Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS KADAR HEMOGLOBIN DARAH PADA BURUH WANITA DI PERUSAHAAN MAKANAN BEKU (COLD STORAGE) PT X BELAWAN

Halinda Sari Lubis, Evawany Aritonang


Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

Abstract Iron deficiency anemia is a problem under nutrition in Indonesia and woman laborer are community that have high risk to that deficiency because low iron consumption in their food everyday. Many researches proved that anemia in woman laborer have low productivity than in non anemia laborer. This research aim to analysis hemoglobin blood level to 40 woman laborer in food cold storage company in Belawan with cross sectional study. Data consists of: laborer characteristic (age, and income), and anemia status that analysis in descriptive. Analysis of anemia status has been done with take vena blood by laboratory analyst and analysis of HB level with cyanmethemoglobin method in Local Health Laboratory, Health Department in Medan. This research showed that 57% woman laborer have normal nutritional status (IMT: 18-25); 25% have under nutrition (IMT: < 18); 12.5% have over nutrition (IMT: 25-27); and 5% in obese (IMT: > 27). Beside that 42.5% woman laborer in anemia condition (Hb level < 12 gr/dl) and 57.5% did not have anemia (Hb level 12 gr/dl). This research recommend to the company to give extra food to their laborers regularly in order to increase their energy and iron consumption. It will be hope to prevent anemia that could be reduce productivity. Another recommendation from this survey is to do analysis (measurement) Hb level regularly so that will be suggestion to take curative action and preventive action in anemia to the woman laborers. Keywords: Woman laborer, anemia, hemoglobin blood level, nutritional status

PENDAHULUAN Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Sebagian besar anemia di Indonesia disebabkan oleh kekurangan zat besi. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal. Anemia yang disebabkan kekurangan zat besi disebut dengan anemia gizi besi oleh karena zat besi adalah salah satu unsur gizi yang merupakan komponen pembentuk Hb atau sel darah merah. Kelompok masyarakat yang rawan terkena anemia adalah bayi, balita, remaja, wanita usia subur, ibu hamil, dan ibu menyusui. Di Indonesia prevalensi anemia pada kelompok umur ini relative besar yaitu berkisar 40-57% (Depkes, 2003). Kurangnya konsumsi zat besi pada masyarakat Indonesia disebabkan lebih banyak mengkonsumsi makanan nabati yang lebih rendah kandungan zat besinya daripada makanan hewani yang tinggi kandungan zat besi, sehingga sangat beresiko terhadap terjadinya anemia. Keadaan ini diakibatkan kemampuan ekonomi yang rendah. Pangan nabati relative lebih murah dibandingkan pangan hewani.

Dampak anemia pada anak-anak dapat menyebabkan rendahnya kemampuan belajar, menghambat pertumbuhan fisik, dan meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun. Sedangkan pada wanita, anemia ini dapat mengakibatkan rendahnya produktivitas kerja, turunnya kebugaran, dan turunnya daya tahan tubuh sehingga mudah sakit. Buruh wanita merupakan kelompok masyarakat yang sangat berisiko terhadap terjadinya anemia karena konsumsi zat besi yang rendah dalam pola makannya sehari-hari. Riset yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Departemen Tenaga Kerja dan Kantor Menteri Urusan Peranan Wanita mengungkapkan bahwa sekitar 50% dari 25 juta pekerja wanita di Indonesia menderita anemia gizi besi yang disebabkan konsumsi makanan bergizi yang rendah karena upah yang mereka terima masih rendah. Anemia pada pekerja wanita ini dapat menurunkan produktivitas kerja mereka karena berbagai penelitian telah membuktikan bahwa pada pekerja yang anemia mempunyai produktivitas kerja yang lebih rendah dibandingkan pekerja yang tidak anemia.

