Anda di halaman 1dari 18

Alwan Al- Tafsir (Corak dan Karakter Tafsir) : Fiqih, Ilmi, Shufi Isyari,

Adabi dan Ijtima`


BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Al-Qur`an sebagai mukjizat terbesar dalam sejarah kerasulan telah terbukti mampu
menampakkan sisi kemukjizatannya yang luar biasa, bukan hanya eksistensinya yang tidak
pernah rapuh dan kalah oleh tantangan zaman, tetapi al-Qur`an selalu mampu membaca
setiap detik perkembangan zaman, sehingga membuat kitab suci yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad ini sangat absah menjadi reIerensi kehidupan umat manusia. Karena
menurut Rahman al-Qur`an merupakan sebuah dokumen untuk umat manusia sekaligus
sebagai petunjuk bagi umat manusia. Al-Qur`an bagi kaum muslimin adalah verbun dei
(kalamullah) yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad, Nabi yang ummi melalui perantara
Jibril selama kurang lebih dua puluh tiga tahun lamanya. Proses penurunan wahyu dalam
kurun waktu tersebut dilakukan dengan cara bertahap sesuai dengan kebutuhan sosial
masyarakat pada masa Nabi, sehingga terangkum menjadi 30 juz, 114 surat dan 6666 ayat.
Para pembaca al-Qur`an masih harus mampu melakukan kerja-kerja penaIsiran yang
maksimal untuk menemukan pesan ideal Allah di balik ayat al-Qur`an yang tersurat. Artinya,
tanpa ada upaya menemukan pesan tersebut, al-Qur`an hanya akan menjadi rangkaian ayat
yang terdiam, karena al-Qur`an yang berwujud mushaI dan tidak lebih dari kumpulan huruI-
huruI yang tidak akan mampu memberikan makna apa-apa, sebelum diajak berbicara. Hal ini
merupakan konsekwensi rasional dari asumsi bahwa al-Qur`an dalam pandangan kaum
hermeneutis merupakan teks diam dan tidak bisa berbicara dengan sendirinya, sementara
al-Qur`an dibutuhkan untuk bisa berbicara guna menjawab setiap perjalanan zaman.
1. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah bagaimana cara memahami alwan
al- taIsir (corak dan karakter taIsir) : Iiqih, ilmi, shuIi isyari, adabi dan ijtima`
1. Tujuan
Adapun tujuan pada makalah ini adalah untuk mengetahui alwan al- taIsir (corak dan
karakter taIsir) : Iiqih, ilmi, shuIi isyari, adabi dan ijtima`
BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Karakteristik Tafsir
Secara etimologis, istilah karakteristik taIsir merupakan susunan dua kata yang
terdiri dari kata; karakteristik dan taIsir. Istilah karakteristik diambil dari bahasa Inggris yakni
characteristic, yang artinya mengandung siIat khas. Ia mengungkapkan siIat-siIat yang khas
(wikipedia http,//karakterisasi / corak tafsir diaskes tanggal 20 april )
Dalam kamus lengkap psikologi karya Chaplin, dijelaskan bahwa karakteristik
merupakan sinonim dari kata karakter, watak, dan siIat yang memiliki pengertian di
antaranya: (wikipedia http,//karakterisasi / corak tafsir diaskes tanggal 20 april )
1. Suatu kualitas atau siIat yang tetap terus-menerus dan kekal yang dapat dijadikan cirri
untuk mengidentiIikasikan seorang pribadi, suatu objek, suatu kejadian.
2. Intergrasi atau sintese dari siIat-siIat individual dalam bentuk suatu untas atau
kesatuan.
3. Kepribadian seeorang, dipertimbangkan dari titik pandangan etis atau moral.
Jadi di antara pengertian-pengertian di atas sebagaimana yang telah dikemukakan
oleh Chaplin, dapat disimpulkan bahwa karakteristik itu adalah suatu siIat yang khas, yang
melekat pada seseorang atau suatu objek. Misalnya karakteristik taIsir artinya suatu siIat yang
khas yang terdapat dalam literature taIsir, seperti sistematika penulisan, sumber penaIsiran,
metode, corak penaIsiran dan lain sebainya.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan karakteristik taIsir adalah suatu siIat yang
melekat dan kekal yang dapat dijadikan cirri untuk mengidentiIikasi suatu penaIsiran.
Misalnya metode dan sumber penaIsiran, laun (corak) penaIsiran, sistematika, teknik
penaIsiran dan lain sebagainya. Namun istilah karakteristik sebuah taIsir dalam Ulum al-
Tafsir sering diidentiIikasikan lewat metode penaIsiran, teknik penaIsiran dan corak
pemikiran penaIsiran.
Pendapat Para Ulama Tentang Karakteristik Tafsir
Berbicara tentang karakteristik sebuah taIsir, di antara para ulama yang memiliki
bentuk pemetaan dan kategorisasi yang berbeda-beda. Ada yang menyusun bentuk
pemetaannya dengan tiga arah, yakni; pertama, metode (misalnya; metode ayat antar ayat,
ayat dengan hadits, ayat dengan kisah israiliyyat), kedua, teknik penyajian (misalnya; teknik
runtut dan topical), dan ketiga, pendekatan (misalnya; fiqhi, falsafi, shufi dan lain-lain)
(wikipedia http,//pendapat para ulama tentang corak tafsir).
Kemudian ada juga yang memetakannyaa dengan dua bagian. Pertama, komponen
eksternal yang terdiri dari dua bagian:
1. Jati diri al-Qur`an (sejarah al-Qur`an, sebab nu:ul, qiraat, nasikh mansukh,
munasabah, dan lain-lain).
2. Kepribadian muIassir (akidah yang benar, ikhlas, netral, sadar, dan lain-lain).
Selanjutnya bagian kedua, komponen internal, yaitu unsure-unsur yang terlibat
lansung dalam proses penaIsiran. Dalam hal ini, ada tiga unsure yang
digunakan yaitu: metode penaIsiran, corak penaIsiran, dan bentuk penaIsiran.
Karakteristik Tafsr Isyr dan Pandangan Ulama terhadapnya.
TaIsir shuIi sebut juga dengan taIsir Isyari yaitu penaIsiran orang-orang suIi terhadap
al-Qur`an yang bermula dari anggapan bahwa riyadhah (latihan) PenaIsiran ayat-ayat al-
Qur`an dimaksudkan untuk memberikan pemahaman terhadap kandungan ayat tersebut untuk
selanjutnya bisa dihayati dan diamalkan serta berujung pada kedekatan seorang hamba
dengan Tuhannya. Langkah-langkah tersebut mengisyaratkan betapa luas dan dalamnya ilmu-
ilmu Allah, sehingga sebagian kecil saja yang bisa disingkap dan dikuasai oleh hamba-
hamba-Nya. Dengan menguasai ilmu-ilmu Allah, maka seseorang akan sampai pada
kesempurnaan iman dan makriIat kepada-Nya (Journal Menimbang Tafsir Isyri oleh .
Dosen Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya).
Kalangan ulama berbeda pendapat mengenai taIsr Isyr. Sebagian mereka ada yang
mengakuinya dan sebagian yang lain menolaknya. Pada satu sisi, mereka memandang bahwa
menguasai taIsr Isyr merupakan bagian dari irfan, dan pada sisi yang lain mereka
memandangnya sebagai kesesatan dan penyimpangan dari syari`at Penerapan taIsr Isyr
diperagakan sejak zaman Rasulullah dan para sahabatnya. Dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhr dikisahkan, bahwa pada waktu setelah beberapa saat turun
surat al-Nashr, Umar bin Khaththab berkumpul dengan para sahabat, yang di dalamnya juga
terdapat Ibn Abbas yang ketika itu masih bocah (belia). Di antara yang kumpul tadi tidak ada
yang menaruh hormat kepadanya, karena dia masih bocah, kecuali Umar. Kemudian Umar
minta pendapat kepada seluruh yang hadir perihal Iirman Allah dalam surah al-Nashr Yang
Artinya: Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia
masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji
Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima
taubat (Journal Menimbang Tafsir Isyri oleh . Dosen Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel
Surabaya).
Dalam pendekatan suIistik terdapat dua pendekatan pemahan yang berbeda, yaitu
pendekatan suIistik nadzhary dan pendekatan suIistik amali. Secara sederhana pendekatan
suIistik nadzhary diartikan sebagai model penaIsiran yang menekankan pemaknaan kata
dengan melihat makna batin sebuah ayat, atau dapat pula diartikan sebagai usaha penaIsiran
yang dilakukan oleh para suIi yang melakukan justiIikasi al-Qur`an terhadap teori-teori
suIistik, seperti konsep tentang KhauI, mahabbah, ma`riIah, hulul dan wihdat al-wujud.
Sedangkan pendekatan suIistik amali adalah pendekatan yang dilakukan menggunakan
analisis suIistik atau menakwilkan ayat-ayat al-Qur`an (Journal Menimbang Tafsir Isyri
oleh . Dosen Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya).
4 Karakteristik 1afsir Al-Fasafi
TaIsir yang menggunakan analisis disiplin ilmu-ilmu IilsaIat. Al-Dzahabi ketika
mengomentari perihal tafsir falsafi antara lain menyatakan bahwa mnurut penyelidikannya
dalam banyak segi pembahasan-pembahasan IilsaIat bercampur dengan penaIsiran ayat-ayat
al-Qur`an. Di antara contohnya ia menyebutkan penaIsiran sebagian IilosoI yang
mengingkari kemungkinan miraf Nabi Muhammad Saw., dengan Iisik di samping ruhnya.
Mereka hanya meyakini kemungkinan miraf Nabi Muhammad Saw., hanya dengan ruh
tanpa jasad. Contoh kitab taIsirnya adalah Mafatih al-Ghayb karya Fakhr al-Din al-Razi.
Pada saat ilmu-ilmu agama dan sain mengalami kemajuan, kebudayaan-kebudayaan
Islam berkembang kepada gerakan penerjemahan buku-buku yang diterjemahkan kedalam
bahasa Arab. Hal ini pula yang membawa Islam kepada pengenalan terhadap IilsaIat terutama
dari buku-buku karangan Aristoteles dan Plato. FilsaIat dianggap sebagai hal baru yang dapat
mengeksplor pemikiran mereka dan oleh karena mereka sangat gandrung akan model
pemikiran semacam ini, maka dari sinilah mengapa sebagian orang Islam menaIsirkan al-
Qur`an dengan menggunakan pendekatan IilsaIat atau yang disebut dengan taIsir IalsaIi.
(Journal Menimbang Tafsir Al-falsafi oleh . Dosen Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel
Surabaya voll -34-79).
Yang dimaksud dengan taIsir IalsaIi dalam taIsir al-Mizan Ii taIsir al-Qur`an adalah
bagaimana para IilosoI membawa pikiran-pikiran IilsaIat dalam memahami ayat-ayat al-
Qur`an. Diantara tokohnya adalah Al-Farabi, Ibnu-Shina. Sedang Thaba` Thaba`i sendiri
memasukkan pembahasan IilsaIat sebagai tambahan dalam menerangkan suatu ayat atau
menolak teori IilsaIat yang bertentangan dengan al-Qur`an. Ia menggunakan pembahasan
IilsaIat hanya pada sebagian ayat saja
(http.//www.:iddu.com/download/10281685/tafsirfalsafi.rar.html )
Karakterisasi 1afsir Al-Adabi
TaIsir yang menitik beratkan penjelasan ayat-ayat al-Qur`an dari segi ketelitian
redaksi, kemudian menyusun kandungan ayat tersebut dengan penonjolan tujuan utama dari
tujuan al-Qur`an yaitu petunjuk dalam kehidupan dan mengadakan penjelasan ayat dengan
hukum yang berlaku.
Menurut M. Quraish shihab unsur pokok taIsir adabi adalah:
a. Menguraikan ketelitian redaksi ayat-ayat al-Qur`an
b. Mengurikan makna dan kandungan ayat-ayat al-Qur`an dengan susunan
kalimat yang indah
c. Aksentuasi yang menonjol pada tujuan utama diuraikan al-Qur`an
d. PenaIsiran ayat dikaitkan dengan sunatullah yang berlaku dalam masyarakat.
Contoh:
O TaIsir al-Manar karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridla
O TaIsir al-Qur`an olerh syeikh Ahmad MusthaIa al-Maraghi
O TaIsir al-Qur`an al-karim karya Mahmud Syaltut dan
O TaIsir al-Wadlih karya Muhammad Mahmud Hijazy

