2.1 Pengertian Kepemimpinan Organisasi bekerja tanpa pemimpin tidaklah lebih daripada bualan belaka. Kenyataan dalam manajemen menunjukkan bahwa kelompok pekerja yang dibiarkan sendiri tanpa pemimpin, melepaskan mereka berjalan sendir, kurang pengarahan, dan disiplin; mereka hanya mencapai beberapa tujuan. Setiap kelompok atau organisasi membutuhkan pemimpin, baik pemimpin yang timbul sendiri dari kelompok atau yang ditugaskan. Bahkan kelompok/organisasi yang menggunakan pendekatan partisipasiI terhadap pemecahan masalah juga membutuhkan adanya konseling, bimbingan, dan masukan yang hanya dapat diberikan oleh pemimpin yang dihargai. Tidak ada satu Iaktor pun yang memberikan lebih banyak manIaat terhadap sebuah organisasi dari pada pemimpin yang eIektiI. Pemimpin diprlukn untuk menentukan tujuan, mengalokasikan sumberdaya yang langka, memIokuskan perhatian pada tujuan-tujuan perusahaan, mengkoordinasikan perubahan, membina kontak antar pribadi dengan pengikutnya, menetapkan arah yang benar atau yang paling baik bila kegagalan terjadi. Semata-mata merupakan kenyataan hiduplah bahwa kelompok-kelompok dengan pemimpin dapat melakukan hal-hal tersebut secara lebih eIisien dan lebih benar kelompok tanpa pemimpin. Kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan orang lain supaya bekerja sama di bawah pimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai atau melakukan suatu tujuan tertentu. Seorang pemimpin itu adalah berIungsi untuk memastikan seluruh tugas dan kewajiban dilaksanakan di dalam suatu organisasi. Seseorang yang secara resmi diangkat menjadi kepala suatu group I kelompok bisa saja ia berIungsi atau mungkin tidak berIungsi sebagai pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang unik dan tidak diwariskansecara otomatis tetapi seorang pemimpin haruslah memiliki karekteristik tertentu yang timbul pada situasi -situasi yang berbeda. Dalam praktek sehari-hari, seoring diartikan sama antara pemimpin dan kepemimpinan, padahal macam pengertian tersebut berbeda. Pemimpin kedua adalah orang yang tugasnya memimpin, sedang kepemimpinan adalah bakat dan atau siIat yang harus dimiliki seorang pemimpin. Setiap orang mempunyai pengaruh atas pihak lain, dengan latihan dan peningkatan pengetahuan oleh pihak maka pengaruh tersebut akan bertambah dan berkembang. Kepemimpinan membutuhkan penggunaan kemampuan secara aktiI untuk mempengaruhi pihak lain dan dalam wujudkan tujuan organisasi yang telah ditetapkan lebih dahulu. Dewasa ini kebanyakan para ahli beranggapan bahwa setiap orang dapat mengembangkan bakat kepemimpinannya dalam tingkat tertentu. Kepemimpinan adalah kekuasaan untuk mempengaruhi seseorang, baik dalam mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu, bawahan dipimpin dari bukan dengan jalan menyuruh atau mondorong dari belakang. Masalah yang selalu terdapat dalam membahas Iungsi kepemimpinan adalah hubungan yang melembaga antara pemimpin dengan yang dipimpin menurut rules oI the game yang telah disepakati bersama. Seseorang pemimpin selalu melayani bawahannya lebih baik dari bawahannya tersebut melayani dia.Pemimpin memadukan kebutuhan dari bawahannya dengan kebutuhan organisasi dan kebutuhan masyarakat secara keseluruhannya. Dari batasan kepemimpinan sebagaimana telah disebutkan di atas seorang dikatakan pemimpin apabila dia mernpunyai pengikut atau bawahan. Bawahan ini dapat disuruh untuk mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Dalam organisasi pemimpin dibagi dalam tiga tingkatan yang tergabung dalam kelompok anggota-anggota manajemen (manajement members). Ketiga tingkatan tersebut adalah : a) Manager puncak (Top Manager) b) Manajer menengah (Middle