58
Universitas Sumatera Utara

Halinda Sari Lubis dan Evawany Aritonang

JURNAL PENELITIAN REKAYASA


Volume 1, Nomor 2 Desember 2008

Berdasarkan masih tingginya prevalensi anemia pada pekerja wanita, pemerintah merekomendasikan agar perusahaan memberikan vitamin dan obat cacing pada pekerjanya. Rekomendasi ini dituangkan dalam SKB (Surat Keputusan Bersama) antar tiga instansi yaitu Departemen Kesehatan, Departemen Tenaga Kerja dan Kantor Menteri Urusan Peranan Wanita. Perusahaan penanganan makanan beku di Belawan merupakan salah satu perusahaan yang banyak mempekerjakan wanita. Penanganan makanan beku meliputi pembersihan ikan, penyortiran, dan pengepakan yang dilakukan pada ruangan dingin (100C). Kondisi yang dingin ini membutuhkan kalori yang tinggi untuk mengantisipasi suhu tubuh sehingga menuntut konsumsi pangan yang cukup kalori. Rendahnya konsumsi pangan akan beresiko terhadap banyaknya kasus gizi kurang dan gizi buruk pada pekerja dan resiko terjadinya anemia. Selain itu juga dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan. Hal ini semuanya berdampak terhadap penurunan produktivitas kerja buruh wanita sehingga merugikan bagi perusahaan. Survey awal yang dilakukan pada perusahaan makanan beku ini menemukan bahwa banyak pekerja wanita yang mengalami keluhan pusing, pucat, menggigil, tangan dan kaki kaku, serta lemas. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah untuk mengetahui status anemia hampir tidak pernah dilakukan oleh perusahaan terhadap tenaga kerjanya. Hal ini juga dijumpai pada perusahaan penanganan makanan beku di Belawan yang banyak mempekerjakan wanita yang tidak pernah melakukan pemeriksaan kadar Hb. Disisi lain perusahaan selalu menuntut produktivitas tinggi dari tenaga kerjanya. Adanya pemeriksaan kadar hemoglobin untuk deteksi anemia merupakan hal yang sangat penting bagi buruh wanita ini agar dapat mengambil tindakan yang tepat agar keadaan anemia ini tidak menimbulkan dampak yang lebih buruk lagi bagi pekerja maupun bagi perusahaan. Perumusan Masalah Pemeriksaan kadar hemoglobin darah pada tenaga kerja wanita tidak pernah dilakukan sehingga dapat dianalisis sebagai factor penyebab banyaknya prevalensi gizi kurang ataupun gizi buruk serta keluhan sakit yang terjadi pada tenaga kerja wanita di Perusahaan Makanan Beku (Cold Storage) PT X Belawan.

Tinjauan Pustaka Anemia adalah kekurangan kadar hemoglobin dalam darah yang disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan Hb tersebut. Di Indonesia sebagian besar anemia disebabkan karena kekurangan zat besi (Fe) sehingga disebut anemia gizi besi (Saidin. M, dkk, 2003). Stoltzfus, R.J (2003) menyatakan anemia gizi besi juga dapat terjadi karena: 1. Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah makanan yang berasal dari hewani (seperti ikan, daging, hati, ayam) Makanan nabati (dari tumbuh-tumbuhan) seperti sayuran hijau tua yang walaupun kaya akan zat besi namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan baik oleh usus. 2. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi Pada masa pertumbuhan seperti anak-anak dan remaja kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat tajam. Pada masa hamil kebutuhan zat besi meningkat karena zat besi diperlukan untuk pertumbuhan janin serta untuk kebutuhan ibu sendiri. Pada penderita penyakit menahun seperti TBC. 3. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh. Perdarahan atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia. Hal ini terjadi pada penderita: Kecacingan terutama cacing tambang. Infeksi cacing tambang menyebabkan perdarahan pada dinding usus, mesekipun sedikit tetapi terjadi terus menerus yang mengakibatkan hilangnya darah atau zat besi. Malaria pada penderita anemia giz besi dapat memperberat keadaan anemianya. Kehilangan darah pada waktu haid berarti mengeluarkan zat besi yang ada dalam darah. Sumarmo I., dkk (1996) menyatakan bahwa pada umumnya wanita dan remaja putri sering menderita anemia yang disebabkan: 1) Pada umumnya masyarakat Indonesia lebih banyak mengkonsumsi makanan nabati dibandingkan hewani sehingga masih banyak yang menderita anemia. 2) Wanita lebih jarang mengkonsumsi makanan hewani dan sering melakukan diit pengurangan makan karena ingin langsing. 59
Universitas Sumatera Utara