Kelebihan dari TaIsir Adabi adalah :
a. Membumikan Al-Qur`an dalam kehidupan
b. Menjadikan ajaran Al-Qur`an praktis dan pragmatis
c. Mendorong semangat obyektiIitas dan rasa persatuan
d. Membangkitkan dinamika umat Islam untuk membangun dunia yang lebih
cerah
Karakterisasi 1afsir Al -Ilmi
Menurut penelitian Tanthawi, tidak kurang dari 750 ayat Al Quran berbicara dan
rnendorong manusia ke arah kemajuan ilmu pengetahuan. Ia heran mengapa muIassir klasik
hanya mengkaji dan menekankan banyak hal tentang ilmu Iikih - yang tidak lebih dari 500
ayat shareh - dan lengah terhadap arahan Al Quran tentang ilmu tumbuh-tumbuhan, biologi,
ilmu hitung, Iisika, sosial dan seterusnya. Inilah salah satu hujjah mengapa Tanthawi
kemudian memunculkan satu corak taIsir dengan pendekatan ilmiah,
sebagaimana tertuang dalam mukaddimah taIsirnya (Jilid 1:3) (Wikipedia,http,// contoh tafsir
ilmi Apr 17, 07 2.38 PM ).
Menurut Jansen dalam Diskursus TaIsir al-Qur'an Modern (1977:72), model penaIsiran
Tanthawi cukup mempengaruhi sebagian besar masyarakat ketika itu, bahkan hingga kini,
terutama mereka yang bergerak di bidang ilmu alam, Iisika, biologi dsb. Tetapi ada saja
sekelompok orang yang justru menyerang pendapat-pendapat Tanthawi. 'Serangan-serangan
itu dijawabnya dengan senyum dan hujjah intelektual.
Karakterisasi Tafsir Fiqhi
adalah corak taIsir yang lebih menitik beratkan kepada pembahasan masalah-masalah
Iiqhiyyah dan cabang-cabangnya serta membahas perdebatan/perbedaan pendapat seputar
pendapat-pendapat imam madzhab. TaIsir Iiqhi ini juga dikenal dengan taIsir Ahkam, yaitu
taIsir yang lebih berorientasi kepada ayat-ayat hukum dalam al-Qur,an (ayat-ayat ahkam).
TaIsir Iiqhi lebih populer dengan sebutan taIsir ayat ahkam atau taIsir ahkam karena lebih
berorientasi pada ayat-ayat hukum dalam alqur`an. Orang yang pertama berhak menyandang
predikat muIassir adalah Rasulullah SAW., kemudian para shahabat, diantara mereka yang
paling terkenal adalah sepuluh orang yaitu ; empat khulaIaurrasyidin, Ibnu Mas`ud, Ibnu
Abbas, Ubay bin Ka`ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy`ari, dan Abdullah ibnu Zubair.
Baru setelah ini periode muIassir tabi`in, kemudian periode muIassir tabi`it tabi`in dan orang-
orang yang setelahnya, yang pada periode mereka ini dinamakan periode tadwin (
pengodiIikasian). Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dengan cabang
cabangnya taIsirpun terus berkembang sampai periode mutakhirin. Di masa Rasulullah para
sahabat memahami Al-Qur`an dengan 'insting kearaban mereka. Jika terjadi kesulitan
dalam memahami sesuatu ayat, mereka kembali kepada Rasulullah SAW lalu beliau
menjelaskan kepada mereka. Setelah Rasulullah SAW waIat, para Iuqaha dari kalangan
sahabat mengendalikan umat di bawah kepemimpinan KhulaIa al Rasyidin. Jika terdapat
persoalan-persoalan baru yang belum pernah terjadi sebelumnya, maka Al-Qur`an merupakan
tempat kembali mereka dalam mengistinbathkan hukum-hukum syara`nya.
Mereka pun sepakat atas hal tersebut.jarang sekali mereka berselisih pendapat ketika
terdapat kontradiksi dalam memahami suatu laIazh, seperti perselisihan mereka mengenai
iddah bagi wanita hamil yang ditinggal mati suaminya; apakah iddah itu berakhir dengan
melahirkan atau empat bulan sepuluh hari ataukah dengan waktu paling lama diantara
keduanya? ini semua mengingat kepada berIirman Allah: Hai Orang-orang yang meninggal
dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu)
menangguhkan
Karakterisasi 1afsir Al-ijtima`
Adapun kata iftimaiy berasal dari kata ijtima`; merupakan bentuk mashdar dari
iftamaa yaftamiu iftima yang berIaedah muthawaah/akibat dari kata kerja famaa
(mengumpulkan), sehingga kata iftima berarti 'berkumpul/perkumpulan/social`. Kata
iftimaiy adalah bentuk nisbat yang memiliki makna siIat, sehingga ia berarti 'bersifat
social. Berkaitan dengan arti kata ini, ada istilah ilm al-iftima (ilmu social) yang berarti
ilmu yang membahas tentang munculnya kelompok-kelompok manusia, perkembangannya,
kebiasaannya, undang-undangnya, dan aturan-aturannya. Kelompok-kelompok manusia ini
disebut al-muftama yang berarti masyarakat (Wikipedia http,// corak Tafsir Adabiy Iftimaiy)

