Anda di halaman 1dari 13

NYERI NEUROPATI

I. PENDAHULUAN
Nyeri seperti dideIinisikan oleh International Association Ior Study oI Pain (IASP),
adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan
jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan
tersebut. Dari deIinisi tersebut, nyeri terdiri atas dua komponen utama, yaitu komponen
sensorik (Iisik) dan emosional (psikogenik). Nyeri bisa bervariasi berdasarkan: waktu dan
lamaya berlangsung (transien, intermiten, atau persisten), intensitas (ringan, sedang dan
berat), kualitas (tajam, tumpul, dan terbakar), penjalarannya (superIisial, dalam, lokal atau
diIus). Di samping itu nyeri pada umumnya memiliki komponen kognitiI dan emosional yang
digambarkan sebagai penderitaan. Selain itu nyeri juga dihubungkan dengan reIleks motorik
menghindar dan gangguan otonom yang oleh WoolI (2004) disebut sebagai pengalaman
nyeri.(1-5)
Susunan saraI, baik di pusat atau tulang belakang dapat terjangkiti nyeri yang datang
dan pergi. Nyeri diinIormasikan oleh perujungan saraI yang disebut nosiseptor yang
memindai rangsangan gangguan pada tubuh. Dalam tubuh kita sendiri terdapat banyak
perujungan saraI tersebut, dan kesemua nosiseptor memiliki tugas yang berbeda. Misalnya,
merespon rasa terbakar, panas, teriris, inIeksi, perubahan struktur kimia, tekanan, dan sensasi
lainnya. Nosiseptor menyampaikan pesan ke serabut saraI kemudian meneruskan pesan pada
saraI tulang belakang dan otak pada hitungan kecepatan cahaya.(1-3)
Pesan nyeri yang diterima oleh otak dipilah menjadi dua jenis, pertama nyeri akut
yang umumnya disebabkan oleh trauma atau perlukaan yang disebabkan gangguan Iisik.
Sementara nyeri kronis dapat disebabkan oleh gangguan dalam sistem persaraIan itu sendiri.
Sehingga meski pesan telah diteruskan ke otak, namun penyebab gangguan pada persaraIan
tak mudah untuk diketahui sebagai sumber nyeri. Nyeri kronis ini dapat pula berasal sebagai
tambahan nyeri yang dipicu oleh keberadaaan penyakit utama seperti pada diabetes.(4,6)
Saat ini nyeri tidak lagi dianggap sebagai suatu gejala tetapi merupakan suatu
penyakit atau sebagai suatu proses yang sedang merusak sehingga dibutuhkan suatu
penanganan dini dan agresiI. Proses nyeri merupakan suatu proses Iisiologik yang bersiIat
protektiI untuk menyelamatkan diri menghadapi stimulus noksious.(4,6)
Secara patologik nyeri dikelompokkan pada nyeri adaptiI atau nyeri nosiseptiI, atau
nyeri akut dan nyeri maladaptiI sebagai nyeri kronik juga disebut sebagai nyeri neuropatik
serta nyeri psikologik atau nyeri idiopatik. Nyeri akut atau nosiseptiI yang diakibatkan oleh
kerusakan jaringan, merupakan salah satu sinyal untuk mempercepat perbaikan dari jaringan
yang rusak. Sedangkan nyeri neuropatik disebut sebagai nyeri Iungsional merupakan proses
sensorik abnormal yang disebut juga sebagai gangguan sistem alarm. Nyeri idiopatik yang
tidak berhubungan dengan patologi baik neuropatik maupun nosiseptiI dan memunculkan
gejala gangguan psikologik memenuhi somatoIorm seperti stres, depresi, ansietas dan
sebagainya.(1,2)
Nyeri neuropatik yang dideIinisikan sebagai nyeri akibat lesi jaringan saraI baik
periIer maupun sentral bisa diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti amputasi, toksis
(akibat khemoterapi) metabolik (diabetik neuropati) atau juga inIeksi misalnya herpes zoster
pada neuralgia pasca herpes dan lain-lain. Nyeri pada neuropatik bisa muncul spontan (tanpa
stimulus) maupun dengan stimulus atau juga kombinasi.(1,3)
Nyeri neuropatik juga disebut sebagai nyeri kronik berbeda dengan nyeri akut atau
nosiseptiI dalam hal etiologi, patoIisiologi, diagnosis dan terapi. Nyeri akut adalah nyeri yang
siIatnya selI-limiting dan dianggap sebagai proteksi biologik melalui signal nyeri pada proses
kerusakan jaringan. Nyeri pada tipe akut merupakan simptom akibat kerusakan jaringan itu
sendiri dan berlokasi disekitar kerusakan jaringan dan mempunyai eIek psikologis sangat
minimal dibanding dengan nyeri kronik. Nyeri ini dipicu oleh keberadaan neurotransmiter
sebagai reaksi stimulasi terhadap reseptor serabut alIa-delta dan C polimodal yang berlokasi
di kulit, tulang, jaringan ikat otot dan organ visera. Stimulus ini bisa berupa mekhanik, kimia
dan termis, demikian juga inIeksi dan tumor. Reaksi stimulus ini berakibat pada sekresi
neurotransmiter seperti prostaglandin, histamin, serotonin, substansi P, juga somatostatin
(SS), cholecystokinin (CCK), vasoactive intestinal peptide (VIP), calcitoningenen-related
peptide (CGRP) dan lain sebagainya. Nyeri neuropatik adalah non-selI-limiting dan nyeri
yang dialami bukan bersiIat sebagai protektiI biologis namun adalah nyeri yang berlangsung
dalam proses patologi penyakit itu sendiri. Nyeri bisa bertahan beberapa lama yakni bulan
sampai tahun sesudah cedera sembuh sehingga juga berdampak luas dalam strategi
pengobatan termasuk terapi gangguan psikologik.(1,3)

II. EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi nyeri neuropatik belum cukup banyak dipelajari, sebagian besar karena
keragaman dari kondisi nyeri ini. Estimasi saat ini, nyeri neuropatik mungkin menyerang 3
dari populasi umum.

Dari 6000 sampel keluarga yang tinggal di tiga kota di Inggris,
didapatkan prevalensi nyeri kronis adalah 48 dan prevalensi nyeri neuropatik adalah 8.
Responden dengan nyeri neuropatik kronis lebih banyak perempuan, dengan usia yang cukup
tua, belum menikah, tidak memiliki kualiIikasi pendidikan, dan merupakan perokok.
3, 4

Menurut Bennet (1978) dan Tollison (1998), di Amerika Serikat terdapat kira-kira 75-
8 juta penderita nyeri kronik, dengan 25 juta diantaranya penderita artrirtis. Diperkirakan ada
600.000 penderita artritis baru setiap tahunnya. Jumlah penderita nyeri neuropatik lebih
kurang 1 dari total penduduk di luar nyeri punggung bawah. Untuk nyeri punggung bawah
sendiri diperkirakan 15 dari jumlah penduduk (Fordyce, 1995). Insidensi maupun
prevalensi nyeri akut belum diketahui, tetapi diperkirakan operasi dan trauma penyebab
utama nyeri akut (Loeser and Melzack, 1999; McQuay and Moore, 1999).(3,4,7)

III. ETIOLOGI
Nyeri neuropatik dapat terjadi akibat lesi di susunan saraI pusat (nyeri sentral) atau
kerusakan saraI periIer (nyeri periIer). Nyeri neuropatik berasal dari saraI periIer di
sepanjang perjalanannya atau dari SSP karena gangguan Iungsi, tanpa melibatkan eksitasi
reseptor nyeri spesiIik (nosiseptor). Gangguan ini dapat disebabkan oleh kompresi, transeksi,
inIiltrasi, iskemik, dan gangguan metabolik pada badan sel neuron.
5, 6

Nyeri sentral neuropatik adalah suatu konsep yang berkembang akibat bertambahnya
bukti bahwa kerusakan ujung-ujung saraI nosiseptiI periIer di jaringan lunak, pleksus saraI,
dan saraI itu sendiri juga dapat menyebabkan nyeri sentral nosiseptiI melalui proses sensitasi.
Sindrom nyeri thalamus adalah salah satu nyeri neuropatik sentral. Nyeri sentral neuropatik
juga dapat ditemukan pada pasien post-strok, multiple sklerosis,

spinal cord infury, dan
penyakit Parkinson.
5, 6, 7

Nyeri neuropatik periIer terjadi akibat kerusakan saraI periIer. Kerusakan yang
berasal dari periIer menyebabkan tidak saja pelepasan muatan spontan serat saraI periIer yang
terkena tetapi juga lepasnya muatan spontan sel-sel ganglion akar dorsal saraI yang rusak.
Contoh-contoh sindrom yang mungkin dijumpai adalah neuralgia pascaherpes, neuropati
diabetes, neuralgia trigeminus, kausalgi, phantom-limb pain, kompresi akibat tumor, dan post
operasi.
5, 7

Nyeri neuropatik juga dapat dihubungkan dengan penyakit inIeksi, yang paling sering
adalah HIV. Cytomegalovirus, yang sering ada pada penderita HIV, juga dapat menyebabkan
low back pain, radicular pain, dan mielopati. Nyeri neuropatik adalah hal yang paling sering
dan penting dalam morbiditas pasien kanker. Nyeri pada pasien kanker dapat timbul dari
kompresi tumor pada jaringan saraI atau kerusakan sistem saraI karena radiasi atau
kemoterapi.
8

