Anda di halaman 1dari 28

1

RESPONSI KASUS

IKTERUS NEONATORUM









Oleh
Andik Sunaryanto (0402005114)




Pembimbing
dr. I Nyoman Suciawan Sp. A




DALAM RANGKA MEN1ALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
DI LABORATORIUM/SMF ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RSUD SINGARA1A DENPASAR
2009


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nyalah maka tinjauan pustaka dan laporan kasus yang berjudul 'Ikterus Neonatorum
ini dapat selesai tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan tinjauan pustaka dan laporan
kasus ini adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik madya di
bagian/SMF Ilmu Kesehatan anak FK UNUD/RSUD Singaraja.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas ini banyak mendapat bantuan dari
bergagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis bermaksud mengucapkan rasa
terima kasih kepada:
1. Dr. Ketut Budiyasa Sp.A selaku kepala bagian di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Singaraja.
. Dr. I Nyoman Suciawan Sp.A selaku pembimbing dalam penulisan responsi kasus ini.
3. Dr. Ketut Alit Sp. A dan semua staI medis bagian ilmu kesehatan anak RSUD Singaraja.

Penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu saran
dan kritik yang bersiIat membangun sangat diharapkan sehingga dapat dihasilkan tinjauan
pustaka dan laporan kasus yang lebih baik di kemudian hari.




Singaraja, Oktober


Penulis





3


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
.1. DeIinisi ...................................................................................
.. Epidemiologi ..........................................................................
.3. Metabolisme Bilirubin ............................................................. 3
.4. Etiologi, Faktor Risiko, KlasiIikasi .......................................... 3
.5. Penegakan Diagnosis ............................................................... 7
.6. Penatalaksanaan .................. 1
.7. Komplikasi .............................................................................. 13
BAB III LAPORAN KASUS ....................................................................... 15
3.1. Identitas .................................................................................. 15
3.. Anamnesis ............................................................................... 15
3.3. Pemeriksaan Fisik ................................................................... 16
3.4. Usulan Pemeriksaan................................................................. 17
3.5. Hasil Laboratorium ................. 18
3.6. Diagnosa ..................... 1
3.7. Problem List ..................... 1
3.8. Penatalaksanaan ....................................................................... 1
3.. Riwayat Perjalanan Penyakit Selama di RS ......... 1
BAB IV. PEMBAHASAN....................

DAFTAR PUSTAKA




4

BAB I
PENDAHULUAN


1.1Latar Belakang
Neonatus merupakan bayi yang berumur -8 hari. Masa ini merupakan masa transisi
dimana bayi memulai kehidupan diluar rahim ibunya. Begitu banyak perubahan yang dialami
sampai dari organ Iisik maupun Iungsi tubuhnya. Mengingat begitu besar perubahan yang terjadi
maka tak dapat diingkari begitu banyak juga permasalahan yang timbul karena hal tersebut.
Diantaranya adalah perubahan patologis yang memberikan pengaruh buruk terhadap
pertumbuhan dan perkembangan bayi. Salah satunya adalah terjadinya ikterus atau yang lebih
dikenal dengan bayi kuning. Ikterus neonatorum merupakan penyakit yang disebabkan oleh
penimbunan bilirubin dalam jaringan tubuh sehingga kulit,mukosa,dan sklera berubah warna
menjadi kuning. Ikterus ini banyak terjadi pada bayi baru lahir terutama pada bayi prematur dan
BBLR. Hal ini disebabkan karena organ hati yang berIungsi sebagai pemecah bilirubin belum
terbentuk sempurna atau belum berIungsi sempurna layaknya bayi cukup bulan.
1
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus,
ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka
kejadian ikterus terdapat pada 6 bayi cukup bulan dan pada 8 bayi kurang bulan.

Di
Jakarta dilaporkan 3,1 menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersiIat
patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian,
karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus
ditemukan dalam 4 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5
mg/dl dalam 4 jam. Proses hemolisis darah, inIeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1
minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan
kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus
dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.




5

BAB 2
TIN1AUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir. Ikterus
adalah pewarnaan kuning dikulit, konjungtiva, dan mukosa yang terjadi karena meningkatnya
kadar bilirubin dalam darah. Biasanya mulai tampak pada kadar bilirubin serum ~ 5 mg/dL. Atau
disebut dengan hiperbilirubinemia, yang dapat menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau
enseIalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan.
1,

Ikterus neonatorum merupakan Ienomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi
dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi
bilirubin sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi
karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Keadaan bayi kuning (ikterus) sangat sering terjadi pada bayi baru lahir, terutama pada BBLR
(Bayi Berat Lahir Rendah). Banyak sekali penyebab bayi kuning ini. Yang sering terjadi adalah
karena belum matangnya Iungsi hati bayi untuk memproses eritrosit (sel darah merah). Pada bayi
usia sel darah merah kira-kira hari. Hasil pemecahannya, eritrosit harus diproses oleh hati
bayi. Saat lahir hati bayi belum cukup baik untuk melakukan tugasnya. Sisa pemecahan eritrosit
disebut bilirubin, bilirubin ini yang menyebabkan kuning pada bayi.
1,,3

2.2 Epidemiologi
Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan.
Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional
Cipto Mangunkusumo selama tahun 3, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir
sebesar 58 untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan ,3 dengan kadar bilirubin di atas 1
mg/dL pada minggu pertama kehidupan.
4
RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85 bayi cukup
bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 3,8 memiliki kadar bilirubin di
atas 13 mg/dL.5 Pemeriksaan dilakukan pada hari , 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar
bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 8 dan 18,6 bayi
cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia
ditemukan pada 5 dan 56 bayi. Tahun 3 terdapat sebanyak 18 kematian neonatal
(8,5) dari 15 neonatus yang dirawat dengan 4 kematian terkait hiperbilirubinemia.

Data
6

yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens ikterus pada
tahun 3 hanya sebesar 13,7, 78 di antaranya merupakan ikterus Iisiologis dan sisanya
ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1. Didapatkan juga
data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 1, dan bayi kurang bulan ,8.
4

2.3 Metabolisme Bilirubin
Bilirubin merupakan produk yang bersiIat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh.
Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari
hem bebas atau eritropoesis yang tidak eIektiI. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan
proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang
mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alIa. Zat ini sulit larut dalam air
tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai siIat lipoIilik yang sulit diekskresi dan mudah
melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut
kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Di dalam hepar terjadi mekanisme
ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati.
Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z
dan glutation hati lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya
proses konjugasi.
1
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transIerase yang kemudian
menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar
tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini
dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi
urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi
kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorbsi enterohepatik.
1
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari
pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses Iisiologik tertentu pada neonatus.
Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang
lebih pendek (8- hari) dan belum matangnya Iungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini
terjadi pada hari ke -3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian akan menurun
kembali pada hari ke 1-14 kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 1 mg/dl pada bayi
cukup bulan dan kurang dari 1 mg/dl pada bayi kurang bulan. Pada keadaan ini peninggian
7

bilirubin masih dianggap normal dan karenanya disebut ikterus Iisiologik. Masalah akan timbul
apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun sehingga kumulasi
di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel
tubuh, misal kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.
5,6

2.4. Etiologi, Faktor Risiko, Klasifikasi
1. Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:
a. Meningkatnya produksi bilirubin:
- Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur
lebih pendek.
b. Penurunan ekskresi bilirubin
- Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan Iungsi enzim glukuronil transIerase,
UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) sehingga terjadi penurunan uptake
dalam hati dan penurunan konjugasi oleh hati.
- Peningkatan sirkulasi bilirubin enterohepatikus meningkat karena masih berIungsinya
enzim glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.
2. Faktor Risiko
4
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
a. Faktor Maternal
- Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American, Yunani)
- Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
- Penggunaan inIus oksitosin dalam larutan hipotonik, ASI.
b. Faktor Perinatal
- Trauma lahir (seIalhematom, ekimosis)
- InIeksi (bakteri, virus, protozoa)
c. Faktor Neonatus
- Prematuritas
- Faktor genetik
- Polisitemia
- Obat (streptomisin, kloramIenikol, benzyl-alkohol, sulIisoxazol)
8

- Rendahnya asupan ASI
- Hipoglikemia
- Hipoalbuminemia
3. Klasifikasi
4,5,6
Ada macam ikterus neonatorum:
1. Ikterus Fisiologis
4,5,6

W Ikterus yang timbul pada hari ke -3
W Tidak mempunyai dasar patologis
W Kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau tidak mempunyai potensi
menjadi kern ikterus
W Tidak menyebabkan morbiditas pada bayi
W Ikterus tampak jelas pada hari ke 5 dan 6 dan menghilang pada hari ke 1

2. Ikterus patologik
Ikterus yang cenderung menjadi patologik adalah:
4,5,6

1. Ikterus klinis terjadi pada 4 jam pertama kehidupan
. Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau lebih setiap 4 jam
3. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, deIisiensi G6PD, atau
sepsis)
4. Ikterus yang disertai oleh:
4 Berat lahir gram
4 Masa gestasi 36 minggu
4 AsIiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN)
4 InIeksi
4 Trauma lahir pada kepala
4 Hipoglikemia, hiperkarbia
4 Hiperosmolaritas darah
5. Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia ~8 hari (pada NCB) atau ~14 hari (pada
NKB)


Ikterus di katakan patologik jika pigmennya, konsentrasinya dalam serum, waktu
timbulnya, dan waktu menghilangnya berbeda dari kriteria yang telah disebut pada Ikterus
Iisiologik. Walaupun kadar bilirubin masih dalam batas-batas Iisiologik, tetapi klinis mulai
terdapat tanda-tanda Kern Ikterus, maka keadaan ini disebut Ikterus patologik. Ikterus patologik
dapat terjadi karena beberapa Iaktor yaitu:
8
a. Ikterus Prahepatik
Karena produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah.
Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh: Kelainan sel darah merah. InIeksi
seperti malaria, sepsis. Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat obatan, maupun yang
berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi transIusi dan eritroblastosis Ietalis.
b. Ikterus Pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang
larut dalam air. Akibatnya bilirubin mengalami akan mengalami regurgitasi kembali kedalam sel
hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan oleh ginjal sehingga
ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan pengeluaran bilirubin
kedalam saluran pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna dempul karena tidak
mengandung sterkobilin.
c. Ikterus Hepatoseluler
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin direk
akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin darah akan
mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan peninggian kadar
bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis,
sirosis hepatic, tumor, bahan kimia, dll.

2.5. Penegakan Diagnosis
1) Pendekatan menentukan kemungkinan penyebab
Menetapkan penyebab ikterus tidak selamanya mudah dan membutuhkan pemeriksaan
yang banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan khusus untuk dapat
memperkirakan penyebabnya. Pendekatan yang dapat memenuhi kebutuhan itu ialah
menggunakan saat timbulnya ikterus seperti yang dikemukakan oleh Harper dan Yoon
yaitu:
7
1

A. Ikterus yang timbul pada 4 jam pertama
Penyebab ikterus yang terjadi pada 4 jam pertama menurut besarnya kemungkinan
dapat disusun sebagai berikut :
1. Inkompatibilitas darah Rh, AB atau golongan lain.
. InIeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang-kadang bakteri).
3. Kadang-kadang oleh deIisiensi G6PD.

B. Ikterus yang timbul 4-7 jam sesudah lahir
1. Biasanya ikterus Iisiologis.
. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah AB atau Rh atau golongan lain.
Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5
mg/4 jam.
3. DeIisiensi enzim G6PD juga mungkin.
4. Polisitemia
5. Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan hepar
subkapsuler dan lain-lain).
6. Hipoksia
7. SIerositosis, elipsitosis, dan lain-lain.
8. Dehidrasi asidosis
. DeIisiensi enzim eritrosit lainnya.
C. Ikterus yang timbul sesudah 7 jam pertama sampai akhir minggu pertama
1. Biasanya karena inIeksi (sepsis)
. Dehidrasi asidosis
3. DeIisiensi enzim G6PD
4. Pengaruh obat
5. Sindrom Crigler-Najjar
6. Sindrom Gilbert
D. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
1. Biasanya karena obstruksi
. Hipotiroidisme
3. 'Breast milk faundice
11

4. InIeksi
5. Neonatal hepatitis
Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
a. Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala
b. Pemeriksaan darah tepi
c. Pemeriksaan penyaring G6PD
d. Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab
Ikterus baru dapat dikatakan Iisiologis sesudah observasi dan pemeriksaan selanjutnya
tidak menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi kern
icterus.
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai
berikut:


Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya
matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan
dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan
jaringan subkutan.
Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.
(tabel 1)


Tabel 1. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus


Usia Kuning
terlihat
pada:
Tingkat
Keparahan
Ikterus
Hari 1 Bagian tubuh
manapun
a


Berat
Hari Lengan dan
Tungkai
a

Hari 3 dan
seterusnya
Tangan dan
Kaki

a
Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan
kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya.
Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar .

1

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus
neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan
tindakan invasiI yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang
diperiksa adalah bilirubin total. Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila
kadar bilirubin total ~ mg/dL atau usia bayi ~ minggu.
4



Gambar 1. Pembagian ikterus menurut Kramer
4


Tabel .1 Hubungan kadar bilirubin (mg/dL) dengan daerah ikterus menurut Kramer
Daerah
ikterus
Penjelasan Kadar bilirubin (mg/dL)
Prematur Aterm
1

3
4

5
Kepala dan leher
Dada sampai pusat
Pusat bagian bawah sampai lutut
Lutut sampai pergelangan kaki dan bahu sampai
pergelangan tangan
Kaki dan tangan termasuk telapak kaki dan
telapak tangan
4 8
5 1
7 15
18

~ 1
4 8
5 1
8 16
11 18

~ 15


13

2.6 Penatalaksanaan
1). Ikterus Fisiologis
Bayi sehat, tanpa Iaktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat, aktiI, minum
kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil.
Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut:
4
- Minum ASI dini dan sering
- Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO
- Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol lebih
cepat (terutama bila tampak kuning).
Bilirubin serum total 4 jam pertama ~ 4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai Iaktor
prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu pertama kehidupannya.
Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang
cukup besar.
Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO):

W Mulai terapi sinar bila ikterus diklasiIikasikan sebagai ikterus berat
W Tentukan apakah bayi memiliki Iaktor risiko berikut: berat lahir ,5 kg, lahir sebelum
usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis
W Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan golongan
darah bayi dan lakukan tes Coombs:
o Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi sinar.
o Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar,
lakukan terapi sinar
o Bila Iaktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab hemolisis atau
bila ada riwayat deIisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan.
) Mengatasi hiperbilirubinemia
1. Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian Ienobarbital. Obat ini
bekerja sebagai 'en:yme inducer sehingga konjugasi dapat dipercepat. Pengobatan
dengan cara ini tidak begitu eIektiI dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi
penurunan bilirubin yang berarti. Mungkin lebih bermanIaat bila diberikan pada ibu
kira-kira hari sebelum melahirkan bayi.
14

. Memberikan substrat yang kurang toksik untuk transportasi atau konjugasi. Contohnya
ialah pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat diganti
dengan plasma dengan dosis 15- mg/kgBB. Albumin biasanya diberikan sebelum
transIusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin
dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih mudah
dikeluarkan dengan transIusi tukar. Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi hepar
sebagai sumber energi.
3. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan Iototerapi. Walaupun Iototerapi dapat
menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan transIusi
tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca
transIusi tukar. Indikasi terapi sinar adalah:
11

a. bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah dengan kadar bilirubin ~1 mg/dL.
b. bayi cukup bulan dengan kadar bilirubin ~15 mg/dL.
Lama terapi sinar adalah selama 4 jam terus-menerus, istirahat 1 jam, bila perlu dapat
diberikan dosis kedua selama 4 jam.
4. TransIusi tukar pada umumnya dilakukan dengan indikasi sebagai berikut

:
11

a. Kadar bilirubin tidak langsung ~ mg/dL
b. Kadar bilirubin tali pusat ~4 mg/dL dan Hb 1 mg/dL
c. Peningkatan bilirubin ~1 mg/dL
Tabel . Bagan penatalaksanaan ikterus menurut waktu timbulnya dan kadar bilirubin
Bilirubin
serum
(mg/dL)
4 jam 4-48 jam 4-7 jam ~7 jam
5 ~5 5 ~5 5 ~5 5 ~5
5 Tidak perlu terapi-observasi
5- Terapi sinar bila hemolisis
1-14 TransIusi tukar
bila hemolisis
Terapi sinar
15-1 TransIusi tukar Terapi sinar
~ TransIusi tukar
$umber . $uraatmafa dan $4etfiningsih (2000) dalam . Ped4man Diagn4sis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak R$&P
$anglah, Denpasar, cetakan II
15

5. Terapi suportiI, antara lain :
1

a. Minum ASI atau pemberian ASI peras.
b. InIus cairan dengan dosis rumatan.

3) Monitoring
1

Monitoring yang dilakukan antara lain:
1. Bilirubin dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna kulit tidak dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin serum selama bayi
mendapat terapi sinar dan selama 4 jam setelah dihentikan.
. Pulangkan bayi bila terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum dengan baik, atau bila
sudah tidak ditemukan masalah yang membutuhkan perawatan di RS.

4) Strategi Pencegahan
4

Pencegahan Primer
Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 1 kali/ hari untuk
beberapa hari pertama.
Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang
mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.
Pencegahan Sekunder
Wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan
serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.
Memastikan bahwa semua bayi secara rutin di monitor terhadap timbulnya ikterus
dan menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat
memeriksa tanda tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8 1 jam.
2.7Komplikasi
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kern icterus. Kern icterus atau enseIalopati bilirubin
adalh sindrom neurologis yang disebabkan oleh deposisi bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin
tidak langsung atau bilirubin indirek) di basal ganglia dan nuclei batang otak. Patogenesis kern
16

icterus bersiIat multiIaktorial dan melibatkan interaksi antara kadar bilirubin indirek, pengikatan
oleh albumin, kadar bilirubin yang tidak terikat, kemungkinan melewati sawar darah otak, dan
suseptibilitas saraI terhadap cedera. Kerusakan sawar darah otak, asIiksia, dan perubahan
permeabilitas sawar darah otak mempengaruhi risiko terjadinya kern icterus.
Pada bayi sehat yang menyusu kern icterus terjadi saat kadar bilirubin ~3 mg/dL dengan
rentang antara 1-5 mg/dL. Onset umumnya pada minggu pertama kelahiran tapi dapat tertunda
hingga umur -3 minggu.
Gambaran klinis kern icterus antara lain:
1

1) Bentuk akut :
a. Fase 1(hari 1-) : menetek tidak kuat, stupor, hipotonia, kejang.
b. Fase (pertengahan minggu I) : hipertoni otot ekstensor, opistotonus, retr4c4llis,
demam.
c. Fase 3 (setelah minggu I) : hipertoni.

) Bentuk kronis :
a. Tahun pertama : hipotoni, active deep tend4n reflexes, 4bligat4ry t4nic neck reflexes,
keterampilan motorik yang terlambat.
b. Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (ch4re4athet4sis, ballismus, tremor),
gangguan pendengaran.
Oleh karena itu terhadap bayi yang menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak lanjut
sebagai berikut:
1

1. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan
. Penilaian berkala pendengaran
3. Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa







17

BAB III
LAPORAN KASUS


3.1. Identitas Pasien
Nama : By. DS
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : Ds. Pangkung Paruk
Tanggal Lahir : 13 September
MRS : 4 September 1.55
Tanggal pemeriksaan : September

3.2 Heteroanamnesis (Orang Tua)
Keluhan Utama : Panas badan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dikeluhkan panas badan sejak 1 hari SMRS. Panas dikatakan naik turun. Pada
awalnya pada pagi hari (4//) pasien dikatakan tidak mau menetek, padahal sebelumnya
dikatakan netek kuat, kemudian siang hari pasien dikatakan panas badan, lalu dibawa ke bidan.
Kemudian oleh bidan diberikan puyer dan sirup penurun panas (nama obatnya lupa). Puyer
belum sempat diberikan oleh orangtua pasien, hanya sirup yang diberikan ke pasien, setelah
minum sirup, panas menurun. Ketika dibidan, oleh bidan dikatakan bahwa bayi layu sehingga
akhirnya dirujuk ke RS pada malam harinya. Keluhan lain pasien pilek sejak dari lahir sampai
saat SMRS (umur 11 hari), pilek dikatakan tersumbat, tidak meler. Sudah dibawa berobat
kebidan pada usia 5 hari dan diberi sirup (obatnya lupa namanya, sirup yang diberikan sama
dengan sirup penurun panas), namun belum sembuh juga sampai dengan pasien dibawa ke RS.
Keluhan batuk, muntah, mencret, tidak ada.





18

Riwayat penyakit terdahulu
Keluhan seperti ini baru pertama kali dialami pasien.
Riwayat keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama seperti ini.
Riwayat pengobatan
Pasien dibawa ke bidan dan diberi puyer dan sirup penurun panas. panas menurun setelah
diberi obat.

Riwayat kehamilan
Selama kehamilan, ibu dikatakan tidak ada keluhan dan tidak ada tanda-tanda kelainan.
Kehamilan ini adalah kehamilan pertama ibu pasien. Ibu pasien rutin melakukan ANC di bidan
setiap bulan. USG pada usia kehamilan 4 bulan di dr. Sp. OG. Umur kehamilan 8 bulan. Nyeri
BAK disangkal, keputihan disangkal, gerak anak terasa baik. Riwayat penyakit Ibu seperti
tekanan darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, dan asma tidak ada. Ibu pasien tidak
menggunakan obat-obatan kecuali yang diberikan dibidan. Ibu pasien juga minum jamu loloh
(jamu tradisional).

Riwayat persalinan
Pasien adalah anak pertama, dilahirkan dibidan desa, pada tanggal 13 September
jam 3.. Dikatakan oleh ibu pasien, bayi lahir spontan, merah, tidak kuning, segera menangis,
dengan BBL 5 gr, PB 46 cm, tidak ada kelainan.

3.3 Pemeriksaan Fisik (29/9/2009)
Status Present
Keadaan umum : Lemah
Frekuensi napas : 38 kali/menit
HR : 134 kali/menit, regular, isi cukup.
Temperatur : 36,7

C
Berat Badan : 5 gram

Status general
1

Kepala : Normocephali, UUB datar
Mata : anemis (-), ikterus (), ReIleks Pupil / isokor
strabismus (-) cowong (-)
THT
Telinga : bentuk normal, sekret (-)
Hidung : napas cuping hidung (-), sekret (-)
Tenggorokan : Iaring hiperemis ()
Leher
Inspeksi : benjolan (-)
Palpasi : pembesaran kelenjar (-),
Thorak : simetris
Jantung : S1S normal regular murmur (-)
Paru
Inspeksi : gerakan dada simetris
Palpasi : gerakan dada simetris
Perkusi : perkusi paru sonor
Auskultasi : vesikuler /, ronkhi -/-, wheezing -/-, stridor (-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : bising usus () normal
Perkusi : timpani
Palpasi : Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, turgor N
Extremitas : akral hangat (), edema (-), sianosis (-),
deIormitas (-)
Kramer V

3.4 Usulan Pemeriksaan
O Cek darah lengkap
O Cek bilirubin total dan direct

3.5 Hasil Laboratorium


1. Darah lengkap, 4 September
WBC : 14,5 K/L (4, ,)
Neu : 4,5 3,7 (1,7-7,7 /4-85)
Lym : 7, 54,8 (,4-4,4 / 11-4)
Mo : 1,7 11,6 (,-,8 / ,-,)
Eo : ,3 ,1 (,-,6 / ,-6,)
Ba : ,1 ,8 (,-, / ,-,)
RBC : 4,37 (1
6
/L) (3,6-5,3)
HGB : 15,3 (g/dL) (1,-18,)
HCT : 47,6 (36,-56,)
MCV : 1 IL (6-1)
MCH : 35 pg (7-3)
MCHC: 3,1 g/dL (3-36)
PLT : 376 (1
3
/L) (1-38)
. Darah lengkap, September 1.13
WBC : 1,8 K/L (4, ,)
Neu : ,4 43, (1,7-7,7 /4-85)
Lym : 7,3 33,6 (,4-4,4 / 11-4)
Mo : 4, 1,4 (,-,8 / ,-,)
Eo : ,1 ,3 (,-,6 / ,-6,)
Ba : ,8 3,5 (,-, / ,-,)
RBC : 4,3 (1
6
/L) (3,6-5,3)
HGB : 13, (g/dL) (1,-18,)
HCT : 43, (36,-56,)
MCV : 1 IL (6-1)
MCH : 34,7 pg (7-3)
MCHC: 31, g/dL (3-36)
PLT : 46 (1
3
/L) (1-38)
Bilirubin Total 15,14 (,-1,6) mg/dl
Bilirubin Direct ,74 (,-1,6) mg/dl
3.6 Diagnosis kerja : Sepsis Ikterus Neonatorum
1


3.7 Problem List
ONampak kuning
OSepsis

3.8 Penatalaksanaan
IVFD Kaen 4A 8 tetes/menit
CeIotaxim x mg
Ampicillin x15mg
AminoIilin x15mg
Sonde ASI 1-15 cc

3.9 Riwayat Perjalanan Penyakit Selama di RS
Tanggal Subjektif/Objektif Assessment Planning
24/9/2009 BBL: 5 gr BBS: 4 gr
Tax: 37 C
Pasien datang via UGD dengan
keluhan panas, tidak mau
menetek sejak kemarin. Bayi
lahir dibidan, BBL 5 gr,
BBS 4 gr, tiba di NICU KU
lemah, gerak/tangis ()
menetek ()
Darah lengkap, tanggal 4
September
WBC : 14,5 K/L (4, ,)
RBC : 4,37 (1
6
/L) (3,6-5,3)
HGB : 15,3 (g/dL)(1,-18,)
HCT : 47,6 (36,-56,)
PLT : 376 (1
3
/L)
Obs. Febris IVFD Kaen 4A 8
tetes/menit
CeIotaxime x 15mg
Cek kemampuan
menetek
k/p pasang sonde
Cek DL

25/9/2009 BBS: 4 gr Tax 36,8 Sepsis IVFD Kaen 4A 8


KU aktiI, pilek (-), gerak tangis
(), BAB/BAK (), minum
netek, muntah (-)
tetes/menit
CeIotaxime x 15mg
ASI
26/9/2009 BBS: 5 gr Tax 36,6
KU: Bayi aktiI, menyusu aktiI,
gerak tangis (), BAB/BAK
(), minum netek, muntah (-)
Sepsis Tx/ lanjut
27/9/2009 BBS: 53 gr Tax 36,7
KU: Bayi aktiI, menyusu aktiI,
gerak tangis (), BAB/BAK
(), minum netek, muntah (-)
Sepsis Tx/ lanjut
28/9/2009 BBS: 5 gr Tax 38 C
KU: Bayi lemah, minum dot,
muntah (-), BAB/BAK (),
ikterus ()
Ikterus Kramer IV-V
Sepsis
Ikterus neonatorum
Fototerapi
Pasang NGT ASI
1-15 cc/jam.
IVFD Kaen 4A 8
tetes/menit
CeIotaxime x 15mg

29/9/2009 BBS: 5 gr Tax 36,7 C
Pukul 7.3 bayi apneu,
suction lendir (), bagging
resusitasi berhasil.
KU: Bayi lemah, riwayat apneu
(), ikterus (), cyanosis ()



Pukul 1.15 lapor hasil lab
WBC 1,8 (1
3
)
RBC 4,3 (1
6)

HGB 13, g/dL
Sepsis
Ikterus neonatorum
IVFD Kaen 4A
glukosa 4 5 cc
15 tetes/menit
CeIotaxime x mg
AminoIilin x15mg
Sonde ASI 1-15 cc
Pdx/DL, Bilirubin
total dan direct.

