Anda di halaman 1dari 3

http://batikyogya.wordpress.

com/2008/08/13/pewarnaan-bahan-tekstil/
at Pewarna Tumbuh-tumbuhan

Zat pewarna alam yang berasal dari tumbuh-tumbuhan bersumber pada bagian-bagian
tumbuh-tumbuhan, yaitu bagian bunga,daun,biji,batang,akar,buah,biji buah,kulit buah,kulit
akar,kulit batang,dan hampir semua tumbuh-tumbuhan menghasilkan zat pewarna alami.Pada
dasarnya tumbuh-tumbuhan mengandung zat warna pigment,tetapi tidak semua tumbuh-
tumbuhan dapat digunakan untuk pewarnaan batik. Hal ini dikarenakan proses batik terdapat
satu tahapan di akhir proses, yaitu pada saat pelepasan lilin. Pada umumnya menggunakan
soda abu, pengaruh reaksi antara soda abu dengan coloring material yang terdpat di sejumlah
tumbuh-tumbuhan akan mengakibatkan warna menjadi pudar. Oleh karena itu, penulis
memilih tumbuh-tumbuhan yang betul-betul sudah teruji di lapangan.Dengan demikian, para
pelaku industri kerajinan batik dan tekstil kerajinan dapat dengan mudah mencoba sendiri
setelah membaca dengan seksama.

Tumbuh-tumbuhan penghasil zat pewarna alami dapat dengan mudah di jumpai di sekeliling
halaman rumah. Tanaman ini pada umumnya digunakan sebagai tanaman pagar, disamping
itu zat pewarna alami juga dapat dijumpai di psar-pasar sebagai limbah yang tidak
mempunyai nilai jual, apabila di olah akan dapat menjadi nilai jual yang tinggi, seperti
limbah kulit bawang merah, juga limbah penggergajian dapat diambil zat warnanya baru
kemudian digunakan untuk kayu bakar. Limbah penggergajian kayu nangka,kayu ulin, zat
pewarna alami juga dapat di jumpai di pasar obat-obatan tradisional atau lebih dikenal
sebagai jamu tradisional Jawa seperti kunyit,jalawe.

Untuk keperluan industri zat pewarna alami harus ada konsep budi daya yang berkelanjutan,
yaitu dengan sistem kultur jaringan. Hal ini sekaligus mengamankan hutan di Indonesia
karena pada dasarnya tumbuhan penghasil zat pewarna alami dapat ditanam bersamaan
dengan penghijauan hutan sebagai tanaman pagar. Dengan demikian, kita tidak akan khawatir
apabila di gunakan secara mass product.

Zaman dahulu sebelum tahun 1856, para perajin batik dan tekstil kerajinan (tenun) baik tenun
gedok maupun tenun tradisional yang menggunakan alat tenun bukan mesin, selalu
menggunakan zat warna dan tumbuh-tumbuhan dan binatang. Karena siasat
perdaganganpenjajah Belanda, maka bangsa Indonesia tidak di beri kesempatan untuk
memperdalam pengetahuan penelitian dan pengembangan tentang zat warna alam. Akan
tetapi, bangsa Indonesia justru di banjiri zat-zat warna buatan Eropa, yaitu zat warna sintesis
(kimia) jenis Naphtol, pemakainya memeng lebih mudah di banding dengan zat warna alam.
Dengan demikian, pengetahuan dan cara pemakaian zat warna alam makin lama semakin di
tinggalkan dan semakin banyak yang tidak mengetahui. Satu hal yang janggal adalah bangsa
Indonesia yang mempunyai kerajinan batik tidak mempunyai peninggalan-peninggalan yang
berarti, justru di Eropa (Belanda) di cetaklah buku-buku tentang batik secara lengkap di
antaranya:
1. De Batikkunst, karangan J.EJasper dan Mas Pirngadie, di cetak tahun 1916
2. De Batikkunst, karangan G.P.RouIIer dan Dr.H.H.Juymboll di cetak tahun 1900

