Aku dengar keluh batubatu runtuh Berpeluh. Tak ada arca atau setupa Hanya ilalang bergoyang terpanggung matahari Sebuah situs tak terurus menggerus hati Pejalan sunyi, sendiri memikul luka diri Mengaca pada baying matahari Yang tiada henti merangkum tragedy
ANALISIS
: batu-batu yang runtuh , tidak ada arca dan stupa. Sebuah situs yang melukai hati, seorang pejalan Yang sendirian meratapi tragedy.
Interprestasi :
EVALUASI
Sebuah rumah putih tak letih menunggumu Menumpahkan rindu. Masihkah engkau berlalu Ketika adzan memanggilmu.? Cucilah dirimu dari kurap waktu Cuci tangan dan kakimu
Beribu hari aku berdiri di sini Tetapi kenapa engkau kalap menangkap isyarat Aku lebih besar dari meja bilyar Tetapi engkau lebih memilih berjudi dengan nasib Berpusar-pusar di tengah pasar Tak letih menawar agar-agar
Aku menjulang melebihi gunung kerinci Tetapi engkau masih juga bingung menghitung makna rezeki Aku megah di atas sepucuk jambi Sembilan lurah Tetapi engkau masih juga gelisah
Pulanglah kerumah : tumpahkan segala desah Masuklah kedalam hatimu sendiri Di sana tegak mimbar kayu jati: Agama ageing ati.
ANALISIS
Interprestasi :
EVALUASI
Lilin itu biarlah menyala sepanjang waktu, telah kita nyalakan lilin diri Tak lelah Leleh di beranda dada. Lihatlah nyala itu, cahaya yang bercahaya di remang Kegelapan Hingga rumput di sepanjang jalan turut menyebut sebagai doa
Lilin itu biarlah tetap menyala di dadamu, hingga mawar itu Mengelopak di lapak Pasar loak menjajakan sandang-sandang papan-pangan sebagai bekal perjalanan. Kau tak perlu Tahta itu. Kembalilah ke relung pertapaan , di sana senyap akan menyergap Dan gemerlap. LILIN it uterus menyala di kerling matamu, Rama.?
ANALISIS
Interprestasi :
EVALUASI