Halinda Sari Lubis dan Evawany Aritonang

JURNAL PENELITIAN REKAYASA


Volume 1, Nomor 2 Desember 2008

3) Mengalami haid setiap bulan sehingga membutuhkan zat besi dua kali lebih banyak daripada pria. Oleh karena itu wanita cenderung menderita anemia dibandingkan dengan pria. Tanda-tanda anemia (WHO, 1996): Lesu, lemah, letih, lelah, lalai (5 L) Sering mengeluh pusing dan mata berkunangkunang Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat. Walter, T (2003) mengemukakan dampak anemia pada berbagai kelompok usia yaitu: Anak-anak: Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar Menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan otak Meningkatkan resiko menderita penyakit infeksi karena daya tahan tubuh menurun. Wanita: Anemia akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit. Menurunkan produktivitas kerja Menurunkan kebugaran Remaja putri: Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal Menurunkan kemampuan fisik olahragawati Mengakibatkan muka pucat Ibu hamil: Menimbulkan perdarahan sebelum atau saat persalinan Meningkatkan resiko melahirkan Bayi dengan Berat Lahir Rendah (< 2,5 Kg) Pada anemia berat bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan atau bayinya Cara Mencegah dan Mengobati Anemia (Yip and Dalman, 1996): 1. Meningkatkan konsumsi makanan bergizi Konsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan hewani (daging, ikan, ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayuran berwarna hijau tua, kacang-kacangan, tempe) Konsumsi sayuran dan buah yang banyak mengandung vitamin C (daun katuk, daun 60

singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk dan nanas) sangat bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus. 2. Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum Tablet Tambah Darah (TTD). 3. Mengobati penyakit yang menyebabkan atau memperberat anemia seperti kecacingan, malaria dan penyakit TBC. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui dan menganalisis kadar hemoglobin darah pada buruh wanita di perusahaan makanan beku (cold storage) sebagai deteksi kejadian anemia (status anemia) yang menimbulkan dampak terhadap berbagai keluhan sakit dan status gizi. 2. Manfaat Penelitian: Memberikan informasi status anemia buruh wanita pada perusahaan sehingga perusahaan dapat menindak lanjuti dalam upaya perbaikan status gizi pekerja, penanganan keluhan sakit dan peningkatan produktivitas kerja. Pada pemerintah khususnya Departemen Kesehatan memberikan informasi status anemia yang terjadi pada buruh wanita sehingga dapat menindak lanjuti dalam program-progam perbaikan status gizi masyarakat.

METODE PENELITIAN 1. Lokasi: Perusahaan penanganan makanan beku (cold storage) di Belawan kota Medan dengan alasan: Belum pernah dilakukan pemeriksaan kadar Hb pada pekerja. Adanya keluhan menggigil, kurang koordinasi, pucat, kulit dingin pada beberapa pekerja Pekerja terpapar suhu dingin 50C 100C 7 jam setiap hari dengan 6 hari kerja dalam 1 minggu 2. Jenis Penelitian: survey dengan desain cross sectional study. 3. Populasi: adalah seluruh pekerja yang bekerja di bagian cold storage yaitu 40 orang. Sampel: total sampel yaitu direncanakan 40 orang dengan criteria inklusi bersedia

Universitas Sumatera Utara

Halinda Sari Lubis dan Evawany Aritonang

JURNAL PENELITIAN REKAYASA


Volume 1, Nomor 2 Desember 2008

melakukan pengambilan pemeriksaan kadar Hb.

darah

untuk

153,7 cm dengan tinggi badan minimum adalah 145 cm dan tinggi badan maksimum adalah 163 cm.
Tabel 1. Karakteristik Pekerja
Karakteristik 1. 2. 3. Umur (tahun) Berat Badan (kg) Tinggi Badan (cm) Ratarata 25,4 51,7 153,7 Minimum 18 38 145 Maksimum 48 72 163

