Wakil Ketua ICMI Orwil Sulawesi Selatan 1 HIJRAH MORAL UNTUK KEBANGKITAN INDONESIA Pendidikan, Sosial, dan Kebudayaan Oleh: Prof. Dr. H. Arifuddin Ahmad, MA. (Wakil Ketua ICMI Orwil Sulsel) Muqaddimah Mencermati kondisi moral atau akhlaq bangsa saat ini, sungguh sangat memprihatinkan karena perilaku amoral hampir menimpa semua elemen bangsa dan dalam berbagai aspek kehidupan. Misalnya, korupsi yang tumbuh subur bagaikan benalu di semua area, tidak terkecuali di area kejaksaan, kehakiman, dan kementerian agama, terutama di kalangan pejabat; transaksi pasal dan anggaran di kalangan wakil rakyat, penjualan aset-aset bangsa melalui perusahaan dan kerjasama asing seperti yang terjadi di Freeport; tawuran dan perkelahian di kalangan generasi muda. Dalam aspek sosial politik, perilaku amoral antara lain dalam bentuk kebohongan, saling menfitnah, money politic, ghibah, irihati, kerakusan, ketamakan, dan ambisi; dalam aspek sosial ekonomi, amoral antara lain dalam bentuk monopoli, kecurangan, dan manipulasi; dalam aspek hukum, amoral antara lain dalam bentuk sumpah palsu dan sogok- menyogok; dalam aspek budaya, amoral antara lain dalam bentuk pergaulan bebas, pornografi dan pornoaksi bahkan perselingkuhan dan kebebasan seks; dalam aspek sosial kemasyarakatan, amoral antara lain dalam bentuk kesombongan, keangkuhan, dan kedurhakaan. Perilaku amoral juga ditemukan dalam aspek pendidikan, antara lain dalam bentuk plagiat hasil karya ilmiah, perjokian dalam ujian, dan bahkan semua perilaku amoral yang terjadi pada aspek kehidupan lainnya tidak terlepas dari aspek pendidikan itu sendiri. Sistim pendidikan yang ada umumnya hanya menyentuh ranah kognitif, sebagian ranah psikomotorik, dan hanya sedikit yang menyentuh ranah afektif dan bahkan kering spiritual. Tidak jarang ditemukan seorang peserta didik mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan sekalipun rumit namun pada saat yang bersamaan yang bersangkutan sering mengganggu paserta didik lainnya. Pada sisi lain, tenaga pengajar tidak mampu menjadi teladan bagi peserta didiknya dan tenaga kependidikan juga ikut korupsi. Kondisi seperti itu memerlukan sebuah upaya yang sistematis untuk dapat mengatasinya. Sebab, dengan membiarkan kondisi seperti itu berarti membiarkan negeri ini bisa karam dalam lembah kehancuran. Hal ini sejalan dengan pernyataan Imam Al-Syauki, seorang cendekiawan muslim, mengatakan: 1
Sesungguhnya bangsa itu tergantung akhlaq atau moralnya, bila hina akhlaqnya maka hina pulalah bangsa itu. Hal ini berarti bahwa untuk kebangkitan bangsa Indonesia, maka perlu berhijrah dari kondisi bangsa yang hina akhlaqnya menjadi bangsa yang mulia akhlaqnya. Pengertian Hijrah Dari segi etimologi hijrah berarti meninggalkan atau menghindari sesuatu ke sesuatu yang lebih baik; berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain, atau berpindah dari suatu kondisi ke kondisi lain yang lebih baik. 2 Berdasarkan pengertian ini, maka hijrah mengandung pengertian berpindah dari suatu tempat yang kondisinya tidak menguntungkan ke tempat yang menguntungkan dalam memperjuangkan dinul Islam, atau meninggalkan hal-hal yang 1 Muhammad bin Ibrahim bin Ibrahim bin Hisan, Silsilah Imaniyah. Juz I, h. 24. 2 Ibn Manzhur, Lisan al-Arab (Beirut: Dar al-Mishriyah li al-Talif wa al-Tarjamah, t.th.) Juz V, h. 250. 2 terlarang, sebaliknya meningkatkan ketaatan kepada Allah. Secara terminologi, hijrah berarti perpindahan Nabi Muhammad saw. bersama sahabatnya dari Makkah ke Madinah atas perintah Allah Swt. Di dalam Al-Quran, penggunaan term hijrah dan derivasinya, antara lain ditemukan pada surah al-Muddatstsir/74:5, berbunyi: Dan segala yang buruk, maka tinggalkanlah. Juga di dalam surah al-Nisa/4: 100, berbunyi: ., .,', , _. _,,. ... .,, _. .. ...'. :s ..., ., _'., . .:,, ,.,'. _.; ... ..,'., `,': '.s.', '.,.. ... _., '.',| _.. ... .s, '... ,.. ..,. Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ayat yang disebut pertama menunjukkan bahwa makna hijrah adalah perubahan sikap dan perilaku (hijrah maknawi) sedangkan yang kedua menunjukkan perpindahan tempat (hijrah makani). Namun, kedua ayat tersebut menunjukkan pentingnya berhijrah dalam kehidupan ini. Ayat yang pertama menggunakan kalimat perintah dan yang kedua mengungkapkan fadhilah yang besar bagi orang yang berhijrah. Hal ini berarti bahwa hijrah hukumnya wajib. Sejalan dengan al-Quran, Hadis-hadis Nabi pun menggunakan kata hijrah untuk kedua makna tersebut, antara lain hadis riwayat Umar bin al-Khattab ra. yang menceritakan tetang penegasan Rasulullah saw. kepada sahabatnya takala berhijrah dari Mekah ke Madinah, berbunyi: ..`.; ',..... ..`,..., ..`.;, _s. _. .. _,. .. ...s '.':,. _.; .,.'. .,',,.', ,| _.; .|. .,'.s., '.':,,. _.; .. ,.. .,.; 3 , ., _..,. , Setiap pekerjaan harus disertai dengan niat dan setiap pekerjaan bergantung pada niatnya. Maka, barang siapa hijrahnya didorong oleh keinginan mendapat keuntungan duniawi atau karena ingin mengawini seorang wanita, maka hijrahnya sesuai dengan (niat) hijrahnya. (HR. al-Bukhari) Dan, pada hadis yang lain, Rasulullah saw. pernah bersabda sebagaimana di riwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Abdullah ibnu Umar ra., berbunyi: ',..'.. . ,.. ,'...'.. . ..... ..,, ',.,'.., . ,. _,... '... '... 4 , ., _..,. , Orang Islam (muslim) adalah orang yang (menjamin) keselamatan orang-orang Islam (lainnya) dari ucapan dan perbuatannya dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan segala yang dilarang oleh Allah Swt. (HR. Al-Bukhari) Hakikat hijrah adalah meninggalkan atau mencegah berkembangnya perbuatan yang dilarang oleh Allah Swt. Nabi Muhammad saw. bersama sahabatnya diperintahkan hijrah dari kota kelahirannya agar orang-orang Arab Quraisy menghentikan penindasannya. Hal ini berarti bahwa hijrah moral tidak hanya bermakna meninggalkan moral yang buruk menuju moral yang baik. Tetapi, meninggalkan moral yang hina menunju akhlaq yang mulia. Sebab, boleh jadi ukuran moral yang baik bagi manusia belum tentu baik dalam pandangan Allah 3 Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhariy, Shahih al-Bukhari. Juz I, h. 4. 4 Ibid., h. 23. 3 Swt. Moral yang baik tidak selamanya dapat dikatagorikan akhlaq yang mulia, tetapi akhlaq yang mulia pastilah moral yang baik. Hijrah mengandung pengertian yang luas, termasuk keluar dari medan perjuangan yang sempit ke gelanggang yang lebih luas dan ia adalah pemisah di antara yang hak dengan yang batil. Ia juga merangkumi makna perpindahan kepada hidup yang lebih baik, lebih maju, lebih mulia dan lebih bermakna serta berada pada lingkungan rahmat dan keredhaan dari Ilahi. Selain dapat berbentuk perpindahan fisik, hijrah juga dapat berbentuk perubahan mental. Hijrah dalam bentuk perubahan mental inilah yang dapat dikatagorikan sebagai hijrah moral (lebih tepat disebut hijrah akhlaq). Dengan demikian, hijrah dapat dilakukan sepanjang masa dan berlaku untuk setiap orang. Bahkan, hijrah merupakan suatu kewajiban asasi bagi setiap manusia. Hijrah bukan berarti perpindahan karena semata-mata untuk memeroleh kesenangan dan mengelakkan penderitaan, seperti pandangan sebagian orientalis yang berpendapat bahwa hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah s.a.w karena beliau tidak lagi popular di kalangan masyarakat Arab Mekah. Peristiwa hijrah sebagai simbol bagi kerelaan jiwa untuk meninggalkan sesuatu yang merugikan umat meskipun bisa menguntungkan bagi diri sendiri. Meninggalkan sesuatu yang menguntungkan pribadi adalah lebih berat bagi seseorang sebagai manusia yang menurut tabiatnya cenderung bersifat egois, namun dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa semangat hijrah mengajarkan bahwa apabila bertentangan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan umat, maka kepentingan umatlah yang harus didahulukan. Tanpa sifat-sifat sanggup berhijrah, mustahil kejayaan akan tercapai dan kemajuan ummat tidak akan berhasil. Mengapa Hijrah Moral atau Akhlaq? Bangsa Indonesia adalah bangsa yang merdeka dan berdaulat; sumber daya alam sangat melimpah. Namun, sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa kondisi moral atau akhlaq bangsa sungguh sangat memprihatinkan, maka kondisi seperti ini menjadi alamat kehancuran bangsa. Sumber daya alam yang melimpah belum mampu menyejahterakan masyarakat karena pengelolaannya tidak dilandasi pada perilaku akhlaq yang mulia. Bahkan, kalaupun sumber daya alam itu menghasilkan sesuatu, maka iapun dinikmati oleh kalangan tertentu, bukan untuk kemaslahatan masyarakat umum, dan dipergunakan untuk kemaksiatan. Berdasarkan petunjuk Allah dan RasulNya, tanda-tanda hinanya akhlaq antara lain : Pertama, banyaknya kejahatan dan perbuatan jahat, serta merosotnya nilai keislaman pada bangsa itu. Rasulullah SAW bersabda: `; ... ..`:., ..,. . ,...,. `;, ..| .`.. .....; ,','...| ...'. 5 . ., ..| . ,., , .. Sesungguhnya kejahatan dan perbuatan jahat, keduanya sama sekali bukan ajaran Islam, dan bahwasanya orang yang paling baik Islamnya ialah yang paling baik akhlaqnya. (HR. Ahmad dari Jabir bin Samurah) Kedua, memperturutkan hawa nafsu. Allah Swt. berfirman: .., '_,| _... `; .`.. ..`.. ,..., .; .. ,. _, `; _, ',.. ',,. Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (QS. Yusuf/12: 53). 5 Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal. Juz IV, h. 349. 4 Ketiga, penyakit dengki dan suka permusuhan serta hilangnya rasa kasih sayang. Rasulullah saw. bersabda: . , ,,. ` ,,'. . ,.. `,. ,s,. '. ,.. ,s.,. '...,. , .'... , '...,. _. ...... ,. ..... ..`.. , s. ..... .,.. , _:. _... ..,, . ,.'..: .`., _`:. .,'..,': , . ,'..,': _`:. ,,..: . ,s'.,. .., '.,:', ,s. ..: ,'.. ,`.. ,s.,, ., ,. ....., .,, Dari Ibnu Zubair r.a, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, Akan menjangkiti kepada kalian penyakit ummat-ummat sebelum kalian. Yaitu, kebencian dan kedengkian. Kebencian itu adalah pencukur. Bukan pencukur rambut, tetapi pencukur agama. Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan- Nya, kamu sekalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman. Dan kalian tidak beriman sehingga saling mencintai. Maukah kuberitahukan kepada kalian sesuatu yang bisa memantapkan kalian pada yang demikian itu ? Yaitu tebarkanlah salam diantara kalian. (HR. Al-Bazzar dengan sanad yang baik) Berdasarkan dalil-dalil di atas, maka dapat dikatakan bahwa hinanya akhlaq bangsa ini sudah sangat jelas, baik yang dilakukan oleh kalangan yang terhormat (al-syarif) maupun kalangan masyarakat awam (al-dhaif). Dengan demikian, berhijrah dari kondisi bangsa yang akhlaqnya hina menjadi bangsa yang akhlaqnya mulia menjadi suatu keniscayaan bagi bangsa Indonesia. Melakukan pembiaran terhadap kondisi bangsa yang akhlaqnya hina berarti membiarkan bangsa Indonesia mengalami kehancuran. Allah Swt. berfirman di dalam QS. Bani Israil/17:16, berbunyi: :;, ...| | ..,'. .,. ...| .,,.:'. ,.... .,,. `.. .,,.. ',,.. ....`... ..: Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan di dalam (negeri) itu, maka sepantasnya berlakulah terhadapnya perkataan (hukuman Kami), kemudian Kami binasakan sama sekali (negeri itu). Peringatan Allah Swt. tersebut seharusnya menjadi perhatian bangsa Indonesia inilah yang saat ini disadari oleh ICMI untuk dapat keluar dari keterpurukan. Semua elemen bangsa harus hijrah moral atau akhlaq untuk bangkit sehingga masyarakat dapat menikmati kemerdekaan yang hakiki, bermartabat, sejahtera, aman, damai, dan sentosa. Langkah-langkahnya Berbeda dengan hijrah yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw., memulai dari Mekah dan berakhir di Madinah, hijrah moral atau akhlaq tampaknya agak sulit menentukan darimana dan kapan harus mulai dan di mana dan kapan harus berakhir. Islam mengajarkan bahwa hidup itu harus dinamis, tidak menyuruh berdiam diri dan menunggu Tuhan memberi sesuatu tanpa berusaha. Allah s.w.t telah berfirman di dalam QS. Alr-Rad/13: 11, berbunyi: `; ... .. ',.', .. ,,., _`:. ,',.', .. ,,...., :;, .| '... ,,., ,'. ... `.. '.. .., ,',. . ..,'. . ,, Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia. Dengan demikian, hijrah akhlaq dapat dimulai dari kesadaran untuk berubah atau niat untuk berubah, ada political will. Pepatah menyatakan: Di mana ada keinginan (niat) di situ ada jalan. Hal ini sejalan dengan hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam al- Bukhari dari Umar bin al-Khattab tentang hijrah, juga menunjukkan bahwa untuk memulai suatu pekerjaan, termasuk hijrah akhlaq dimulai dari niat. 5 Di sisi lain, Rasulullah saw. pernah bersabda: |., ...., mulailah dari dirimu sendiri (HR. Muslim dari Jabir). Ini berarti bahwa hijrah juga harus dimulai dari setiap individu, diri sendiri. Selanjutnya, ajakan berhijrah ditujukan kepada keluarga (Q.s. al-Tahrim/66:6) karena keluarga merupakan bagian dari tanggung jawab setiap orang. Allah s.w.t membekali kelengkapan bagi manusia berdikari dan berikhtiar dalam menentukan arah kehidupan. Manusia dibekali peralatan dan kemampuan mengubah segala apa yang ada di sekelilingnya dan yang ada di dalam dirinya (pemikiran, persepsi, kesadaran dan emosi). Manusia dapat melakukan perubahan atau hijrah melalui pembangunan jiwa, pembangunan mental dan pembangunan fisik. Sedikitnya ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan perubahan (hijrah), yaitu: pendekatan kultural dan pendekatan struktural. 1. Pendekatan Kultural Jika setiap individu melakukan hijrah akhlaq pada dirinya masing-masing dan selanjutnya setiap keluarga, maka suatu masyarakat pun nantinya akan mengalami perubahan dari kondisi yang hina menjadi masyarakat yang mulia. Jika hijrah itu diterapkan pada suatu lembaga sosial, seperti ICMI; setiap individu pengurus ICMI berhijrah lalu mengajak keluarga besar ICMI untuk berhijrah dan seterusnya semua yang ada di sekitar lingkungannya juga untuk berhijrah, maka suatu saat masyarakat di lingkungan ICMI akan lebih baik dan memiliki tatanan hidup yag lebih mulia dan lebih bermartabat. Pendekatan kultural dapat dilakukan, antara lain dengan menggali kearifan lokal yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Allah Swt. dan kembali menjadikan sebagai suatu kebiasaan dan kebanggaan. Di sisi lain, bangsa Indoenesia, khsusnya ummat Islam harus menggali nilai-nilai ajaran Allah Swt. untuk dijadikan sebagai kebiasaan dan menciptakan budaya baru yang berketuhanan Yang Maha Esa. Dalam pada itu, pepatah bugis menyatakan, Lele bulu tellele abiasang (Bukit dapat dipindahkan tetapi kebiasaan tidak akan berubah). Lalu ditambahkan oleh Mattulada (Sosiolog Sulsel), Lele mua abiasangnge abiasangtopa (kebiasaan dapat berubah [dengan meciptakan] kebiasaan baru). Hal ini berarti bahwa bangsa Indonesia dapat keluar dari kondisi terpuruk seperti ini dengan hijrah kembali kepada nilai-nilai kearifan lokal dan/atau menciptakan budaya baru yang sejalan dengan nilai-nilai ajaran Allah Swt. 2. Pendekatan Struktural Jika mencermati kondisi bangsa Indonesia saat ini, maka dapat dikatakan kembali pada kondisi yang disebut Jahiliyah, yakni Jahiliyah Modern. Indikatornya adalah telah terjadi penjahiliyaan dibidang aqidah (zhann al-jahiliyah) dalam bentuk pendangkalan jahiliyah dengan berbagai ideologi yang menjauhkan manusia dari Tuhan; penjahiliyahan di bidang politik (hamiyah al-jahiliyah) dengan sistim demokrasi liberal yang melahirkan hegemoni mayoritas; penjahiliyaah di bidang budaya (tabarruj al-jahiliyah) dengan konsep HAM yang menyuburkan pornografi dan pronoaksi serta kebebasan seks; dan penjahiliyaan di bidang hukum (hukm al-jahiliyah) dengan sistim hukum yang mengabaikan nilai-nilai keilahian. Karena itu, bangsa Indonesia bahkan dunia saat ini memerlukan perubahan sistem, yakni hijrah dari sistem jahiliyah ke sistem Islam. Ini berarti bahwa hijrah dengan pendekatan kultural belum memadai tetapi memerlukan hijrah dengan pendekatan struktural. Secara struktural, hijrah dapat dilakukan dengan mengkaji ulang seluruh regulasi yang membentuk tatanam masyarakat mengarah kepada masyarakat yang jahiliyah atau 6 akhlaqnya hina. Demikian pula, setiap regulasi yang dapat menghalangi terwujudnya suatu sistem yang berakhlaq mulia harus diamandemen. Pada sisi lain, nilai-nilai keislaman harus dimaksimalkan dapat dimasukkan dalam seluruh regulasi agar sistem yang kelak terbentuk adalah sistem yang Islami dan tetap berkeindonesiaan. Di samping itu, sistim pendidikan juga harus diperbaharui, antara lain seluruh materi ajar agar diajarkan dengan falsafah iqra bismirabbik (kajilah dengan nama Tuhanmu. Sistem pendidikan yang ada selama ini masih bersifat sekuler, memisahkan antara ilmu agama dengan ilmu-ilmu lainnya. Seharusnya, seluruh bidang keilmuan dipayungi oleh agama dengan falsafah iqra bismirabbik. Dengan mengabaikan dimensi keilahian dalam berbagai bidang keilmuan melahirkan manusia yang miskin spiritual dan tidak berakhlaq mulia. Hijrah seperti inilah yang akan mendapatkan pertolongan Allah swt. karena dimaksudkan untuk membela agamaNya. Allah berfiman di dalam Q.S. Muhammad/47:7, berbunyi: ., .,,| ,:. ,'.. ; ,''..: ... s'.., , .,:',, ,s...| Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. Dengan demikian, hijrah akhlaq yang dituju agar mendapat pertolongan dari Allah Swt. adalah akhlaq yang berlandaskan pada nilai-nilai yang bersumber dari Allah Swt. itu sendiri atau yang disebut akhlaq al-karimah. Bukankah Rasulullah saw. diutus oleh ke tengah bangsa yang sangat hina akhlaqnya, masyarakat Arab jahiliyah dengan misi perubahan akhlaq yang mulia. Beliau pernah bersabda: ..; .:., ,.. ,.s. , _... , .. 6 "Sesungguhnya saya diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlaq" (HR. Syihab al-Qadhai dari Abu Huraerah) Apabila bangsa Indonesia berinisiatif untuk mengubah keadaan dari kondisi akhlaq yang hina menjadi mulia, maka pertolongan Allah pasti datang. Allah akan mengubah keadaan mereka dari kehinaan dan kerendahan kepada kemuliaan dan ketinggian; dan dari ketertinggalan kepada kemajuan dan kejayaan. Belajar dari Hijrah Rasulullah saw. a. Menjadikan Masjid sebagai pusat kegiatan Tatkala memasuki Kota Yastrib, kebijakan Rasulullah saw. yang pertama kali adalah membangun masjid Quba. Masjid inilah yang dijadikan sebagai pusat kegiatan dalam mempersiapkan terbentuknya suatu tatanan masyarakat dan bahkan suatu negara. Hal ini mengisyaratkan bahwa secara kultural Rasulullah saw. mengubah masyarakat melalui pengkaderan di lingkungan masjid. Sebagai pusat kegiatan, masjid tidak hanya difungsikan sebagai tempat shalat tetapi juga difungsikan pada aspek-aspek lainnya, seperti fungsi sosial kemasyarakatan dan bahkan masjid memiliki tidak kurang dari 27 keunggulan (Hadis Nabi tentang keutamaan shalat berjamaah dimasjid). Pada sisi lain, dengan menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan menunjukkan bahwa segala perilaku manusia hendaknya tidak keluar dari orbit masjid sebagai simbol ketaatan dan kepatuhan kepada Sang Pencipta, Allah Swt. 6 Syihab al-Qadhai, Musnad al-Syihab al-Qadhai, Juz IV, h. 271. 7 b. Menanamkan sikap Itsar Salah satu sikap yang ditanamkan oleh Rasulullah saw. saat melaksanakan hijrah adalah sikap itsar, yakni sikap untuk senantiasa mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan pribadi. Sifat itsar tersebut dinyatakan di dalam QS. Al-Hasyr/59:9, berbunyi: ,:., ,'`,,: `.. .,,., . ,,.,. ,,.', . ,.. ; ,,,. .., ,'.,, _. ,.,'.'. .,.. .`.. ,':,| ,':,',, _.. ,,...| ,., .s ,,, ..... ., ,', `_'. .... ...,.. ','. ,'...'.. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung. Jika seseorang memiliki sifat itsar ini, maka ia akan jauh dari sifat-sifat seperti tamak dan rakus dan jauh dari keinginan merampas dan mengambil hak orang lain. Sifat-sifat seperti inilah yang menjadikan manusia diperbudak oleh harta benda; yang menyebabkan mudah melakukan perbuatan yang dilarang, seperti korupsi. Bukankah korupsi dilakukan, antara lain karena desakan dan keinginan untuk memperkaya diri dan untuk memenuhi kepentingan diri sendiri. Sifat itsar seharusnya ditanamkan lebih dini kepada peserta didik dan bahkan dimulai dari pendidikan informal kemudian pendidikan formal dan non formal. Sifat itsar adalah salah satu sifat yang juga terdapat dalam budaya Indonesia. Salah satu kearifan lokal dan menjadi prinsip hidup orang Bugis Makassar yang sejalan dengan sifat itsar adalah prinsip sipatuo sipatokkong saling menghidupi dan saling membangkitkan. Artinya, diperlukan saling membantu satu dengan yang lainnya sehingga dapat bangkit dan maju bersama-sama. Namun, tampaknya kondisi bangsa saat ini justeru sebaliknya. Yang terjadi adalah satu sama yang lain saling menjatuhkan bahkan saling mematikan. c. Menjadi Uswah Hasanah Rasulullah saw. menjadi pemimpin bagi sahabat-sahabat dan masyarakatnya adalah seorang yang dapat diteladani bahkan teladan yang terbaik (uswah hasanah). Allah Swt. berfirman di dalam QS. Al-Ahzab/33:21, berbunyi: ... .s ,s. _. ,,'. ... .,.| .... .. .s ,',, ... ,,,., .. s:, ... :s Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. Salah satu faktor kebesaran Rasulullah saw. sehingga dapat mengantarkan masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat ilmiah islamiah adalah karena beliau dapat menjadi teladan yang terbaik dalam berbagai aspek kehidupan bagi ummatnya. Beliau adalah bapak teladan dari anak-anaknya; suami teladan dari isteri-isterinya; hakim teladan dari para kliennya; guru teladan dari murid-muridnya; saudagar teladan dari para pembelinya; panglima teladan dari para prajuritnya; dan pemimpin teladan dari masyarakatnya. Keteladanan dapat diraih, antara lain jika seseorang mampu istiqamah atas imannya; taat atas aturan yang telah disepakati; satu kata dengan perbuatannya; dan menjauhi segala bentuk kebohongan. 8 Triologi Kebangkitan: Iman, Hijrah, dan Jihad Di dalam al-Quran, kata hijrah seringkali digandengkan dengan kata iman dan jihad, antara lain QS. al-Baqarah: 218, berbunyi: `; ,:. ,'.. ,:., ,',.. ,'...,, _. _,,. ... ...,| ,',, ... ... '..., ',.. ',,. Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Salah satu perbedaan antara moral dan akhlaq adalah pada dasar penetapannya; akhlaq baik dan buruk diukur berdasarkan wahyu sedangkan moral berdasarkan budaya yang hidup di tengah masyarakat. Akhlaq dibangun atas dasar iman sedangkan moral tidak selamanya dibangun di atas iman tetapi menurut kepatutan dan kepantasan. Seorang yang beriman seharusnya memiliki akhlaq yang mulia sebab iman yang terpatri di dalam dirinya itulah yang seharusnya menjadi motor penggerak setiap perilakunya. Rasulullah saw. pernah bersabda: . _,| .,'. _. . ... ,.. _,`.. _.. . .,.. ,.., . . _., _.`. _. _., ,., '.,'. . ., ',., ... _. ',., ,., '.,'. . ., '., . _ '., ,., '.,'. 7 Dari Abu Huraerah r.a. telah bersabda Rasulullah saw.: Tiadalah berzina seorang pezina tatkala saat itu dia beriman; tiadalah meminum khamar seorang pemabuk tatkala saat itu dia beriman; dan tiadalah mencuri seorang pencuri takala saat itu dia beriman. (HR. Imam al-Bukhari) Hadis Nabi tersebut menunjukkan pentingnya peran iman bagi perilaku seseorang. Perbuatan zina, mengkonsumsi khamar, dan mencuri dilakukan oleh seseorang dikarenakan imannya telah tiada. Hal ini berarti bahwa setiap perbuatan yang melanggar ajaran Allah Swt. terjadi karena pelakunya saat itu tidak beriman, termasuk korupsi. Tiadalah korupsi seorang koruptor tatkala saat itu beriman. Dengan demikian, untuk menghentikan terjadinya korupsi, maka penguatan iman bagi bangsa Indonesia merupakan suatu keniscayaan. Yaitu, iman yang tidak hanya pengakuan di dalam hati dan pembenaran pada lisan tetapi juga aktualisasi dalam setiap perbuatan. Iman yang senantiasa menyertai dan menjadi kontrol setiap perilaku. Iman yang kokoh yang jauh dari kemusyrikan akan melahirkan kesadaran transendental dan semangat berhijrah untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang hina, seperti korupsi dalam berbagai bentuknya yang kini semakin merajalela dan terbuka, yang telah merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan, di negeri yang mayoritas muslim seperti Indonesia ini pun dijumpai jual beli pasal dalam proses penyusunan undang-undang untuk kepentingan para kapitalis dan koruptor. 8 Rasulullah saw. diutus oleh Allah Swt. di tengah masyarakat jahiliyah membangun pondasi masyarakat dengan mengawali dan mengakhiri misinya dengan penanaman iman, 13 tahun di Mekah dan 10 tahun di Madinah. Sementara di Indonesia, aspek iman bagi pembangunan generasi kurang mendapat perhatian kecuali secara normatif. Untuk mengukur tingkat kecerdasan peserta didik misalnya, pemerintah hanya menerapkan Ujian Nasional (UN) untuk mengukur tingkat kognitif peserta didik dan mengabaikan aspek afektif dan spiritual. Bahkan, rumah tangga yang seharusnya menjadi basis awal penanaman iman melalui pendidikan informal pun sangat memprihatinkan. Kesibukan orang tua, termasuk ibu rumah 7 Al-Bukhari, op.cit., Juz 9, h. 157. 8 Didin Hafidhuddin, Muhasabah AKhir Tahun, Republika. 20 November 2011, h. 1 dan 11. 9 tangga di luar rumah menjadikan sebagian besar anak-anak terabaikan oleh kasih sayang orang tua. Sejak kecil anak-anak lebih banyak diperkenalkan materi sehingga melahirkan manusia materialistis, uang adalah tuhan bagi mereka. Padahal iman yang kokoh kepada Allah swt. itulah yang akan menentukan baik buruknya akhlaq seseorang secara hakiki. Meskipun iman menjadi sangat penting dalam kehidupan manusia tetapi untuk melakukan perubahan (hijrah), seperti seorang penegak hukum yang akan memberantas korupsi, maka di samping memiliki iman yang kokoh iapun memerlukan tekad yang kuat dan semangat yang membaja. Itulah yang disebut dengan jihad, yakni kesungguhan atas tekad yang kuat dan semangat yang membaja untuk istiqamah di dalam menegakkan ketentuan Alalh Swt. dan melahirkan amal yang shalih. Iman, hijrah, dan jihad adalah tiga aspek yang sangat urgen dimiliki oleh setiap umat agar dapat memperbaiki tatanan kehidupan kenegaraan dan kebangsaan. Ketiga aspek itulah yang dapat menjadikan bangsa Indonesia bangkit dari keterpurukan dan mengejar bahkan melampaui kemajuan bangsa-bangsa lain. Khatimah 1. Hijrah dapat dibagi kepada hijrah fisik atau tempat (makani) dan non fisik (maknawiyah), yakni meninggalkan segala yang dilarang oleh Allah swt. termasuk yang baik menurut akal manusia. Hijrah merupakan proses transformasi dari kegelapan menuju peradaban yang tercerahkan; dari kondisi jahiliyah menuju peradaban Islami. Antara lain, perubahan dari moral korupsi menjadi moral anti korupsi dan dari moral pembohong kepada moral yang jujur dan tulus. 2. Hijrah moral atau akhlaq dapat diwujudkan melalui dua pendekatan, yakni pendekatan kultural dengan mengubah perilaku setiap orang untuk meninggalkan segala yang dilarang oleh Allah Swt. dan mengubah tatanan sosial kemasyarakatan ke arah yang lebih berkeadaban dan berperadaban. Dan, melalui pendekatan struktural dengan mengubah seluruh regulasi yang memberi peluang terbentuknya masyarakat yang jauh dari ajaran Allah Swt. 3. Hijrah yang dilandasi oleh iman yang kokoh dan dengan semangat jihad yang membaja niscaya dapat mewujudkan amal shalih dan perubahan ke arah yang lebih mencerahkan. Hijrah adalah jihad. Jihad adalah perubahan. Perubahan adalah pengorbanan. Pengorbanan adalah cinta. Cinta itu kebahagiaan. Geloragakan semangat hijrah untuk kebangkitan bangsa dan sebagai sarana pendakian menuju puncak izzah imaniyah. Wa Allah Alam bi al-Shawab.