
yang dihasilkan petani, nilai dari berburu tani, nilai hasil produksi usaha non-
pertanian, nilai dari berburu non pertanian, dan lainnya. Sedangkan pengeluaran
petani merupakan penjumlahan dari pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga
dan pengeluaran untuk biaya produksi.
Secara matematis konsep Nilai Tukar Pendapatan rumahtangga Petani
adalah sebagai berikut:
=

,
=
P
+
NP

=
P
+
K

Dimana:
O Y
P
Total pendapatan dari usaha pertanian
O Y
NP
Total pendapatan dari usaha non tani
O E
P
Total pengeluaran untuk usaha pertanian
O E
K
Total pengeluaran untuk usaha non pertanian



8

BAB III
METODE PENELITIAN

Pada makalah ini, data diambil dari 3 jurnal yang berbeda. Dimana 1 jurnal
menjadi data penelitian utama adalah data penelitian sektor pertanian berbasis
agrosistem lahan sawah irigasi, sedangkan 2 jurnal lainnya digunakan sebagai data
pendukung adalah data penelitian analisis usahatani cabe merah di desa Perean
Tengah, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan dan data penelitian
kesejahteraan petani perkebunan kelapa sawit di daerah Riau.
Berdasarkan data penelitian utama, kajian ini diambil dari kegiatan
penelitian yang dilaksanakan oleh PATANAS (Panel Petani Nasional) TA 2007.
Dimana penelitian ini dilaksanakan di pedesaan berbasis garosistem lahan sawah
irigasi di 5 provinsi yaitu Jawa TImur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan
dan Sumatera Utara, dengan 14 kabupaten dan 14 desa. Untuk sample daerah
yang digunakan diambil dari masing-masing desa sebanyak 25 sample rumah
tangga penggarap usaha tani padi, sehingga total rumah tangga yang digunakan
sebagai sample ada 350 rumah tangga.
Kemudian dari 350 rumah tangga yang digunakan sebagai sample,
dikelompokkan menjadi 3 kategori. Dimana kategori ini berdasarkan luas
penguasaan lahan. Adapun kriteria pengelompokkan kategorinya adalah sebagai
berikut:
1) Kelompok penguasaan lahan sempit : luas lahan (u-0.5sd)
2) Kelompok penguasaan lahan sedang : (u-0.5sd) luas lahan (u-0.5sd)
3) Kelompok penguasaan lahan luas : luas lahan ~ (u-0.5sd)
Dari pengelompokkan tersebut, diperoleh 3 kategori penguasaan lahan
sebagai berikut:
1) Kelompok penguasaan lahan sempit 129 rumah tangga (36,8)
2) Kelompok penguasaan lahan sedang 141 rumah tangga (40,3)
3) Kelompok penguasaan lahan luas 80 rumah tangga (22,9)
9



Adapun daItar lokasi yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah
sebagai berikut.
Provinsi Kabupaten Desa Agroekosistem
1. 1awa Barat 1. Indramayu 1. Tugu Lahan Sawah Irigasi
2. Subang 2. Simpar Lahan Sawah Irigasi
3. Karawang 3. Sinding Sari Lahan Sawah Irigasi
2. 1awa Tengah 1. Cilacap 1. Padang Sari Lahan Sawah Irigasi
2. Klaten 2. Demangan Lahan Sawah Irigasi
3. Sragen 3. Mojorejo Lahan Sawah Irigasi
4. Pati 4. Tambah Mulyo Lahan Sawah Irigasi
3. 1awa Timur 1. Jember 1. Padomasan Lahan Sawah Irigasi
2. Banyuwangi 2. Kaligondo Lahan Sawah Irigasi
3. Lamongan 3. Sungegeneng Lahan Sawah Irigasi
4. Sulawesi Selatan 1. Sidrap 1. Carawali Lahan Sawah Irigasi
2. Luwu 2. Salu Jambu Lahan Sawah Irigasi
5. Sumatera Utara 1. Asahan 1. Kuala Gunung Lahan Sawah Irigasi
2. Serdang badagai 2. Lidah Tanah Lahan Sawah Irigasi
Tabel III.1 DaItar Lokasi Daerah yang Dijadikan Sample Penelitian

10

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani Padi
Secara agregat pendapatan rumahtangga petani padi diperoleh dari dua
sumber pendapatan, yaitu sumber pendapatan dari sektor pertanian dan non
pertanian. Sumber pendapatan pertanian yang terdiri dari usaha pertanian
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu sumber pendapatan dari usahatani sawah/tegal,
usaha kebun dan pekarangan dan usaha ternak, dan diluar usaha pertanian seperti
berburu tani. Sumber pendapatan non pertanian terdiri dari usaha non pertanian
(dagang, industry, angkutan dan jasa), Pegawai Negeri atau TNI, pendapatan dari
sumbangan.

