Anda di halaman 1dari 14

Sistem pemerintahan negara adalah sistem hubungan dan tata kerja antar lembagalembaga negara.

[1] Sistem pemerintahan negara mencakup folosofi yang menjadi dasar hubungan, pengaturan mengenai hubungan serta pembagian kewenangan dan fungsi antar lembaga negara serta institusi lainya yang terkait dengan gerak roda pemerintahan. Dengan demikian sistem pemerintahan mencakup lembaga-lembaga negara, kewenangan dan fungsi lembaga-lembaga negara, hubungan antar lembaga-lembaga negara serta pelaksanaan berbagai fungsi dan kewenangan lembaga negara dalam proses penyelengaraan pemerintahan. Suatu negara hanya akan hidup dan bergerak dinamis jika dijalankan oleh lembagalembaga negara sebagai pemegang kekuasaan negara. Sedangkan kekuasaan negara itu dijalankan oleh lembaga-lembaga negara pada tingkat pusat maupun oleh lembaga negara pada tingkat loka/daerah. Kekuasaan negara dibagi kepada lembaga-lembaga negara yang menurut Miriam Budiardjo[2] dapat dibagi dalam dua cara, yaitu; pertama; secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatannya dan dalam hal ini yang dimaksud adalah pembagian kekuasaan antara bebarapa tingkat pemerintahan. Pembagian kekuasaan ini nampak jelas dapat kita saksikan kalau kita bandingkan antara negara kesatuan, negara federal dan negara konfederasi. Kedua, secara horisontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya. Pembagian ini menunjukkan pembedaan antara fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif dan yudikatif yang lebih dikenal dengan trias politica. Karena itulah pemikiran yang mendasari pembagian kekuasaan negara adalah bahwa kekuasaan negara itu tidak diserahkan kepada satu badan akan tetapi dibagi dalam beberapa badan negara agar tidak terjadi penyahgunaan kekuasaan negara oleh satu badan itu[4] yang dikenal dengan doktrin trias politica. Doktrin ini pertama kali dikemukakan oleh John Locke (1632) dan Montesquieu (1689) dan pada taraf itu ditafsirkan sebagai pemisahan kekuasaan (separation of power). Menurut John Locke kekuasaan negara itu dibagi dalam kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan federatif yang masing-masing terpisah satu sama lain. Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan membuat peraturan dan undang-undang, kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan didalamnya termasuk kekuasaan untuk mengadili dan kekuasaan federatif adalah kekuasaan dalam menjaga keamanan negara dalam hubungannya dengan negara lain. Sedangkan Montesqieu memasukkan kekuasaan mengadili termasuk dalam kekuasaan tersndiri yaitu kekuasaan yudikafif, sedangkan kekuasaan federatif dimasukkan dalam kekuasaan eksekutif. Akan tetapi sekarang ini, doktrin trias politika sebagai pemisahan kekuasaan yang murni tidak lagi dapat dijalankan seperti yang dipikirkan oleh Montesqiueu. Tidak ada suatu negara pun yang menjalankan pemisahaan kekuasaan itu secara murni bahkan Amerika Serikat sekalipun yang dianggap sebagai negara yang paling mendekati prinsip trias politica itu. Hal in terjadi karena perkembangan negara-negara modern yang begitu sangat kompleks dengan prinsip negara kesejahteraan. Masing masing lembaga negara tidak bisa lagi secara kaku hanya pada bidangnya kekuasaannya saja. Pemerintah tidak terbatas hanya menjalankan undang-undang, tapi juga ikut membahas dan menentukan undang serta membuat berbagai peraturan pelaksanaannya, serta lembaga legislatif ikut mengawasi pelaksanaan undang-undang oleh pemerintah dan dalam beberapa hal pelaksanaan undang-undang perlu mendapat persetujuan lembaga legislatif.