Penyebab nyeri neuropatik yang paling sering : (3-5)
Nyeri neuropatik periIer
Poliradikuloneuropati demielinasi inIlamasi akut dan kronik
Polineuropati alkoholik
Polineuropati oleh karena kemoterapi
Sindrom nyeri regional kompleks (complex regional pain syndrome)
Neuropati jebakan (misalnya, carpal tunnel syndrome)
Neuropati sensoris oleh karena HIV
Neuralgia iatrogenik (misalnya, nyeri post mastektomi atau nyeri post thorakotomi)
Neuropati sensoris idiopatik
Kompresi atau inIiltrasi saraI oleh tumor
Neuropati oleh karena deIisiensi nutrisional
Neuropati diabetik
Phnatom limb pain
Neuralgia post herpetik
Pleksopati post radiasi
Radikulopati (servikal, thorakal, atau lumbosakral)
Neuropati oleh karena paparan toksik
Neuralgia trigeminus (Tic Doulorex)
Neuralgia post traumatik
Nyeri neuropatik sentral
Mielopati kompresiI dengan stenosis spinalis
Mielopati HIV
Multiple sclerosis
Penyakit Parkinson
Mielopati post iskemik
Mielopati post radiasi
Nyeri post stroke
Nyeri post trauma korda spinalis
Siringomielia

IV. KLASIFIKASI
KlasiIikasi nyeri neuropati terbagi menjadi 2, yakni berdasarkan penyakit yang
mendahului dan letak anatomisnya, dan berdasarkan gejala.
Berdasarkan penyakit yang mendahului dan letak anatomisnya, nyeri neuropati
terbagi menjadi :(6,8)
O PeriIer, dapat diakibatkan oleh neuropati, nueralgia pasca herpes zoster, trauma
susunan saraI pusat, radikulopati, neoplasma, dan lain-lain
O Medula spinalis, dapat diakibatkan oleh multiple sclerosis, trauma medula spinalis,
O neoplasma, arakhnoiditis, dan lain-lain
O Otak, dapat diakibatkan oleh stroke, siringomielia, neoplasma, dan lain-lain

Berdasarkan gejala, nyeri neuropati terbagi menjadi :
O Nyeri spontan (independent pain)
O Nyeri oleh karena stimulus (evoked pain)
O Gabungan antara keduanya.

V. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mendasari munculnya nyeri neuropati adalah: sensitisasi periIer,
ectopic discharge, sprouting, sensitisasi sentral, dan disinhibisi. Perubahan ekspresi dan
distribusi saluran ion natrium dan kalium terjadi setelah cedera saraI, dan meningkatkan
eksitabilitas membran, sehingga muncul aktivitas ektopik yang bertanggung jawab terhadap
munculnya nyeri neuropatik spontan (WoolI, 2004).(1,4,6)
Kerusakan jaringan dapat berupa rangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor
disebut nyeri inIlamasi akut atau nyeri nosiseptiI, atau terjadi di jaringan saraI, baik serabut
saraI pusat maupun periIer disebut nyeri neuropatik. Trauma atau lesi di jaringan akan
direspon oleh nosiseptor dengan mengeluarkan berbagai mediator inIlamasi, seperti
bradikinin, prostaglandin, histamin, dan sebagainya. Mediator inIlamasi dapat mengaktivasi
nosiseptor yang menyebabkan munculnya nyeri spontan, atau membuat nosiseptor lebih
sensitiI (sensitasi) secara langsung maupun tidak langsung. Sensitasi nosiseptor menyebabkan
munculnya hiperalgesia. Trauma atau lesi serabut saraI di periIer atau sentral dapat memacu
terjadinya remodelling atau hipereksibilitas membran sel. Di bagian proksimal lesi yang
masih berhubungan dengan badan sel dalam beberapa jam atau hari, tumbuh tunas-tunas baru
(sprouting). Tunas-tunas baru ini, ada yang tumbuh dan mencapai organ target, sedangkan
sebagian lainnya tidak mencapai organ target dan membentuk semacam pentolan yang
disebut neuroma. Pada neuroma terjadi akumulasi berbagai ion-channel, terutama Na
channel. Akumulasi Na channel menyebabkan munculnya ectopic pacemaker. Di samping
ion channel juga terlihat adanya molekul-molekul transducer dan reseptor baru yang
semuanya dapat menyebabkan terjadinya ectopic discharge, abnormal mechanosensitivity,
thermosensitivity, dan chemosensitivity (Devor and Seltzer, 1990). Ectopic discharge dan
sensitisasi dari berbagai reseptor (mechanical, termal, chemical) dapat menyebabkan
timbulnya nyeri spontan dan evoked pain.(1,4,6)
Lesi jaringan mungkin berlangsung singkat, dan bila lesi sembuh nyeri akan hilang.
Akan tetapi, lesi yang berlanjut menyebabkan neuron-neuron di kornu dorsalis dibanjiri
potensial aksi yang mungkin mengakibatkan terjadinya sensisitasi neuron-neuron tersebut.
Sensitisasi neuron di kornu dorsalis menjadi penyebab timbulnya alodinia dan hiperalgesia
sekunder. Dari keterangan di atas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa nyeri timbul
karena aktivasi dan sensitisasi sistem nosiseptiI baik periIer maupun sentral. (1,4,6)
Baik nyeri neuropatik periIer maupun sentral berawal dari sensitisasi neuron sebagai
stimulus noksious melalui jaras nyeri sampai ke sentral. Bagian dari jaras ini dimulai dari
kornu dorsalis, traktus spinotalamikus (struktur somatik) dan kolum dorsalis (untuk viseral),
sampai talamus sensomotorik, limbik, korteks preIrontal dan korteks insula. Karakteristik
sensitisasi neuron bergantung pada: meningkatnya aktivitas neuron; rendahnya ambang batas
stimulus terhadap aktivitas neuron itu sendiri misalnya terhadap stimulus yang nonnoksious,
dan luasnya penyebaran areal yang mengandung reseptor yang mengakibatkan peningkatan
letupan-letupan dari berbagai neuron. Sensitisasi ini pada umumnya berasosiasi dengan
terjadinya denervasi jaringan saraI akibat lesi ditambah dengan stimulasi yang terus menerus
dan inpuls aIeren baik yang berasal dari periIer maupun sentral dan juga bergantung pada
aktivasi kanal ion di akson yang berkaitan dengan reseptor AMPA/kainat dan NMDA.
Sejalan dengan berkembangnya penelitian secara molekuler maka ditemukan beberapa
kebersamaan antara nyeri neuropatik dengan epilepsi dalam hal patologinya tentang
keterlibatan reseptor misalnya NMDA dan AMPA dan plastisitas disinapsis, immediate early
gene changes. Yang berbeda hanyalah dalam hal burst discharge secara paroksismal pada
epilepsi sementara pada neuropatik yang terjadi adalah ectopic discharge. Nyeri neuropatik
muncul akibat proses patologi yang berlangsung berupa perubahan sensitisasi baik periIer
maupun sentral yang berdampak pada Iungsi sistem inhibitorik serta gangguan interaksi
antara somatik dan simpatetik. Keadaan ini memberikan gambaran umum berupa alodinia
dan hiperalgesia. Permasalahan pada nyeri neuropatik adalah menyangkut terapi yang
berkaitan dengan kerusakan neuron dan siIatnya ireversibel. Pada umumnya hal ini terjadi
akibat proses apoptosis yang dipicu baik melalui modulasi intrinsik kalsium di neuron sendiri
maupun akibat proses inIlamasi sebagai Iaktor ekstrinsik. Kejadian inilah yang mendasari
konsep nyeri kronik yang ireversibel pada sistem saraI. Atas dasar ini jugalah maka nyeri
neuropatik harus secepat mungkin di terapi untuk menghindari proses mengarah ke plastisitas
sebagai nyeri kronik. Neuron sensorik nosiseptiI berakhir pada bagian lamina paling
superIisial dari medula spinalis. Sebaliknya, serabut sensorik dengan ambang rendah (raba,
tekanan, vibrasi, dan gerakan sendi) berakhir pada lapisan yang dalam. Penelitian
eksperimental pada tikus menunjukkan adanya perubahan Iisik sirkuit ini setelah cedera pada
saraI. Pada beberapa minggu setelah cedera, terjadi pertumbuhan baru atau sprouting aIIreen
dengan non noksious ke daerah-daerah akhiran nosiseptor. Sampai saat ini belum diketahui
benar apakah hal yang serupa juga terjadi pada pasien dengan nyeri neuropati. Hal ini
menjelaskan mengapa banyak kasus nyeri intraktabel terhadap terapi. Rasa nyeri akibat
sentuhan ringan pada pasien nyeri neuropati disebabkan oleh karena respon sentral abnormal
serabut sensorik non noksious. Reaksi sentral yang abnormal ini dapat disebabkan oleh Iaktor
sensitisasi sentral, reorganisasi struktural, dan hilangnya inhibisi (WoolI, 2004). (1,4,6)
Nyeri neuropati merupakan nyeri yang dikarenakan adanya lesi pada sistem saraI
periIer maupun pusat. Nyeri ini bersiIat kronik dan mengakibatkan penurunan kualitas hidup
penderita. Nyeri neuropati melibatkan gangguan neuronal Iungsional dimana saraI periIer
atau sentral terlibat dan menimbulkan nyeri khas bersiIat epikritik (tajam dan menyetrum) yg
ditimbulkan oleh serabut Ao yg rusak, atau protopatik seperti disestesia, rasa terbakar,
parestesia dengan lokalisasi tak jelas yang disebabkan oleh serabut C yang abnormal. Gejala-
gejala ini biasa disertai dengan deIisit neurologik atau gangguan Iungsi lokal. (1,4,6)
Umumnya, lesi saraI tepi maupun sentral berakibat hilangnya Iungsi seluruh atau
sebagian sistim saraI tersebut, ini sering disebut sebagai gejala negatiI. Akan tetapi, pada
bagian kecil penderita dengan lesi saraI tepi, seperti pada penderita stroke, akan menunjukkan
gejala positiI yang berupa disestesia, parestesia atau nyeri. Nyeri yang terjadi akibat lesi
sistem saraI ini dinamakan nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang didahuluhi
atau disebabkan oleh lesi atau disIungsi primer pada sistem saraI. (1,4,6)
Iskemia, keracunan zat tonik, inIeksi dan gangguan metabolik dapat menyebabkan
lesi serabut saraI aIeren. Lesi tersebut dapat mengubah Iungsi neuron sensorik yang dalam
keadaan normal dipertahankan secara aktiI oleh keseimbangan antara neuron dengan
lingkungannya. Gangguan yang terjadi dapat berupa gangguan keseimbangan neuron
sensorik, melalui perubahan molekular, sehingga aktivitas serabut saraI aIeren menjadi
abnormal (mekanisme periIer) yang selanjutnya menyebabkan gangguan nosiseptik sentral.
(1,4,6)
Pada nyeri inIlamasi maupun nyeri neuropatik sudah jelas keterlibatan reseptor
NMDA dalam proses sensitisasi sentral yang menimbulkan gejala hiperalgesia terutama
sekunder dan alodinia. Akan tetapi di klinik ada perbedaaan dalam terapi untuk kedua jenis
nyeri inIlamasi sedangkan untuk nyeri neuropatik obat tersebut kurang eIektiI. Banyak teori
telah dikembangkan untuk menerangkan perbedaan tersebut. (1,4,6)
Prinsip terjadinya nyeri adalah gangguan keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi
akibat kerusakan jaringan (inIlamasi) atau sistem saraI (neuropatik). Eksitasi meningkat pada
kedua jenis nyeri tersebut pada neyeri neuropatik dari beberapa keterangan sebelumnya telah
diketahui bahwa inhibisi menurun yang sering disebut dengan istilah disinhibisi. Disinhibisi
dapat disebabkan oleh penurunan reseptor opioid di neuron kornu dorsalis terutama di
presinap serabut C. (1,4,6)

