Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN Kehamilan merupakan anugerah terindah yang diidamkan oleh setiap wanita.

Bagi wanita, mengetahui sedini mungkin bahwa dirinya positif hamil adalah sangat penting karena pada beberapa minggu pertama kehamilan, akan terjadi pembentukan organ-organ tubuh yang vital. Perubahan-perubahan fisik dan emosi pada diri ibu hamil biasanya terjadi setiap trimester selama kehamilan. Setiap trimester mempunyai karakteristik yang harus diketahui oleh ibu hamil. Pada trimester pertama, ibu hamil akan merasa mual pada pagi hari, merasa lelah, dan ingin tidur terus menerus, timbul vena tipis di permukaan kulit, payudara mulai membesar dan daerah sekitar puting susu mulai berwarna gelap, menjadi sering buang air kecil karena perubahan hormon dan bertambah besarnya janin yang menekan kandung kemih. Kemudian secara emosi akan terjadi penurunan libido, perubahan emosi/suasana hati, khawatir dan cemas bentuk tubuh akan berubah dan tidak menarik lagi. Trimester kedua kehamilan, ibu mengalami peningkatan nafsu makan dan terasa lebih berenergi, pengeluaran cairan vagina bertambah, payudara bertambah besar dan nyeri berkurang, perut bagian bawah semakin besar, bayi kadang terasa bergerak, denyut jantung meningkat, kaki dan tumit membengkak, perut terasa gatal karena kulit mulai meregang, timbul tanda bergaris pada perut, sakit pinggang dan kadang hemoroid (ambeien). Perubahan emosi pada trimester kedua sudah mulai berkurang dan stabil, seluruh perhatian tertuju pada anak yang akan dilahirkan, rasa cemas akan meningkat sejalan dengan usia kehamilan. Pada trimester terakhir, ibu mulai merasakan bayi mulai menendang dengan keras dan gerakannya mulai tampak dari luar, suhu tubuh meningkat sehingga ibu merasa kepanasan, terjadi kontraksi ringan (Braxton-Hicks), mulai keluar cairan putih encer dari payudara (kolostrom), cairan vagina meningkat dan mulai mengental. Secara emosi ibu akan mengalami perasaan gembira bercampur takut karena kelahiran sudah dekat, khawatir akan proses persalinan dan apakah akan melahirkan bayi yang sehat atau tidak. Perubahan-perubahan yang terjadi selama kehamilan tersebut biasanya merangsang ibu melakukan pengobatan untuk menghilangkan atau mengurangi gejala/rasa sakit yang timbul.

Pemakaian obat selama hamil ini akan menimbulkan masalah jika ibu tidak berhati-hati dan melanggar aturan pemakaian obat yang dianjurkan. Hal ini mengingat bahwa dalam pemakaian obat selama kehamilan, tidak saja dihadapi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu, tetapi juga pada janin. Salah satu contoh kasus obat yang dapat memberikan pengaruh sangat buruk terhadap janin jika diberikan pada periode kehamilan adalah talidomid, yang memberi efek kelainan pada bayi berupa tidak tumbuhnya anggota gerak. Pengaruh buruk obat terhadap janin, secara umum dapat bersifat toksik, teratogenik, maupun letal tergantung pada sifat obat dan umur kehamilan pada saat minum obat. Pengaruh toksik adalah jika obat yang diminum selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologik atau bio-kimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya gejalanya baru muncul beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat teratogenik, jika menyebabkan terjadinya malformasi anatomic (kelainan/kekurangan organ tubuh) pada pertumbuhan organ janin. Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan pengaruh obat yang bersifat letal adalah yang mengakibatkan kematian janin dalam kandungan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Prevalensi Pengertian Prevalensi Prevalensi adalah pengukuran jumlah orang dikalangan penduduk yang menderita satu penyakit pada satu titik di waktu tertentu. (Notoatmodjo, 2002). Kehamilan Pengertian Kehamilan Kehamilan adalah suatu fenomena fisiologis yang dimulai dengan pembuahan dan diakhiri dengan proses persalinan. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Tiga periode berdasarkan lamanya kehamilan: Kehamilan trimester I : 014 minggu Kehamilan trimester II : 1428 minggu Kehamilan trimester III : 2842 minggu Dalam 3 trimester tersebut akan terjadi perubahan-perubahan dalam tubuh ibu. Perubahan akan muncul pada minggu ke-5 sampai ke-6 masa kehamilan, karena hormon-hormon kehamilan dalam tubuh mulai aktif bekerja (Hanifa, 2007). 2.1. Prevalensi 2.1.1. Pengertian Prevalensi Prevalensi adalah pengukuran jumlah orang dikalangan penduduk yang menderita satu penyakit pada satu titik di waktu tertentu. (Notoatmodjo, 2002). Tanda-tanda Kehamilan Amenorrhoea Gejala pertama kehamilan ialah haid tidak dating pada tanggal yang diharapkan. Bila seorang wanita memiliki siklus haid teratur dan mendadak berhenti, ada kemungkinan hamil. Tetapi