Tabel IV.1Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani Padi Menurut Kelompok Penguasaan Lahan
Pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi di Pedesaan, 2007.
11



Berdasarkan data yang ada, dapat dilihat bahwa ternyata sumber
pendapatan terbesar rumahtangga petani padi di lahan sawah irigasi masih
didominasi oleh peran pendapatan dari pertanian (74), dibandingkan dari
sumber pendapatan di luar sektor pertanian (26). Dari beberapa hasil penelitian
PATANAS, menunjukkan bahwa peran relative sumber pendapatan di sektor
pertanian mengalami penurunan dari 65 hingga mencapai 50, sedangkan pada
pendapatan diluar sektor pertanian justru mengalami peningkatan dari 35 hingga
mencapai 50. (Rusastra, 1998; Adyana, dkk, 1999; NurmanaI. RA. Dkk 2004;
Muchjidin.R. dkk, 1997, Kasryno, 2000). Hal ini menandakan bahwa peran sektor
pertanian masih merupakan sumber pendapatan utama bagi petani di Indonesia,
dan tuulang punggung perekonomian pedesaan dalam menyerap angkatan kerja
bukan saja bagi petani land less atau tunawisma, namun dapat pula membuka
peluang kerja pada segmen agribisnisnya bagi mereka yang masuk dalam pasar
tenaga kerja.
Bila dilihat secara parsial, data menunjukkan bahwa pendapatan petani
padi pada kelompok penguasaan lahan yang semakin luas cenderung bahwa
kontribusi pendapatan rumahtangga di sektor pertanian semakin tinggi.
Sebaliknya, pada kelompok penguasaan lahan yang semakin sempit, peran
kontribusi sumber pendapatan diluar pertanian semakin tinggi. Umumnya
sebagian besar pendapatan pertanian berasal dari usaha pertanian lahan sawah,
kebun, ternak, kolam/tambak dan kegiatan berburu tani. Kemudian pendapatan
usaha pertanian yang sangat dominan bersumber pada usahatani lahan sawah,
utamanya tanaman pangan (padi) dari pada usahatani lainnya. Rendahnya sumber
pendapatan pertanian pada kelompok penguasaan lahan sempit sebagai akibat
kecilnya penguasaan lahan yang digarap karena ketimpangan distribusi
penguasaan lahan yang semakin tinggi. Dari hasil penelitian Irawan, B., dkk.
2007, menunjukkan bahwa pada lokasi yang diteliti, sekitar 60 lahan sawah di
pedesaan di luar Jawa dikuasai hanya oleh sekitar 25 petani, dengan kata lain
setiap 1 petani kaya menguasai sekitar 2.40 lahan sawah yang tersedia.
Ketimpang distribusi penguasaan lahan sawah tersebut lebih tinggi lagi di pulau
Jawa dimana sekitar 60 lahan sawah yang tersedia dikuasai oleh 17.6 petani,
dengan kata lain setiap 1 petani kaya menguasai 3.43 lahan sawah. Pada
12



kondisi tersebut, sangatlah wajar bila petani pada kelompok luas yang sempit
cenderung berupaya untuk melakukan diversiIikasi sumber pendapatan di luar
sektor pertanian. Hal ini berarti sudah terjadi pergeseran ragam sumber
pendapatan dari sektor pertanian ke luar sektor pertanian. Utamanya kontribusi
sumber pendapatan yang terbesar diluar sektor pertanian melalui kegiatan usaha
dagang, produksi barang dan jasa bahkan kegiatan berburuh non pertanian atau
dari sumber pendapatan dengan kegiatan bermigrasi sebagai Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) di luar negeri.
4.2 Pola Pengeluaran Rumahtangga Petani Padi
4.2.1 Pengeluaran Makanan
Secara umum besaran konsumsi rumahtangga dibagi menjadi 3 kelompok,
yaitu pengeluara untuk makanan, bukan makanan dan pengeluaran bahan bakar.
Dimana tingkat pengeluaran dari ketiga kelompok tersebut tergantung dari
kemampuan penguasaan luas tanah. Pada umumnya, besarnya nilai pengeluaran di
pedesaan akan bervariasi sesuai dengan nilai pendapatan yang mereka peroleh.
Sebagai contoh bila pendapatan rendah akan lebih mengutamakan untuk lebih
memenuhi kebutuhan subsistennya, khususnya pengeluaran bahan makanan.
Sedangkan bila pendapatan yang diperoleh semakin tinggi akan terjadi pergeseran
kebutuhan bahan makanan dengan kebutuhan bahan bukan makanan.

