Anda di halaman 1dari 10

Perasaan dan Pemahaman : Awal

Perkembangan Emosional Ross A. Thompson and Kristin H. Lagattuta Ross A. Thompson dan Kristin H. Lagattuta Perkembangan emosi pada anak usia dini mengarah pada pertumbuhan psikologis anak. Adapun usaha anak anak untuk mengungkapkan emosi mereka dengan mengembangkan pemikiran dan pengaruh emosi untuk kesejahtraan pribadinya. Mereka setiap hari berjuang mengelola perasaan yang kuat khususnya emosi negatif yang mencerminkan kesadaran mereka atas kebutuhan untuk mengatur emosi yang intens untuk mentaati konvensi sosial dan budaya. Memahami Emosi Pada masa infansi, bayi memperlihatkan ragam emosi yang kaya termasuk kebahagiaan, kesedihan , ketakutan, marah dan seringkali disertai dengan vokal ekspresi yang menarik. (Izard,1991). Selama berbulan bulan dan bahkan bertahun tahun tahun, ekspresi emosi anak pada akhirnya menjadi semakin terorganisir untuk menyampaikan perasaan emosional yang lebih luas. Tahun Tahun Bayi dan Balita Dasar penting untuk memahami emosi anak yang terbentuk selama tahun bayi dan balita tentu saja sebelum anak anak bisa berbicara tentang pengalaman emosi mereka. mengidentifikasi wajah, mereka mengembangkan kemampuan untuk emosi dan untuk mengenai bagaimana emosi orang

orang terhubung kepada tindakan mereka, akibatnya bayi mulai melihat pada ekspresi emosional dari pengasuh mereka untuk membimbing perilaku mereka dalam situasi asing. Selama tahun pertama, bayi mengembangkan kesadaran tentang

bagaimana emosi yang berbeda "terlihat" dan besuara. Mulai sekitar 5 sampai 7 bulan usia, bayi dapat membedakan antara wajah dan memperlihatkan emosi yaitu emosi negatif (sedih, marah, takut) dan emosi positif / netral (bahagia, kejutan). Dan mereka lebih suka menampilkan suara dan ekspresi emosional wajah mereka

Awal perkembangan emosi Saat usia 3 bulan, bayi dapat membedakan antara wajah kebahagiaan, kesedihan kemarahan, bayi yang berusia 5 bulan bereaksi berbeda pada emosi negatif dan positif dan menyampaikan nya lewat suara suara. Pada saat bai berusia 9 sampai 12 bulan, bayi tahu emosi orang orang seringkali langsung diarahkan pada objek, orang atau kejadian dilingkungan dan menyampaikan informasi yang berguna tentang bagaimana memberi respon / tanggapan (Moses, Baldwin, Rosicky, & Tidball, 2001; Phillips, Wellman, & Spelke, 2002). Sebagai contoh jika ibu memperlihatkan emosi posiif karena dihadapkan pada objek yang baru, (misalnya sebuah mainan asing), bayi lebih cenderung mendekati objek tersebut, akan tetapi jika ibu menghindari objek asing terseut maka bayi juga akan cenderung menjauhi objek tersebut. Fenomena ini dikenal dengan nama referensi sosial. (Saarni, Mumme, & Campos,1998). 1998). Menariknya , ekspresi dari kemarahan ibu sering menyebabkan ketidakpastian pada bayi tentang apakah mendekati atau menghindari obyek tersebut. (Barrett, Campos, & Emde, 1996). Bukti lebih lanjut bahwa usia 9-12 bulan menjadi semakin menarik dalam mengevaluasi emosi orang tentang objek atau peristiwa adalah kepekaan terhadap arah tatapan mata orang. Mereka menunjukkan perhatian terhadap benda benda didekatnya, membangun perhatian bersama atau melihat bersama dengan mitra sosial Tahun Pra Sekolah Anak anak pra sekolah mengembangkan ide ide yang canggih tentang penyebab emosi, mereka sering fokus pada situasi yang membangkitkan emosi, atau bagaimana emosi yang disebabkan oleh peristiwa eksternal (misalnya, jatuh, menerima hadiah, memiliki argumen). Anak anak usia 3 atau 4 tahun bisa memasangkan jenis situasi akrab dengan reaksi emosional yang sesuai, menariknya situasi bahagia adalah situasi yang termudah bagi mereka untuk mereka identifikasi. Harris (1989) berpendapat bahwa anak anak belajar untuk memasangkan emosi dengan situasi berdasarkan pengalaman mereka dengan dengan skript dua bagian jjika diberi satu bagian dari dari skript bagian, baik emosi atau situasi, mereka dapat mengisi bagian lain. Sebagai contoh , anak anak bisa dengan mudah mendapatkan alasan yang membuat seseorang bahagia bahwa seseorang akan merasa sedih jjika hewan peliharaan mereka mati. Tapi berbagai skrip dari emosi anak anak terbatas dan mereka tidak baik

pada pencocokan emosi yang lebih kompleks yang tidak ada ekspresi wajah seperti rasa bersalah, kecewa, lega, bersyukur dan cemburu. Akan tetapi kapasitas ini muncul setelah masa pra sekolah. (Harris, Olthof, Terwogt, & Hardman, 1987). Meskipun pengetahuan tentang situasi umum untuk memunculkan emosi dasar adalah penting bagi landasan pengembangan awal pengetahuan anak tentang perasaan (Dengamm,1988) . anak anak harus memahami bahwa emosi tertentu ditimbulkan oleh peristiwa yang berarti bahwa bagi individu dalam kaitannya dengan niat mereka sebelumnya, keinginan, kepercayaan, dan kenangan. Jadi, kemampuan anak anak untuk memahami orang- emosi spesifik alami adalah terhubung kritis untuk memahami perkembangan orang sebagai mahluk psikologis dengan kehidupan mental pribadi, teori pikiran. hal ini dikenal dengan Pada pemahaman emosi usia pra sekolah, mengungkapkan

bahwa konsep emosi awal adalah terjalin dengan perkembangan pemahaman anak anak tentang dunia psikologis. Dimulai sekitar 2 sampai 3 tahun, anak mengembangkan pemahaman tentang apa keinginan orang orang bagaimana mereka mempengaruhi perasaanya. Mereka mengakui bahwa orang orang merasa baik, misalnya ketika mereka mendapatkan apa yang mereka ingin kan dan merasa buruk ketika mereka tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan. Perkembangan Emosi Awal Selama masa pra sekolah dan awal tahun sekolah, anak anak memperluas kemampuan bahasa mereka berupa berusaha mengambil kesempatan untuk berbicara, menjelaskan, merenungkan dan belajar tentang pengalaman emosi mereka sendiri dan perasaan orang disekitar mereka. Antara usia 3-5 tahun, anak anak mengungkapkan pemahaman tentang faktor faktor penentu situasional dari emosi. Studi terbaru banyak yang menunjukkan bahwa anak anak mencapai wawasan yang sangat awal masuk ke bagaimana pikiran orang. Termasuk keinginan mereka, keyakinan dan pikiran bisa mempengaruhi kesejahtraan emosional mereka. Selain itu, anak anak tidak hanya mengenali bahwa emosi yang ditimbulkan oleh peristiwa atau penilainan dari disini dan sekarang, tetapi mereka juga memahami bahwa emosi saat ini dapat menjadi bermakna oleh pengalaman unik masa lalu. Penelitian pada percakapan orang tua-anak menunjukkan bahwa berbicara dan refleksi pada emosi negatif

mungkin memainkan peran sangat penting dalam perkembangan pemahaman awal anak pada emosi. Perkembangan emosi dan Hubungan Akrab Bagaimana anak anak mengembangkan pemahaman yang canggih seperti emosi? Pastinya, satu alasan adalah bahwa pengalaman emosi adalah peristiwa yang sangat penting bahwa anak anak berusaha untuk memahami. Menyaksikan penderitaan saudara atau mencoba untuk fokus mengelola rasa takut, perhatian anak pada penyebab dan konsekuensi dari perasaan yang kuat. Anak anak tidak sendiri dalam upaya mereka untuk memahami emosi. Perkembangan emosi secara signifikan dibentuk oleh iklim emosional yang lebih luas dari keluara (Gotmann,katz & Hoven,1997). Termasuk bagaimana orang tua dan anak berbicara tentang pengalaman emosional mereka sendiri dan orang lain. Pengalaman emosional yang paling menonjol dari bayi yang baru lahir dan bayi muda sering terjadi selama periode interaksi sosial dengan pengasuh, seperti selama makan, menghibur, memegang dan bermain (Saarni et al.,1998). Dimulai pada masa bayi, orang tua peka dan tanggap terhadap sinyal emosi anak (sepeti menangis dan tersenyum) dan mendukung selama rutinitas sehari hari dan pengalaman stree yang mendorong pertumbuhan dari keamanan dan kesejahtraan emosional (Cassidy, 1994; Thompson, 1994). Selama tahun pertama, bayi mulai mengharapkan orang tua mereka berbagi perasaan positif mereka dan mencampuri dengan penuh pertolongan ketika mereka tertekan (Capatides & Bloom, 1993; Thompson, 1998). Jenis-jenis kepekaan,transaksi responsif dan hubungan anak orang tua yang aman bersama sama peka membantu, mengatur perkembangan emosi dan sistem stress psikobiological, bahkan gairah balita terhadap situasi bayi adalah menyangga oleh kehadiran orangtua yang peka. (Gunnar & Donzella, 2002). Dalam situasi stress dengan kehadiran orang tua, balita dengan hubungan aman dengan orang tua tidak menunjukkan peningkatan kortisol. (Gunnar & Donzella, 2002; see also Gunnar, this volume; Nachmias, Gunnar, Mangelsdorf, Parritz, & Buss, 1996). Salah satu cara penyangga ini terjadi melalui referensi sosial. Bayi dan balita yang selaras dengan ekspresi emosional orang lain dan sering beralih ke referensi sosial. Orang yang mereka percaya untuk bimbingan emosi ketika mereka berhadapan dengan situasi yang menjengkelkan, menakutkan, membingungkan atau yang lainnya. Anak anak merespon situasi ini secara lebih positif dan kompeten ketika orang dewasa memberikan petunjuk keyakinan emosi (misalnya, tersenyum,

kata kata menenangkan, postur tubuh yang rileks) dibandingkan dengan saat petunjuk emosi yang mereka terima dari emosi orang tua yang negatif atau ambivalen. (saarni.,1998). Selain itu orang dewasa yang peka terhadap petunjuk / sinyal emosi anak juga lebih efektif membimbing usaha anak mereka untuk menghadapi tantangan atau situasi batu. (Nachmias et al 1996). Secara umum hubungan orang tua anak yang aman terkait dengan ditingkatkan nya pemahaman emosi, kerjasama yang lebih besar dan kurang negatif atau penurunan agresi dalam hubungan dekat serta indikasi lain dari pertumbuhan emosi yang positif. Pada anak usai dini, iklim emosional dari rumah tidak hanya terdiri dari bagaimana orang tua menanggapi emosi anak, tetapi juga bagaimana emosi anak diekspresikan antara anggota keluarga. (Denham, 1998; Eisenberg, Cumberland, & Spinrad, 1998). Orang tua adalah model menonjol dari tanggapan emosi terhadap anak anak mereka. Dengan perilaku mereka, mereka membantu anak anak menentukan menentukan penerimaan dari bentuk ekspresi emosi dan pengendalian emosi termasuk tanggapan emosi yang tepat untuk situasi yang spesifik. (Seperti ketika tidak setuju dengan yang lain). Emosi negatif orang tua memberikan pelajaran utama yang menonjol dalam hal bagaimana dan apakah emosi menganggu seperti kemarahan dihadapkan dan diselesaikan serta sejauhmana hubungan yang dekat itu awet atau tegang karena pertukaran emosional yang kuat (Cummings & Davies,1994). Orang tua juga memberikan contoh yang menonjol ketika emosi harus diredam atau ditekan. Perkembangan emosi Percakapan Orang tua anak mendukung perkembangan dari

pemahaman emosi dalam banyak cara. Pada diskusi tentang pengalaman masa lampau, menyaksikan kejadian atau saat membaca cerita, orang tua dapat menafsirkan apa yang dirasakan, memperjelas penyebab Hubungan emosi di orang lainnya pada emosi seseorang. sendiri anak, pengalaman

mempertanyakan pertanyaan dari anak anak bahwa lebih lanjut pemahaman mereka tentang konsekuensi dari gairah emosi dan pelatih anak anak di strategi utnuk mengelola emosi (Thompson et al.,2003). Beberapa penelitian menunjukkan orang tua juga berbicara tentang emosi berbeda dengan anak perempuan dari pada anak laki laki : mereka menggunakan elaborasi lebih banyak dan memiliki fokus relasional yang lebih besar dalam emosi terkait

percakapan dengan anak perempuan (Fivush,1998). Ketika membahas emosi dengan anak anak mereka, orang tua sering menggabungkan keyakinan budaya , evaluasi moral dan assumsi tentang kausalitas yang merupakan bagian dari bagaimana orang berpikir tentang perasaan mereka di situasi sehari hari. Keyakinan budaya dan nilai nilai yang tertanam dalam percakapan sehari hari mempengaruhi perkembangan pemahaman awal emosi. Anak anak di budaya barat dan non barat berbeda, misalnya keyakinan mereka tentang apakah amarah dan malu adalah respon emosi yang lebih tepat untuk kesulitan antar pribadi dan apakah itu cocok untuk mengungkapkan perasaan negatif pada setiap situasi. Sebagai akibatnya anak anak belajar tentang emosi dalam percakapan yang memiliki pranala emosi untuk standar dari perilaku dan kesadaran sosial.

Kerentanan Emosi Awal Pentingnya lingkungan keluarga Sebagai laboratoriaum perkembangan emosi awal anak ditekankan oleh kesadaran bahwa anak anak bisa mengalami keparahan trauma, kedalaman kesedihan dan kapasitas untuk marah yang tidak terkendali dan agresi yang secara tradisional dipandang sebagai hanya mungkin dilakukan pada usia yang lebih tua (Shonkoff & Phillips, 2000). Anak anak kecil yang menjadi saksi kekerasan dalam rumah tangga misalnya lebih mungkin menunjukkan gejala internalisasi (seperti depresi dan kecemasan) dan gejala eksternalisasi (seperti agresi) serta menunjukkan tanda tanda gangguan stres pasca trauma (Rossman, Bingham, & Emde, 1997; Rossman, Hughes, & Rosenberg, 2000). Simtomatologi dapat diamati pada anak anak yang telah dianiaya . anak anak juga menunjukkan gangguan kecemasan, gejala depresi , gangguan perilaku dan bentuk lain dari psikopatologi serius. Resiko dari masalah psikologis yang serius meningkat ketika anak anak berada dalam ancaman atau keadaan trauma seperti yang dijelaskan diatas, tetapi simptomatologi psikologis tentu tidak tereelakkan dan banyak anak di situasi ini tidak berkembang masalah serius terutama ketika mereka telah tersedianya bagi mereka dukungan sosial dan sumber daya efektif untuk mengatasi lainnya. Iklim emosional sering merupakan penyumbang yang signifikan untuk kerentanan emosi pada anak anak (Thompson & Calkins, 1996). Anak anak di karakter rumahan ditandai oleh konflik perkawinan, misalnya, seringkali mencari untuk membangun kembali

keamanan

emosional

mereka

yang

telah

hilang

dengan

mencampuri

argumentasi orang tua, memantau suasana hati orang tua dan sebaliknya berusaha untuk mengelola argumen emosi mereka di lingkungan konflik rumah. (Cummings & Davies, 1994; Davies & Forman, 1994). Anak anak dari orang tua dengan gangguan affekti seperti depresi mengalami resiko tinggi dari masalah emosional karena keterbatasan akses pengasuh sebagai sumber dukungan emosi bagi anak. (Goodman & Gotlib,1999) , sebagai contoh, dawson dan koleganya menunjukkan bahwa bayi dari ibu depresi lebih cenderung menunjukkan gangguan afektif dan neurobiologis saat berinteraksi dengan ibu mereka dengan pengasuh non depresi. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa orang tua yang keras merupakan prediktor penting yang mana anak anaknya nantinya akan mengembangkan masalah perilaku, khususnya sebagai orang tua yang berinteraksi dengan anak temperamental. (Rubin, Burgess, Dwyer, & Hastings, 2003; Owens & Shaw, 2003. Dalam keluarga yang berfungsi dengan baik dapat meningkatkan pengembangan ketrampilan dalam hal pemahaman emosi dan regulasi diri, tetapi dalam keluarga yang robek oleh orang tua yang psikopatologi, keluarga robek oleh orangtua psikopatologi, kekerasan dalam rumah tangga atau gangguan penting lainnya, hal itu dapat memberikan kontribusi untuk kerentanan emosi abadi. Masalah emosi anak dapat diatasi melalui upaya terapi yang menekankan bantuan keluarga, dukungan sosial untuk anak . sebagai contoh, untuk anak anak dengan kekerasan dalam rumah tangga misalnya, program yang memberikan dukungan untuk ibu dan membantu anak dalam memahami pengalaman keluarganya telah terbukti bermanfaat. (Graham-Berman & Hughes, 2003). Perkembangan Emosi dan Diri Perkembangan emosi pada anak usia dini sangat terkait dengan pertumbuhan diri anak. Sebagai anak anak yang mengembangankan kesadaran diri dan pemahaman diri akhir di tahun kedua dan tahun ketiga, memperluas emosi seperti rasa bangga, malu, bersalah. (Barrett, 1998; Lewis, 2000). Indikasi dari mengembangkan kesadaran diri selama periode ini adalah mudah diamati . (Thompson, 1998). Balita mulai mengenali gambar cermin sebelum tahun kedua lahir, mengungkapkan kesdaran penampilan fisik mereka. Antara 18 sampai 36 bulan, bayi semakin mengacu pada diri mereka secara verbal (Andy Big) .

munculnya emosi diri sadar berasal dari peningkatan kesadaran diri anak. Penilaian emosi diri sadar seerti rasa bangga, malu dan rasa bersalah tidak hanya memerlukan kesadaran diri tetapi juga standar eksternal dimana karakteristik anak atau kinerja di evaluasi. (Thompson, Meyer, & McGinley, 2006). Anak anak muncul sangat sensitif terhadap harapan perilaku dari orang orang yang peduli untuk mereka dan bahkan dapat melihat harapan harapan sebagai kewajiban normatif dalam cara yang mirip. Hal ini disebut piaget dengan absolutisme moral (Thompson, et al., 2006; Wellman & Miller). Anak anak mencari standar normatif dari perilaku yang tepat dengan melihat reaksi menonjol dari orang tua. Pada usia 4 sampai 5, ketika muncul teori pikiran memungkinkan anak anak muda untuk memahami bagaimana orang bertindak atas dasar keyakinan yang mungkin, atau tidak mungkin, benar, mereka mulai menghargai kemampuan mereka sendiri untuk penipuan emosional, oleh karena itu, mereka mulai mengelola ekspresi emosional dalam situasi sosial, menggunakan aturan tampilan yang menyebabkan mereka untuk berpura pura menikmati hadiah yang mengecewakan atau terlihat acuh tak acuh. Perkembangan dari Regulasi Emosi Selama usia anak awal, kompetensi dalam regulasi emosi muncul. (Cole, Martin, & Dennis, 2004; Eisenberg & Morris, 2002; Thompson, 1994). Regulasi emosi terdiri dari bantuan eksternal (seperti kenyamanan lain) dan strategi internal (seperti mengalihkan hal yang menganggu pikiran) untuk mengelola rangsangan emosi. Anak anak kecil memiliki beragam motif untuk mengelola emosi mereka : merasa lebih baik dalam keadaan stress (seperti selama konflik keluarga), memperoleh dukungan (misalnya, setelah kecelakaan sepeda roda tiga), mengelola rasa takut dan bertindak berani (seperti ketika menghadapi penggangu), menegaskan hubungan (dengan mengelola frustasi), menyesuaikan dengan aturan aturan sosial (seperti tenang di gereja) dan untuk alasan lainnya. Pada saat yang sama, anak anak belajar untuk mengelola ekspresi emosi dengan menggunakan aturan tampilan, oleh karena itu, mereka juga memperoleh ketrampilan emosi dengan mengatur rangsangan emosional itu sendiri. Awalnya, orang tua bertanggung jawab terutama untuk mengelola emosi bayi dan anak anak. Mereka melakukannya dengan secara langsung mencampuri untuk menenangkan bayi yang tertekan, menanggapi dengan tepat dan membantu untuk sinyal emosi balita, mengatur tuntutan emosi dari rumah dan pengaturan keluarga lainnya, mengubah tafsiran anak dari pengalaman rangsangan emosi

anak (seperti perjalanan ke dokter gigi atau bermain sepeda), dan pembinaan anak anak pada harapan sosial atau strategi untuk manajemen emosi. (Thompson, 1990). Pada saat yang sama, keamanaan dan kepercayaan anak berasal dari dari hubungan dengan pengasuh yang menawarkan dukungan untuk regulasi emosi karena dukungan orang dewasa dan menyediakan penetraman hati segera. (Cassidy, 1994; Thompson, 1998). Orang tua langsung menangani dalam pengalaman stress dan keamanan umum dari hubungan orang tua anak yang masing masing menyumbangkan untuk membantu bayi dan anak mengatur perasaan mereka. Sebai anak anak yang tumbuh dewasa, mereka menjadi lebih mampu mengelola emosi mereka sendiri disamping mengetahui ketika dan bagaimana mencari kenyamanan dari orang dewasa, anak anak pra sekolah bisa juga mengamati dalam hal melakukan upaya aktif untuk menghindari atau mengabaikan situasi yang membangkitkan emosi, mengarahkan perhatian mereka atau aktivitas di cara yang lebih memuaskan emosi, mengganti tujuan baru bagi mereka yang telah frustasi, menggunakan gangguan atau meyakinkan percakapan diri, mencari informasi lebih lanjut tentang situasi yang menantang, dengan cara lain. (Thompson, 1990). Seperti pemahaman emosional, kapasitas anak untuk regulasi emosi diri adalah penting untuk kompetensi sosial dan dan penerimaan teman sebaya karena ketrampilan dari kontrol emosi diri yang diperlukan untuk mengelola impuls agresif, menanggapi dengan tepat perasaan teman sebaya, mempertahankan persahabatan dan bekerja sama dengan kelompok teman sebaya. (Rubin et al., 1999). Regulasi emosi diri juga penting untuk kesuksesan akademik karena kemampuan untuk mengikuti instruksi, fokus pada perhatian dan bekerja sama dengan guru dan teman sebaya di kelas membutuhkan pengelolaan perasaan dan perilaku (Thompson & Raikes, in press). Dalam satu penelitian dengan sosio ekonomi anak kurang beruntung, misalnya, Gilliom dan rekan menemukan bahwa strategi regulasi emosi anak selama tugas frustasi pada usia 3 Seperti mengalihkan perhatian menjauh dari sumber frustasi atau mencari informasi tentang situasi memprediksi kerjasama anak anak dan perilaku eksternalisasi di usia sekolah. (Gilliom, Shaw, Beck, Schonberg, & Lukon, 2002).kesimpulannya adalah menggaris bawahi pentingnya ketrampilan emosi anak anak yang diperoleh anak pada usia dini untuk memahami dan penting untuk mengelola emosi mereka dalam beberapa konteks. Kesimpulan

Perkembangan emosional yang erat berhubungan dengan aspek yang paling mendasar dari pertumbuhan psikologi pada anak usia dini. Anak anak muda mengembangkan pemahaman tentang penyebab dan konsekuensi dari emosi terkait dengan pemahaman yang lebih luas tentang bagaimana keinginan orang orang, kebutuhan kebutuhan, pikiran pikiran dan niat mempengaruhi perilaku. Kapasitas anak anak untuk menafsirkan dan menanggapi secara adaptif untuk emosi juga sangat terkair dengan pengalaman mereka di hubungan keluarga yang bersosialisasi dengan pengalaman emosi dalam cara yang kompleks. Pengalaman mereka dari emosi diri sadar, bersama dengan kapasitas mereka untuk mengembangkan empati dan pemahaman mereka tumbuh dari aturan tampilan, masing masing terkait dengan berlangsungnya pemahaman diri anak. Sebagai anak anak yang mengembangkan kemampuan emosi dan meningkatkan kesadaran menjadi penyebab dan konsekuensi dari pengalaman emosional, keterampilan mereka dari kemunculan regulasi emosi diri, yang dibangun insentif pada pengendalian emosi diri yang ditemukan dalam hubungan dekat. Ketika iklim emosional dari rumah terganggu, seperti yang telah dicatat, anak anak mengungkapkan banyak kesulitan kesulitan dalam masalah afektif atau kesullitan di kontrol emosi diri. Jadi, anak anak yang sangat muda dapat mengalami puncak kenikmatan emosional serta kedalaman rasa takut yang berlebihan, kecemasan dan depresi. Tingginya tingkatan dari emosi negatif di dalam keluarga tidak hanya menciptakan kerentanan emosi anak anak tetapi juga dapat membahayakan kemampuan mereka untuk membentuk hubungan sosial diluar rumah yang berhasil. Anak yang sering ditolak atau tidak disukai oleh teman sebayanya, misalnya, sering menunjukkan kekurangan dalam kapasitas mereka untuk tepat membaca dan menanggapi perasaaan anak anak lain. Untuk alasan ini, pemahaman yang lebih baik berdasarkan perbedaan individual di perkembangan emosi awal adalah penting tidak hanya karena hubungan yang kuat antara pertumbuhan emosi dan aspek lain dari pertumbuhan psikologis, tetapi juga karena gangguan emosi menjadi sering dan sebagai indeks pertama dan paling jelas dari kesulitan lain dalam kehidupan anak anak. Kesimpulan ini, berdasarkan penelitian terkini tentang perkembangan emosi awal adalah penting.

Anda mungkin juga menyukai