manager) c) Manajer bawahan (Lower managor/suvervisor) Seorang pemimpin mempunyai baik ketrampilan manajemen (managerial skill) maupun keterampilan tekhnis (technical skill). Semakin rendah kedudukan seorang tekhnis pemimpin dalam organisasi maka keterampilan lebih menonjol dibandingkan dengan keterampilan manajemen. Hal ini disebabkan karena aktivitas yang bersiIat operasional. Bertambah tinggi kedudukan seorang pemimpin dalam organisasi maka semakin menonjol keterampilan manajemen dan aktivitas yang dijalankan adalah aktivitas bersiIat konsepsional. Dengan perkataan lain semakin tinggi kedudukan seorang pamimpin dalam organisasi maka semakin dituntut dari padanya kemampuan berIikir secara konsepsional strategis dan makro. Di samping itu perlu dikemukakan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi maka ia semakin genoralist, sedang semakin rendah kedudukan seseorang dalam organisasi maka ia menjadi spesialist. Dari uraian di atas jelaslah bahwa lebih mudah mengukur produktivitas pemimpin yang lebih rendah. Banyak deIinisi diberikan tentang kepemimpinan, antara lain: George R.Terry, Leadership is the activit of influencing people to strive willingly for group obfectives. Stoner, mendeIinisikan kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian penngaruh pada kegiata-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya. Harold Koontz and Cyril O`Donnell, menyatakan that leadership is influencing people to follow in the achivement of a common goal. Handbook oI Leadership, memberikan deIinisi kepemimpinan sebagai 'suatu interaksi antar anggota suatau kelompok. Pemimpin merupakan agen perubahan, orang yang perilakunya akan lebih memengaruhi orang lain daripada perilaku orang lain yang memengaruhi mereka. Kepemimpinan timbul ketika satu anggota kelompok mengubah motivasi atau kompetensi anggota lainnya di dalam kelompok. Banyak lagi deIinisi tentang kepemimpinan, sama seprti banyaknya orang yang membuat deIinisi itu. Ada tiga implikasi penting yang tercakup dalam kepemimpinan dari beberapa deIinisi di atas yaitu: !ertama, kepemimpinan melibatkan orang lain, seperti bawahan atau para pengikut. Seorang wirausaha akan berhasil apabila dia berhasil memimpin karyawannya atau pembantu- pembantu yang mau bekerjasama dengan dia untuk memajukan perusahaan. Jadi wirausaha harus pandai merangkul dan melibatkan para karyawan dalam segala aktivitas perusahaan. Untuk melibatkan para karyawan, kemungkinan pemimpin harus menggunakan berbagai cara misalnya memberi hadiah, memberi nasehat, memberi imbalan yanng cukup kepada karyawan, dan sebagainya. Kedua, kepemimpinan menyangkut pembagian kekuasaan. Para wirausaha mempunyai otoritas untuk memberikan sebagian kekuasaan kepada karyawan atau seorang karyawan yang diangkat menjadi pemimpin pada bagian-bagian tertentu. Dalam hal ini seorang wirausaha telah membagikan kekuasaannya kepada karyawan lain untuk bertindak atas nama dia. Selanjutnya segala macam inIormasi sebagai hasil dari pengawasan dan pelaksanaan pekerjaan dapat dimonitor oleh pimpinan. Ketiga, kepemimpinan menyangkut penanaman pengaruh dalam rangka mengarahkan para bawahan. Seorang wirausaha tidak hanya mengingatkan apa yang harus dikerjakan oleh karyawan tetapi juga harus mampu memajukan perusahaan. Seorang wirausaha juga harus dapat memberi contoh yang baik, bagaimana melaksanakan pekerjaan sesuai dengan yanng diperintahkan. Penelitian-penelitian dan teori-teori kepemimpinan dapat diklasiIikasikan sebagai pendekatan-pendekatan kesiIatan, perilaku, dan situasional ('contingency) dalam studi tentang kepemimpinan. Pendekatan pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi siIat-siIat (traits) yang tampak. Pendekatan kedua bermaksud mengidentiIikasi perilaku-perilaku (behaviors) pribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan eIektiI. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa seorang individu yang memiliki siIatsiIat tertentu atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok apapun di mana dia berada. Pemikiran dan penelitian sekarang mendasarkan pada pendekatan ketiga,yaitu pandangan situasional tentang kepemimpinan. Pandangan ini menganggap bahwa kondisi yang menentukan eIektivitas kepemimpinan bervariasi dengan situasi/tugas-tugas yang dilakukan, ketrampilan dan pengharaan bawahan, dan sebagainya. Pandangan ini telah menimbulkn pendekatan 'contingency pada kepemimpinan, yang bermaksud untuk menetapkan Iaktor- Iaktor situasional yang menentukan seberapa besar eIektivitas situasi gaya kepemimpinan tertentu. 1) Pendekatan Sifat-sifat (Traits Approach) Para teoritisi kesiIatan adalah kelompok pertama yang bermaksud menjelaskan tentang aspek kepemimpinan. Mereka percaya bahwa para pemimpin memiliki ciri-ciri atau siIat-siIat tertentu yang menyebabkan mereka dapat memimpin para pengikutnya. DaItar siIat-siIat ini dapat menjadi sangat panjang tetapi cenderung mencakup energi, pandangan, pengetahuan dan kecerdasan, imajinasi, kepercayaan diri, integritas, kepandaian berbicara, pengendalian dan keseimbangan mental maupun emosional, bentuk Iisik, pergaulan sosial dan persahabatan, dorongan, antusiasme, berani, dan sebagainya. Antara pemimpin dan bukan pemimpin dapat dilihat dengan mengidentiIikasi siIat-siIat kepribadiannya. Pendekatan psikologis ini untuk sebagian besar didasarkan atas pengakuan umum bahwa perilaku individu untuk sebagian ditentukan oleh struktur kepribadian. Usaha sistemik pertama yang dialkukan oelh para psikolog dan par peneliti untuk memahami kepemimpinan adalah mengidentiIikasikan siIatsiIat pemimpin. Sebagian besar penelitian-penelitian awal tentang kepemimpinan ini bermaksud untuk: a) membandingkan siIat-siIat orang yang menjadi pemimpin dengan siIat-siIat yang menajdi pengikut (tidak menjadi pemimpin), dan b) mengidentiIikasi ciri-ciri dan siIat-siIat yang dimiliki oleh para pemimpin eIektiI. Berbagai studi pembandingan siIat-siIat pemimpin dan bukan pemimpin, sering menemukan bahwa pemimpin cenderung mempunyai tinngkat kecerdasan lebih tinggi, lebih ramah, dan lebih percaya diri daripada yang lain dan mempunyai kebuthan akankekuasaan lebih besar. Tetapi kombinasi siIat-siIat tertentu yanng akan membedakan antara pemimpin atau calon pemimpin dari pengikut, belum pernah ditemukan. Penelitian lain mencoba untuk membandingkan siIat-siIat pemimpin yang eIektiI dan tidak eIektiI. Berbagai siIat dipelajari untuk menentukan apakah hal- hal tersebut berhubungan dengan kepemimpinan eIektiI. Seorang peneliti, Edwin Ghiselli, dalam penelitian ilmiahnya telah menunjukkan siIat siIat tertentu yang tampaknya penting untuk kepemimpinan eIektiI. SiIat-siIat tersebut adalah sebagai berikut: a) Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas (supervisory ability) atau pelaksanan Iungsi-Iungsi dasar manajemen, terutama pengarahan dan pengawasan pekerjaan orang lain. b) Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian tanggungjawab dan keinginan sukses. c) Kecerdasan, mencakup kebijakan, pemikiran kraetiI dan daya pikir. d) Ketegasan, atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan dan memecahkan masalah-masalah dengan cakap dan tepat. e) Kepercayaan diri, atau pandangan terhadap dirinya sebagai kemampuan untuk menghadapi masalah. I) InisiatiI, atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung, mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru atau inovasi. Sedangkan Keith Davis mengikhtisarkan emapt ciri/siIat utama yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan organisasi, yaitu : 1) Kecerdasan, 2) Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, 3) Motivasi diri dan dorongan berprestasi, dan 4) sikap-sikap hubungan manusiawi. 