4. Metoda Pengumpulan Data 1. Jenis Data Data dalam penelitian ada 2 yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti dengan mengukur ataupun observasi langsung. Data primer terdiri dari: karakteristik pekerja (umur, jenis kelamin, pendapatan), keluhan sakit, dan status anemia pekerja. Data sekunder merupakan data yang diambil dengan mengutip dari institusi lain yaitu Perusahaan Cold Storage. Data sekunder terdiri dari jumlah pekerja, jenis kegiatan, dan informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. 2. Cara Pengumpulan Data Karakteristik pekerja dan keluhan sakit dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Sedangkan penilaian status anemia dilakukan dengan pengambilan darah dan analisa kadar HB menggunakan metode cyanmethemoglobin. Pengambilan darah dilakukan oleh Laboran dan analisis kadar Hb dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Departemen Kesehatan di Medan. 5. Analisa Data Data yang dikumpulkan distribusi frekuensi dan deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Pekerja Berdasarkan karakteristik pekerja diketahui bahwa 36 orang (90%) pekerja berada pada usia reproduksi sehat yaitu 20-35 tahun. Sedangkan 3 orang (7,5%) berusia 38 tahun dan 1 orang (2,5%) berusia 48 tahun. Pada usia reproduksi sehat ini wanita sangat berisiko anemia karena adanya siklus haid setiap bulan ataupun adanya kehamilan dan menyusui sehingga kadar Hb menjadi hal yang sangat penting diperhatikan untuk mencegah dampak buruk akibat anemia tersebut. Usia pekerja wanita yang paling muda dalam penelitian ini adalah 18 tahun dan usia pekerja wanita yang paling tua adalah 48 tahun. Selain itu rata-rata berat badan pekerja wanita adalah 51,7 kg dengan berat badan minimum adalah 38 kg dan berat badan maksimum adalah 72 kg. Tinggi badan rata-rata pekerja wanita adalah disajikan dianalisa dalam secara

2. Status Gizi Pekerja Indeks massa tubuh (IMT) merupakan indicator status gizi pada orang dewasa yang diukur dengan rumus rasio berat badan (kg) dengan tinggi badan (m)2 yang dibagi atas status gizi kurang, status gizi normal (baik), status gizi lebih, dan status gizi obesitas. Pada Tabel 2 terlihat status gizi pekerja berdasarkan IMT.
Tabel 2. Status Gizi Pekerja Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
No. 1. 2. 3. 4. Status Gizi berdasar IMT Kurang (IMT: < 18) Baik (IMT: 18-25) Lebih (IMT: 26-27) Obes (IMT: > 27) Total N 10 23 5 2 40 % 25,0 57,5 12,5 5,0 100

3. Status Anemia berdasarkan Kadar Hb Kadar Hb (hemoglobin) merupakan indicator status anemia dimana bila kadar Hb < 12 gr/dl dikatakan dengan anemia sebaliknya bila kadar Hb 12 gr/dl dikatakan tidak anemia. Dalam penelitian ini bila dilihat berdasarkan rata-rata Hb maka tidak ada satu orangpun pekerja wanita yang mengalami anemia. Rata-rata kadar Hb pekerja wanita adalah 12,3 gr/dl. Sedangkan bila dilihat distribusi kadar Hb dengan ambang batas 12 gr/dl maka akan terlihat jumlah pekerja wanita yang anemia dan jumlah pekerja wanita yang tidak anemia yang terlihat pada Tabel 3. Kadar Hb minimum dalam penelitian ini adalah 10,1 gr/dl dan kadar maksimum adalah 14,6 gr/dl.
Tabel 3. Distribusi Pekerja Kadar Hb
No 1. 2. Status Anemia berdasar Kadar Hb Anemia (Hb: < 12 gr/dl) Tidak Anemia (Hb: 12 gr/dl) Total