VI. DIAGNOSIS
Penatalaksanaan yang sistematik bergantung kepada diagnosis yang tepat. Diagnosis
dari nyeri neuropatik mengutamakan anamnesis riwayat penyakit yang tepat dan pemeriksaan
Iisis yang sesuai alat diagnostik seperti DN4 atau LANSS scoring mungkin berguna,
karakteristik dari nyeri neuropatik dapat dimasukkan dalam beberapa kriteria yakni:
1. Spontan (stimulus yang tidak berrgantung Iaktor dari luar)
a. Sensasi terbakar
b. Intermiten
c. Nyeri seperti disengat listrik
d. Hipostesia atau anastesia (Kurang atau tidak dapat merasakan terhadap rangsang
normal
e. Disestesia (Abnormal dan sensasi tidak menyenangkan)
I. Parastesia (Abnormal dan bukan sensasi yang tidak menyenangkan)
2. Nyeri yang dipicu oleh rangsang dari luar
a. Hiperalgesia (Respon yang meningkat untuk rangsang nyeri yang normal)
b. Allodinia (Nyeri terhadap rangsang yang pada orang normal tidak menimbulkan
nyeri)
c. Dinamis yang dipicu oleh sentuhan
d. Statis yang dipicu oleh tekanan
e. Allodinia dingin (nyeri yang dipicu oleh rangsang yang dingin)
12,13

Neuropati, hal yang mendasar pada nyeri neuropatik periIer, dapat bersiIat Iokal,
multiIokal atau distribusi yang diIuse, yang bersiIat Iokal dapat berasal dari saraI, akar saraI
atau kadang-kadang dari plexus. Adakalanya, nyeri neuropatik sentral (medula spinalis
maupun otak) juga dapat menyebabkan nyeri yang bersiIat Iokal. Di negara berkembang,
kebanyakan kasus yang dijumpai adalah demyelisasi. Neuralgia atau yang berasal dari radiks
saraI cenderung untuk mengikuti distribusi dari dermatom dan memiliki ciri tertentu dari
distribusinya, distribusi nyeri bagaimanapun juga, tidak selalu merupakan indikator dalam
menunjukkan asal dari nyeri tersebut. Distribusi dari parestesia dapat menjadi indikator yang
eIektiI dalam menunjukkan asal dari suatu lesi nyeri neuropatik
13


