Pada hasil praktikum diketahui bahwa kadar FFA pada pengujian awal
sebesar 0.14. Nilai FFA ini merupakan nilai yang sesuai dengan standard di literature
yaitu 0,4-1,00 FFA. Nilai FFA ini dilakukan seperti pengukuran bilangan iod.
Semakin kecil persen FFA yang dihasilkan maka semakin sedikit kandungan asam
lemak bebas dalam minyak tersebut. Yang mempengaruhi tinggi rendahnya asam
lemak bebas yang terkandung dalam minyak adalah banyaknya asam lemak yang
terhidrolisis pada saat proses pembuatan minyak ataupun akibat reaksi dalam minyak
itu sendiri.
Kadar FFA untuk minyak jagung bekas penggorengan tahu menunjukkan nilai
0.23 dan pada penggorengan kerupuk nilai FFA sebesar 0.1 . Kadar FFA yang
meningkat pada minyak bekas penggorengan tahu menunjukkan tingginya kerusakan
akibat proses hidrolisis yang meningkatnya kadar FFA. ilihat dari bentuk Iisiknya,
tahu merupakan bahan pangan yang mengandung kadar air yang cukup tinggi, adanya
kandungan air yang tinggi ini bereaksi dengan minyak melalui proses hidrolisis yang
menyebabkan kerusakan minyak yang meningkatkan kadar asam lemak bebas
(FFA). Pada penggorengan krupuk tingkat hidrolisis yang terjadi rendah karena
krupuk memiliki kadar air yang relatiI rendah sehingga kemungkinan terjadinya
proses hidrolisis kecil.
Bilangan peroksida menunjukkan derajat kerusakan pada minyak atau lemak.
Hal ini diakibatkan oleh adanya asam lemak tidak jenuh yang mengikat oksigen pada
ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Penentuan bilangan peroksida
berdasarkan reaksi antara alkali iodide dalam larutan asam dengan ikatan peroksida.
Pada praktikum ini penambahan KI dilakukan untuk menentukan bilangan peroksida
berdasarkan reaksi antara alkali iodide dalam larutan asam dengan ikatan peroksida.
Iod yang dibebaskan pada reaksi ini dititrasi dengan natrium thiosulIat (Na2S2O3).
Berdasarkan praktikum, bilangan peroksida pada minyak jagung di pengujian
awal sebelum penggorengan sebesar 9.9. Jumlah bilangan peroksida pada minyak
bekas penggorengan tahu sejumlah 48 dan pada minyak bekas penggorengan krupuk
sebesar 16.19. Jumlah bilangan peroksida ini meningkat baik pada minyak bekas
penggorengan tahu maupun pada minyak bekas penggorengan krupuk. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat oksidasi terjadi baik pada penggorengan dengan bahan
yang mempunyai kadar air tinggi maupun pada bahan yang mempunyai kadar air
rendah.
inyak pada bekas penggorengan krupuk memiliki bilangan peroksida yang
tinggi karena banyaknya proses oksidasi pada saat penggorengan krupuk. Krupuk
memiliki kadar air yang sedikit sehingga terjadinya proses hidrolisis kecil akan tetapi
lebih banyak minyak yang bereaksi dengan oksigen membentuk peroksida. Peroksida
ini terbentuk karena pada saat penggorengan dengan keadaan tanpa tutup, oksigen
yang berada pada lingkungan mengikat asam lemak pada minyak yang dipanaskan,
sehingga oksigen memecah rantai ikatan rangkap pada asam lemak seperti asam
linoleat dan asam oleat yang terkandung pada minyak jagung yang mengakibatkan
terbentuknya peroksida pada rantai molekul asam lemak.
inyak jagung mengadung asam linoleat yang tinggi sejumlah 56 yang
memiliki siIat sangat reaktiI terhadap proses oksidasi yang potensial membentuk
bilangan peroksida yang cukup tinggi. Perulangan penggorengan pada minyak yang
sama mempengaruhi kadar peroksida yang terbentuk. Semakin banyak perulangan
penggorengan mengakibatkan semakin banyak ikatan rantai asam lemak yang
teroksidasi sehingga semakin meningkatkan kadar peroksida pada tahap pendinginan.