Tabel IV.2 Proporsi Pengeluaran Bahan Makanan Rumahtangga Petani Padi Menurut Kelompok
Penguasaan Lahan Pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi di Pedesaan
13



Berdasarkan data yang ada, dapat dilihat bahwa sebagian besar
pengeluaran bahan makanan digunakan untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat
(28.7), khususnya pada kebutuhan beras (27) dan sebagian kecil adalah dari
kebutuhan non beras (1). Untuk kebutuhan lainnya bila diurutkan dari yang
terbesar setelah beras adalah kebutuhan pangan hewani (18) dengan sumber
kebutuhan terbesarnya adalah daging (9) dan ikan (5), kacang-kacangan
(13.7) dengan sumber kebutuhannya terbesarnya adalah tahu dan tempe (12).
Tembakau (11) dan yang lainnya terdiversivikasi dibawah 5.
Sementara jika dilihat dari segi kemampuan luas lahan ternyata kelompok dengan
kemampuan lahan sempit cenderung lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan
karbohidrat dan kacang-kacangannya. Sedangkan kelompok dengan kemampuan
lahan luas kebutuhan makanannya cenderung bergeser ke kebutuhan bahan
pangan hewani, lemak, sayur dan buah. Dari sini dapat disimpulkan bahwa
semakin besar pendapatan yang diperoleh akan terjadi pola diversiIikasi pada
pemenuhan kebutuhan bahan makanan yang beragam dan berkualitas.
4.2.2 Pengeluaran non Makanan

Tabel IV.3 Proporsi non Bahan Makanan Rumahtangga Petani Padi Kelompok Penguasaan Lahan
Pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigiasi di Pedesaan
Berdasarkan data yang ada, dapat dilihat bahwa pengeluaran non makanan
yang palin besar adalah pendidikan. Hal ini menandakan bahwa tingkat kesadaran
rumahtangga petani pada agroekosistem lahan sawah irigasi sudah cukup tinggi.
Disampin itu, Iasilitas yang lebih memadai juga menjadi Iaktor kesadaran mereka
akan pendidikan, walaupun pada akhirnya mereka harus mengeluarkan biaya yang
lebih besar.untuk kebutuhan lain seperti perawatan yang mencangkup sabun
mandi, sabun cuci, odol, sikat gigi dan kosmetik umumnya merupakan
pengeluaran yang harus dibiayai setiap saat yang jumlhnya lebih besar dibanding
14



pengeluaran untuk kesehatan yang bersiIat insidentil. Untuk keperluan lain-lain
dapat diidentiIikasikan sebagai keperluan sosial, perbaikan rumah, pajak, dan lain-
lain.
4.2.3 Pengeluaran Bahan Bakar
Pengeluaran bahan bakar paling dominan dibutuhkan untuk keperluan
sehari-hari adalah minyak tanah dan elpiji sebagai sumber bahan bakar untuk
dapur, disamping kayu bakar. Sedangkan sumber bahan bakar listrik diutamakan
untuk menerangan, bensin dan solar untuk bahan bakar kendaraan bermotor roda
dua atau empat.

Tabel IV.4 proporsi pengeluaran bahan bakar Rumahtangga Petani Padi Menurut Kelompok
Penguasaan Lahan Pada Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi Indonesia
Dari data yang ada, dapat dilihat bahwa pengeluaran terbesar adalah bensin
(34), diikuti listrik (24), minyak tanah (19), kayu bakar (10) dan
seterusnya. Besarnya pengeluaran untuk bahan bakar bensin, hal ini didorong oleh
siIat mengkonsumsi terhadap keperluan kendaraan bermotor, baik itu untuk
kebutuhan ekonomi ataupun kebutuhan sosial akibat berkembangnya sarana dan
prasarana transportasi yang memadai. Sementara itu kebutuhan bahan bakar
seperti minyak tanah untuk keperluan dapur dan listrik untuk penerangan, sudah
terdiversiIikasi dengan penggunaan bahan bakar berupa gas (elpiji)yang
menggantikan minyak tanah sesuai dengan anjuran pemerintah.
15



4.2.4 Total Pengeluaran Rumahtangga

Tabel IV.5 Proporsi Pengeluaran Rumahtangga Petani Padi Menurut Kelompok Penguasaan Lahan
Pada Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi di Pedesaan
Dari data yang ada, dapat dilihat bahwa secara agregat maupun antar
kelompok penguasaan lahan, total pengeluaran rumah tangga antara kebutuhan
makanan dan bukan makanan termasuk bahan bakar relative merata dengan porsi
hampir seimbang yaiitu 50 dari total pengeluaran rumahtangga. Hal ini
menandakan bahwa rumahtangga petani padi sudah berorientasi menyeimbangkan
kebutuhan untuk makan dan bukan makanan sesuai dengan tingkat pendapatan
yang mereka peroleh. Namun demikian tidak menutup kemungkinan rumahtangga
petani akan memprioritaskan terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan bahan
makanan dibanding non makanan dan bahan bakar.
Dilain pihak rumahtangga petaniyang dikelompokkan menurut penguasaan
lahan, ada kecenderungan bahwa pada kelompok penguasaan tinggi kebutuhan
terhadap bahan makanan cenderung menurun, dan sebaliknya pada kelompok
penguasaan lahan sempit. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya pengeluaran
bahan makanan dan pengeluaran secara umum erat kaitannya dengan pendapatan
yang diterima baik dari usaha pertanian maupun pendapatan di luar pertanian.
4.2.5 Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani Padi
Salah satu pendekatan untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumahtangga
petani padi, didekati dengan konsep Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga
(NTPRP). NTPRP yang diperoleh adalah merupakan nisbahantara pendapatan
rumahtangga dari berbagai sektor dengan keseluruhan pengeluaran rumahtangga
yang terdiri dari pengeluaran untuk konsumsi makanan dan bukan makanan serta
pengeluaran untuk produksi seperti biaya usahatani dan usaha di luar pertanian
maupun kegiatan berburuh.
16




Tabel IV.6 Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani Padi Menurut Kelompok Penguasaan
Lahan Pada Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi di Pedesaan
Berdasarkan data yang ada, dapat dilihat bahwa pembentukan NTPRP
yang terdiri dari pendapatan, pengeluaran konsumsi, pengeluaran biaya usaha,
seperti biaya usahatani dan usaha non pertanian dapat menggambarkan besarnya
tingkat kesejahteraan yang dapat dicapai rumahtangga di pedesaan tersebut. Bila
NTPRP yang diperoleh dari nisbah pendapatan terhadap total pengeluaran lebih
besar dari 1, maka dapat dikatakan rumahtangga tersebut masuk dalam kategori
sejahtera, dan sebaliknya bila NTPRP kurang dari satu. Besarnya NTPRP yang
diperoleh dari masing-masing kelompok penguasaan lahan terhadap total
pengeluaran bervariasi. NTPRP pada kelompok penguasaan lahan sempit dan
sedang terhadap total pengeluaran kurang dari 1 (NTPRP 0.6 0.7), sedang
NTPRP terhadap total pengeluaran pada kelompok luas lebih besar dari 1
(NTPRP ~ 1). Artinya bahwa rumahtangga petani padi pada kelompok luas sempit
dan sedang belum sejahtera. Indikasi ini disebabkan karena total pengeluaran yang
terdiri dari pengeluaran untuk konsumsi (pangan, bukan makanan) dan biaya
produksi yang dikeluarkan rumahtangga lebih besar dari pendapatan. Berbeda
17



pada kelompok penguasaan lahan luas, besarnya pendapatan yang diperoleh masih
mencukupi untuk memenuhi semua kebutuhan pengeluaran.
Sementara itu bila dibandingkan antara NTPRP terhadap total konsumsi
dan terhadap biaya produksi masing-masing kelompok, menunjukkan bahwa
NTPRP terhadap biaya produksi lebih besar dibanding NTPRP terhadap total
konsumsi. Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga petani lebih banyak
mengeluarkan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dibanding
kebutuhan usahanya. Namun demikian NTPRP terhadap total konsumsi pada
kelompok penguasaan lahan sempit lebih kecil dibanding kedua kelompok
lainnya. Artinya bahwa besarnya pendapatan yang diperoleh tidak mampu
memenuhi kebutuhan konsumsi (pangan dan non pangan). Lebih lanjut,
pembentukkan NTPRP terhadap komponen konsumsi, utamanya NTPRP bukan
makanan lebih besar dibanding NTPRP makanan. Hal ini berarti untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi makanan jauh lebih banyak mengeluarkan anggaran
pendapatan dibanding non pangan.