Wanita
N 17 23 40

Berdasarkan
% 42,5 57,5 100

Dari Tabel 3 terlihat bahwa prevalensi anemia pada pekerja wanita dalam penelitian ini cukup tinggi yaitu 42,5%. Prevalensi anemia dalam penelitian ini sama seperti apa yang dikemukakan 61
Universitas Sumatera Utara

Halinda Sari Lubis dan Evawany Aritonang

JURNAL PENELITIAN REKAYASA


Volume 1, Nomor 2 Desember 2008

oleh Departemen Kesehatan yaitu bahwa di Indonesia prevalensi anemia berkisar 40-57% (Depkes, 2003). Beberapa studi yang meneliti prevalensi wanita pada wanita juga menemukan tingginya prevalensi anemia seperti studi Dijkhuizen et al (2001) di Bogor menemukan 52% ibu menyusui anemia. Studi Aritonang. E (2007) juga menemukan 33,9% ibu menyusui di Bogor mengalami anemia. Selain itu riset yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Departemen Tenaga Kerja dan Kantor Menteri Urusan Peranan Wanita mengungkapkan bahwa sekitar 50% dari 25 juta pekerja wanita di Indonesia menderita anemia gizi besi yang disebabkan konsumsi makanan bergizi yang rendah karena upah yang mereka terima masih rendah. Anemia pada pekerja wanita ini dapat menurunkan produktivitas kerja mereka karena berbagai penelitian telah membuktikan bahwa pada pekerja yang anemia mempunyai produktivitas kerja yang lebih rendah dibandingkan pekerja yang tidak anemia (Karyadi, 1989; Suhardjo, 1993). Dalam penelitian ini terlihat bahwa terjadinya kejadian anemia pada pekerja wanita ini disebabkan karena konsumsi zat besi yang kurang. Meskipun tidak dilakukan analisis zat besi dari konsumsi pangan namun berdasarkan pengamatan terhadap pola makan pekerja wanita tersebut pada saat penelitian terlihat bahwa konsumsi pangan mereka sangat rendah kandungan zat besinya. Pada saat buruh wanita istirahat makan siang peneliti melihat bahwa hampir seluruhnya pekerja mengkonsumsi nasi dengan lauk pauk seadanya bahkan cenderung sangat minim seperti tahu, tempe, ikan asin, ataupun ikan basah tetapi ukuran kecil. Bekal nasi untuk makan siang tersebut mereka bawa dari rumah. Minimnya lauk pauk yang dikonsumsi dikarenakan keberadaan ekonomi pekerja wanita tersebut yang rendah sehingga dengan keadaan harga-harga makanan saat ini yang mahal membuat pemenuhan konsumsi pangan yang layak ataupun cukup kandungan zat besi menjadi sangat sukar untuk diwujudkan.
Status Anemia berdasar Kadar Hb Kurang (IMT: < 18) N % 10 58,82 5 15 21,74 37,50

Pangan dengan kandungan zat besi tinggi umumnya berasal dari pangan hewani yang harganya lebih mahal dibanding pangan nabati. Pada tenaga kerja wanita yang berisiko tinggi terhadap anemia disebabkan masih dalam usia reproduksi dan setiap bulan mengalami haid, maka dengan pendapatan yang rendah tidak dapat memenuhi kecukupan besi dari konsumsi pangan. Selain itu kondisi pekerjaan tenaga kerja wanita di ruangan cold storage dalam penelitian ini menuntut asupan energi yang tinggi. Suhu di tempat kerja tenaga kerja adalah 100 C. Berdasarkan wawancara diketahui bahwa tenaga kerja banyak yang mengalami kekakuan tangan dan kaki saat bekerja dikarenakan udara dingin di ruangan cold storage tersebut, demam, bahkan pusing dan mual. Adanya keluhan-keluhan yang disampaikan merupakan gejala-gejala anemia. Gejala-gejala anemia tersebut dapat mengurangi kecepatan dalam bekerja bahkan dapat mengakibatkan kecelakaan dalam bekerja yang dapat membahayakan keselamatan jiwa pekerja tersebut. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan kerugian bukan saja pada pihak perusahaan karena berkurangnya produktivitas pekerja bahkan juga bagi pekerja itu sendiri. Berkurangnya produktivitas pekerja pada beberapa perusahaan dapat berdampak pada pengurangan upah kerja bahkan dapat memberhentikan pekerja dari perusahaan. Salah satu upaya untuk mencegah anemia pada pekerja adalah dengan memberikan makanan tambahan pada pekerja terutama makanan dengan kandungan besi tinggi. Perusahaan cold storage dalam penelitian ini ada juga memberi makanan tambahan pada pekerjanya tetapi tidak rutin. Tidak dapat dipastikan pada periode kapan pekerja mendapat makanan tambahan tersebut. Wawancara terhadap pekerja wanita menyatakan bahwa sepertinya terserah perusahaan saja kapan memberi makanan tambahan. Dalam periode satu tahun yang lalu pekerja wanita hanya mendapat makanan tambahan hanya 3 kali dengan jenis makanan tambahan adalah susu dan kacang hijau.