2) Pendekatan Perilaku (Behavioral Approach) Di akhir tahun 40-an, peneliti mulai mengeksplorasi pemikiran bahwa bagaimana seseorang berperilaku menentukan keeIketiIan kepemimpinan seseorang, dari pada berusaha menemukan siIat-siIat, maka selanjutnya para peneliti meneliti perilaku dan pengaruhnya pada prsetasi dan kepuasan dari pengikut-pengikutnya. Pada tahun 1947, Rensis Likert mulai mempelajari bagaimana cara yanng paling baik unuk mengelola usaha dari individu-individu untuk mencapai kinerja dan kepuasan sebagaimana yang diinginkan. Tujuan dari kebanyakan penelitian kepemimpinan yang diilhami oleh Tim Likert di University oI Michigan (UM) adalah untuk menemukan prinsip dan metode kepemimpinan yang eIektiI. Kriteria keeIektiIan yang digunakan dalam banyak studi tersebut adalah: a) Produktivitas per jam kerja, atau pengukuran lainnya yang mirip dari keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan produksinya. b) Kepuasan kerja dari anggota organisasi. c) Tingkat turnover, absensi, dan sakit hati. d) Baiya e) Bahan terbuang I) Motivasi karyawan dan manajerial. Studi dilakukan pada berbagai jenis organisasi: kimiawi, elektronik, makanan, peralatan berat, asuransi, petroleum, sarana umum, rumah sakit, bank, dan agen pemerintahan. Data didapat dari ribuan karyawan yang melakukanberbagai macam tugas, mulai dari pekerjaan yang tidak terampil sampai dengan pekerjaan penelitian dan pengembangan yang berketerampilan tinggi. Melalui wawancara dengan pemimpin dan pengikutnya, peneliti mengidentiIikasikan dua gaya kepemimipinan yang berbeda, disebut sebagai fob- centered/ berpusat pada pekerjaan dan employee-centered/ berpusat pada karyawan. Pemimpin yang fob-centered/berpusat pada pekerjaan (tugas) menerapkan pengawasan ketat sehingga bawahan melaksanakan tugas dengan menggunakan prosedur yang telah ditentukan. Pemimpin ini mengandalkan kekuatan paksaan, imbalan, dan hukuman untuk memengaruhi siIat-siIat dan prestasi penngikutnya. Perhatian pada orang dilihat sebagai suatu hal mewah yang tidak dapat selalu dipenuhi pemimpin. Seorang pemimpin dengan orientasi pekerjaan/tugas cenderung menunjukkan pola-pola perilaku berikut : a) Merumuskan secara jelas peranannya sendiri maupun peranan staIInya. b) Menetapkan tujuan-tujuan yang sukar tetapi dapat dicapai, dan memberitahukan orang-orang apa yang diharapkan dari mereka. c) Menentukan prosedur-prosedur untuk mengukur kemajuan dan untuk mengukur pencapaian tujuan itu, yakni tujuan-tujuan yang dirumuskan secara jelas dan khas. d) Melaksanakan peranan kepemimpinan secara aktiI dalam merencanakan, mengarahkan dan membimbing, dan mengendalikan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada tujuan. e) Berminat mencapai peningkatan produktivitas. Pemimpin yang kadar orientasi-pekerjaannya rendah cenderung menjadi tidak aktiI dalam mengarahkan perilaku yang beorientasi tujuan, seperti perencanaan dan penjadwalan. Mereka cenderung bekerja seperti par karyawan lain dan tidak membedakan peranan mereka sebagai pemimpin organisasi secara jelas. Pemimpin yang berpusat orang/karyawan, percaya dalam mendelegasikan pengambilan keputusan dan membantu penngikutnya dalam memuaskan kebutuhannya dengan cara membentuk suatu lingkungan kerja yang suportiI. Pemimpin yang berpusat pada karyawan memiliki perhatian dan memotivasi terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan prestasi pribadi pengikutnya dan membina hubungan manusiawi. Tindakan-tindakan ini diasumsikan dapat memajukan pembentukan dan perkembangan kelompok. Orang-orang yang kuat dalam orientasi-orang cenderung menunjukkan pola-pola perilaku berikut : a) Menunjukkan perhatian atas terpeliharanya keharmonisan dalam organisasi dan menghilangkan ketegangan, jika timbul. b) Menunjukkan perhatian pada orang sebagai manusia dan bukan sebagai alat produksi saja. c) Menunjukkan pengertian dan rasahormat pada kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, keinginan-keinginan, perasaan dan ide-ide karyawan.\ d) Mendirikan komunikasi timbal balik yang baik dengan staII. e) Menerapakan prinsip penekanan ulang untuk meningkatkan prestasi karyawan. Prinsip ini menyatakan bahwa perilaku yang diberi imbalan akan bertambah dalam Irekuensinya, dan bahwa perilaku yang tidak diberi imbalan (dihukum) akan berkurang dalam Irekuensinya. I) Mendelegasikan kekuasaan dan tanggungjawab, serta mendorong inisiatiI. g) Menciptakan suatu suasana kerjasama dan gugus kerja dalam organisasi. Pemimpin yang orientasi-orangnya rendah cenderung bersikap dingin dalam hubungan dengan karyawan mereka, memusatkan perhatian pada prestasi individu dan persaingan ketimbang kerjasama, serta tidak mendelegasikan kekuasan dan tanggungjawab. Orang-orang yang orientasi-orangnya tinggi belum tentu merupakan orang-orang yang ramah dan sosial; melainkan mereka dapat menangani pelbagai macam orang dengan eIektiI. Mereka menunjukkan ketrampilan yang tinggi dalam bidang hubungan antar manusia. Dalam hubungan mereka dengan karyawan, mereka cenderung memberikan nasehat, mengkoordinasi, mengarahkan dan mengambil inisiatiI daripada mengkritik, melarang dan menghakimi. Mereka bersiIat membujuk ketimbang menghukum. Mereka memberikan pengaruh kuat dan pengarahan yang kuat namun dengan cara yang tidak menimbulkan dendam. Ciri-ciri umum yang terdapat pada pemimpin yang orientasi-karyawannya tinggi meliputi hal-hal sebagai berikut : a) Mereka mengerti kebutuhan, tujuan-tujuan, nilai-nilai, batas-batas dan kemampuan mereka sendiri. Pengertian dan pengetahuan tentang diri sendiri ini merupakan suatu prasyarat yang diperlukan untuk hubungan yang baik dengan orang lain. b) Mereka peka terhadap kebutuhan orang lain; mereka membantu orang untuk memenuhi kebutuhan ini. Melalui berkomunikasi dengan para karyawan mereka, para pemimpin dapat mengarahkan usaha-usahanya secara lebih eIektiI sehingga tujuan perusahaan dan kebutuhan karyawan, kedua-duanya berjalan seiring. c) Mereka dapat menerima dan menghargai nilai-nilai dan gaya hidup yang berlainan. Mereka menunjukkan kemampuan dan kesediaan untuk berhubungan dengan orang-orang yang sama sekali berbeda dengan mereka. d) Mereka melibatkan para karyawan mereka dalam tujuan perusahaan dengan memahami kebutuhan-kebutuhan mereka dan mendelegasikan kekuasaan serta membagi tanggungjawab. e) Mereka memiliki ketrampilan berkomunikasi yang baik, merek mendengarkan, mengajukan pertanyaan, berdiskusi dan berdebat, dan menggunakan inIormasi yang mereka terima untuk mengarahkan da melibatkan karyawan mereka dalam tindakan yang eIektiI. ) Pendekatan Situasional - Contingency Pendekatan kesiIatan dan perilaku belum sepenuhnya dapat menjelaskan kepemimpinan. Di samping itu, sebagian besar penelitian menyimpulkan bahwa tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang tepat bagi setiap manajer di bahwa seluruh kondisi. Maka teori kepemimpinan situasional mengusulkan bahwa keeIektiIan kepemimpinan tergantung pada kesesuaian antara kepribadian, tugas, kekuatan, sikap, persepsi dan situasi. Teori situasional yang terkenal adalah: (1) rangkaian kesatuan kepemimpinan dari Tannembaum dan Schmidt, (2) toeri 'contingency dari Fiedler, dan (3) teori siklus-kehidupan dari Harsey dan Blanchard. 2.2 Gaya Kepemimpinan Dalam menjalankan tugas pemimpin memiliki tiga pola dasar gaya kepemimpinan yaitu yang mementingkan pelaksanaan tugas, yang mementingkan hubungan kerjasama, dan yang mementingkan hasil yang dapat dicapai (Veithzal Rivai, 2004). Menurut Veithzal Rivai (2004) gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari IalsaIah, ketrampilan, siIat, dan sikap yang mendasari perilaku seseorang. Gaya kepemimpinan menunjukkan secara langsung maupun tidak langsung, tentang keyakinan seorang pemimpin terhadap kemampuan bawahannya. Artinya, gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari IalsaIah, keterampilan, siIat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya. Flippo (1994) berpendapat gaya kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai suatu pola perilaku yang dirancang untuk memadukan kepentingan-kepentingan organisasi dan personalia guna mengejar beberapa sasaran. Sedangkan MiItah Thoha (1983) menyatakan gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Sehingga menyelaraskan persepsi diantara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan orang yang perilakunya akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya. Dalam teori jalur tujuan (Path Goal Theory) yang dikembangkan oleh Robert House (1971, dalam Kreitner dan Kinicki, 2005) menyatakan bahwa pemimpin mendorong kinerja yang lebih tinggi dengan cara memberikan kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi bawahannya agar percaya bahwa hasil yang berharga bisa dicapai dengan usaha yang serius. Kepemimpinan yang berlaku secara universal menghasilkan tingkat kinerja dan kepuasan bawahan yang tinggi. Dalam situasi yang berbeda mensyaratkan gaya kepemimpinan yaitu karakteristik personal dan kekuatan lingkungan. Teori ini juga menggambarkan bagaimana persepsi harapan dipengaruhi oleh hubungan kontijensi diantara empat gaya kepemimpinan dan berbagai sikap dan perilaku karyawan. Perilaku pemimpin memberikan motivasi sampai tingkat (1) mengurangi halangan jalan yang mengganggu pencapaian tujuan, (2) memberikan panduan dan dukungan yang dibutuhkan oleh para karyawan, dan (3) mengaitkan penghargaan yang berarti terhadap pencapaian tujuan. Selain itu House percaya bahwa pemimpin dapat menunjukkan lebih dari satu gaya kepemimpinan, dan mengidentiIikasikan empat gaya kepemimpinan, yaitu: 1) Kepemimpinan yang mengarahkan/pengasuh (direktiI). Memberikan panduan kepada para karyawan mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana cara melakukannya, menjadwalkan pekerjaan, dan mempertahankan standar kerja. 2) Kepemimpinan yang mendukung (supportive). Menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan dan kebutuhan para karyawan, sikap ramah dan dapat didekati, serta meperlakukan para karyawan sebagai orang yang setara dengan dirinya. 3) Kepemimpinan partisipatiI. Berkonsultasi dengan karyawan dan secara serius mempertimbangkan gagasan mereka pada saat mengambil keputusan. 4) Kepemimpinan yang berorientasi pada pencapaian (prestasi). Mendorong para karyawan untuk berprestasi pada tingkat tertinggi mereka dengan menetapkan tujuan yang menantang, menekankan pada kesempurnaan, dan memperlihatkan kepercayaan diri atas kemampuan karyawan. Dengan mempergunakan salah satu dari empat gaya di atas, pemimpin berusaha mempengaruhi persepsi bawahannya dan memotivasinya, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja, dan pelaksanaan kerja yang eIektiI. Sedangkan penelitian Iowa University yang dilakukan oleh Ronald Lippit, Talph K, White, dibawah bimbingan Kurt Lewin pada tahun 1930-an ( Luthans, 2006) menghasilkan tiga gaya kepemimpinan, yaitu: 1) Otokratis (Autocratic). Pemimpin memegang kekuasaan secara penuh, kekuasaanya bersiIat sentralistik, menekankan kekuasaan jabatan, dilaksanakan dengan paksaan serta memegang sistem pemberian hadiah dan hukuman. 