Merujuk kepada pengertian-pengertian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan
tentang pengertian tafsir adabiy iftimaiy, yaitu mengungkapkan dan menjelaskan maksud-
maksud Tuhan dalam al-Qur`an menurut kemampuan manusiawi dengan menonjolkan sisi
tujuan al-Qur`an sebagai kitab hidayat dalam menata aspek-aspek social kemasyarakatan
Usaha untuk menaIsirkan al-Qur`an dari seorang muIassir terkadang masih saja
terdapat kekurangannya vbaik dalam aspek metodologinya maupun dalam aspek kajian
makna kandungannya. Oleh karena itu, menurut para ahli terdapat taIsir yang belum
mencapai taraI ideal yakni belum menjadikan al-Qur`an sebagai kitab tuntunan (hidayat)
yang practicable dan reali:able. Adanya penyimpangan dalam orientasi sebagian taIsir klasik
dirasakan dan dicermati oleh ulama taIsir kontemporer seperti Muhammad Abduh dan
muridnya, Rasyid Ridha. Keduanya kemudian memprakarsai lahirnya jenis tafsir adabiy-
iftimaiy (Wikipedia http,// corak Tafsir Adabiy Iftimaiy)







BAB III
KESIMPULAN

TaIsir sebagai sebagai sebuah penjelasan tentang arti atau maksud Iirman Allah
sesuai dengan kemampuan penaIsir itu sendiri, adalah suatu hasil ijtihad yang siIatnya
subjektiI karena sebuah taIsir sangat besar sekali dipengaruhi oleh pengetahuan dan
pengalaman muIassirnya, maka tidak sewajarnya muIassir yang satu dengan yang lainnya
merasa lebih benar. Semua karya taIsir adalah bersiIat relatiI dan taIsir yang satu tidak bisa
dikatakan lebih baik atau lebih valid dari taIsir yang lainnya apalagi sampai mensakralkan
sebuah karya taIsir
Adanya corak-corak penaIsiran yang beragam adalah sebagai bukti akan kebebasan
penaIsiran al-Quran. Corak-corak taIsir yang ada atau dikenal selama ini adalah corak bahasa,
corak IilasaIat dan teologi, corak penaIsiran ilmiah, corak Iiqih, tasawuI dan corak sastra
budaya dan kemasyarakatan dan yang lainnya.