VII. DIAGNOSIS BANDING
1. Diabetic Peripheral Aeuropathy (DPA) diklasiIikasikan sebagai akut atau kronik,
DPN akut merupakan kondisi yang jarang dan dapat mempengaruhi tungkai bagian bawah
dan penyakit ini menyusahkan dan adakalanya menyebabkan ketidakmampuan pada
penderita. Kondisi akut ini terjadi oleh karena kontrol glukosa darah yang kurang baik atau
perbaikan kontrol yang cepat. DPN kronik dideIinisikan sebagai gejala yang telah tejadi
minimal 6 bulan.
8

DPN telah digunakan untuk menggambarkan besarnya penyebaran dan sindrom
neuropatik Iokal yang menyebabkan kerusakan dari serat saraI autonom dan somatik periIer.
Sindrom ini temasuk bagian distal, polineuropatik sensorimotorik yang simetris, neuropatik
autonom, neuropatik motorik tungkai bagian proksimal yang simetris (amyotrophy),
neuropatik kranial, radikulopatik, neuropatik entrapment, dan neuropatik motorik tungkai
yang asimetris. Gejala pada pasien dengan polineuropatik sensorimotorik simetris mungkin
digambarkan sebagai salah satu yang negatiI ( kehilangan rasa) atau positiI (rasa nyeri
terbakar atau kelemahan otot). Kehilangan serat kecil yang tak bermielin pada pasien ini
mungkin mempengaruhi untuk terjadinya cedera atau ulkus pada kaki. Pasien dengan DPN
mungkin juga mengalami carpal tunnel syndrome atau meralgia paresthetica dan atau rasa
nyeri yang tersebar pada saraI lateral femoral cutaneus. Gejala dari DPN mungkin akan
memburuk pada malam hari, dan akan menggangu tidur pasien yang menyebabkan rasa lelah,
mudah marah, dan disIungsi otot wajah.
8

Diagnosis klinik pada DPN, terutama sekali pada pasien dengan polineuropatik
sensorimotorik mungkin akan sulit, karena gejala yang ada sangat bervariasi, mulai dari nyeri
yang tidak ada dengan penyakit yang mungkin digambarkan hanya oleh ulkus kaki yang tidak
berasa sampai nyeri yang sangat berat. Tanda dan gejala sensori dari DPN sering kali muncul
daripada gejala motorik. Akan tetapi belakangan terakhir mungkin terdapat penurunan reIleks
pergelangan kaki (chilles) dan atau sedikit kelemahan otot bagian distal.
8

. Post Herpetic Aeuralgia merupakan nyeri yang menetap untuk jangka waktu yang
lama setelah muncul ruam pada penyakit herpes zoster. Meskipun deIinisi yang ada
bervariasi, merican cademy of Neurology memberikan deIinisi PHN adalah rasa nyeri
yang menetap lebih dari 3 bulan setelah penyembuhan ruam pada penyakit herpes zoster.
Etiologi dari PHN belum diketahui secara pasti, akan tetapi, pada pasien dengan PHN telah
mengalami kerusakan dari saraI sensori, dorsal root ganglia (DRG), dan kornu posterior
spinalis. Diperkirakan telah terjadi penyebaran partikel-partikel dari virus di tempat-tempat
ini setelah tereaktivasi dan ini disertai oleh inIlamasi, repon imun, perdarahan, dan kerusakan
pada saraI sensori periIer dan prosesnya. Diketahui juga bahwa inIeksi VZV ini dapat
menyerang korda spinalis dan SSP disertai pembuluh darah menyebabkan gejala neurologik
yang meluas.
8

Gejala akut herpes zoster secara khas timbul dengan gejala prodromal selama 3-4 hari
dan mungkin terdapat hyperesthesia, paresthesias, dan atau burning dysesthesias dan gatal
sepanjang dermatom yang terinIeksi. Rasa nyeri merupakan alasan tersering yang dirasakan
pasien hingga mencari pengobatan. Rasa nyeri ini seringkali digambarkan seperti rasa
terbakar atau rasa tersengat dan umumnya berat. Dermatom yang seringkali terkena adalah
bagian toraks, tetapi dapat juga terjadi pada dermatom lain. Nervus trigeminus bagian
ophtalmicus adalah saraI kranialis yang sering terkena pada pasien inIeksi ini. Pada
kebanyakan pasien, gejala akut ini akan membaik sendiri setelah ruam yang timbul
mengalami penyembuhan. Tetapi sebagian kecil pasien (terutama pada usia lanjut),
berkembang menjadi gejala-gejala PHN.
8