2) Bebas kendali (Laissez Iaire). Pemimpin memberikan kebebasan penuh kepada bawahannya untuk melakukan apa saja. Peran aktiI dilakukan oleh anggota organisasi yang bebas memilih cara bekerja. 3) Demokratis (Democratic). Pemimpin yang mendelegasikan wewenang pada bawahan, mendorong partisipasi bawahan, menekankan kemampuan bawahan dalam menyelesaikan tugasnya, dan memperoleh penghargaan melalui kekuasaan pengaruh, bukan jabatan. W.J Reddin (1967) seorang proIesor dan konsultan dari kanada memperkenalkan tiga dimensi kepemimpinan. Dimana selain eIektivitas Reddin juga melihat gaya kepemimpinan selalu dipulangkan pada dua hal mendasar, yakni hubungan pemimpin dengan tugas dan hubugan kerja. Model yang dibangunnya adalah gaya kepemimpinan yang cocok dan yang mempunyai pengaruh terhadap lingkungannya. Empat gaya yang eIektiI adalah: 1) EksekutiI (Executive). Banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas pekerjaan dan hubugan kerja. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya ini disebut sebagai motivator yang baik, mau menetapkan standar kerja yang tinggi, mengenal perbedaan diantara individu, dan kerja sama tim. 2) Pengembang (Developer). Memberikan perhatian yang maksimum terhadap hubungan kerja, dan perhatian yang minimum terhadap tugas- tugas pekerjaan. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya ini mempunyai kepercayaan yang implisit terhadap anggota organisasi, dan sangat perhatian terhadap pengembangan mereka sebagai seorang individu. 3) Otokratis yang baik hati (Benevolent outocrat). Memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas, dan perhatian yang minimum terhadap hubungan kerja. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya ini mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan dan bagaimana memperoleh yang diinginan tersebut tanpa menyebabkan ketidakseganan dipihak lain. 4) Birokrat (Bureaucrat). Memberikan perhatian yang minimum terhadap tugas maupun hubungan kerja. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya ini sangat tertarik pada peraturan-peraturan dan menginginkan memeliharanya, serta melakukan kontrol situasi secara teliti. Empat gaya yang tidak eIektiI adalah: 1) Kompromi (Compromiser). Memberikan perhatian yang besar pada tugas dan hubungan kerja dalam situasi yang menekankan pada kompromi. Pemimpin yang menggunakan gaya ini merupakan pembuat keputusan yang jelek, banyak tekanan yang mempengaruhinya. 2) Missionari (Missionary). Memberikan perhatian yang maksimum pada orang dan hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian yang minimum terhadap tugas dengan perilaku yang tidak sesuai. Pemimpin yang menggunakan gaya ini hanya menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan dalam dirinya. 3) Otokrat (Autocrat). Memberikan perhatian yang maksimum pada tugas dan minimum terhadap hubungan kerja dengan suatu perilaku yang tidak sesuai. Pemimpin yang menggunakan gaya ini tidak mempunyai kepercayaan pada orang lain, tidak menyenangkan, dan hanya tertarik pada jenis pekerjaan yang segera selesai. 4) Lari dari tugas (Deserter). Gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian pada tugas maupun hubungan kerja. Dalam situasi tertentu gaya ini tidak begitu terpuji, karena pemimpin seperti ini pasiI, tidak mau ikut campur tangan secara aktiI dan positiI.