Demikian halnya di Indonesia sejak awal para perumus UUD 1945 pada tahun 1945 telah memperdebatkan prinsip trias politica ini, yang menurut Soekarno (Presiden Pertama RI) sudah kuno dan sudah kedaluwarsa, kolot, tidak mencukupi, tidak bisa menjamin keadilan sosial,[5] karena itu tidak perlu diikuti. Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945, tidak menganut suatu sistem negara manapun, tetapi adalah suatu sistem khas menurut kepribadian bangsa indonesia, namun sistem ketatanegaraan Republik indonesia tidak terlepas dari ajaran Trias Politica Montesquieu. Ajaran trias politica tersebut adalah ajaran tentang pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Judikatif yang kemudian masing-masing kekuasaan tersebut dalam pelaksanaannya diserahkan kepada satu badan mandiri, artinya masing-masing badan itu satu sama lain tidak dapat saling mempengaruhi dan tidak dapat saling meminta pertanggung jawaban. Apabila ajaran trias politika diartikan suatu ajaran pemisahan kekuasaan maka jelas Undang-undang Dasar 1945 menganut ajaran tersebut, oleh karena memang dalam UUD 1945 kekuasaan negara dipisah-pisahkan, dan masing-masing kekuasaan negara tersebut pelaksanaannya diserahkan kepada suatu alat perlengkapan negara. Karena itu sistem pemerintahan yang dianut UUD 1945 tidak menganut prinsip trias politica. Memang dalam UUD 1945 dikenal lembaga eksekutif (Presiden), legislatif ( DPR ) dan yudikatif (Mahkamah Agung) sebagaimana halnya yang dikenal dalam trias politica, akan tetapi terdapat suatu lembaga negara yang memiki kekuasaan tertinggi yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat dan dianggap penjelamaan dari seluruh rakyat Indonesia, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Lembaga inilah yang mengangkat Presiden, menetapkan garisgaris besar haluan negara dan Presiden adalah Mandataris MPR. Jadi posisi MPR tidak bisa ditempatkan dalam kerangka teori trias politica. Disamping itu fungsi legislatif bukanlah monopoli DPR, akan tetapi pembahasan dan persetujuan berasama anatara Presiden dan DPR, bahkan posisi DPR dalam UUD 1945, lebih berfungsi sebagai pengawas terhadap Presiden. Moh. Mahfud[6] mengemukakan bahwa dalam studi ilmu negara dan ilmu politik dieknal adanya tiga sistem pemerintahan negara, yaitu Presidental, Parlementer, dan Referendum. a. Di dalam sistem Presidental dapat dicatat adanya prinsip-prinsip sebagai berikut : - Kepala negara menjadi Kepala Pemerintahan - Pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen (DPR), Pemerintah dan Parlemen adalah sejajar. - Menteri-menteri diangkat dan bertanggung jawab kepada Presiden , - Eksekutif dan Legislatif sama-sama kuat. b. Sistem Parlementer, menganut ciri-ciri sebagai berikut :

- Kepala Negara tidak berkedudukan sebagai kepala pemerintahan, karena ia lebih bersifat simbol nasional (pemersatu bangsa). - Pemerintah dilakukan oleh sebuah kabinet yang dipimpin oleh seorang Perdana Menteri, - Kabinet bertanggung jawab kepada dan dapat dijatuhkan oleh Parlemen melalu mosi, - (karena itu) kedudukan eksekutif (kabinet) lebih rendah dari (dan tergatung pada ) parlemen. Sebagai imbangan dari lebih lemahnya kabinet ini, maka kabinet dapat meminta kepala Kepala Negara untuk membubarkan parlemen (DPR) dengan alasan-alasan yang sangat kuat karena parlemen dinilai tidak representatif. Tapi jika demikian yang terjadi maka dalam waktu yang relatif pendek kabinet harus menyelenggarakan pemilu untuk membentuk parlemen baru. c. Sistem Referendum. Dalam sistem ini, lembaga eksekutif merupakan bagian darti lembaga legislatif. Jadi Lembaga Eksekutif adalah badan pekerja dari lembaga legislatif yang dibentuk oleh lembaga legislatif sebagai pelaksana tugas pemerintah. Kontrol terhadap lemabaga legislatif dalam sistem ini dilakukan langsuing oleh rakyat melalui lembaga referendum. Pembuatan undang-undang di dalam sistem referendum ini diputuskan langsung oleh seluruh rakyat nelalui dua macam mekanisme, yaitu : - Referendum ogligator, yaitu referendum untuk menentukan disetujui atau tidaknya oleh rakyat berlakunya suatu peraturan atau perundang-undangan baru. Referendum ini disebut referendum wajib. - Referendum fakultatif, yaitu referendum untuk menentukan apakah suatu peraturan atau undang-undang yang sudah ada dapat terus diberlakukan ataukah harus dicabut. Referendum ini merupakan referendum tidak wajib. Sepanjang sejarah ketatanegaraan Indonesia telah telah dipergunakan tiga undang-undang dasar, yaitu, pertama; Undang-Undang Dasar 1945, periode pertama, (18 Agustus 1945 s/d 28 Oktober 1949), periode kedua (5 Juli 1959 s/d Oktober tahun 1999) dan periode ketiga (1999sekarang), kedua; Konstitusi Republik Indonesia Serikat ( 27 Desember 1949 s/d 16 Agustus 1950), dan ketiga; Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (17 Agustus 1950 s/d 4 Juli 1959) Pada periode pertama, berlakunya UUD 1945 sangat singkat dengan menggunakan sistem pemerintahan berdasar undang-unang dasar tersebut. Namun tidak bisa berjalan baik karena masa revolusi dan perang kemerdekaan. Kabinet pertama yang terbentuk berdasar undang-undang dasar 1945 adalah kabinet kuasi Presidensiil yang dibentuk pada tanggal 2 Sptember 1945.[20] Baru dua bulan kabinet terbentuk, keluarlah Maklumat Wakil Presiden Nonor X Tahun 1945, yaitu penyerahan kekuasaan legislatif dari MPR dan DPR kepada Komite Nasional Pusat (KNIP) sebelum MPR dan DPR terbentuk, dan pembentukan Badan Pekerja KNIP. Atas usul Badan Pekerja KNIP tanggal 11 November 1945 dikeluarkan Maklumat
3

Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang berisi perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem Parlementer. Pada saat berlakunya Konstitusi RIS, dimana negara Indonesia berubah menjadi Negara Serikat, menerapkan sistem pemerintahan parlementer. Demikian juga pada masa berlakunya UUDS 1950 juga menerapkan sistem pemerintahan parlementer, yaitu kabinet dipimpin oleh Perdana Menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen. Setelah kembali pada UUD 1945 dengan Dektrit Presiden 5 Juli 1959, berlakulah kembali UUD 1945, yang dalam perkembangan praktek pemerintahan selanjutnya terjadi berbagai penyimpangan dari ketentuan undang-undang dasar antara lain dengan sistem demokrasi terpimpin pada masa Orde Lama dan menjadikan Presiden Soekarno sangat berkuasa dan menjadi Presiden seumur hidup. Pada masa Orde Baru Presiden Soeharto merubahnya menjadi demokrasi Pancasila namun pada akhirnya juga tidak berjalan dengan baik. Untuk mengetahui sistem pemerintahan yang dinaut UUD 1945, perlu memperhatikan penjelasan UUD 1945 yang menguraikan secara singkat sistem penyelenggaraan kekuasaan negara yang dianut oleh undang-undang dasar tersebut. Dalam penjelasan itu diuraikan tentang sistem pemerintahan negara yang terdiri dari tujuh prinsip pokok, yaitu sebagai berikut : Prinsip negara berdasar atas hukum (rechtsstaat) bukan atas kekuasaan belaka (machtstaat) dan prinsip sistem konstitusinal (berdasarkan atas konstitusi) tidak berdasar atas absolutisme. Prinsip selanjutnya adalah kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Penjelasan UUD 1945 menerangkan bahwa kedaulatan dipegang oleh suatu badan, bernama MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Majelis ini menetapkan UUD dan garis-garis besar haluan negara, mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Presiden. Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedang Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis bertunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis. Ia adalah mandatris dari Majelis. Presiden tidak neben tetapi untergeordnet kepada Majelis. MPR adalah Lembaga Tertinggi Negara (TAP MPR NO. III/1978), sedangkan lembaga negara yang lainnya adalah merupakan Lembaga Tinggi Negara dan Presiden memegang posisi sentral karena dialah mandataris MPR. Prinsip selanjutnnya, Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara tertinggi di bawah Majelis. Penjelasan UUD 1945 menguraikan bahwa dibawah MPR, Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dalam menjalankan pemerintahan negara. Kekuasaan dan tanggung jawab adalah ditangan Presiden (concentration of power and responsibility upon the presiden). Presiden adalah mandataris MPR, dia tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR. Dengan posisi madataris itulah Presiden memiliki diskresi kekuasaan dan kewenangan yang sangat besar. Disamping memegang kekuasaan eksekutif (executive power), Presiden juga sekaligus memegang kekuasaan legisltaf (legislative power). Meskipun demikian ditegaskan bahwa kekuasaan Presiden sebagai kepala negara tidak tak terbatas. Presiden senantiasa dapat diawasi oleh DPR, dan Presiden harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Karena itu Presiden harus dapat bekerja bersama-sama dengan DPR, akan tetapi Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR.
4

Menteri-menteri negara adalah pembantu Presiden dan tidak bertanggung jawab kepada DPR. Karena itu kedudukan menteri-menteri negara tidak tergantung DPR akan tetapi tergantung Presiden. Meskipun mereka adalah pembantu Presiden, tetapi Menteri-menteri negara bukan pegawai tinggi biasa, karena menteri-menteri itulah yang menjalankan kekuasaan pemerintah dalam praktek. Menteri-menteri negara memimpin departemen. Lebih lanjut, penjelasan UUD 1945 menguarikan bahwa kedudukan DPR adalah kuat. Disamping Presiden adalan Dewan Perwakilan Rakyat. DPR tidak dapat dibubarkan oleh Presiden. Setiap saat DPR dapat mengawasi Presiden, dan jika dalam pengawasan itu DPR menemukan bahwa Presiden telah melanggar haluan negara yang telah ditetapkan oleh UUD atau yang telah ditetapkan oleh MPR, maka MPR dapat diundang untuk mengadakan persidangan istimewa agar bisa minta pertanggungan jawab kepada Presiden. Kewenangan DPR yang diatur dalam UUD 1945 sangat minim, yaitu memberi persetujuan atas undang-undang yang dibentuk Presiden (pasal 20 ayat 1 dan 2 jo pasal 5), memberi persetujuan atas PERPU (pasal 22), memberi persetujuan atas anggaran (pasal 23) dan persetujuan atas pernyataan perang, perdamaian dan perjanjian dengan negara lain yang dilakukan oleh Presiden. Kewenangan DPR untuk mengawasi pemerintah/Presiden dan kewenangan untuk meminta MPR mengadakan sidang istimewa untuk meminta pertanggungan jawab Presiden (fungsi kontrol) hanya diterangkan dalam penjelasan. Disamping itu UUD 1945, juga mengintrodusir badan-badan negara yang lain seperti Dewan Pertimbangan Agung (DPA), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). DPA hanya untuk memberi nasihat belaka kepada Presiden apakah diminta atau tidak diminta. DPA ini dijelaskan dalam pejelasan UUD adalah semacan Council of State. Sedangkan BPK adalah badan negara yang diberi tugas dan wewenang untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara, yaitu suatu badan yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah, tapi tidak pula berdiri di atas pemerintah. Demikianlah sistem pemerintahan negara menurut UUD 1945 sebelum perubahan. Dalam sistem seperti ini MPR merupakan lembaga negara terpenting karena lembaga ini adalah penjelmaan seluruh rakyat. Setelah itu adalah Presiden, karena Presiden adalah mandataris MPR. Dengan demikian kelembagaan negara dalam sistem pemerintahan ini terstruktur, yaitu MPR memegang kekuasaan negara tertinggi sebagai sumber kekuasaan negara dan dibawahnya adalah Presiden sebagai penyelenggara kekuasaan pemerintahan yang tertinggi di bawah MPR. Sistem seperti ini tidak menganut prinsip check and balances, dan tidak mengatur pembatasan yang tegas penyelenggaraan kekuasaan negara antara lembaga negara. Karena kelemahan inilah dalam praktek ketatanegaraan Indonesia banyak disalahgunakan dan ditafsirkan sesuai kehendak siapa yang memegang kekuasaan. Dengan demikian sistem perwakilan rakyat dalam periode UUD 1945, sebelum perubahan khususnya MPR memiliki kewenangan yang sangat besar, yaitu sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat dan dianggap sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Dalam sistem perwakilan itu sendiri terbagi dalam dua lembaga yaitu, pertama; MPR memiliki kewenangan sangat besar yang anggotanya terdiri anggota DPR ditambah dengan utusan daerah dan utusan golongan , dan kedua; DPR, yang memiliki kewenangan hanya dalam bidang membahas dan
5

menyetujui rancangan undang-undang, rancangan Anggaran Belanja Negara dan melakukan pengawasan terhadap pemerintah. Posisi kedua lembaga perwakilan MPR dan DPR tidak seperti posisi parlemen dua kamar yang dikenal di negara-negara lain yaitu Senat dengan House di Amerika Serikat, akan tetapi suatu sistem yang bersifat multicameral. E. Struktur Ketatanegaraan Setelah Perubahan UUD 1945
Menurut UUD 1945, bahwa sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan atau separation of power (Trias Politica) murni sebagaimana yang diajarkan Montesquieu, akan tetapi menganut sistem pembagian kekuasaan (distribution of power). Halhal yang mendukung argumentasi tersebut, karena Undang-Undang Dasar 1945 : a. Tidak membatasi secara tajam, bahwa tiap kekuasaan itu harus dilakukan oleh suatu organisasi/badan tertentu yang tidak boleh saling campur tangan. b. Tidak membatasi kekuasaan itu dibagi atas 3 bagian saja dan juga tidak membatasi kekuasaan dilakukan oleh 3 organ saja c. Tidak membagi habis kekuasaan rakyat yang dilakukan MPR, pasal 1 ayat 2, kepada lembagalembaga negara lainnya.

Ada beberapa prinsip sistem pemerintahan yang dianut setalah perubahan UUD 1945, yaitu pertama, prinsip negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang kekuasaannya dibatasi oleh hokum dan konstitusi. Negara yang menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, menghormati hak asasi mansuia dan prinsip due process of law. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggaran peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.[21] Prinsip negara hukum ini diperkuat oleh prinsip penghormatan dan jaminan terhadap hak asasi mansuia. Kedua, sistem konstitusional yang berdasarkan pada sistem check and balances yaitu sistem yang saling mengimbangi antara lembaga-lembaga kekuasaan negara. Sistem ini memberikan pembatasan kekuasaan setiap lembaga negara sesuai undang-undang dasar, tidak ada yang tertinggi dan tidak ada yang rendah, semuanya sama diatur berdasarkan fungsi-fungsi masingmasing. Atas dasar semangat itulah perubahan pasal 1 ayat 2, UUD 1945 dilakukan, yaitu perubahan dari Kedaulatan ditangan rakyat dan dalakukan sepenuhnya oleh MPR, menjadi Kedaulatan ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Ini berarti bahwa kedautalan rakyat yang dianut adalah kedaulatan berdasar undang-undang dasar yang dilaksanakan berdasarkan undang-undang dasar oleh lembaga-lembaga negara yang diatur dan ditentukan kekuasaan dan wewenangnya dalam undang-undang dasar. Oleh karena itu kedaulatan rakyat, dilaksanakan oleh MPR, DPR, DPD, Presdiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, BPK dan lain-lain sesuai tugas dan wewenangnya yang diatur oleh UUD. Bahkan rakyat secara langsung dapat melaksanakan kedaulatannya untuk menentukan Presiden dan Wakil Presidennya melalui pemilihan umum. Sistem ini tetap dalam frame sistem pemerintahan presidensial, bahkan mempertegas sistem presidensial itu, yaitu Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen, akan tetap bertanggung kepada rakyat dan senantiasa dalam pengawasan DPR dan DPD. Presiden hanya
6

dapat diberhentikan dalam masa jabatannya karena melakukan perbuatan melanggar hukum yang jenisnya telah ditentukan dalam undang-undang dasar atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden. DPR dapat mengusulkan untuk memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya manakala ditemukan pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden sebagaimana yang ditentukan dalam undang-undang dasar.
a. Pokok-pokok Sistem Pemerintahan Republik Indonesia 1) Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi. Provinsi tersebut adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Bali, Banten, Bengkulu, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Gorontalo, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Lampung, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua, Papua Barat, Riau, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Sumatra Selatan. 2) Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan adalah presidensial. 3) Pemegang kekuasaan eksekutif adalah Presiden yang merangkap sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden dan wakilnya dipilih dan diangkat oleh MPR untuk masa jabatan 5 tahun. Namun pada pemilu tahun 2004, Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket untuk masa jabatan 2004 2009. 4) Kabinet atau menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden, serta bertanggung jawab kepada presiden. 5) Parlemen terdiri atas 2 bagian (bikameral), yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota DPR dan DPD merupakan anggota MPR. DPR terdiri atas para wakil rakyat yang dipilih melalui pemilu dengan sistem proporsional terbuka. Anggota DPD adalah para wakil dari masing-masing provinsi yang berjumlah 4 orang dari tiap provinsi. Anggota DPD dipilih oleh rakyat melalui pemilu dengan sistem distrik perwakilan banyak. Selain lembaga DPR dan DPD, terdapat DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang anggotanya juga dipilih melaui pemilu. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan. 6) Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, yaitu pengadilan tinggi dan pengadilan negeri serta sebuah Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. 7) Sistem pemerintahan negara Indonesia setelah amandemen UUD 1945, masih tetap menganut Sistem Pemerintahan Presidensial, karena Presiden tetap sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden juga berada di luar pengawasan langsung DPR dan tidak bertanggung jawab pada parlemen. Namun sistem

pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem parlementer dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial. b. Beberapa variasi dari Sistem Pemerintahan Presidensial RI 1) Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung. 2) Presiden dalam mengangkat pejabat negara perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR. Contohnya dalam pengangkatan Duta untuk negara asing, Gubernur Bank Indonesia, Panglima TNI dan kepala kepolisian. 3) Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR. Contohnya pembuatan perjanjian internasional, pemberian gelar, tanda jasa, tanda kehormatan, pemberian amnesti dan abolisi. 4) Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak budget (anggaran). Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dapat difahami bahwa dalam perkembangan sistem pemerintahan presidensial di negara Indonesia (terutama setelah amandemen UUD 1945) terdapat perubahan-perubahan sesuai dengan dinamika politik bangsa Indonesia. Hal itu diperuntukkan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut antara lain, adanya pemilihan presiden langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and balance dan pemberian kekuasaan yang lebih besar pada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran. Secara umum dengan dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pada era reformasi, telah banyak membawa perubahan yang mendasar baik terhadap ketatanegaraan (kedudukan lembagalembaga negara), sistem politik, hukum, hak asasi manusia, pertahanan keamanan dan sebagainya. Berikut ini dapat dilihat perbandingan model sistem pemerintahan negara republik Indonesia sebelum dan setelah dilaksanakan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 :

Masa Orde Baru (Sebelum amandemen UUD 1945) Di dalam Penjelasan UUD 1945, dicantumkan pokok-pokok Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagai berikut : a. Indonesia adalah negara hukum (rechtssaat) Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekua-saan belaka (machtsaat). Ini mengandung arti bahwa negara, termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga negara lain, dalam melaksanakan tugasnya/ tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. b. Sistem Konstitusional Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar). Sistem ini memberikan ketegasan cara pengendalian pemerintahan negara yang dibatasi oleh ketentuan konstitusi, dengan

sendirinya juga ketentuan dalam hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti Ketetapan-Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya. c. Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan yang bernama MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia Tugas Majelis adalah: 1) Menetapkan Undang-Undang Dasar, 2) Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara, 3) Mengangkat kepala negara (Presiden) dan wakil kepala negara (wakil presiden). Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara tertinggi, sedang Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggungjawab kepada Majelis. Presiden adalah mandataris dari Majelis yang berkewajiban menjalankan ketetapan-ketetapan Majelis. d. Presiden ialah penyelenggara peme-rintah Negara yang tertinggi menurut UUD. Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara, tanggung jawab penuh ada di tangan Presiden. Hal itu karena Presiden bukan saja dilantik oleh Majelis, tetapi juga dipercaya dan diberi tugas untuk melaksanakan kebijaksanaan rakyat yang berupa Garis-garis Besar Haluan Negara ataupun ketetapan MPR lainnya. e. Presiden tidak bertanggungjawab ke-pada Dewan Perwakilan Rakyat. Kedudukan Presiden dengan DPR adalah neben atau sejajar. Dalam hal pembentukan undangundang dan menetapkan APBN, Presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Oleh karena itu, Presiden harus bekerja sama dengan DPR. Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari Dewan. Presiden tidak dapat membu-barkan DPR seperti dalam kabinet parlementer, dan DPR pun tidak dapat menjatuhkan Presiden. f. Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak ber-tanggungjawab kepada Dewan Perwa-kilan Rakyat. Presiden memilih, mengangkat dan memberhentikan mentri-mentri negara. Menteri-mentri itu tidak bertanggungjawab kapada DPR dan kedudukannya tidak tergantung dari Dewan., tetapi tergantung pada Presiden. Menteri-menteri merupakan pembantu presiden. g. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas. Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi bukan berarti ia diktator atau tidak terbatas. Presiden, selain harus bertanggung jawab kepada MPR, juga harus memperhatikan sungguh-sungguh suara-suara dari DPR karena DPR berhak mengadakan pengawasan terhadap Presiden (DPR adalah anggota MPR). DPR juga mempunyai wewenang mengajukan usul kepada MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta

pertanggungjawaban Presiden, apabila dianggap sungguh-sungguh melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tarcela.

(lanjut di buku konsep dasar hal. 69 70)

Masa Reformasi (Setelah Amandemen UUD 1945)

(buku konsep hal. 72-73, 81)

Undang-Undang Dasar 1945 berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan terdiri atas Pembukaan dan pasalpasal. Tentang sistem pemerintahan negara republik Indonesia dapat dilihat di dalam pasal-pasal sebagai berikut : a. Negara Indonesia adalah negara Hukum. Tercantum di dalam Pasal 1 ayat (3), tanpa ada penjelasan. b. Sistem Konstitusional Secara eksplisit tidak tertulis, namun secara substantif dapat dilihat pada pasal-pasal sebagai berikut :\ - Pasal 2 ayat (1) - Pasal 3 ayat (3) - Pasal 4 ayat (1) - Pasal 5 ayat (1) dan (2) - Dan lain-lain c. Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). MPR berdasarkan Pasal 3, mempunyai wewenang dan tugas sebagai berikut : - Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. - Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden. - Dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD. d. Presiden ialah penyelenggara peme-rintah Negara yang tertinggi menurut UUD. Masih relevan dengan jiwa Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2). e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan memperhatikan pasal-pasal tentang kekuasaan pemerintahan negara (Presiden) dari Pasal 4 s.d. 16, dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 s.d. 22B), maka ketentuan bahwa Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR masih relevan. Sistem pemerintahan negara republik Indonesia masih tetap menerapkan sistem presidensial. f. Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak ber-tanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

10

Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden yang pembentukan, pengubahan dan pembubarannya diatur dalam undang-undang Pasal 17). g. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas. Presiden sebagai kepala negara, kekua-saannya dibatasi oleh undang-undang. MPR berwenang memberhentikan Presiden dalam masa jabatanya (Pasal 3 ayat 3). Demikian juga DPR, selain mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan menyatakan pendapat, juga hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas (Pasal 20 A ayat 2 dan 3).

F. Sistem Perwakilan Rakyat Sesudah Perubahan UUD 1945 Perubahan UUD 1945 membawa perubahan yang cukup mendasar mengenai sistem perwakilan dalam ketatanegaraan Indonesia. Paling tidak ada tigak aspek mendasar mengenai lembaga perwakilan rakyat setelah perubahan UUD 1945, yaitu; mengenai struktur kelembagaan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, fungsi dan kewenangannya serta pengisian anggota lembaga perwakilan. Ada tiga lembaga perwakilan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. MPR memiliki fungsi yang sama sekali berbeda dengan DPR dan DPD, sedangkan DPR dan DPD sendiri memiliki fungsi yang hampir sama, hanya saja DPD memiliki fungsi dan peran yang sangat terbatas. Jika dilihat dari jumlah lembaga perwakilan rakyat maka sistem perwakilan yang dianut bukanlah sistem bikameral karena ada tiga lembaga perwakilan rakyat. Sedangkan jika melihat hanya DPR dan DPD maka kedua lembaga perwakilan ini merupakan bentuk sistem bikameral akan tetapi bukan sistem bikameral yang murni (strong bicameral). Keanggotaan DPR adalah representasi rakyat di seluruh Indonesia secara proporsional melalui partai politik (political representation) dan DPD sebagai representasi dari daerah (daerah provinsi) dari seluruh Indonesia (regional representation) memiliki posisi yang sama sebagaimana tercermin dalam jumlah anggota DPD yang sama banyaknya dari setiap provinsi. Memperhatikan tugas dan kewenangan MPR dalam UUD 1945, sebagai lembaga perwakilan, MPR hanya memiliki tiga fungsi yang pokok yaitu; fungsi legislasi yaitu melakukan perubahan dan atau menetapkan undang-undang dasar, fungsi administratif, yaitu melantik Presiden dan Wakil Presiden serta memilih/mengangkat Presiden atau Wakil Presiden dalam halhal tertentu, serta fungsi judikatif yaitu memutuskan untuk memberhentikan atau tidak memberhentikan Presiden atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya yang diusulkan oleh DPR. Dengan demikian dibanding dengan sebelum perubahan UUD 1945, kewenangan dari MPR menjadi sangat terbatas dan limitatif . Walaupun demikian kewenangan MPR merubah dan menetapkan undang-undang dasar serta memberhentikan serta mengangkat dan memilih presiden atau wakil presiden dalam hal-hal tertentu menunjukkan adanya kwenangan besar yang dimiliki MPR. Hal ini adalah wajar karena MPR adalah gabungan dari seluruh anggota DPR dan DPD.

11

Sebagaimana diatur dalam pasal 20 ayat (1) UUD 1945 DPR memiliki kekuasaan membentuk undang-undang menunjukkan adanya semangat untuk memperkuat posisi DPR sebagai lembaga legislatif. Namun dalam kenyataannya kewenangan DPR dalam pembentukan undang-undang sama kuatnya dengan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah (Presiden) yaitu masing-masing memiliki lima puluh persen hak suara, karena setiap undang-undang harus memperoleh persetjuan bersama antara pemerintah dan DPR. Disamping itu DPR memiliki fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Fungsi anggaran terkait dengan kewenangan yang dimiliki oleh DPR untuk menyetujui atau tidak menyetujui anggaran yang diajukan oleh pemerintah. Disinilah keterlibatan DPR dalam administrasi pemerintahan, yaitu mengontrol agenda kerja dan program pemerintahan yang terkait dengan perencanaan dan penggunaan anggaran negara. Dalam melakukan fungsi pengawasan DPR diberikan hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat, serta hak yang dimiliki oleh setiap anggota DPR secara perorangan yaitu hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan perndapat serta hak imunitas. Dewan Perwakilan Rakyat juga memeliki fungsi-funsi lainnya yang tersebar dalam UUD 1945 yaitu : - Mengusulkan pemberhentian Presiden sebagai tindak lanjut hasil pengawasan; (pasal 7A) - Melantik Presiden dan atau Wakil Presiden dalam hal MPR tidak dapat melaksanakan sidang untuk itu; (pasal 9) - Memberikan pertimbangan atas pengengkatan duta dan dalam hal menerima duta negara lain (pasal 13) - Memberikan pertimbangan kepada Presiden atas pemberian Amnesti dan Abolisi; (Pasala 14 ayat 2) - Memberikan persetujuan atas pernyataan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain; (pasal 11) - Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan; Pasal 23F) - Memberikan persetujuan atas pengangkatan anggota Komisi Yudisial; (pasal 24B ayat 3). - Memberikan persetujuan atas pengangkatan Hakim Agung (Pasal 24A ayat 3); - Mengajukan 3 dari 9 orang anggota hakim konstitusi; (pasal 24C ayat 3) Dari berbagai fungsi DPR tersebut di atas tercermin adanya fungsi-administratif dari DPR sebagai lembaga perwakilan disamping fungsi legislasi.

12

Mekanisme pengisian anggota DPR dipilih seluruhnya melalui pemilihan umum melalui partai politik yaitu berdasarkan sistem perwakilan perorangan (peple representative). Karena itu jumlah anggota DPR dari setiap dari adalah proporsional sesuai jumlah penduduknya, kecuali dalam hal-hal tertentu karena kondisi daerah yang sangat jarang penduduknya. Secara konseptual keterwakilan anggota DPR dalam lembaga menitik beratkan untuk menyuarakan kepentingan nasional dengan tidak mengabaikan daerah yang diwakilinya (konstituen). Disamping DPR terdapat DPD sebagai lembaga perwakilan yang dimaksudkan untuk memberikan tempat bagi daerah-daerah menempatkan wakilnya dalam lembaga perwakilan tingkat nasional untuk mengakomodir dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan daerahnya sehingga memperkuat kesatuan nasional (national integration dan national identity). Dengan demikian sistem perwakilan DPD adalah bersifat regional representative. DPD memiliki kewenangan terbatas dibanding dengan DPR. Keterwakilan anggota DPD, adalah berasal dari calon-calon perorangan dari setiap daerah provensi yang dipilih secara langsung oleh rakyat di daerah tersebut. Hal ini dimkasudkan agar para anggota DPD fokus untuk menyuarakan kepentingan-kepentingan daerahnya, yaitu seluruh aspek yang terkait dengan daerah yang diwakilinya. Secara konseptual keterwakilan dari anggota DPD adalah merupakan agen dan penyambung lidah konstituennsya yang ada di daerah dalam tingkat nasional. UUD 1945, memberikan kewenangan yang terbatas kepada DPD dalam bidang legislasi, anggaran serta pengawasan. Dalam bidang legislasi DPD hanya berwenang untuk mengajukan dan ikut membahas Rancangan Undang-undang (RUU) yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah (pasal 22D ayat 2 dan 2). Walaupun disebutkan secara limitatif kewenangan DPD untuk mengajukan dan membahas RUU-RUU tersebut, namun kewenangan itu tidak terbatas pada lima macam RUU itu saja, tetapi lebih luas dari itu yaitu segala RUU yang ada kaitannya dengan kelima jenis substansi RUU yang telah disebutkan itu. Disamping itu, DPD juga berwenang memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama (pasal 22D ayat 2). Keterlibatan DPD untuk memberikan pertimbangan dalam pembahasan RUU tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada DPD memberikan pandangan-pandangan dan pendapatnya atas RUU-RUU tersebut karena pasti berkaitan dengan kepentingan daerah-daerah. Kewenangan bidang pengawasan yang diberikan kepada DPD hanya terbatas pada pengawasan atas undangundang yang terkait dengan jenis undang-undang yang ikut dibahas dan atau diberikan pertimbangan oleh DPD dalam pembahasannya. Hal ini dilamaksudkan sebagai kesenimabungan kewenangan DPD untuk mengawasi pelaksanaan berbagai RUU yang berkaitan dengan kepentingan daerah. Selain itu DPD juga diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan atas pengangkatan anggota Badan Pemeriksa Keuangan. Latar belakang pemberian kewenangan ini disebabkan karena BPK itu adalah mengawasi penggunaan uang dari UU APBN yang ikut diberikan pertimbangan oleh DPD dalam pembahasannya. Dengan pertimbangan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan dimana para anggota DPD tidak seperti senator yang mewakili negara bagian dalam sistem negara federal akan tetapi mewakili bagian-bagian daerah Indonesia maka adalah tidak tepat menempatkan DPD dalam posisi yang sangat kuat seperti itu, toh DPR juga mewakili daerah-daerah pemilihan
13

dari seluruh Indonesia. Pada sisi lain dari kajian studi banding sistem perwakilan di berbagai negara ternyata bahwa sistem perwakilan seperti ini adalah lazim dipergunakan bahkan sebagian besar sistem perwakilan itu menggunakan sistem dua kamar yang memiliki kewenangan yang tidak sama. Menempatkan wakil-wakil daerah dalam suatu lembaga perwakilan yang secara formal sederajat dengan lembaga perwakilan dan lembaga negara yang lain pada tingkat nasional dianggap cukup untuk kepentingan daerah dan kepentingan merperkuat kesatuan nasional kita (national integrity). Dari uraian di atas nampak jelas bahwa sistem perawikan yang kita anut bukanlah sistem bikameral akan tetapi masih sitem unikameral karena terdiri dari tiga kamar yaitu, DPR, DPD dan MPR, dimana anggota MPR adalah terdiri dari dari anggota DPR dan anggota DPD (bukan terdiri dari DPR dan DPD). Sedangkan dari sisi legislasi lebih tepat system perwakilan kita adalah system unicameral. Memperhatikan sistem perwakilan rakyat yang dianut setelah perubahan UUD 1945, telah mengandung semangat demokrasi yang cukup kuat. Hal ini terbukti dengan adanya penegasan mekanisme rekrutmen anggota lembaga perwakilan yang seluruhnya dipilih melalui mekanisme yang sangat demokratis yaitu seluruhnya dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum. Demikian juga tercermin dalam upaya memperkuat posisi lembaga perwakilan (DPR dan DPD) dengan menegaskan fungsi-fungsi lembaga perwakilan dalam bidang legislasi dan anggaran yang lebih tegas. Disampiung itu pemberian hak-hak DPR dan DPD yang dijamin UUD untuk mengawasi Presiden/pemerintah serta keterlibatan lembaga perwakilan dalam penentuan kejabakan administrasi pemerintahan tertentu, menunjukkan bahwa fungsi lembaga perwakilan telah menembus masalah-masalah administratif bahkan pada beberapa fungsi yudikatif yaitu menuntut pemberhentian Presiden setlah melalui penyeldikan oleh DPR serta penentuan hakim agung dan hakim konstitusi. Tetapi pada sisi lain, kewenangan MPR sebagai lembaga perwakilan rakyat dikurangi yaitu hanya pada fungsi legislasi pada tataran perubahan dan penetapan undangundang dasar dan fungsi administratif dalam pelantikan Presiden serta pemilihan Presiden atau wakil presiden dalam hal-hal tertentu. Pada sisi lain dengan jaminan hak-hak asasi manusia yang diatur dalam undang-undang dasar memberikan hak-hak politik yang lebih nyata dan transparan kepada rakyat dalam melakukan akes terhadap pemerintahan baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan rakyat yang ada.

14

Anda mungkin juga menyukai