Pasien dengan PHN mungkin datang dengan gejala yang mirip nyeri neuropatik.
Gejala ini dirasakan sebagai nyeri yang terus menerus yang muncul dengan adanya stimulus
dari luar, dimana pasien mungkin merasakannya sering kali pada malam hari atau ketika
perhatian pasien tidak terIokus pada suatu aktivitas. Pasien dengan PHN juga merasakan
nyeri pada sentuhan yang ringan, walaupun hanya dengan pakaian (allodynia). Beberapa
pasien dengan PHN mungkin juga mengeluhkan nyeri lancinating (nyeri hebat karena
sentakan yang cepat). Gejala motorik dan autonom jarang ditemukan PHN, tetapi ada kalanya
pada pasien dapat muncul nyeri tulang atau nyeri pleura atau neurogenic bladder or rectum
setelah inIeksi herpes zoster.
8


VIII. PENATALAKSANAAN
Banyak jenis obat obat yang telah digunakan dalam mengobati nyeri neuropatik,
termasuk diantaranya antiepilepsi spektrum luas (AEDs), misalnya karbamazepin, Ienitoin,
okskarbazepin, gabapentin, pregabalin, lamotrigin, penobarbital, Ienitoin, topiramate, dan
valproic bekerja dengan mengurangi loncatan listrik pada neuron melalui blokade dari
voltage dependent sodium dan kalsium channel. Obat lainnya (mis, penobarbital, tiagabine,
topiramate, vigabatrine, valproat) bekerja dengan meningkatkan inhibisi neurotransmitter
atau secara langsung turut campur dalam transmisi eksitatorik.
14

Obat-obatan yang banyak digunakan sebagai terapi nyeri neuropati adalah anti
depresan trisiklik dan anti konvulsan karbamasepin.
W Anti depresan
Dari berbagai jenis anti depresan, yang paling sering digunakan untuk terapi nyeri
neuropati adalah golongan trisiklik, seperti amitriptilin, imipramin, maprotilin, desipramin.
Mekanisme kerja anti depresan trisiklik (TCA) terutama mampu memodulasi transmisi dari
serotonin dan norepineIrin (NE). Anti depresan trisiklik menghambat pengambilan kembali
serotonin (5-HT) dan noradrenalin oleh reseptor presineptik. Disamping itu, anti depresan
trisiklik juga menurunkan jumlah reseptor 5-HT (autoreseptor), sehingga secara keseluruhan
mampu meningkatkan konsentrasi 5-HT dicelah sinaptik. Hambatan reuptake norepineIrin
juga meningkatkan konsentrasi norepineIrin dicelah sinaptik. Peningkatan konsentrasi
norepineIrin dicelah sinaptik menyebabkan penurunan jumlah reseptor adrenalin beta yang
akan mengurangi aktivitas adenilsiklasi. Penurunan aktivitas adenilsiklasi ini akan
mengurangi siklik adenosum monoIosIat dan mengurangi pembukaan Si-Na. Penurunan Si-
Na yang membuka berarti depolarisasi menurun dan nyeri berkurang.(4,6-9)
W Anti konvulsan
Anti konvulsan merupakan gabungan berbagai macam obat yang dimasukkan
kedalam satu golongan yang mempunyai kemampuan untuk menekan kepekaan abnormal
dari neuron-neuron di sistem saraI sentral. Seperti diketahui nyeri neuropati timbul karena
adanya aktiIitas abnormal dari sistem saraI. Nyeri neuropati dipicu oleh hipereksitabilitas
sistem saraI sentral yang dapat menyebabkan nyeri spontan dan paroksismal. Reseptor
NMDA dalam inIluks Ca2 sangat berperan dalam proses kejadian wind-up pada nyeri
neuropati. Prinsip pengobatan nyeri neuropati adalah penghentian proses hiperaktivitas
terutama dengan blok Si-Na atau pencegahan sensitisasi sentral dan peningkatan inhibisi.
(4,6-9)
o Karbamasepin dan Okskarbasepin
Mekanisme kerja utama adalah memblok voltage-sensitive sodium channels (VSSC).
EIek ini mampu mengurangi cetusan dengan Irekuensi tinggi dari neuron. Okskarbasepin
merupakan anti konvulsan yang struktur kimianya mirip karbamasepin maupun amitriptilin.
Dari berbagai uji coba klinik, pengobatan dengan okskarbasepin pada berbagai jenis nyeri
neuropati menunjukkan hasil yang memuaskan, sama, atau sedikit diatas karbamazepin,
hanya saja okskarbasepin mempunyai eIek samping yang minimal.
o Lamotrigin
Merupakan anti konvulsan baru untuk stabilisasi membran melalui VSCC, merubah
atau mengurangi pelepasan glutamat maupun aspartat dari neuron presinaptik, meningkatkan
konsentrasi GABA di otak. Khusus untuk nyeri neuropati penderita HIV, digunakan
lamotrigin sampai dosis 300 mg perhari. Hasilnya, eIektivitas lamotrigin lebih baik dari
plasebo, tetapi 11 dari 20 penderita dilakukan penghentian obat karena eIek samping. EIek
samping utama lamotrigin adalah skin rash, terutama bila dosis ditingkatkan dengan cepat.
o Duloxetine
Duloxetine diindikasikan untuk penanganan nyeri neuropatik yang berhubungan
dengan dpn, walaupun mekanisme kerjanya dalam mengurangi nyeri belum sepenuhnya
dipahami. Hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuannya untuk meningkatkan
aktivitas norepinephrin dan 5-HT pada sistem saraI pusat, duloxetine umumnya dapat
ditoleransi dengan baik, dosis yang dianjurkan yaitu duloxetine diberikan sekali sehari
dengan dosis 60 mg, walaupun pada dosis 120 mg/hari menunjukkan keamanan dan
keeIektiIannya, tapi tidak ada bukti yang nyata bahwa dosis yang lebih dari 60 mg/hari
memiliki keuntungan yang signiIikan, dan pada dosis yang lebih tinggi kurang dapat
ditoleransi dengan baik
o Gabapentin
Akhir-akhir ini, penggunaan gabapentin untuk nyeri neuropati cukup populer
mengingat eIek yang cukup baik dengan eIek samping minimal. Khusus mengenai
gabapentin, telah banyak publikasi mengenai obat ini diantaranya untuk nyeri neuropati
diabetika, nyeri pasca herpes, nyeri neuropati sehubungan dengan inIeksi HIV, nyeri
neuropati sehubungan dengan kanker dan nyeri neuropati deaIIerentasi. Gabapentin cukup
eIektiI dalam mengurangi intensitas nyeri pada nyeri neuropati yang disebabkan oleh
neuropati diabetik, neuralgia pasca herpes, sklerosis multipel dan lainnya. Dalochio,
Nicholson mengatakan bahwa gabapentin dapat digunakan sebagai terapi berbagai jenis
neuropati sesuai denngan kemampuan gabapentin yang dapat masuk kedalam sel untuk
berinteraksi dengan reseptor u2 yang merupakan subunit dari Ca2-channel.
Gabapentine diindikasikan untuk penanganan PHN pada orang dewasa, molekulnya
secara struktural berhubungan dengan neurotransmitter gamma-amino butyric acid, namun
gabapentin tidak berinteraksi secara signiIikan dengan neurotransmitter yang lainnya,
walaupun mekanisme kerja gabapentin dalam mengurangi nyeri pada PHN belum dipahami
dengan baik, namun salah satu sumber menyebutkan bahwa gabapentin mengikat reseptor u
2
o
subunit dari voltage-activated calsium channels, pengikatan ini menyebabkan pengurangan
inIluks ca
2
ke dalam ujung saraI dan mengurangi pelepasan neurotransmitter, termasuk
glutamat dan norepinephrin.
14