Tabel IV.7 Tabel Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit di Daerah Riau
Dan apabila dibandingkan dengan pendapatan petani kelapa sawit di Riau (lihat
Tabel IV.7) dan pendapatan petani cabai merah di desa Perean Tengah, kecamatan
Baturiti, kabupaten Tabanan ternyata pendapatan petani padi masih tergolong
rendah, khususnya petani padi dengan kemampuan lahan sempit dan sedang. Dari
data yang ada dapat dilihat bahwa petani padi, baik petani plasma maupun
swadaya, dari pendapatan totalnya masih bisa mendapatkan keuntungan walaupun
tidak begitu besar. Begitu pula pada petani cabai merah, dari luas pemillikan
sawah 0.60ha dan luas garapan 0.4ha, luas tanaman cabai merah di desa Peran
Tengah 0.14ha atau sekitar 23 dari total lahan sawah ternyata mampu
18



menghasilkan pendapatan total sebanyak Rp.12.141.229,00/usahatani/musim atau
Rp.86.723.064,00/ha/musim dengan keuntungan
Rp.11.703.260,00/usahatani/musim atau Rp.83.594.714,00/ha/musim.
Berdasarkan data yang ada dapat dilihat bahwa ternyata tingkat kesejahteraan
petani di Indonesia masih belum bisa dikategorikan sebagai usaha rumahtangga
yang sejahtera. Hanya petani padi dengan kemampuan penguasaan lahan luas,
petani kelapa sawit dan petani cabai merah saja yang dapat dikategorikan sebagai
usaha rumahtangga yang sejahtera.


19

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
1. Dari aspek pendapatan rumahtangga petani padi, masih didomonasi oleh
pendapatan dari sektor pertanian dibandingkan sektor non pertanian.
2. Dilihat dari aspek pengeluaran, jenis komoditas bahan makanan lebih
besar dalam anggaran pengeluaran rumahtangga dibanding bahan bukan
makanan.
3. Besarnya pengeluaran konsumsi bukan makanan yang terbesar adalah
pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan muapun perawatan tubuh.
4. Nilai tukar pendapatan rumahtangga (NTPRP) yang digunakan sebagai
tolak ukur kesejahteraan rumahtangga petani padi, pada umumnya kurang
dari 1 (NTPRP 1), kecuali pada kelompok penguasaan lahan luas.
5. Secara keseluruhan, petani di Indonesia masih belum bisa dikategorikan
sebagai usaha rumahtangga yang sejahtera, hanya petani padi dengan
kemampuan penguasaan lahan luas, petani kelapa sawit dan petani cabai
merah saja yang dapat dikategorikan sebagai usaha rumahtangga yang
sejahtera.


20

DAFTAR PUSTAKA

efinisi/Pengertian Pertanian, Bentuk & Hasil Pertanian Petani - lmu Geografi.
(2009, April 02). Retrieved September 27, 2011, Irom organisasi.org:
http://organisasi.org/deIinisi-pengertian-pertanian-bentuk-hasil-pertanian-
petani-ilmu-geograIi
Gede Agung, I. D., Putu Artini, N. W., & Ratna Dewi, N. (n.d.). Analisis
Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum L) di Desa Perean Tengah,
Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. 10.
N TUK# PETN (NTP). (n.d.). Retrieved September 27, 2011, Irom
www.deptan.go.id: http://www.deptan.go.id/pusdatin/statistik/ntp.htm
Pertanian. (n.d.). Retrieved September 27, 2011, Irom id.wikipedia.org:
http://id.wikipedia.org/wiki/Agrikultur
Petani. (n.d.). Retrieved September 27, 2011, Irom id.wikipedia.org:
http://id.wikipedia.org/wiki/Petani
Produk domestik -ruto. (n.d.). Retrieved September 27, 2011, Irom
id.wikipedia.org:
http://id.wikipedia.org/wiki/Produkdomestikbruto#PerkembanganPDBI
ndonesia
Sugiarto. (2008). Analisis Pendapatan, Pola Konsumsi dan Kesejahteraan Petani
Padi pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi di Pedesaan. inamika
Pem-angunan Pertanian dan Pertanian. Tantangan dan Peluang Bagi
Peningkatan Kesefahteraan Petani , 13.
Syahza, A., & Khaswarina, S. (2007). Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
dan Kesejahteraan Petani di Daerah Riau. 10.
Wesly RudolI, D. (2011, Juli 09). #endahnya Pendapatan Petani Picu Konversi
ahan . Retrieved september 27, 2011, Irom www.mediaindonesia.com:
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/07/19/243381/4/2/Rendahnya-
Pendapatan-Petani-Picu-Konversi-Lahan

Anda mungkin juga menyukai