Macam-macam Corak Tafsir
1. TaIsir shuIi
2. TaIsir Ilmi
3. TaIsir Fiqhi
4. TaIsir Adabi
5. TaIsir FalsaIi





DAFTAR PUSTAKA

Baidan, Nashruddin. Metodologi Penafsiran al-Quran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.
Jurnal Online .tafsir, metodologi, sufi, isyari, na:ari diaskes : 17 April, 2011, 13:38,Voll 2-6
Journal. Menimbang Tafsir Isyri oleh : Dosen Fakultas Syari`ah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Wikipedia http;//karakterisasi corak tafsir.//diaskes tanggal 20 april
Wkipedia http;//pendapat para ulama tentang corak tafsir// diaskes tanggal 17april
Journal. Menimbang Tafsir Isyri oleh : Dosen Fakultas Syari`ah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Wikipedia http.//www.:iddu.com/download/10281685/tafsirfalsafi.rar.html// diaskes tanggal 17april
Wikipedia;http;// contoh tafsir ilmi Apr 17, '07 2:38 PM // diaskes tanggal 17april
Wikipedia http;// corak Tafsir Adabiy Iftimaiy// diaskes tanggal 17april

MAKALAH TAFSIR

Al-Qur`an Sumber Rujukan
O Fungsi al-Qur`an bagi manusia: sebagai huda, bayyinat min al-huda, Iurqan dan adz-
dzikr.
O Untuk itu, umat Islam harus menjadikan al-Qur`an sebagai compass dalam hidupnya
di setiap aspek kehidupan.
O Dalam rangka membumikan al-Qur`an diperlukan adanya taIsir oleh para pakar taIsir
(muIassir) sebab kandungan al-Qur`an masih bersiIat global yang bagi orang awam
masih sulit menangkap maksud (pesan) yang terkandung di dalamnya. Hal ini terjadi
karena tidak semua individu muslim mampu memahami bahasa langit`, karena itu
diperlukan Hermes-hermes yang bisa menghubungkan dengan bahasa bumi.
Alasan Perlunya TaIsir
O Secara eksplisit ada perintah untuk menyimak dan memahami ayat-ayat-Nya,
'Apakah mereka tidak menyimak al-Qur`an? Kalau sekiranya al-Qur`an itu bukan
berasal dari sisi Allah, tentulah mereka mendapati pertentangan di dalamnya. |QS.
Al-Nisa (4): 82|. Ayat lain, 'Maka apakah mereka tidak menyimak al-Qur`an ataukah
hati mereka terkunci |QS. Muhammad (47): 24|.
O Secara implisit upaya mencari penaIsiran ayat-ayat al-Qur`an, bahwa ia diturunkan
oleh Allah untuk menjadi petunjuk |QS. Al-Baqarah (2): 2,97,185; QS. Ali Imran
(3): 3,138| dan rahmat |QS. Al-A`raI (7): 51,203; QS. Yunus (10): 57| bagi manusia
selaku individu maupun kelompok masyarakat (collective). Agar tujuan ini terwujud
dengan baik, maka al-Qur`an yang umumnya berisi konsep dan prinsip pokok yang
belum terjabarkan, aturan-aturan yang mansih bersiIat umum perlu dijelaskan,
dijabarkan dan diaktualisasikan agar dapat dengan mudah diaplikasikan dalam
kehidupan masyarakat.
O Susunan al-Qur`an yang tidak sistematis sehingga perlu penaIsiran dan penggalian
terhadap makna ayat-ayatnya yang tidak pernah berakhir (unending task). Jelasnya,
selalu diperukan reaktualisasi nilai-nilai al-Qur`an sesuai dengan dinamika
masyarakat. Di sinilah letak ke-universalitas-an al-Qur`an.

Faktor Penyebab Keragaman TaIsir
O perbedaan kecenderungan, interest, motivasi muIassir,
O perbedaan misi yang diemban,
O perbedaan kedalaman (capasity) dan ragam ilmu yang dikuasai,
O perbedaan masa dan lingkungan yang mengitari, perbedaan situation-condition,
O semua itu menimbulkan berbagai corak penaIsiran yang kemudian berkembang
menjadi aliran taIsir yang beragam dengan metodenya sendiri-sendiri.
Bagaimana al-Qur`an Berbicara?
Al-Qur`an merupakan respons langit terhadap permasalahan bumi. Ia diturunkan Allah via
Muhammad saw sebagai jawaban terhadap problem vertikal |penyimpangan tauhid|, dan
problem horisontal |penyimpangan sosial, seperti penindasan, ketidakadilan, dan eksploitasi
ekonomi|. Rasulullah diutus dalam rangka mendialogkan kedua bahasa yang sangat berbeda
itu, yakni bahasa langit (absolut) dengan bahasa bumi yang relatiI. Sosok Muhammad sama
kedudukannya dengan Hermes dalam mitologi Yunani yang menghubungkan bahasa Dewa
dengan manusia. Dalam diri Muhammad ada intervensi wahyu Tuhan. Kandungan al-Qur`an
berlaku sepanjang zaman dan makan, meskipun secara laIdziyyah ia banyak menggunakan
terma yang Iamiliar di Jazirah Arab |al-`ibrah bi-`umumi laIdz, la bi-khusus al-sabab|.