Pada orang dewasa yang menderita PHN, terapi gabapentin dimulai dengan dosis
tunggal 300 mg pada hari pertama, 600 mg pada hari kedua (dibagi dalam dua dosis), dan 900
mg pada hari yang ketiga(dibagi dalam 3 dosis). Dosis ini dapat dititrasi sesuai kebutuhan
untuk mengurangi nyeri sampai dosis maksimum 1800 hingga 3600 mg(dibagi dalam 3
dosis). Pada penderita gangguan Iungsi ginjal dan usia lanjut dosisnya dikurangi.
14

Pregabalin
Pregabalin diindikasikan pada penanganan nyeri neuropatik untuk DPN dan juga PHN.
Mekanisme kerja dari pregabalin sejauh ini belum dimengerti, namun diyakini sama dengan
gabapentin. Pregabalin mengikat reseptor u
2
o subunits dari voltage activated calsium
channels, memblok ca
2
masuk pada ujung saraI dan mengurangi pelepasan neurotransmitter.
Pada penderita DPN yang nyeri, dosis maksimum yang direkomendasikan dari pregabalin
adalah 100 mg tiga kali sehari (300mg/hari). Pada pasien dengan creatinin clearance _ 60
ml/min, dosis seharusnya mulai pada 50 mg tiga kali sehari (150mg/hari) dan dapat
ditingkatkan hingga 300mg/hari dalam 1 minggu berdasarkan keampuhan dan daya toleransi
dari penderita. Dosis pregabalin sebaiknya diatur pada pasien dengan gangguan Iungsi ginjal.
Pada penderita PHN, dosis yang direkomendasikan dari pregabalin adalah 75 hingga 150 mg
2 kali sehari atau 50 hingga 100 mg 3 kali sehari (150-300 mg/hari). Pada pasien dengan
creatinin clearance _ 60 ml/min, dosis mulai pada 75 mg 2 kali sehari, atau 50 mg 3 kali
sehari (150 mg/hari) dan dapat ditingkatkan hingga 300 mg/hari dalam 1 minggu
berdasarkan keampuhan dan daya toleransi penderita, jika nyerinya tidak berkurang pada
dosis 300 mg/hari, pregabalin dapat ditingkatkan hingga 600 mg/hari.
14

Anda mungkin juga menyukai