Karena siasat penjajah pula, pada masa itu penduduk pribumi semakin melarat dan kerajinan
batik mulai terdesak dan pindah ketangan orang-orang asing perantauan, yaitu Bangsa Cina
dan Arab, hal ini dapat kita jumpai di daerah Jogjakarta, Solo, Pekalongan, dan Lasem
Menurut sejarah, pada tahun 55 sebelum masehi, di Roma orang-orang sudah menggunakan
zat warna alam dari jenis tumbuh-tumbuhan Indigo untuk membuat tatto di tubuhnya. Pada
abad ke-2 dan ke-3, angkatan barat Roma menggunakan zat warna alam dari jenis Indigo dan
Madder untuk mewarnai tekstil. Pada abad ke 15, bangsa Indonesia menggunakan zat warna
alam dari jenis IndigoIera tinctoria untuk mewarnai kerajinan tekstil yang menghasilkan
warna biru, sedangkan di Jawa di samping warna IndigoIera juga digunakan warna soga
yang terdiri atas 3 jenis tumbuh-tumbuhan, yaitu Cudrania javanensis (tanggerang), Ceriops
condolleana (tinggi), dan Pelthoporom Ierigineum (jambal) dengan perbandingan tertentu
untuk mendapatkan untuk mendapatkan warna coklat, warna biru dan warna soga (coklat),
sedangkan warna hitam diperoleh dari warna biru yang ditumpangi dengan warna
coklat,maka di Jogjakarta batik tradisional hanya mempunyai warna biru,coklat,hitam,dan
putih yang berasal dari kainnya. Kemudian, batik pesisir menggunakan warna merah dari
jenis tumbuh-tumbuhan Morinda citriIolia ( pace ). pada tahun 1856 seorang bangsawan yang
berkebangsaan Inggris menemukan zat warna sintesis (kimia) disebut dengan nama aniline
(Mauve).Berturut-turut telah diketemukan zat warna sintesis (kimia),yaitu 1863 Anline
black,1866 Methyl Violet, 1868 Alizarin yang mencontoh struktur kimia dari madder
berwarna merah, 1890 zat warna Direct, 1924 zat warna Indigosol, 1957 zat warna reactive
dan zat warna Procion telah hadir. Semua zat sintetis ini pada dasarnya mencontoh struktur
kimia yang terdapat zat pewarna alam sendiri tidak mampu untuk memenuhi permintan
konsumen yang semakin hari semakin besar. Akan tetapi, pada akhirnya tahun 1995, ternyata
zat warna sintesis ini bermasalah untuk kesehatan manusia dan lingkungan. Gugus Azo yang
terkandung pada zat pewarna sintesis jenis tertentu menyebabkan penyakit kanker.
Penyebabnya dapat melalui epidermis (kontak dengan kulit) atau secara oral (terbawa air
liur), sedangkan zat warna Indigosol yang pembangkitnya adalah asam nitrit dan asam sulIat
atau asam chlorida, sangat bermasalah mencemari lingkungan.

Pada saat ini telah di sempurnakan teknologi penggunaan zat pewarna alami sehingga
pencelupan cukup 2-3 kali celup. Warna yang telah dihasilkan sangan variatiI, intensitas
color manakala kontak dengan kornea mata akan menyehatkan. Adapun tumbuh-tumbuhan
yang dapat kita gunakan adalah jenis IndigoIera. Di Indonesia terdapat ii jenis, yaitu
IndigoIera tinctoria, IndigoIera arrectaHochst, IndigoIeraenncaphylla Linn, IndigoIera
liniIolia Ritz, IndigoIera galegoides DL, IndigoIera guatimalensis Moc, IndigoIera
hendecaphylla Jacq, IndigoIerasuIIruticosa Mill, IndigoIera sumatrana Gaertn, IndigoIera
hirsute Linn, IndigoIera longeracemosa Boiv.

Tumbuh-tunbuhan lain yang dapat digunakan adalah Bixa orellana L (sombo), Persea gratisi
G (alpokat), MangiIera indica Linn (pelem), Nyctanthes arbortritis L (srigading). Psidium
guajava L (jambu kluthuk), Curcuma linga (kunir), Mimosa pudica (putri malu), Caesalpinia
pulchirima SW (merak-merakan), Artocarpus integra M (nongko), Morinda citriIolia L
(pace), Impatiens balsamina L (pacar air),Areca catechu L (jambe), Cassia alata Linn
(ketepeng kebo), Melastoma aIIine L (senggganai), swetenia mahagoni (mahoni).

Zat pewarna alami dapat dibagi menjadi 4 (empat) golongan yaitu :

1. at warna bejana, zat warna bejana adalah zat warna yang paling tua di dunia. Terdapat 2
(dua) kelompok berdasarkan struktur kimianya, Anthraquinon da Indigo group yang
diperoleh dari hasil Iermentasi sejumlah daun IndigoIera tinctoria.

2. Asam dan basa, zat warna asam dan basa mengandung Ilavonoid, pigment. Zat warna ini
akan mengeluarkan warna ketika di ekstak dalam suasana asam atau basa.

3.at warna Direct, zat warna ini sangat cocok untuk mewarnai serat-serat yang berasal dari
cellulose, hyroxyl, sebagai contoh zat warna dari Curcuma longa, Bixa, orellana.

4. at warna Mordant, hampir semua tumbuh-tumbuhan tergolong dalam zat warna
mordant.Oleh karena itu, teknologi mordanting sangat penting untuk di kuasai apabila
seseorang akan menggunakan zat warna tumbuh-tumbuhan sebagai zat warna tekstil, dan
produk tekstiltermasuk di dalamnya batik, tenun, sasirangan, dan sualam.
http://www.indonesia.intaran.co.id/index.php/inIormasi-pewarnaan-alami/pewarnaan-alami
http://www.google.co.id/url?sat&sourceweb&cd14&ved0CCUQFjADOAo&urlhttp
3A2F2Fjurnal.pdii.lipi.go.id2Fadmin2Fjurnal2F241092332.pdI&rctj&qindustri
20kimia20pencelupan20dan20pewarnaan&einL2ITe3NF8XtrAeZr7T5Ag&usgAF
QjCNH80HcoLy0gx4-NkFHxEQJQkg-g&cadrja
http://budicakep.wordpress.com/warna-batik/
http://www.indonesia.intaran.co.id/index.php/inIormasi-pewarnaan-alami/pewarnaan-alami
http://www.scribd.com/doc/43137288/Teknologi-Pencelupan-Tekstil-Tanpa-Medium-Air

Anda mungkin juga menyukai