Metode PenaIsiran
O Terma metode dalam bahasa Arab berkaitan dengan istilah thariqah, manhaj, ittijah
dan lawn.
O Menurut Hans Wehr thariqah (jamak: thara`iq) berarti cara (manner), mode, alat
(means), jalan (way), metode (method), prosedur (procedure) dan sistem (system);
manhaj (jamak: manahij) berarti terbuka (open), dataran (plain), jalan mudah-tol (easy
road), cara (manner), prosedur (procedure), metode (method) dan program
(programme); ittijah (jamak: ittijahat) berarti arah (direction),
kecenderungan/kecondongan (inclination), aliran (trend) orientasi (orientation),
tendency dan course; dan lawn (jamak: alwan) berarti warna (color), mewarnai
(coloring, tinge), corak (hue), macam (kind) dan contoh (sample).
O Kata thariqah dan manhaj mempunyai pengertian sama yaitu metode, sedangkan kata
ittijah berarti kecenderungan dan arah, dan kata lawn lebih bermakna corak dan warna
O Dalam penerapannya di bidang penaIsiran contoh manhaj dan thariqah adalah metode
tahlily, muqarin, ijmaly dan mawdlu`y.
O Sedangkan ittijah berarti arah atau kecenderungan seorang muIassir dalam
menaIsirkan ayat-ayat al-Qur`an misalnya seorang Iaqih cenderung menaIsirkan ayat
al-Qur`an ke arah Iiqh. Seorang IilosoI ke arah IilsaIat, dan seterusnya.
O Adapun lawn dalam penaIsiran berartoi corak, warna dan macam dari penaIsiran itu
sendiri, misalnya seorang IilosoI tentu saja dalam menaIsirkan suatu ayat Al-Qur`an
lebih banyak diwarnai dengan penggunaan corak rasio, seorang suIi akan menaIsirkan
ayat al-Qur`an dengan corak tasawwuI. Argumen-argumen yang digunakan masing-
masing muIassir akan menentukan corak taIsirannya
Metode Tahlily
O TaIsir dengan metode tahlily adalah taIsir yang berusaha untuk menerangkan arti
ayat-ayat al-Qur`an dari berbagai seginya, berdasarkan urutan-urutan ayat atau surah
dalam mushhaI, dengan menonjolkan kandungan laIadz-laIadznya, hubungan ayat-
ayatnya, hubungan surah-surahnya, sebab-sebab turunnya, hadis-hadis yang
berhubungan dengannya, pendapat-pendapat para muIassir terdahulu dan muIassir itu
sendiri yang tentunya diwarnai oleh latar belakang pendidikan dan keahliannya.
O Metode tahlily banyak dipergunakan oleh ulama pada masa-masa dahulu, akan tetapi
di antara mereka ada yang mengemukakan kesemua hal tersebut di atas dengan
panjang lebar (ithnab), seperti al-Alusy, al-Fakhr al-Razy, al-Qurthuby, dan Ibn Jarir
al-Thabary; ada yang mengemukakannya dengan singkat (ijaz), seperti Jalal al-Din al-
Suyuthy, Jalal al-Din al-Mahally dan as-Sayid Muhammad Farid Wajdy; dan ada pula
yang mengambil langkah pertengahan (musawah), tidak ithnab dan tidak pula ijaz,
seperti Imam al-Baidlawy, Syaikh Muhammad Abduh, al-Naisabury dll. Sekalipun
mereka sama-sama menaIsirkan al-Qur`an dengan metode tahlily, akan tetapi corak
atau warna tahlily masing-masing berbeda.
O Corak Metode Tahlily
l TaIsir bi`l-ma`tsur
l TaIsir bi`l-ra`y
l TaIsir bi`l-Iiqhy
l TaIsir bi`l-shuIy
l TaIsir bi`l-IalsaIy
l TaIsir bi`l-`ilmy
l TaIsir bi`l-adaby-ijtima`y
TaIsir bil-Ma`tsur
O TaIsir ma`tsur adalah menaIsirkan al-Qur`an berdasarkan nash-nash, baik dengan
ayat-ayat a-Qur`an sendiri, dengan hadis-hadis Nabi, dengan aqwal (perkataan)
sahabat, maupun dengan aqwal tabiin. Pendapat (aqwal) tabiin masih kontroversi
dimasukkan dalam taIsir bil Ma`tsur sebab para tabiin dalam memberi penaIsiran
ayat-ayat al-Qur`an tidak hanya berdasarkan riwayat yang mereka kutip dari Nabi
lewat sahabat tetapi juga memasukkan ide-ide dan pemikiran mereka (melakukan
ijtihad).
O TaIsir ma`tsur yang paling tinggi peringkatnya adalah taIsir yang bersandarkan ayat
Al-Qur`an yang ditunjuk oleh Rasulullah. Peringkat kedua adalah taIsir ayat dengan
hadis. Di bawahnya adalah taIsir ayat dengan aqwal sahabat dan peringkat terakhir
adalah taIsir ayat dengan aqwal tabiin
O Kelebihan: keterbatasan dari interpretasi akal dan ide muIassir serta adanya
kemudahan untuk mengetahui maksud sesuatu ayat. Apalagi taIsir ayat dengan ayat
berdasarkan petunjuk Rasulullah yang tentunya memiliki tingkat validitas yang sangat
tinggi, sesudah itu adalah Rasul sebagai muIasir pertama dan utama dari Al-Qur`an.
O Kelemahan: terbatasnya persediaan riwayat yang merupakan taIsir ayat-ayat Al-
Qur`an sehingga tidak terlalu banyak diharapkan untuk menjawab berbagai problema
yang dihadapi masyarakat dari masa ke masa. Selain itu hadis-hadis yang ada pun
masih memerlukan pneltian yang cermat untuk mengetahui kadar kesahihannya.
Antara lain banyak riwayat demikian bercampur dengan israiliyat, suatu noda yang
menonjol pada jenis taIsir ini.
O Contoh kitab taIsir ma`tsur : Jami al-Bayan Ii TaIsiri Al-Qur`an karangan Imam Ibn
Jarir al-Thabary (w. 510 H), Ma`alim al-Tanzil yang terkenal dengan Al-TaIsir bi al-
Manqul karangan Imam al-Baghawy (w. 516 H), Al-Durr al-Mantsur Iy al-TaIsir bi
al-Ma`tsur, karya Jalal al-Din al-Suyuthy (w. 911 H), Tanwir al-Miqyas min TaIsir
Ibn Abbas, karangan al-Fayruz Abady, TaIsir al-Qur`an al-Adhim karya Abu al-Fida`
Ismail Ibn Katsir (w. 774) dan Al-Bahr karangan Al-Allamah Abu al-Layts al-
Samarqandy.
TaIsir bir-Ra`yi
O TaIsir ra`y adalah taIsir ayat-ayat al-Qur`an yang didasarkan pada ijtihad muIasirnya
dan menjadikan akal Iikiran sebagai pendekatan utamanya.
O Menurut Adz-Dzahaby, syarat-syarat diterimanya taIsir ra`y yaitu, bahwa penaIsirnya:
a) benar-benar menguasai bahasa Arab dengan segala seluk beluknya, b) mengetahui
asbabun nuzul, nasikh mansukh, ilmu qiraat dan syarat-syarat keilmuan lain, c) tidak
menginterpretasikan hal-hal yang merupakan otoritas Tuhan untuk mengetahuinya, d)
tidak menaIsirkan ayat-ayat berdasarkan hawa naIsu dan interes pribadi, e) tidak
menaIsirkan ayat berdasarkan aliran atau paham yang jelas bathil dengan maksud
justiIikasi terhadap paham tersebut, I) tidak menganggap bahwa taIsirnya itulah yang
paling benar dan yang dikehendaki oleh Tuhan tanpa argumentasi yang pasti.
O TaIsir ra`y yang tertolak karena tidak memenuhi kriteria di atas disebut al-taIsir bi al-
ra`y al-madzmumah dan yang memenuhi tersebut al-taIsir bi al-ra`y al-mahmudah.
O Contoh kitab-kitab taIsir ra`y antara lain: al-TaIsir al-Kabir MaIatih al-Ghaib
karangan Al-Ustadz al-Fakhr al-Razi (w. 606 H), Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta`wil
karya Al-Ustadz Al-Baidhawy (w. 691 H), Madarik al-Tanzil wa Haqaiq al-Ta`wil
karangan Al-Ustadz Mahmud al-NasaIy (w. 701 H), Lubab al-Ta`wil Iy Ma`any al-
Tanzil karangan Al-Ustadz Al-Khazin, Irsyad al-Aql al-Salim ila Mazaya al-Kitab al-
Karim oleh Abu Su`ud (w. 982) dan Al-KasyaI oleh Mahmud bin Umar al-
Zamakhsari (w. 538 H).
TaIsir bish-ShuIy
O TaIsir shuIy adalah taIsir yang berusaha menjelaskan maksud ayat-ayat al-Quran dari
sudut esoterik atau berdasarkan isyarat-isyarat tersirat yang tampak oleh seorang suIi
dalam suluknya
O TaIsir jenis ini ada dua macam yaitu: a) taIsir shuIy nazhari (teoritis) yang cenderung
menaIsirkan al-Qur`an berdasarkan teori-teori atau paham-paham tasawuI yang
umumnya bertentangan dengan makna lahir ayat dan menyimpang dari penaIsiran
bahasa, b) taIsir shuIy praktis (amali) yaitu menakwilkan ayat-ayat al-Qur`an
berdasarkan isyarat-isyarat tersirat (samar) yang tampak oleh suIi dalam suluknya.
O TaIsir suIi yang kedua di atas, oleh para pengamat taIsir juga disebut taIsir isyari
yang bisa diterima dengan syarat-syarat berikut: a) tidak bertentangan dengan lahir
ayat, b) mempunyai dasar rujukan dari dasar agama yang sekaligus berIungsi sebagai
penguatnya, c) tidak bertentangan dengan ajaran agama atau akal d) tidak
menganggap bahwa penaIsiran itulah yang paling benar dan dikehendaki oleh Tuhan.
O Di antara kitab-kitab taIsir shuIy ialah taIsir al-Qur`an al-Adhim karya al-Tsauri (w.
283 H), Haqaiq al-TaIsir karangan al-Sulami (w. 412 H), dan Arais al-Bayan Iy
Haqaiq al-Qur`an oleh al-Syirazy (w. 606 H)

TaIsir bil-Fiqhi
O TaIsir Iiqhy adalah taIsir yang menitikberatkan bahasan dan tinjauannya pada aspek
hukum dari al-Qur`an.
O TaIsir Iiqhy pada mulanya lahir bersamaan dengan taIsir ma`tsur khususnya di masa
Rasululah dan sahabat. Akan tetapi pada masa tabiin dan sesudahnya taIsir jenis ini
lebih banyak diwarnai oleh corak ra`y, terutama karena istinbath-istinbath hukum dari
al-Qur`an dan hadis dilakukan secara ijtihad.
O Pada perkembangan selanjutnya, taIsir Iiqhy ini memperlihatkan corak mazhab
seiring dengan timbulnya mazhab-mazhab Iiqih. Dikenalkan kemudian taIsir Iiqhy
yang bercorak khawarij, zhahiry, sunny, syi`i dsb. Sesuai dengan latar belakang
mazhab Iiqih yang dianut oleh para muIasirnya.
O Keistemawaan taIsir tipe ini adalah karena menolong kita untuk mendapatkan
rujukan-rujukan yang berharga dalam bidang hukum Islam. Sedangkan
kekurangannya, di samping bersiIat sektarian juga cenderung melihat hukum Islam
secara legal-Iormal yang tidak memperlihatkan segi-segi dinamika dari hukum Islam
itu sendiri.
O Kitab-kitab taIsir Iiqhy yang terkenal antara lain: Ahkam al-Qur`an oleh Al-Jashshash
(w. 370 H), Ahkam al-Qur`an karangan al-Araby (w. 543), Al-Jami` li Ahkam al-
Qur`an karya Imam al-Qurtuby (w. 671 H).
TaIsir bil-FalsaIy
O TaIsir IalsaIy adalah penaIsiran ayat-ayat al-Qur`an berdasarkan pendekatan-
pendekatan IilosoIis, baik yang berusaha untuk mengadakan sintesis dan sinkretisasi
antara teori-teori IilsaIat dengan ayat-ayat al-Qur`an maupun yang berusaha menolak
teori-teori IilsaIat yang dianggap bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur`an.
O Timbulnya penaIsiran jenis ini tidak terlepas dari perkenalan umat Islam dengan
IilsaIat Helenisme yang kemudian merangsang mereka untuk menggelutinya
kemudian menjadikannya sebagai alat untuk menganalisis ajaran-ajaran Islam
khususnya al-Qur`an.
O Segi positiI dari taIsir jenis ini adalah karena berusaha mengkaji secara IilosoIis
ajaran-ajaran al-Qur`an yang dapat dikonsumsi oleh kaum cendekiawan, sekaligus
memperlihatkan ketinggian dan kedalaman dari ajaran tersebut. Dengan demikian
dapat memperdalam keyakinan dan keimanan. Akan tetapi segi negatiInya adalah
terjadinya kemungkinan pemaksaan ayat-ayat al-Qur`an untuk disesuaikan atau
dicocok-cocokkan dengan suatu teori atau Iaham IilsaIat yang ada. Padahal Iaham-
Iaham keIilsaIatan tersebut spekulatiI yang tak dapat dibuktikan kebenarannya.
O Contoh kitab taIsir IalsaIi adalah al-TaIsir al-Kabir wa MaIatih al-Ghayb karya al-
Fakhr al-Razi (w. 606 H)
TaIsir bil-Ilmy
O TaIsir ilmy adalah menaIsirkan ayat-ayat al-Qur`an berdasarkan pendekatan ilmiah,
atau menggali kandungannya berdasarkan teori-teori ilmu pengetahuan yang ada.
O Sikap ulama terhadap taIsir ilmy berbeda-beda, ada yang menolaknya dengan alasan
bahwa teori-teori ilmiah jelas bersiIat nisbi (relatiI) dan tidak pernah Iinal. Suatu teori
ilmiah selalu membuka kemungkinan untuk dikoreksi oleh teori ilmiah lainnya bila
terdapat bukti-bukti baru. Padahal ayat-ayat al-Qur`an bersiIat mutlak, absolut dan
abadi kebenarannya. Oleh karena itu amatlah tidak pantas menaIsirkan yang mutlak
dengan sesuatu yang nisbi siIatnya. Di samping itu penaIsiran ilmiah cenderung hanya
berIungsi melegitimasi terhadap teori-teori ilmiah yang ada.
O Sedangkan sikap ulama yang menerima taIsir ini menjelaskan bahwa ayat-ayat al-
Qur`an sendiri justru menggalakkan penaIsiran ilmiah. Kita dianjurkan untuk
membaca ayat-ayat Tuhan yang diturunkan dan ayat-ayat-Nya yang diciptakan
sekaligus. Oleh karena itu penaIsiran ilmiah dapat diterima asal memenuhi syarat-
syarat yang sudah ditentukan. Syarat-syarat tersebut di antaranya: 1) penaIsiran ilmiah
sedapat mungkin mengikuti pola taIsir mawdlu`y untuk menghindari parsialisasiu, 2)
ayat-ayat al-Qur`an tidak hanya berIungsi sebagai justiIikasi terhadap teori-teori
ilmiah yang ada 3) tidak bertentangan dengan ketentuan bahasa Arab sebagai bahasa
al-Qur`an.
O Segi positiI penaIsiran ilmy adalah memperlihatkan bahwa al-Qur`an sesungguhnya
tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan, bahkan al-Qur`an mendorong
pengembangan ilmu pengetahuan untuk kepentingan manusia. Namunsegi negatiInya
taIsir ini cenderung ke arah pemaksaan ayat-ayat al-Qur`an sendiri yang pada
gilirannya dapat menimbulkan keraguan terhadap kebenaran al-Qur`an.
O Contoh taIsir ilmy adalah al-Qur`an-Jawahir Iy al-Qur`an karya Syaikh Thanthawi
Jawhari, al-TaIsir al-Ilmy li al-Ayat al-Kawniyat karangan HaImi Ahmad Al-Islam
Iy Ashr al-Ilmi karya Dr. Muhammad Ahmad al-Ghamrawy, al-Ghida` wa al-Dawa
karya Dr. jamal al-Din al-Fandy dll.
TaIsir bil-Adabi al-Ijtima`y
O TaIsir adaby-ijtima`y merupakan taIsir yang menitikberatkan pada penjelasan ayat-
ayat al-Qur`an dari segi ketelitian redaksinya, kemudian menyusun kandungan ayat-
ayat tersebut dalam suatu redaksi yang indah dengan penonjolan tujuan utama dari
tujuan-tujuan al-qur`an yaitu membawa petunjuk dalam kehidupan, kemudian
mengadakan penjelasan ayat dengan hukum-hukum yang berlaku dalam masyarakat
dan pembangunan.
O Ada empat yang dapat dianggap sebagai unsur pokok dari taIsir adaby-ijtima`y yaitu:
a) menguraikan ketelitian redaksi ayat-ayat al-Qur`an, b) menguraikan makna dan
kandungan ayat-ayat al-Qur`an dengan susunan kalimat yang indah, c) aksentuasi
yang menonjol pada tujuan utama diuraikannya al-Qur`an, d) penaIsiran ayat
dikaitkan dengan sunnatullah yang berlaku dalam masyarakat. Unsur pertama dan
kedua memperlihatkan corak adaby, sedangkan unsur ketiga dan keempat
memperlihatkan corak ijtima`y.
O Kitab taIsir yang termasuk dalam kategori ini di antaranya yaitu, TaIsir al-Manar
karya Imam Syeikh Muhammad Abduh dan Syeikh Rasyid Ridla (w. 1935 M), TaIsir
al-Qur`an oleh Syeikh Ahmad MusthaIa al-Maraghi (w. 1945), TaIsir al-Qur`an al-
Karim karya Syeikh Mahmud Syaltut dan TaIsir al-Wadlih karangan Syaikh
Muhammad Mahmud Hijazy.
O Segi kelebihan tipe taIsir ini yaitu membumikan al-Qur`an dalam kehidupan manusia,
menjadikan ajaran-ajaran al-Qur`an lebih praktis dan pragmatis. Umat dapat terhindar
dari pertikaian mazhab dan aliran, mendorong pada semangat obyektiIitas dan rasa
persatuan serta membangkitkan dinamika umat Islam untuk membangun dunia yang
lebih cerah. Sedang kekurangannya adalah adanya kecenderungan untuk melegalisasi
masalah-masalah sosial budaya yang timbul seiring dengan perkembangan ilmu. Di
samping juga ada (potensi) ke arah pemaksaan ayat-ayat al-Qur`an untuk tunduk pada
teori-teori ilmiah
Metode Ijmaly
O TaIsir ijmaly yaitu menaIsirkan al-Qur`an dengan cara singkat dan global, tanpa
uraian panjang lebar. Dengan metode ini muIassir menjelaskan arti dan maksud ayat
dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan sebatas artinya tanpa menyinggung
hal-hal selain arti yang dikehendaki. Hal ini dilakukan terhadap ayat-ayat al-Qur`an,
ayat demi ayat dan surat demi surat sesuai dengan urutannya dalam mushhaI setelah
ia mengemukakan arti-arti tersebut dalam kerangka uraian yang mudah dengan bahasa
dan cara yang dapat dipahami oleh orang berilmu (alim, learned), orang bodoh (jahil,
ignorant) dan orang pertengahan (mutawasith, intermediate) antara keduanya.
O Jadi, jenis taIsir ini pun pada dasarnya mengikuti urutan-urutan ayat demi ayat
menurut tertib mushhaI, seperti halnya taIsir tahlily. Perbedaannya dengan taIsir
tahlily adalah bahwa dalam taIsir ijmaly makna ayatnya diungkapkan secara ringkas
dan global tetapi cukup jelas, sedangkan taIsir tahlily makna ayat diuraikan secara
terperinci dengan tinjauan berbagai segi dan aspek yang diulas secara panjang lebar.
O Kelemahan taIsir ini yaitu karena uraiannya yang terlalu singkat sehingga tidak bisa
diharapkan untuk menguak maksud ayat secara luas dengan berbagai aspek sesuai
dengan perkembangan zaman. Sedangkan keistimewaannya yaitu taIsir ijmaly ini
dapat dikonsumsi secara merata oleh berbagai lapisan dan tingkatan kaum muslimin
dan bermanIaat untuk mengetahui makna ayat secara global.
O Di antara kitab-kitab taIsir dengan metode ijmaly yaitu, TaIsir al-jalalayn karya Jalal
al-Din al-Suyuthy dan Jalal al-Din al-Mahally, TaIsir al-Qur`an al-Adhim oleh
Ustadz Muhammad Farid Wajdy, ShaIwah al-Bayan li Ma`any al-Qur`an karangan
Syaikh Husananin Muhammad Makhlut, al-TaIsir al-Muyassar karangan Syaikh
Abdul al-Jalil Isa dsb.
Metode Muqarin
O TaIsir al-Muqarin adalah penaIsiran sekelompok ayat al-Qur`an yang berbicara dalam
suatu masalah dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat atau antara ayat
dengan hadis baik dari segi isi maupun redaksi atau antara pendapat-pendapat para
ulama taIsir dengan menonjolkan segi-segi perbedaan tertentu dari obyek yang
dibandingkan.
O Dengan menerapkan metode perbandingan dalam menaIsirkan ayat-ayat al-Qur`an,
maka dapat diketahui beragam kecenderungan dari para muIassir, aliran apa saja yang
mempengaruhi mereka menaIsirkan al-Qur`an, apakah ahlu sunnah, mu`tazilah,
syi`ah dsb. Begitu pula akan diketahui keahlian masing-masing muIassir misalnya
theolog, Iuqaha, suIi, atau IilosoI. Yang jelas, penaIsir al-Qur`an yang memakai
metode muqarin, muIasirnya akan menemukan berbagai ragam penaIsiran al-qur`an
yang pernah dilakukan oleh ulama-ulama taIsir sejak dulu sampai sekarang.
O Kelebihan metode ini yaitu dapat mengetahui perkembangan corak penaIsiran dari
para ulama salaI sampai sekarang sehingga menambah cakrawala berpikir bahwa
ternyata ayat al-Qur`an dapat ditinjau dari berbagai aspek sesuai dengan latar
belakang dan pendidikan penaIsir atau muIassir. Kekurangannya karena siIatnya yang
hanya membandingkan sehingga pembahasan ayat kurang mendalam, kurang analitis.
O Contoh taIsir muqarin ini yaitu, apa yang dilakukan M. Quraish Shihab dalam
disertasi doktornya yaitu dengan membandingkan antara laIadz dan kandungan makna
ayat 151 dari surat al-An`am dengan ayat 31 surat Al-Isra`, Al-A`rad: 12 dengan
Shad: 75 Al-AnIal: 10 dengan Ali Imran: 126. Selain itu juga diperbandingkan
berbagai korelasi di antara ayat-ayat, surat-surat dsb. yang sudah didahului al-Biqa`i
dengan ulama-ulama taIsir lain seperti Ibn al-Zubayr, al-Razi, al-Naisabury, Abu
Hayyan, al-Suyuthy, Abu al-Su`ud, al-Khatib al-Syarbayni, Al-Alusy dan Muhammad
Rasyid Ridla
Metode Maudlu`y
O Metode taIsir mawdhu`y (tematik) yaitu metode yang ditempuh dengan cara
menghimpun seluruh ayat-ayat al-Qur`an yang berbicara tentang sesuatu masalah atau
tema (mawdhu`) serta mengarah kepada suatu pengertian dan satu tujuan, sekalipun
ayat-ayat itu (cara) turunnya berbeda, tersebar pada berbagai surat dalam al-Qur`an
dan berbeda pula waktu dan tempat turunnya. Kemudian ia menentukan urutan ayat-
ayat itu sesuai dengan masa turunnya, mengemukakan sebab turunnya sepanjang hal
itu dimungkinkan (jika ayat-ayat itu turun karena sebab-sebab tertentu),
menguraikannya dengan sempurna, menjelaskan makna dan tujuannya), mengkaji
terhadap seluruh segi dan apa yang dapat di istinbath-kan darinya, segi i`rab-nya,
unsur-unsur balaghah-nya, segi-segi i`jaz-nya (kemukjizatannya) dll, sehingga tema
itu dapat dipecahkan secara tuntas berdasarkan seluruh ayat al-itu dan tidak
diperlukan ayat-ayat lain.
O Menurut Quraish Shihab, ada dua bentuk penyajian metode mawdhu`y yaitu pertama
menyajikan kotak yang berisi pesan-pesan al-Qur`an yang terdapat pada ayat-ayat
yang terangkum pada satu surat saja. Biasanya kandungan pesan tersebut diisyaratkan
oleh nama surat yang dirangkum padanya selama nama tersebut bersumber dari
inIormasi Rasul. Kedua dari metode mawdhu`y mulai berkembang tahun 60-an.
Bentuk kedua ini menghimpun pesan-pesan al-Qur`an yang terdapat tidak hanya pada
satu surat saja (seperti pada deIinisi di atas).
O Keistimewaan metode taIsir mawdhu`y : 1) merupakan cara terpendek dan termudah
menggali hidayah al-Qur`an dibanding metode taIsir lainnya, 2) menaIsirkan ayat
dengan ayat sebagai cara terbaik dalam taIsir ternyata diutamakan dalam metode
mawdhu`y, 3) dapat menjawab persoalan-persoalan hidup manusia secara praktis dan
konsepsional berdasarkan petunjuk al-Qur`an, 4) dengan studi mawdhu`y ayat-ayat
yang kelihatan bertentangan dapat dipertemukan dan didamaikan dalam satu kesatuan
yang harmonis.
O Kelemahan metode ini yaitu, tidak mudah diterapkan oleh para muIasir sebab metode
ini menuntut untuk memahami ayat demi ayat yang berkaitan dengan judul yang
diterapkannya. MuIassir dituntut untuk menghadirkan pengertian kosa kata ayat,
sebab turunnya, korelasi antar ayat (munasabah) dll.
O Contoh kitab taIsir yang menggunakan metode mawdhu`y yaitu kitab Al-Bayan Iy
Aqsam Al-Qur`an karya Al-Allamah Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah, kitab Majaz Al-
Qur`an karangan Al-Allamah Abu Ubaydah ibn al-MuIty, kitab MuIradat Al-Qur`an
oleh Al-Raghib Al-IsIahany, kitab Al-Nasikh wa al-Mansukh Iy Al-Qur`an karya Al-
Allamah Abu Ja`Iar Al-Nuhasy, kitab Asbab al-Nuzul oleh Al-Allamah Al-Wahidy
dan kitab Ahkam Al-Qur`an karya Al- Allamah Al-Jashshash
Urgensi TaIsir Maudlu`y
O Metode mawdu`y berarti menghimpun ayat-ayat al-Qur`an yang tersebar pada
berbagai surat dalam al-Qur`an yang berbicara tentang suatu tema. TaIsir dengan
metode ini termasuk taIsir bi al-ma`thur dan metode ini lebih dapat menghindarkan
muIasir dari kesalahan.
O Dengan menghimpun ayat-ayat tersebut kita dapat menemukan segi relevansi dan
hubungan antar ayat-ayat itu.
O Dengan metode mawdu`y kita mampu memberikan suatu pemikiran dan jawaban
yang utuh dan tuntas tentang suatu tema dengan cara mengetahui, menghubungkan
dan menganalisis secara komprehensiI terhadap semua ayat yang berbicara tentang
tema tersebut.
O Dengan metode ini kita mampu menolak dan menghindarkan diri dari kesamaran-
kesamaran dan kontradiksi-kontradiksi yang ditemukan dalam ayat.
O Metode mawdu`y sesuai dengan perkembangan jaman moderen di mana terjadi
diIerensiasi pada tiap-tiap persoalan dan masing-masing masalah tersebut perlu
penyelesaian secara tuntas dan utuh seperti sebuah sistematika buku yang membahas
suatu tema tertentu.
O Dengan metode mawdu`y orang dapat mengetahui dengan sempurna muatan materi
dan segala segi dari suatu tema.
O Metode mawdu`y memungkinkan kita untuk sampai pada sasaran dari suatu tema
dengan cara yang mudah tanpa harus bersusah payah dan menemui kesulitan.
O Metode mawdu`y mampu menghantarkan kepada suatu maksud dan hakikat suatu
masalah dengan cara yang paling mudah terlebih lagi pada saat ini telah banyak
bertaburan kotoran` terhadap hakikat agama-agama sehingga tersebarlah doktrin-
diktrin kemanusiaan dan isme-isme yang lain sehingga sulit untuk dibedakan
Memilih Kitab TaIsir
O Kelebihan taIsir tahlily adalah memiliki keutuhan ruh, setiap ayat yang satu dengan
ayat lainnya, antara surat satu dengan surat berikutnya punya jalinan erat. Metode
mawdu`y yang mencomot ayat sana-sini sesuai dengan tema yang dikehendakli
banyak kehilangan nuansa.
O Sedangkan kelebihan metode mawdu`y yaitu bisa mendapatkan pemahaman suatu
masalah secara mendalam.
O Kita tidak bisa istighna` (merasa cukup) dengan salah satu metode taIsir saja. Dalam
melakukan penaIsiran secara mawdu`y muIasir bekerja dan berdialog aktiI dengan al-
Qur`an untuk membangun tema yang dikehendaki secara utuh, sementara itu dalam
melakukan penaIsiran tahlily muIasir lebih bersikap pasiI sebab hanya mengikuti
urutan ayat dan surat dalam al-Qur`an.
O Menurut M. Quraish Shihab tidak ada metode taIsir yang terbaik, sebab masing-
masing mempunyai karakteristik tersendiri, kekurangan dan kelebihan serta
tergantung kebutuhan muIasir. Kalau kita ingin menuntaskan topik maka jawabnya
ada pada metode taIsir mawdu`y, namun bila kita ingin menerapkan kandungan suatu
ayat dalam berbagai seginya maka jawabnya ada pada metode tahlily. Di samping itu,
ketika kita ingin mengetahui pendapat para muIasir tentang suatu ayat atau surat sejak
periode awal sampai periode moderen, maka metode yang tepat adalah muqarin,
sedangkan ketika ingin mengetahui arti atau makna suatu ayat secara ringkas dan
global, maka metode ijmaly-lah yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai