Anda di halaman 1dari 14

Topik Utama_________________________________________________________

MODEL PENDIDIKAN ISLAM BERBASIS MASYARAKAT


Deden Makbuloh*)

ABSTRAK

Pendidikan yang berkembang di era modern pada dasarnya memiliki sasaran pada pembangunan masyarakat. Akan tetapi, dalam kenyataannya justru masyarakat kurang mendapat tempat yang layak sebagai subjek yang berperan penting dalam setiap kebiajakan pendidikan. Lebih lagi, masyarakat banyak mengalami kenyatan hanya dijadikan objek dan alat untuk merauk keuntungan belaka. Padahal, sumbangan masyarakat begitu jelas dan nyata dalam mendukung upaya-upaya tujuan pembangunan secara menyeluruh. Atas dasar itu, perlu dikembangkan model-model pendidikan yang berbasis pada masyarakat. Model pendidikan ini yang akan menyatukan kembali antara lembaga pendidikan secara formal dengan kehidupan nyata masyarakat secara informal. Dengan demikian pendidikan formal dan informal bukan hanya cerita, melainkan menjadi kenyataan yang utuh. Hal ini pada gilirannya akan melahirkan kehidupan masyarakat pembelajar yang beradab.

Kata Kunci: pendidikan dan partisipasi masyarakat

A. PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan pada dasarnya bertujuan untuk mempermudah segala aktivitas hidup manusia secara makro (Anna Poedjiadi, 2005, h. 59). Hubungan antar manusia yang berjauhan letaknya

*Dosen DPK pada Universitas Lampung/Staf Ahli UPMA IAIN Raden Intan

Volume 3, Nomor 1, Juni 2008

dapat dipermudah dengan adanya alat komunikasi canggih sebagi temuan ilmu pengetahuan manusia. Ilmu pengetahuan diperoleh melalui proses-proses pendidikan baik formal maupun informal. Pendidikan formal memiliki struktur kelembagaan yang jelas dan terdokumentasikan dengan baik. Adapun pendidikan informal berjalan secara alamiah, bahkan cenderung bergerak secara parsial. Namun demikian kedua bentuk pendidikan tersebut telah nyata dampaknya dalam mendukung lajunya perkembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, pemikiran menuju kehidupan masyarakat yang berilmu akan terus bergulir. Dalam mewujudkan cita-cita tersebut, maka bidang pendidikan yang paling bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan perlu memperhatikan dinamika perkembangan masyarakat. Menurut Azyumardi Azra, bahwa Indonesia sejak kekuasaan Orde Baru tumbang pada Mei 1998 hingga saat ini, arah pendidikan dengan berbagai perangkatnya masih dalam keadaan yang tidak menentu (Azyumardi Azra, 1999: 1) Program reformasi secara total dan menyeluruh terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa dan negara yang menandai era ini belum juga menunjukkan tanda-tanda keberhasilannya. Berbagai aturan dan tatanan lama yang dipandang tidak lagi relevan mulai ditinggalkan. Sementara aturan dan tatanan baru sebagai penggantinya yang diha-rapkan dapat merubah keadaan yang lebih baik, juga belum berhasil dirumuskan. Padahal, masyarakat sudah tampak membutuhkan keberpihakan dalam masalah pendidikan. Salah satu upaya yang kini tengah dilakukan untuk men-gatasi masalah tersebut adalah perubahan dalam bidang pen-didikan. Melalui Komite Reformasi Pendidikan yang diketuai Prof. Suyanto, Undangundang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) mengal-ami perbaikan, dari yang semula 20 Bab menjadi 24 Bab, dan dari 59 pasal menjadi 80 pasal. Perubahan UUSPN ini didasar-kan pada hasil evaluasi sebagai berikut: 1) Undang-undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dirasakan belum menunjukkan keberpihakan pada prinsip-prinsip pendidikan seumur hidup, pendidikan untuk semua, dan sistem pendidikan yang terbuka sehingga tidak mampu menjawab tantangan perubahan struktur ekonomi, pertumbuhan dan seba-ran penduduk, perkembangan teknologi informasi dan komunika-si dalam era global yang berubah cepat; 2) Undang-undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional belum meman-dang pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwi-bawa sehingga tidak mampu berkontribusi secara optimal sebagai sektor yang memimpin dalam upaya pembentukan masya-rakat Indonesia baru; 3) Undang-undang No.2 Tahun 1989 ten-tang Sistem
Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam DEDEN MAKHULOH

Topik Utama_________________________________________________________

Pendidikan Nasional disusun berdasarkan prinsip manajemen pendidikan yang sentralistik sehingga tidak sesuai dengan prinsip otonomi pendidikan sebagai realisasi dari pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 tentang otonomi daerah; dan 4) Undangundang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional lebih menitikberatkan pada penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah, sehingga terkesan mengabaikan peran pendidikan berbasis masyarakat sebagai komponen yang penting dari sistem pendidikan nasion-al (Suyanto, 2001 : 2) Kini, dalam undang-undang terbaru sistem pendidikan nasional no. 20 tahun 2003 pasal 13, secara eksplisit sudah disebutkan bahwa jalur pendidikan formal, non formal dan informal dapat saling melengkapi dan memperkaya. Dalam hal ini, jelas kedudukan jalur-jalur pendidikan berdiri secara seimbang bahkan saling melengkapi. Tidak mungkin dapat saling melengkapi kalau salah satu diantaranya tidak diberdayakan. Bahkan pada pasal 27 UUSPN tersebut bahwa hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Atas dasar persoalan di atas, tulisan ini merupakan ikhtiar untuk pencarian model pendidikan Islam yang berbasis pada masyarakat. Pendidikan Islam merupakan bagian penting dalam sistem pendidikan nasional. Jika pendidikan Islam dapat berjalan dengan baik, maka pendidikan nasional juga akan baik secara keseluruhan. Oleh karena itu, relevan dengan bidang keilmuan yang dikembangkan IAIN, perlu ditemukan rumusan model pendididikan Islam yang memperhatikan gerak dinamika masyarakat.

B. HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN MASYARAKAT


Dewasa ini hampir setiap kegiatan kehidupan masyarakat selalu dikaitkan dengan nilai-nilai pendidikan. Sejak bangun di pagi hari hingga istirahat kembali di malam hari, tampak adanya nilai pendidikan. Oleh karena itu, sulit dipisahkan antara pendidikan dengan kehidupan masyarakat. Hanya saja model pendidikan yang bagaimana yang dapat mendidik masyarakat menuju kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban mereka. Sebab, dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang tidak menyatu dengan masyarakat justru menimbulkan macam-macam pendidikan yang tidak mendidik. Tata kehidupan masyarakat banyak yang hancur-hancuran. Oleh karena itu, perlu dihubungan secara harmonis antara pendidikan dan masyarakat. Pendidikan membutuhkan masyarakat, demikan pula sebaliknya masyarakat membutuhkan pendidikan.
MODEL PENDIDIKAN ISLAM BERBASIS MASYARAKAT

Volume 3, Nomor 1, Juni 2008

Dalan undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari dan oleh masyarakat (UUSISDIKNAS, 2003: 5). Dalam kajian pendidikan berbasis masyarakat ini dapat dipahami sebagai sebuah alternatif untuk ikut serta memecahkan berbagai masalah pendidikan yang ditangani pemerintah, dengan cara melibatkan peran serta masyarakat secara lebih luas. Masyarakat dilibatkan untuk memahami program-program yang dilakukan dunia pendidikan dengan tujuan agar mereka termotivasi untuk bisa memberikan bantuan yang maksimal terhadap terlaksananya program-program pendidikan tersebut. Bantuan yang dimaksud misalnya masyarakat termotivasi untuk memasukkan putra-putrinya ke sekolah atau madrasah, member-ikan bantuan finansial (uang atau material) tanpa diminta pihak sekolah. Masalah-masalah yang dihadapi sekolah, madra-sah atau perguruan tinggi dapat dipecahkan bersama dengan masyarakat. Masalah yang dihadapi lembaga pendidikan seperti yang menyangkut siswa/mahasiswa, guru/dosen, perlengkapan, keuangan dan perumusan tujuan sekolah, madrasah atau pergu-ruan tinggi dapat diatasi bersama-sama dengan masyarakat. Berbagai sarana dan prasarana yang ada di masyarakat seperti lapangan olahraga, gedung pertemuan, masjid, bengkel kerja, tempat-tempat kursus keterampilan, sumber daya manusia dan lain sebagainya dapat diakses dan diman-faatkan oleh lembaga pendidikan, tanpa harus membayar (Pusat Litbang Pendidikan Agama dan Keaga-maan, 2001: h. 102-104). Dalam Undang-undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional tersebut Bab I, Ketentuan Umum, pasal 1, butir 10 misalnya dinyatakan bahwa sumber daya pendidikan adalah dukungan dan penunjang pelaksanaan pendid-ikan yang terwujud sebagai tenaga, dana, sarana dan prasarana yang tersedia dan diadakan serta didaya-gunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik dan Pemerintah, baik sendirisendiri maupun bersama-sama (Undang-undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU RI No. 2 Th. 1989, 1993: h. 3) Namun demikian, karena sifat dan kemauan politik pemerintah yang lebih kuat dan sentral-istis, maka peran serta masyarakat dalam menangani masalah pendidikan tersebut kurang diberikan tempat yang proporsional. Pendidikan berbasis masyarakat juga tidak dapat dipisah-kan dari pandangan yang menyatakan bahwa pada dasarnya pendidikan merupakan kegiatan yang bersifat sosial. Berbagai komponen pendidikan, seperti visi, misi, tujuan, dasar, kurikulum, metode, guru yang dibutuhkan, evaluasi, lulusan, sarana dan prasarana pendidikan harus
Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam DEDEN MAKHULOH

Topik Utama_________________________________________________________

dirancang sesuai kebutuhan masya-rakat. Dalam hubungan ini Ali Khall Ab al-Ainain menyatakan: Pendidikan merupakan proses sosial. Karena itu, pendidikan dalam suatu masyarakat berbeda dengan masyarakat lainnya, sesuai dengan karakter masyarakat itu sendiri (Ali Khall Ab al-Ainain, 1980: 51). Dalam ungkapan yang berbeda, namun substansinya sama, M. Qura-ish Shihab menyatakan: Disepakati oleh seluruh ahli pendidi-kan bahwa sistem serta tujuan pendidikan bagi suatu masyara-kat atau negara tidak dapat diimpor atau diekspor dari atau ke suatu negara atau masyarakat. Ia harus timbul dari dalam masyarakat itu sendiri. Ia adalah pakaian yang harus diukur dan dijahit sesuai dengan bentuk dan ukuran pemakai-nya, berdasarkan identitas, pandangan hidup, serta nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat atau negara tersebut (M. Quraish Shihab, 1992: 173). Sejalan dengan itu Ibn Khaldn pernah berkata bahwa sesung-guhnya ilmu dan ajarannya itu merupakan amal sosial yang khusus ditujukan kepada manusia, karena memang keduanya berada di dalam kehidupan peradaban umat manusia, yang dalam kehidupan primitif tidak terwujud, (Ali Al-Jumbulati, 1994: 218; Hasan Langgulung, 1985: 27). Pendidikan berbasis masyarakat juga sejalan dengan pandangan mengenai dasar pendidikan Islam. Para ahli pendid-ikan Islam sepakat, bahwa selain berdasar kepada al-Quran dan al-Hadits pendidikan Islam juga berorientasi pada masya-rakat seperti umumnya pendidikan lain. Karena itu masyarakat juga menjadi dasar bagi pembentukan konsepkonsep pendidikan Islam dan pelaksanaannya. Dalam kaitan ini Muhammad Jaml Khayyt menyatakan: Sesungguhnya pendidikan, dalam pemahaman yang Islami, bukan merupakan sesuatu yang terpisah dari masyarakat, bahkan pokok-pokok dan pelaksanaannya selamanya mempertimbangkan masyarakat. Hal ini merupakan bagian dari proses memberi dan menerima (Muhammad Jaml Khayyt, 1986: 136). Berdasarkan uraian tersebut, bahwa pendidikan berbasis masyarakat ersebut pada intinya adalah bahwa pendidikan harus dikelola secara demokratis dengan melibatkan seluruh komponen bangsa, yakni pemerintah, sekolah dan masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya termasuk kalangan masyarakat industri, pengusaha, pengacara, dokter, birokrat, para bankir, dan seterusnya, atas dasar tanggung jawab moral dan panggilan niat semata-mata karena Allah. Dengan dasar tanggung jawab dan niat yang demikian itu, maka pelaksanaan konsep pendidikan berbasis masyarakat tersebut dengan sendirinya akan terlaksana. Pelaksanaan konsep ini dapat dinilai sebagai terobosan baru utuk merubah keadaan masyarakat yang selama ini hanya menung-gu dikasihani, daripada merubah kedaannya sendiri. Mereka harus berani merubah sikap
MODEL PENDIDIKAN ISLAM BERBASIS MASYARAKAT

10

Volume 3, Nomor 1, Juni 2008

(hijrah mental) dan berkorban (jihd) demi pendidikan putera-puteri bangsa, sebagai pang-gilan iman yang tertanam di dalam jiwanya. Hal ini sejalan dengan firman Allah Swt. dalam Surat al-Taubah: 20, yang artinya: Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.

C. PEMBELAJARAN DALAM KONTEKS MASYARAKAT


Pada dasarnya, belajar mempunyai tujuan agar pembelajar dapat meningkatkan mutu hidupnya sebagai mahluk Allah baik individu maupun sosial. Sebagai individu seseorang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kreatif dan inovatif dalam menghadapi segala tantangan yang menghadang. Dalam keadaan apapun dan dimana pun tetap eksis sebagai individu yang berkepribadian. Belajar merupakan bekal penting bagi seorang individu agar mampu mewujudkan hal-hal di atas. Sebagai mahluk sosial, pembelajar harus mampu menjalin hubungan harmonis yang dapat saling melengkapi atas segala kekurangan yang ada pada salah satu pihak. Pemahaman ini perlu diperdalam dan diperluas dalam kajian-kajian ilmu keagamaan. Kehidupan masyakat menjadi familier dan terhayati dalam kehidupan setiap manusia yang saling asah, asih dan asuh. Oleh karena itu, setiap lembaga pendidikan di samping membekali lulusannya dengan penguasaan materi bidang studi juga memberikan pemahaman tentang kaitan antara materi dan dunia nyata yang tumbuh dalam masyarakat. Dengan demikian, pembelajaran baik formal maupun informal diharapkan dapat memberi pengalaman bagi pesertanya sebagaimana dalam rekomendasi UNESCO 1996, learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together. Dalam pendidikan Islam, pelaksanaan pendidikan berbasis masyarakat, bukanlah hal baru. Sejarah Islam telah mencatat, bahwa dengan panggilan iman yang mengharuskan setiap orang berilmu mengamalkan ilmunya telah mendorong timbulnya ini-siatif masyarakat untuk menyelenggarakan kegiatan pendidikan melalui lembaga-lembaga pendidikan yang amat bervariasi. Ahmad Syalabi menyebutkan lembagalembaga pendidikan itu sebagai berikut: al-Kuttb, al-Qashr, Hawnit alWaraqin, Manzil al-Ulam, al-Badiyah, dan Madra-sah. (Ahmad Syalabi, 1987: 43). Hasan Abd Al yang melakukan penelitian khusus menge-nai institusi pendidikan Islam abad keempat Hijrah, menye-butkan bahwa institusi pendidikan Islam abad itu meliputi kuttb, al-Masjid, Hawnit alWaraqin, Manzil al-Ulam, al-Saln al-Adabiyah, Dr al-Kutub wa Dr al-Ilm dan al-Madrasah (Hasan Abu al-l, 1978: 219).
Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam DEDEN MAKHULOH

Topik Utama_________________________________________________________ 11

Selanjutnya Manzil al-Ulam yang secara harfiah berarti rumah kediaman para ulama, juga digunakan sebagai tempat berlang-sungnya kegiatan pendidikan dengan menggunakan sistem sorogan, yakni seorang pelajar satu persatu menghadap kyai/ulama untuk membacakan kitab yang sedang dikajinya. Jauh sebelum itu di dalam sejarah Islam dikenal tempat kegiatan pendidi-kan berupa Dr al-Arqam, rumah al-Aqram, tempat di mana perta-ma kali Rasulullah bertindak sebagi guru, memberikan pendidikan Islam bagi para sahabatnya. Adapun al-Bdiyah secara harfiah berarti padang pasir, dusun tempat tinggal Badawi. Di lembaga ini bahasa Arab dipelajari dan dipelihara keasliannya. Mereka masih tetap mempertahankan kefasihan berbahasa Arab dengan memelihara kaidah-kaidah bahasanya. Dengan demikian, bdiyah-bdiyah ini merupa-kan sumber pengajaran bahasa Arab yang asli dan murni. Tempat lainnya yang digunakan masyarakat untuk belajar adalah Toko-toko Kitab. Para pemilik toko kitab, ternyata bukanlah orang-orang yang semata-mata mencari keuntungan dan laba, tetapi kebanyakan mereka adalah sastrawan-sastrawan yang cerdas, yang telah memilih usaha sebagai pedagang kitab tersebut, agar mereka mendapat kesempatan yang baik untuk membaca dan menelaah serta bergaul dengan para ulama dan pujangga-pujangga. Mereka juga menyalin kitab-kitab yang penting dan menyodorkannya kepada mereka yang memerlukannya dengan mendapat imbalan. Selain itu, pendidikan juga dilakukan oleh masyarakat di Majlis atau salon kesusastraan, yaitu suatu majlis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai macam ilmu pengetahuan. Dalam majlis sastra tersebut, bukan hanya dibahas dan didiskusikan masalah-masalah kesusasteraan saja, melainkan juga berbagai macam ilmu pengetahuan (majelis ilmu pengetahuan) dan berbagai kesenian (majlis kesenian). Selanjutnya masyarakat juga menggunakan Rumah Sakit sebagai tempat belajar. Rumah sakit tersebut, bukan hanya berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati orang-orang sakit, tetapi juga mendidik tenaga-tenaga yang berhu-bungan dengan keperawatan dan pengobatan. Mereka mengadakan berbagai penelitian dan percobaan dalam bidang kedokteran dan obat-obatan, sehingga berkembanglah ilmu kedokteran dan ilmu obat-obatan atau farmasi. Rumah sakit ini juga merupa-kan tempat praktikum dari sekolah kedokteran yang didirikan di luar rumah sakit. Tidak jarang pula sekolah-sekolah kedokteran tersebut didirikan tidak terpisah dari rumah sakit. Dengan demikian, rumah sakit dalam dunia Islam, juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan. Tempat pendidikan lainnya adalah al-Qashr (Istana), yang secara
MODEL PENDIDIKAN ISLAM BERBASIS MASYARAKAT

12

Volume 3, Nomor 1, Juni 2008

khusus digunakan untuk mendidik anak-anak para peja-bat. Hal ini dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa pendidi-kan itu harus bersifat menyiapkan anak didik agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya kelak setelah dewasa. Pendidikan anak di istana berbeda dengan pendidikan anak-anak di kuttab pada umumnya. Di istana orang tua murid (para pembesar istana) adalah yang membuat rencana pelajaran tersebut selaras dengan kecerdasan dan bakat anaknya serta tujuan yang dikehendaki oleh orang tuanya. Guru yang mengajar di istana disebut muaddib (pendidik) yang tugas utamanya selain mewariskan kecerdasan dan penge-tahuan-pengetahuan orang dahulu kepada anak-anak pejabat juga mendidik agar mereka memiliki budi pekerti yang mulia. Selanjutnya al-maktabat (perpustakaan) juga digunakan oleh masyarakat sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan. Para ulama dan sarjana dari berbagai macam keahlian, pada umumnya menulis buku dalam bidang masing-masing dan selanjutnya untuk diajarkan atau disampaikan kepada para penuntut ilmu ketika mereka datang ke istana. Bahkan para ulama dan sarjana tersebut memberikan kesempatan kepada para penuntut ilmu untuk belajar di perpustakaan pribadi mereka. Adanya lembaga-lembaga pendidikan yang amat bervariatif tersebut membuktikan dengan jelas bahwa sejak dahulu, pemer-intah dan masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya telah berpartisipasi aktif dalam menyelenggarakan kegiatan pendidikan. Pemerintah dan masyarakat betul-betul telah membangun kerjasama sinergi yang kompak dalam memajukan kegiatan pendidikan. Prinsip-prinsip pendidikan untuk semua (educa-tion for all), pendidikan seumur hidup (long life education), pendidikan demokratis yang ditandai dengan adanya program yang disesuaikan dengan kesanggupan dan keinginan masyarakat, dan adanya otonomi yang luas bagi masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan. Keterlibatan, partisipasi dan peran serta masyarakat dalam melakukan pendidikan juga dapat dijumpai pada masyara-kat Islam di Indonesia. Jauh sebelum pemerintah mendirikan sekolah atau madrasah formal sebagaimana yang dijumpai sekarang ini, umat Islam di Indonesia sudah memiliki Surau, Meunasah, Rangkang, Langgar, Mushalla, Majelis Talim, Masjid, dan Pesantren. Lembaga-lembaga tersebut secara keseluruhan dibangun atas dasar kemauan dan kesadaran masya-rakat sendiri, dan digunakan selain untuk kegiatan ibadah dan kegiatan sosial keagamaan juga untuk kegiatan pendidikan (Abuddin Nata (ed.), 2001: 6-100). Dari lembaga-lembaga pendidikan tersebut telah dihasilkan sejum-lah ulama besar seperti Prof. Dr. Hamka, K.H. Abdullah Ahmad, Saaduddin Jambek, Mahmud Yunus, KH. Hasyim Asyari, KH. Imam
Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam DEDEN MAKHULOH

Topik Utama_________________________________________________________ 13

Zarkasyi dan masih banyak lagi. Mereka itu para ulama yang memiliki kedalaman ilmu agama, keluasaan wawasan dan pengalaman, serta kepribadian yang unggul, sehingga mampu tampil sebagai pemimpin umat. Hal tersebut menjadi bukti, bahwa masyarakat ternyata telah mampu mendirikan dan mengelola lembaga pendidikan secara mandiri dengan lulusannya yang unggul. Melalui konsep pendidikan berbasis masya-rakat sebagaimana diuraikan di atas, keliha-tannya pemerintah selain ingin berbagi tugas dan tanggung jawab dalam mengelola pendidikan kepada masyarakat, juga ingin menumbuhkan kembali kepercayaan dan kreativitas masya-rakat dalam mengelola pendidikan. Dengan kata lain konsep pendidikan berbasis masyarakat tersebut pada hakikatnya kembali kepada konsep pendidikan yang pernah dilakukan oleh masyarakat sendiri. Dengan cara demikian, kreatifitas, inovasi, gagasan, keadilan dan demokrasi pendidikan dengan sendirinya akan tumbuh di masyarakat. Di tengah-tengah situasi di mana kemampuan pemerintah amat terbatas, maka konsep pendidikan berbasis masyarakat merupakan alternatif yang perlu mendapat dukungan. Dalam standards for science teacher preparation oleh NSTA tahun 1998 bekerjasama dengan The Association for the Education of teachers in science, dinyatakan bahwa salah satu aspek yang harus diperhatikan oleh guru adalah konteks sosial (Anna Poedjiadi, 2005: 98.). Guru harus mengidentifikasi dan menggunakan sumber-sumber belajar dari luar sekolah (schooling). Pembelajaran kontekstual ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi pembelajar, partisipasi orangtua dan masyarakat di lingkungan sekolah tertentu. Indonesia, pada tahun 2002 melalui Departemen Pendidikan Nasional mencanangkan suatu pendekatan pembelajaran CTL (contextual teaching and learning) sebagai pembelajaran yang mengkaitkan antara materi dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong untuk diterapkan dalam kehidupan mereka sebagai individu, anggota keluarga, masyarakat dan bangsa. Hasil CTL dapat meningkatkan prestasi belajar melalui pemahaman makna materi pelajaran yang dipelajari dengan mengaitkan dalam konteks kehidupan sehari-hari. D. KONTRIBUSI MASYARAKAT TERHADAP PENDIDIKAN Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan banyak diawali dengan kegiatan pengamatan manusia atas peristiwa-peristiwa alam. Bangsa Babilonia yang hidup di daerah Mesopotamia sebagai daerah yang cerah, jarang berawan, malam hari bintang-bintang dan planet tampak jelas telah mendorong melahirkan ilmu astronomi, yang kini menjadi bahan
MODEL PENDIDIKAN ISLAM BERBASIS MASYARAKAT

14

Volume 3, Nomor 1, Juni 2008

pelajaran di sekolah-sekolah. Pada masyarakat Mesir kuno tahun 3200 SM, suatu daerah yang rawan banjir dari sungai Nil tiap tahun telah menghapus batas-batas tanah yang dibuat orang, sehingga mendorong tumbuhnya ilmu geometri dan matematik salah satunya sebagai alat untuk mengukur tanah. Pada masyarakat Yunani yang dikenal sebagai pedagang dan pelaut yang suka menjelajah lautan sambil berniaga telah mendorong manusia untuk berkontemplasi sehingga lahir para filosof yang memperhatikan gerak alam semesta seperti Thales, Pythgoras, Demokritos dan Aristoteles. Pada masyarakat Islam, perkembangan ilmu pengetahuan berkembang pesat pada abad ke-7 hingga abad ke-15 M. Kegiatan intelektual berawal di kota Baghdad masa Harun al-Rasyid (786-809 M) sebagai pusat perdagangan sehingga tempat berkumpulkan komunitas masyarakat dari berbagai penjuru dunia. Mereka saling berinteraksi dan bertukar pikiran sehingga ilmu pengetahuan cepat berkembang. Demikian pula di era modern ini, khususnya di Indonesia banyak berdiri lembaga-lembaga pendidikan mandiri oleh masyarakat seprti TPA, Majlis Talim dan kelompok diskusi lainnya. Sumbangan pendidikan berbasis masyarakat ini tidak dapat diabaikan, karena nyata memberikan peningkatan ilmu bagi pembelajar. Model-model pendidikan Islam seperti ini perlu dikembangkan sehingga dapat menjangkau kalangan masyarakat yang lebih luas dan menghasilkan ilmuwan-ilmuwan yang expert dalm bidangnya. Hal ini amat dimungkinkan karena, gerak dinamika dan kretifitas pendidikan masyarakat yang terbuka luas.

E. HAMBATAN DAN DUKUNGAN


Sebagaimana halnya konsep yang baru digulirkan, konsep pendidikan berbasis masyarakat ini, sungguhpun memiliki basis historis, namun dalam pelaksanaannya masih mengala-mi hambatan di samping dukungan. 1. HAMBATAN Hambatan yang yang muncul berkenaan dengan pendidikan berbasis masyarakat ini paling kurang ada tiga hal sebagai berikut. Pertama, dunia pendidikan pada umumnya sudah terbiasa dengan bantuan dari pemerintah. Berbagai masalah yang muncul dalam penyelenggaraan pendidikan seperti keterbatasan dana, gedung tempat berlangsungnya pendidikan, peralatan belajar mengajar, pengadaan guru, pengakuan ijazah, lapangan peker-jaan bagi lulusan pendidikan yang dihasilkannya, biasanya ditumpahkan kepada pemerintah. Inisiatif, kreatifitas yang dapat menghasilkan berbagai kebutuhan bagi penyelenggaraan pendidikan tersebut belum tumbuh secara merata dari
Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam DEDEN MAKHULOH

Topik Utama_________________________________________________________ 15

masyara-kat. Dengan kata lain, para penyelenggara pendidikan pada umumnya sudah terbiasa dimanjakan, sebagai akibat dari penanganan pendidikan di masa Orde Baru yang terpusat pada pemerin-tah. Kedua, secara umum ekonomi masyarakat berada di bawah garis kemiskinan, sebagai akibat sulitnya lapangan kerja, tidak mampu bersaing, serta kurangnya kemampuan untuk memp-erbaiki ekonominya. Dalam keadaan yang demikian, amat sulit diharapkan adanya partisipasi ekonomi masyarakat dalam mendukung konsep pendidikan berbasis masyarakat. Ketiga, secara umum para penyelenggara pendidikan kurang memiliki kemauan, kemampuan, keterampilan dan strategi dalam menggali dana dari masyarakat. Hal ini sebagai akibat ku-rangnya pengalaman serta kurang memiliki kemampuan kerjasama dengan orang-orang yang memiliki modal atau pihak-pihak para pen-gambil kebijakan dalam bidang pendidikan. Mereka misalnya kurang memiliki kemampuan menggali dana baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar. 2. DUKUNGAN Di samping adanya hambatan sebagaimana disebutkan di atas, terdapat pula faktor dukungan yang dapat memperlancar pelaksanaan konsep pendidikan berbasis masyarakat. Dukungan tersebut, paling kurang juga ada tiga sebagai berikut. Pertama, semangat keagamaan. Masyarakat Indonesia yang umumnya beragama Islam, meyakini bahwa bahwa setiap orang yang memiliki ilmu pengetahuan wajib mengajarkan kepada orang lain, walaupun ilmunya itu hanya sedikit. Mereka termotivasi oleh hadis Rasulullah Saw. yang artinya: Setiap orang yang berilmu, namun tidak mengamalkan ilmunya, maka ia akan dimasukkan ke dalam neraka sebelum orang-orang penyembah berhala. Selain itu mereka juga percaya bahwa membantu kegiatan di bidang pendidikan, pahalanya sama dengan berjidah di jalan Allah. Kedua, bahwa dari sekian puluh juta masyarakat Indonesia yang beragama Islam, sudah banyak yang tergolong mampu dan berkecukupan dengan berbagai keahlian dan profesi yang beragam. Di antara mereka ada yang tergolong sebagai pengu-saha besar yang berhasil, pejabat pemerintah yang memiliki kedudukan tinggi dan strategis, cendekiawan yang disegani, pengacara yang kondang, ketua atau anggota perlemen, dokter, ahli hukum, artis dan sebagainya. Mereka memiliki fasilitas yang melebihi kebutuhan hidupnya seperti rumah, tanah, kendaraan, pabrik, perusahaan, lembaga pendidikan, dan sebagainya. Keadaan ummat Islam yang demikian merupakan kekuatan yang apabila didayagunakan dan
MODEL PENDIDIKAN ISLAM BERBASIS MASYARAKAT

16

Volume 3, Nomor 1, Juni 2008

diintegrasikan ke dalam dunia pendidikan, akan dapat membantu memperlancarkan pelaksanaan konsep pendidikan berbasis masyarakat tersebut. Banyak di antara mereka yang telah terjun ke dalam dunia pendidikan, dan dunia pendidikan yang didukung oleh mereka-mereka itu ternyata cukup maju dan menghasilkan lulusan yang unggul. Ketiga, di kalangan masyarakat Islam sendiri saat ini sudah banyak yang berhasil menyelenggarakan pendidikan secara mandiri dengan hasil yang dapat dibanggakan. Banyak lembaga pendidikan Islam swasta yang cukup memiliki kredibi-litas dan markatabel. Keadaan yang demikian itu dapat mendu-kung pelaksanaan konsep pendidikan berbasis masyarakat, manakala mereka mau membantu lembaga-lembaga pendidikan Islam swasta lainnya yang belum maju. Jika faktor-faktor pendukung tersebut dapat didayaguna-kan secara optimal dan efektif, maka berbagai hambatan sebagaimana tersebut di atas, dengan sendirinya dapat diata-si. Persoalannya tinggal apakah ada kemauan, kesungguhan, kerja keras dan kebersamaan di antara umat dan bangsa Indonesia sendiri. F. K ESIMPULAN Model pendidikan Islam berbasis masyarakat perlu dirumuskan secara integratif antara guru dan siswa di sekolah, pemerintah dan masyarakat. Pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa disekolah mengkaitkan materi pelajaran dengan kenyataan hidup di masyarakat. Pemerintah memfasilitas dalam bentuk kebijakan-kebijakan agar pendidikan di keluarga dan lingkungan masyarakat dapat berkembang. Masyarakat itu sendiri secara kreatif menumbuhkan model-model pendidikan dari dan untuk masyarakat. Dengan demikian, siapapun yang terjun di masyarakat dapat mengembangkan ilmu pengetahuan agar menjadi masyarakat pembelajar. Hal ini suatu strategi memberdayakan dan menggali potensi yang ada di masyarakat dalam arti yang seluasluasnya untuk disinergikan dengan pelaksanaan pendidikan. model ini mengharuskan adanya lembaga pendidikan tidak lagi eksklusif atau mengisolasi diri dari masyarakat, melainkan ia harus inklusif dan berintegrasi dengan masyarakat. Dalam kaitan ini masyarakat tidak lagi dilihat sebagai sasaran pendidi-kan, melainkan juga sebagai subjek, patner, nara sumber, kekuatan, penentuan arah dan pemecah masalahmasalah pendidikan. Berbagai komponen pendidikan seperti visi, misi, tujuan, dasar, kurikulum, metode, guru, sarana prasarana, evaluasi pendidikan dan sebagainya harus mempertimbangkan kepentingan masyarakat sebagai pemilik pendidikan.
DEDEN MAKHULOH

Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam

Topik Utama_________________________________________________________ 17

DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Moeslim, Islam Transformatif, Jakarta:Pustaka Firdaus, Cet. III, 1997. Abu al-Ainain, Ali Khall, Falsafah al-Tarbiyah al-Islmiyah fi al-Qurn al-Karm, Kairo: Dr al-Fikr al-Arabiy, Cet. I, 1980. Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat, Bandung, Rosdakarya, 2005. Azra, Azyumardi, Islam Reformis Dinamika Intelektual dan Gerakan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. I, 1999. Freire, Paulo, Sekolah Kapitalisme Yang Licik, Yogyakarta: 1998. LKiS, Cet. I,

Fuaduddin & Cik Hasan Basri, (ed.), Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi, Jakarta: Logos, Cet. I, 1999. Husen, Torsten, Masyarakat Belajar, Jakarta: Rajawali Pers, Cet. I, 1988. al-Jumbulati, Ali, Perbandingan Pendidikan Islam, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. I, 1994. Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al-Husna, Cet. I, 1986. , Pendidikan dan Peradaban Islam, Suatu Analisa Sosio Psikologi, Jakarta:Pustaka al-Husna, Cet. III, 1985. Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos, Cet. II, 1999. Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, Jakarta:Logos, Cet. II, 1999. Nata, Abuddin, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Grasindo, Cet. I, 2001. Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Cet. XII, 1991. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Keagamaan, Manajemen Sarana & Prasarana Madrasah Mandiri, Jakarta: 2001. Ramzy, A. Naufal, (ed.),Islam dan Transformasi Sosial Budaya, Jakarta: Deviri Ganan, 1993. Shihab, M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran : Fungsi dan Peran WahyudalamKehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, Cet. II, 1992. Syalabi, Ahmad, al-Tarbiyah al-Islmiyah, Nuzhumuha, Falsafatuha, Trkhuha, Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyah, 1987.
MODEL PENDIDIKAN ISLAM BERBASIS MASYARAKAT

18

Volume 3, Nomor 1, Juni 2008

Undang-undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No.2 Th. 1989) dan Peraturan Pelaksanaannya, Jakarta: Sinar Grafika, Cet. IV, 1993. Undang-undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No.20 Th. 2003), Jakarta: Dharma Bakti, 2003. Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. I, 1997.

Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam

Anda mungkin juga menyukai