Pukul 1.15
CeIotaxim x mg
Ampicillin x15mg
Tx/lain lanjut.
3

HCT 43,
PLT 46 (1
3
)
Bil. Total 15,14 (,-1,6) mg/dl
Bil. Direct ,74 ,-1,6) mg/dl

Pukul 13.3
KU: lemah, gerak tangis ()
minum sonde, muntah (-),
residu (-), apneu (-), demam ()
Tax 3 C parasetamol
Pukul 18. Tax 36,7 C
30/9/2009 BBS: 44 gr Tax 37 C
KU baik, Apneu (-), ikterus
(), menghisap kuat

Sepsis
Ikterus neonatorum
Tx/ lanjut
Minum oral
1/10/2009 BBS: 53 Tax 37 C
KU aktiI, ikterus berkurang,
minum kuat
Sepsis
Ikterus neonatorum
KAEN 4A 6 tetes
CeIotaxim xmg
Ampicillin x15mg
Stop Iototerapi
ASI










BAB 4
4

PEMBAHASAN

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena
adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada
neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL. Hiperbilirubinemia adalah
keadaan kadar bilirubin dalam darah ~13 mg/dL. Ikterus neonatorum, pada umumnya Iisiologis,
kecuali:
a. Timbul dalam 4 jam pertama kehidupan
b. Bilirubin total untuk bayi cukup bulan ~ 13 mg/dL atau bayi kurang bulan ~ 1 mg/dL
c. Peningkatan bilirubin ~ 5 mg/dL/hari
d. Bilirubin direk ~ mg/dL
e. Ikterus menetap pada bayi cukup bulan ~ 1 minggu atau pada bayi kurang bulan ~
minggu
I. Terdapat Iaktor risiko
Diagnosis ikterus neonatorum ditegakkan dengan:
Dapat digunakan cara visual (sesuai panduan WHO), atau derajat kramer. Dan didukung dengan
pemeriksaan serum bilirubin. Pendekatan penegakkan diagnosis dan menentukan kemungkinan
penyebab pada pasien ini adalah menggunakan saat timbulnya ikterus seperti yang dikemukakan
oleh Harper dan Yoon yaitu:
7
Pada pasien ini, ikterus timbul pada hari ke-15 dimana
kemungkinan penyebab ikterus pada pada akhir minggu pertama dan selanjutnya adalah: (1)
obstruksi () Hipotiroidisme (3)'Breast milk faundice (4)InIeksi/sepsis (5)Neonatal hepatitis
Pada kasus ini pasien didapatkan ikterus neonatorum hiperbilirubinemia sepsis, hal
ini didukung dari gejala klinis dan pemeriksaan penunjang. Penyebab ikterus pada bayi ini
adalah sepsis. Pasien dikeluhkan panas badan sejak pagi tanggal 4//. Pasien dikatakan tidak
mau menetek, padahal sebelumnya dikatakan netek kuat, kemudian siang hari pasien dikatakan
panas badan, lalu dibawa ke bidan. Puyer belum sempat diberikan oleh orangtua pasien, hanya
sirup yang diberikan ke pasien, setelah minum sirup, panas menurun. Ketika dibidan, oleh
bidan dikatakan bahwa bayi layu sehingga akhirnya dirujuk ke RS pada malam harinya. Keluhan
lain pasien pilek sejak dari lahir sampai saat SMRS (umur 11 hari), pilek dikatakan tersumbat,
tidak meler. Sudah dibawa berobat kebidan pada usia 5 hari dan diberi sirup (obatnya lupa
namanya, sirup yang diberikan sama dengan sirup penurun panas), namun belum sembuh juga
5

sampai dengan pasien dibawa ke RS. Bayi baru kelihatan kuning pada tanggal 8// (umur 15
hari).
Dari pemeriksaan Iisik didapatkan keadaan umum lemah, Irekuensi napas 38kali/menit,
HR 134 kali/menit, regular, isi cukup, suhu 36,7

C, berat badan 5 gram. Didapatkan ikterus,


penampakan Iisik kramer V. Pemeriksaan Iisik lain dalam batas normal.
Dari pemeriksaan penunjang 4// didapatkan kelainan leukositosis, WBC 14,5 K/L
RBC 4,37 HGB 15,3 (g/dL) HCT 47,6 PLT 376 (13/L) Darah lengkap, September
, WBC : 1,8 K/L, RBC 4,3, HGB 13, (g/dL), HCT 43, , PLT 46 (13/L).
Bilirubin total 15,14 (,-1,6) mg/dl, Bilirubin direct ,74 (,-1,6) mg/dl.
Pada kasus ini dari anamnesis diketahui bahwa tubuh pasien berwarna kuning mulai dari
kepala hingga telapak kaki sehingga sampai termasuk daerah ikterus no.5. Daerah ikterus no.5
pada bayi prematur menunjukkan kadar bilirubin ~ 1 mg/dL. Hal ini sesuai dengan hasil
pemeriksaan lab di mana kadar bilirubin total sebesar 15,14 mg/dL sehingga cara Kramer
kemungkinan masih relevan untuk dipakai, walaupun pengalaman membuktikan bahwa derajat
intensitas ikterus tidak selalu sama dengan tingginya kadar bilirubin darah.
1
Tata laksana hiperbilirubinemia neonatorum adalah Fototerapi atau transIusi tukar.
Bilirubin
serum
(mg/dL)
4 jam 4-48 jam 4-7 jam ~7 jam
5 ~5 5 ~5 5 ~5 5 ~5
5 Tidak perlu terapi-observasi
5- Terapi sinar bila hemolisis
1-14 TransIusi tukar
bila hemolisis
Terapi sinar
15-1 TransIusi tukar Terapi sinar
~ TransIusi tukar
$umber . $uraatmafa dan $4etfiningsih (2000) dalam . Ped4man Diagn4sis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak R$&P
$anglah, Denpasar, cetakan II

Pada kasus ini, jika dilihat dari bagan penatalaksanaan ikterus menurut waktu timbulnya
dan kadar bilirubin maka pasien ini seharusnya mendapat terapi terapi sinar (Iototerapi) di mana
6

indikasi terapi pada pasien ini telah terpenuhi dimana Indikasi terapi sinar adalah bayi kurang
bulan atau bayi berat lahir rendah dengan kadar bilirubin ~1 mg/dL.
11

Mekanisme kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang
larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi
cahaya, terjadi reaksi Iotokimia yaitu isomerisasi. Juga terdapat konversi ireversibel menjadi
isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui
empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada
manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonyugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole
yang diekskresikan lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya
dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk Ioto oksidan saja yang
bisa diekskresikan lewat urin.
Terapi suportiI, antara lain Pemberian ASI dan inIus cairan dengan dosis rumatan.
Pada pasien ini diberikan IVFD Kaen 4A ~ 15 tetes/menit, Sonde ASI 1-15 cc. Pemberian
CeIotaxime x mg untuk penanganan sepsis. Pada pasien juga diberikan AminoIilin
x15mg dimana sebelumnya pasien memiliki riwayat apneu (//) pada pukul 7.3.
Perkembangan pasien saat dirawat selanjutnya menunjukkan perbaikan, sudah tidak pernah
apneu, suhu badan sudah menurun, mampu minum ASI kuat, kuning menghilang, sehingga pada
tanggal 1/1/ Iototerapi dihentikan.













7

DAFTAR PUSTAKA

1. Richard E., et al. 3. Nelson Textbook oI Pediatrics 17th ed. Philadelpia: WB Saunders
Company.
. Liawati R. 8. Manajemen Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir pada bayi Ny 'D
dengan Ikterik grade IV. Padang: Poltekes Depkes.
3. Rahmayani. 8. Ikterus pada Bayi Baru Lahir. Padang: Poltekes Depkes.
4. Sudigdo dkk. 4. Tatalaksana Ikterus Neonatorum. Jakarta: HTA Indonesia.
5. Mansjoer, A dkk. . Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI
6. Arianti, R. . Ikterik pada Bayi Baru Lahir. Padang: Poltekes Depkes.
7. StaI Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 185.
Perinatologi, dalam: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid . Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
8. American Academy oI Pediatrics. 4. Clinical Practice Guideline. Management oI
hyperbilirubinemia in the newborn inIant 35 or more weeks oI gestation. Pediatrics 114:7-
316.
. WHO. 3. Managing newborn problems:a guide Ior doctors, nurses, and midwives.
Departement oI Reproductive Health and Research. Geneva: World Health Organization.
1.Martin CR, Cloherty JP. 4. Neonatal Hyperbilirubinemia. In: Cloherty JP, Eichenwald
EC, Stark AR, editors. Manual oI Neonatal Care, 5th edition. Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins.
11.Hamid, H.A. . 'Ikterus Neonatorum, dalam: Suraatmaja, S., Soetjiningsih (eds),
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah, Denpasar, cetakan II,
Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah.
1.Kosim, M.S., Santosa, G.I., dkk. 4. $tandar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, edisi I,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, hal.6-3, 61-63.


8

Anda mungkin juga menyukai