Tabel 4. Tabulasi Silang Status Anemia Berdasarkan Indeks Massa Tubuh


Status Gizi berdasar Indeks Massa Tubuh Baik Lebih Obes (IMT: 18-25) (IMT: 26-27) (IMT: > 27) N % N % N % 6 35,29 1 5,88 0 0,0 14 20 60,87 50,0 3 4 13,04 10,0 1 1 4,35 2,50 Total N 17 23 40 % 100 100 100

Anemia (Hb: < 12 gr/dl) Tidak Anemia (Hb: 12 gr/dl) Total

Tabulasi silang status anemia dengan indeks massa tubuh menunjukkan bahwa 29% pekerja wanita yang anemia mempunyai status gizi kurang 62

meskipun pekerja wanita yang anemia ada juga yang mempunyai status gizi baik yaitu 35% dan 6% berstatus gizi lebih. Sebaliknya pada pekerja yang

Universitas Sumatera Utara

Halinda Sari Lubis dan Evawany Aritonang

JURNAL PENELITIAN REKAYASA


Volume 1, Nomor 2 Desember 2008

tidak anemia, 21% mempunyai status gizi kurang, 60% berstatus gizi baik, 13% berstatus gizi lebih, dan 4% berstatus gizi obes. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja yang anemia lebih banyak mempunyai status gizi kurang yaitu 58,8%, sebaliknya pada pekerja yang tidak anemia hanya 21,7% yang mempunyai status gizi kurang bahkan 4,35% mempunyai status gizi obes. Ukuran fisik yang terlihat dari berat badan dan tinggi badan memang merupakan dampak konsumsi gizi tetapi lebih kepada konsumsi energi. Sedangkan anemia merupakan dampak kurangnya konsumsi zat besi. Meskipun kondisi ukuran tubuh bukan factor mutlak terhadap kejadian anemia, akan tetapi dapat berdampak terhadap penurunan berat badan bila anemia tersebut dibarengi dengan timbulnya rasa sakit seperti demam, pusing, dan infeksi lainnya yang menurunkan selera makan yang akhirnya berdampak terhadap penurunan asupan makan. 4. Keluhan Sakit yang Dialami Pekerja Wanita Keluhan sakit merupakan rasa sakit yang bisa terjadi karena kondisi pekerjaan tertentu ataupun karena keadaan kesehatan yang kurang baik. Kondisi pekerjaan yang dingin menuntut asupan kalori yang tinggi untuk menghasilkan panas tubuh sehingga dapat mentralisir suhu dingin. Selain itu kesehatan yang kurang baik yang diakibatkan kurangnya konsumsi pangan mengakibatkan tubuh tidak dapat bekerja optimal terutama konsumsi pangan yang kurang asupan zat besi berdampak terhadap kondisi tubuh yang lemah tak bertenaga. Tabel 5 menunjukkan berbagai keluhan sakit yang dialami pekerja wanita pada keadaan satu minggu terakhir pada saat penelitian.
Tabel 5. Distribusi Pekerja Keluhan Sakit
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Keluhan Sakit Lemas Menggigil Pucat Tangan dan Kaki Kaku Pusing Demam

Wanita

Berdasarkan
N 17 23 12 27 30 10 % 42,5 57,5 30,0 67,5 75,0 25,0

kaku, menggigil, dan lemas. Sebaliknya keluhan sakit yang paling sedikit dialami pekerja wanita adalah demam. Berdasarkan distribusi keluhan sakit yang dialami pekerja wanita terlihat bahwa seorang pekerja wanita tidak hanya mempunyai satu keluhan sakit saja, akan tetapi dapat mengalami dua atau lebih keluhan sakit. Keluhan sakit yang dialami oleh pekerja wanita ini sebagian besar merupakan dampak anemia gizi besi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan tabulasi silang status anemia dengan banyaknya keluhan sakit diketahui bahwa pekerja wanita yang mempunyai kadar Hb < 12 (anemia) cenderung banyak mengalami keluhan sakit. Sebaliknya pada pekerja wanita yang tidak anemia kebanyakan tidak mempunyai keluhan sakit. Hal ini berarti anemia yang diderita pekerja wanita merupakan penyebab dari keluhan sakit yang dialami pekerja wanita tersebut selama ini. Salah satu peran zat besi dalam metabolisme tubuh adalah meningkatkan imunitas dan resistensi terhadap infeksi. Anemia akan berdampak terhadap mekanisme yang mengatur suplai oksigen ke jaringan yaitu ekstraksi oksigen dari hemoglobin oleh jaringan dan redistribusi aliran darah ke berbagai organ penting. Pada pekerja yang mengalami keluhan pusing dan lemas disebabkan defisiensi besi yang mengakibatkan kerusakan produksi energi oksidatif dalam otot skeletal yang menunjukkan berkurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas dengan lama, berkurangnya oksidasi glukosa secara efisien dan tingginya penggunaan jalur glukogenik dimana laktat dari otot diubah menjadi glukosa dalam hati (Yip and Dallman, 1996). Pada pekerja yang mempunyai keluhan menggigil, tangan dan kaki kaku hal ini berkaitan dengan terganggunya fungsi pengaturan suhu tubuh. Defisiensi zat besi akan mengakibatkan berkurangnya sekresi TSH (Thyroid Stimulating Hormon) dan hormone tiroid sehingga terganggunya (rusaknya) produksi panas yang terlihat sebagai hasil dari anemia.

Dari Tabel 5 terlihat bahwa keluhan sakit yang paling banyak dialami oleh pekerja wanita adalah pusing. Setelah itu adalah tangan dan kaki

Tabel 6. Tabulasi Silang Status Anemia berdasarkan Keluhan Sakit


Status Anemia berdasar Kadar Hb Tidak Ada Banyaknya Keluhan Sakit Satu Keluhan Dua Keluhan Tiga Total

63
Universitas Sumatera Utara

Halinda Sari Lubis dan Evawany Aritonang

JURNAL PENELITIAN REKAYASA


Volume 1, Nomor 2 Desember 2008

Anemia (Hb: < 12 gr/dl) Tidak Anemia (Hb: 12 gr/dl)

N 2

Keluhan % 11,76 73,91

N 5 4

% 29,41 17,39

N 7 2

% 41,17 8,69

N 3 0

Keluhan % 17,65 0

N 17 23

% 100 100

17

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan 1. Pekerja yang anemia lebih banyak mempunyai status gizi kurang (58,8%) dibanding pekerja yang tidak anemia mempunyai status gizi kurang 21,7%. 2. Lebih banyak pekerja yang tidak anemia mempunyai status gizi baik (60,87%) dibanding pekerja anemia yang hanya mempunyai status gizi baik 35%. 3. Pekerja yang anemia lebih banyak mempunyai keluhan sakit baik satu keluhan atau lebih dibanding pekerja yang tidak anemia. 4. 57,% pekerja wanita mempunyai status gizi baik (IMT: 18-25); 25% mempunyai status kurang (IMT: < 18); 12,5% mempunyai status gizi lebih (IMT: 25-27); dan 5% mempunyai status gizi obes (IMT: > 27). 5. 42,5% pekerja wanita mengalami anemia (kadar Hb < 12 gr/dl) dan 57,5% pekerja wanita tidak mengalami anemia (kadar Hb 12 gr/dl). 2. Saran Terhadap Perusahaan 1. Memberikan makanan tambahan bagi pekerja secara teratur sebagai upaya peningkatan konsumsi pangan terutama pangan dengan kebutuhan energi dan zat besi yang bertujuan untuk memenuhi kecukupan gizi pekerja sehingga bisa menghindari kejadian anemia yang akan menurunkan produktivitas kerja pada akhirnya. 2. Pemeriksaan status anemia secara berkala sebagai pemantauan kejadian anemia sehingga dapat mengambil upaya-upaya pengobatan dan pencegahan kejadian anemia pada pekerja Terhadap Pekerja 1. Memakai pakaian yang tebal ketika bekerja di ruangan dengan suhu dingin (cold storage) untuk mencegah efek dingin yang dapat menimbulkan gangguan dalam pekerjaan ataupun gangguan kesehatan yang pada akhirnya dapat menurunkan produktivitas kerja.

2. Mengupayakan pemilihan makanan-makanan dengan kandungan zat besi tinggi secara tepat sesuai dengan kemampuan dana yang ada. Terhadap Kebijakan Gizi dan Kesehatan 1. Adanya program pemberian tablet besi, pemberian makanan tambahan pada pekerja dalam upaya penanggulangan kejadian anemia ataupun dalam rangka penurunan prevalensi anemia di Indonesia. 2. Dilakukannya pemeriksaan kadar hemoglobin darah secara berkala sebagai data dasar prevalensi anemia maupun dalam upaya pencegahan dan penanggulangan anemia yang prevalensinya relative tinggi pada pekerja wanita di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA Aritonang. E. 2007. Pengaruh Pemberian Mie Instan Fortifikasi pada Ibu Menyusui terhadap Kadar Zink dan Besi ASI serta Pertumbuhan Linier Bayi. Disertasi tidak dipublikasikan. Institute Pertanian Bogor Departemen Kesehatan RI. 2000. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. Jakarta Departemen Kesehatan RI. 2003. Gizi dalam Angka. Jakarta Dinas Kesehatan Kota Medan. 2006. Profil Dinas Kesehatan Kota Medan Saidin. M, Yusuf. M, Moecherdiyantingsih, Sukati, dan Komala. 2003. Efektivitas Fortifikasi Mie Instan dengan Zat Besi dan Vitamin A terhadap Peningkatan Kadar Hb dan Feritin Serum Ibu Hamil. Penelitian Gizi dan Makanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi. Bogor Seksi Pangan dan Gizi Kota Medan. 2006. Evaluasi dan Kegiatan Seksi Pangan dan Gizi Kota Medan Tahun 2005 Stoltzfus, R.J. 2003. Iron Deficiency: Global Prevalence and Consequences. Food and Nutrition Bulletin Supplement Vol 24 No 4,

64
Universitas Sumatera Utara

Halinda Sari Lubis dan Evawany Aritonang

JURNAL PENELITIAN REKAYASA


Volume 1, Nomor 2 Desember 2008

2003 Supplement: Proceedings of The Colloqium Unlocking The Potential of The Worlds Children through Sustainable Fortification and Public Private Partnership Cincinnati, Ohio, USA 10-11 October 2002 Walter Thomas. 2003. Effect of Iron Deficiency Anemia on Cognitive Skills and Neuromaturation in Infancy and Childhood.

Food and Nutrition Bulletin 2004 Vol 24 Supplement. United Nation University World Health Organization (WHO). 1996. Trace Elements in Human Health and Nutrition. Geneva. Yip and Dalman. 1996. Present Knowledge in Nutrition. Editors Ekhard, Ziegler, and Filerh. Seventh Edition. ILSI Press. Washington, DC

65
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai