Anda di halaman 1dari 4

Kecerdasaan Spritual vs Kecerdasan Ideologis

Oleh Nopriadi Hermani Dalam bidang pengembangan managemen, SDM, organisasi, bisnis, psikologi dan kajian selfhelp kita mengenal istilah SQ atau kecerdasan spritual. Istilah ini muncul melengkapi dua jenis kecerdasan sebelumnya, yaitu kecerdasan rasional (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ). Bila IQ berbicara tentang apa yang saya pikirdan EQ mengupas apa yang saya rasakan, maka SQ membahas siapa saya. Istilah SQ menjadi populer melalui buku SQ: Spritual Quotient,The Ultimate Intelligence (London,2000) karya Danah Zohar dan Ian Marshall (ZM), masing-masing dari Harvard University dan Oxford University. SQ diklaim memiliki dasar dan bukti ilmiah. Pakar neurosains pada tahun 1990-an menemukan adanya Titik Tuhan atau God Spot di dalam otak. Titik Tuhan ini adalah sekumpulan jaringan saraf yang terletak di daerah lobus temporal otak, bagian yang terletak di balik pelipis. Dari eksperimen yang menggunakan sensor magnetis ditemukan adanya korelasi antara aktivitas berpikir tentang hal sakral seperti kedamaian, cinta, kesatuan, Tuhan dengan aktivitas magnet pada lobus temporal otak. Penemuan ini tidak sekedar berkontribusi pada bidang saraf dan otak, namun menjadi kajian dan perbincangan menarik untuk bidang sosial, psikologi, managemen, bisnis, agama dan juga ideologi. Dalam tulisan ini akan dibahas 3 hal, yaitu SQ tidak bebas nilai (aspek ontologi); penerapan SQ untuk kasus korporasi(aksiologi); dan mengembangkan kecerdasan alternative untuk perubahan peradaban, kecerdasan ideologis berbasis Islam. SQ Tidak Bebas Nilai Universalitas fenomena God Spot sebagai akibat aktifitas biologis dan psikologis bisa diterima, karena didasarkan pada eksperimen ilmiah. Namun tidak berarti rumusan dan pemanfaatan SQ menjadi bebas nilai. ZM menyatakan SQ adalah konsep universal yang tidak ada hubungannya dengan agama atau sistem keyakinan terorganisasi lainnya. Kecerdasan spritual adalah kecerdasan yang dipakai untuk merengkuh makna, nilai, tujuan terdalam dan motivasi tertingi manusia. Sehingga, dengan kecerdasan ini manusia dapat memutuskan untuk melakukan segala macam kebaikan, kebenaran, keindahan dan kasih sayang dalam hidup. Benarkah ?

Untuk itu mari dicermati rilis buku lain ZM, Spritual Capital: We Can Live by Using Our Rational, Emotional and Spritual Intelligence to Transform Ourselves and Corporate Culture (London,2004). Dalam buku ini ZM mengakui keyakinan dan keberpihakannya pada kapitalisme, walau disadari kapitalisme telah menjebak manusia dan dunia korporasi pada perburuan keuntungan kompetitif yang kejam. Namun, modal spritual (SC) adalah ikhtiar untuk menyuntikkan ruh kebaikan pada ideologi kapitalis, yang memiliki prinsip the pursuit of profit for its own sake (pencarian keuntungan demi keuntungan itu sendiri). Keberpihakan guru spritual ZM pada kapitalisme menunjukkan posisinya sebagai penganut ideologi ini. Ideologi ini menjadi cara pandang ZM terhadap kehidupan dunia, yang selanjutnya menentukan cara mempersepsi dan cara mensikapi persoalan hidup. Implikasinya, rumusan ZM tentang spritualitas juga berdiri di atas cara pandang ini. Sekarang kita lihat bagaimana definisi spritualitas dalam persfektif Islam. Sprituality dalam bahasa Arab disejajarkan dengan istilah rhaniyah. Muhammad Husain Abdullah dalam Mafahim Islamiyah mendefinisikan rhaniyah sebagai idrak shillah billahi (kesadaran hubungannya dengan Allah SWT). Hidup dengan spritualitas yang tinggi berarti sebuah kehidupan yang berada dalam kondisi iman yang baik (jawwu iman). Perasaan ini mendorong seorang muslim mengikatkan diri dengan segala perintah dan segala larangan Allah SWT dengan penuh ridho serta ketenangan (thumaninah). Singkatnya, muslim dengan tingkat spritualitas tinggi memiliki cara hidup Islam yang totalitas. Segala sesuatu diukur dari kesesuaian dengan aqidah dan syariat Islam. Jadi, ada perbedaan jelas antara Islam dan ZM. Dalam Islam, spritualitas terkait dengan perintah dan larangan Allah SWT. Sementara dalam konsep ZM spritualitas terkait dengan makna dan nilai manusia terdalam yang diklaim bersifat universal. Ini berarti rumusan kecerdasan spritual tidak akan bebas nilai. Titik Konflik dengan Islam: studi kasus Freeport Bagaimana bila spritualitas menurut ZM dan Islam diaplikasikan pada kehidupan nyata? Misalkan saja dunia korporasi dengan contoh kasus PT Freeport. Perusahaan ini selama periode 10 tahun telah memproduksi 5,5 juta ton tembaga, 828 ton perak dan 533 ton emas di Papua. Jadi telah meraup keuntungan triliunan dolar dengan sedikit disisihkan untuk negara Indonesia. Sementara, perusahaan ini menyisakan problem ekologi dan sosial yang parah. Menurut lembaga audit Dames & Moore ada sekitar 3,2 miliar ton imbah yang dihasilkan selama beroperasi. Di Timika juga berkembang bisnis esek-esek sehingga tercatat sebagai kota dengan penderita

HIV/AIDS terbanyak di Indonesia. Singkat kata, dengan profile eksistensi seperti ini Freeport membutuhkan suntikan spritualitas. Bila ingin disuntikan spritualitas maka perusahaan ini harus dibimbing oleh visi dan nilai (vision and value led). Visi utamanya harus terlihat nyata dan mengilhami seluruh policy dan tindakan. Ia harus mengadopsi nilai-nilai seperti menyelamatkan kehidupan; meningkatkan kualitas kehidupan; memperbaiki taraf kesehatan, pendidikan, komunikasi; memenuhi kebutuhan dasar manusia;melestarikan ekologi global, dan memulihkan kesadaran akan keunggulan; kebanggaan dalam melayani dan seterusnya (Spritual Capital, London, 2004). Ini berarti Freeport harus banyak berkorban untuk memenuhi value ini. Pertanyaan yang menggelitik, mungkinkah Freeport dengan ikhlas merubah tabiat dan mau mengurangi kenikmatan demi nilai luhur spritualitas? Titik konflik dengan Islam sebenarnya bukan pada nilai-nilai yang terdengar universal tadi. No problem with those statements of value. Namun, masalahnya terletak pada eksistensi dan posisi korporasi dalam pengelolaan SDA yang terkategori sebagai kepemilikan umum (collective property). Apakah syariat membolehkan sebuah korporasi menguasai SDA yang seharusnya milik rakyat? Apakah korporasi boleh terlibat dalam pengelolaan SDA? Bagaimana bentuk keterlibatan yang masih diperbolehkan oleh syariat? Bila masalah ini ditelusuri berdasar perspektif Islam, maka kontrak karya harus dibatalkan. Paradigma pengelolaan SDA milik umum berbasis swasta (corporate based management), seperti kasus Freeport, haram secara syariah. Terlebih banyak kecurangan dan berdampak pada kerusakan kelestarian lingkungan dan sosial. Perusahan yang baik masih bisa dilibatkan dalam pengelolaan negara (state based management) yang hasilnya diperuntukan sepenuhnya untuk rakyat. Keterlibatan ini sebatas sebagai tenaga jasa atau pekerja yang digaji dengan besaran tertentu, bukan sebagai pengelola. Lebih detil tentang pengelolaan SDA berdasar syariah bisa merujuk kitab Nidzhom Iqtisody karangan Syaikh Taqiyudin An-Nabhani. Mengembangkan Kecerdasan Ideologis berbasis Islam Sebenarnya ada impian besar dibalik gagasan modal spritual (SC). ZM menyuntikan spritualitas sebagai ruh kebaikan pada kapitalisme untuk Menciptakan Perubahan Dunia. Artinya ZM ingin menjaga eksistensi ideologi kapitalis dengan cara menerima, memodifikasi dan menyebarkannya. Menurut hemat penulis, bagi seorang muslim impian untuk Menciptakan Perubahan Dunia adalah dengan Mengembalikan Kehidupan Islam, bukan dengan memodifikasi kapitalisme. Instrumennya bukan dengan menyebarkan SQ model ZM, tapi mengembangkan kecerdasan ideologis (ideological intelligence) berbasis Islam ke tengah-tengah umat.

Dengan kecerdasan ideologis berbasis Islam umat akan memiliki kecerdasan menyerap segala problem kehidupan dan menemukan akar permasalahnya. Akar masalah itu terletak pada absennya ideologi Islam dan diterapkannya kapitalisme di dunia. Maka dari itu, menciptakan perubahan di dunia dimulai dengan mengganti kapitalisme, bukan memodifikasinya, dengan mengembalikan kehidupan Islam. Kecerdasan ideologis berbasis Islam juga mendorong semangat menawarkan ideologi Islam sebagai alternatif satu-satunya. Konsep yang lahir dari ideologi Islam seperti sistem ekonomi dan keuangan, sistem politik dan pemerintahan, sistem pidana dan perundangan dan lain sebagainya akan dipasarkan secara cerdas ke berbagai kalangan. Kecanggihan konsep Islam musti diartikulasikan bersamaan dengan kegagalan kapitalisme. Ini dilakukan untuk menambah keyakinan umat akan keunggulan konsep yang mereka miliki. Bila dilakukan dengan cerdas maka isu penegakan ideologi Islam, sebagai kewajiban Ilahi sekaligus pilihan rasional, akan menjadi opini dan kesadaran publik. Untuk meraih ini semua, maka kecerdasan ideologis berbasis Islam harus dibumikan secara massif. Proses sosial engineering yang canggih harus dimainkan. Model dakwah Rasul dan para sahabat yang mengambil jalan intelektual, percaya diri, terorganisir, tanpa kekerasan, dan menggandeng banyak kalangan merupakan pilihan terbaik dan harus ditiru serta dijalankan. Insya Allah bila ini dilakukan dengan amanah dan kesungguhan, kecerdasan ideologis berbasis Islam akan menular ke tubuh umat, sehingga pergantian ideologi kapitalis dan kembalinya kehidupan Islam akan menjadi kenyataan. Semoga Allah SWT memberi pertolongan atas citacita ini. Wallahu lam.

Anda mungkin juga menyukai