meskipun demikian sebaiknya ditunggu selama 10 hari sebelum memeriksakan diri ke dokter. Karena sebelum masa itu sulit untuk memastikan adanya kehamilan. Haid yang terlambat pada wanita berusia 16-40 tahun, pada umumnya memang akibat adanya kehamilan. Tetapi kehamilan bukanlah satu-satunya penyebab keterlambatan haid. Haid dapat tertunda oleh tekanan emosi, beberapa penyakit tertentu, dan juga akibat makan obat-obatan tertentu. Selain kehamilan, penurunan berat badan dan tekanan emosi juga sering menjadi penyebab keterlambatan haid pada wanita yang semula mempunyai siklus normal. 2.2.2.2. Perubahan pada payudara Banyak wanita merasakan payudara memadat ketika menjelang haid. Bila terjadi kehamilan, gejala pemadatan bersifat menetap dan semakin bertambah. Payudara menjadi lebih padat, kencang dan lebih lembut, juga dapat disertai rasa berdenyut dan kesemutan pada putting susu. Perubahan di atas disebabkan oleh tekanan kelamin wanita, estrogen, dan progesterone yang dihasilkan oleh uri (plasenta). Hormon-hormon ini menyebabkan saluran dan kantong kelenjar susu membesar, dan tertimbun lemak di daerah payudara. Rasa kesemutan disebabkan oleh bertambahnya aliran darah yang mengaliri payudara. 2.2.2.3. Mual dan muntah-muntah Kira-kira separuh dari wanita yang hamil mengalami mual dan muntah-muntah, dengan tingkat yang berbeda-beda, biasanya cukup ringan dan terjadi dipagi hari (morning sickness). Penyebabnya tidak diketahui, tetapi juga dapat disebabkan oleh karena peningkatan kadar hormon kelamin yang diproduksi selama hamil. Sesudah 12 minggu gejala-gejala itu biasanya menghilang, karena tubuh sudah menyesuaikan diri. 2.2.2.4. Sering kencing Pada awal kehamilan ginjal bekerja dan kantong kencing cepat penuh. Perubahan Fisik dan Psikologis yang Terjadi pada Wanita Hamil 2.2.3.1. Perubahan fisik a. Berhenti menstruasi b. Letih dan mudah mengantuk c. Sering buang air kecil d. Mual dengan atau tanpa muntah dan berdenyut

e. Rasa panas dalam perut dan menggangu pencernaan f. Enggan makan dan mengidam g. Pembesaran pada payudara. 2.2.3.2. Perubahan psikologis a. Emosional, mudah marah, suasana hati yang beragam, cengeng b. Perasaan was-was, takut, elasi (rasa senang yang berlebihan). 2.3. Kehamilan Trimester Pertama Trimester merupakan periode tiga bulanan yang penting bagi calon ibu. Ketiga periode tiga bulanan itu ditentukan berdasarkan kecepatan pertumbuhan janin. Secara konvensional, hitungan trimester ini dimulai sejak pembuahan (dua minggu setelah menstruasi terakhir). Trimester pertama mewakili 12 minggu pertama kehidupan janin, trimester kedua berakhir pada 28 minggu, trimester ketiga meliputi sisa minggu kehamilan (Stoppard, 2006). Selama trimester pertama, tubuh menyesuaikan diri terhadap kehamilan. Pada awal kehamilan. Pada awal kehamilan, meskipun kehamilan belum nampak tetapi aktivitas hormon akan mulai berpengaruh dalam berbagai hal. Pada trimester pertama kehamilan ini, akan terdapat perasaan enek (nausea). Mungkin ini akibat kadar hormon estrogen yang meningkat. Tonus otot-otot traktus digestivus menurun, sehingga motilitas seluruh traktus digestivus juga berkurang. Makanan lebih lama berada di dalam lambung dan apa yang telah dicernakan lebih lama berada dalam usus. Hal ini mungkin baik untuk resorpsi, akan tetapi menimbulkan pula obstipasi, yang memang merupakan salah satu keluhan utama wanita hamil. Tidak jarang dijumpai pada bulan-bulan pertama kehamilan gejala muntah (emesis). Biasanya terjadi pada pagi hari, dikenal sebagai morning sickness (Hanifa, 2007). Banyak perubahan fisik yang akan dialami ibu hamil selama trimester pertama (3 bulan pertama kehamilan). Periode ini juga merupakan waktu pembentukan sekaligus perkembangan pesat dari semua sistem dan organ tubuh bayi. Berbagai gejala kehamilan akan datang di trimester pertama kehamilan konstipasi, mual muntah, merasa lelah, sakit kepala, pusing, emosional, mood akan berubah secara tidak terduga, nafsu makan akan berubah dan cenderung menyukai makanan lunak/lembut (Stoppard, 2006). ini misalnya pembesaran payudara, sering buang air kecil,

2.4. Emesis Gravidarum 2.4.1. Pengertian emesis gravidarum Emesis gravidarum adalah muntah-muntah pada wanita hamil. Keadaan ini biasanya didahului rasa mual (Kamus Kedokteran). Baverley OBrien (OBrien & Naber, 1995) menemukan bahwa 70-90% dari semua wanita hamil mengalami mual-mual, sementara 50% mengalami muntahmuntah paling tidak sekali. Kedua hal itu adalah gejala yang wajar dan sering didapati pada sebagian besar ibu hamil. Kebanyakan mual dan muntah ini terjadi di pagi hari atau biasa disebut morning sickness, tetapi dapat juga terjadi pada siang hari atau bahkan pada malam hari (Llewellyn-Jones, 1997). Mual dan muntah ini terjadi pada minggu ke-6 setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 12 minggu pertama kehamilan. William Smellie (1779) mengatakan bahwa keluhan pertama saat kehamilan adalah rasa mual dan muntah-muntah yang pada beberapa wanita berawal tidak lama setelah pembuahan dan seringkali berlanjut sampai akhir bulan keempat. Sebagian besar wanita sering mengalami masalah karena mual dan muntah ini, khususnya muntah di pagi hari. Beberapa wanita yang tidak mengalami keluhan-keluhan semacam ini dalam satu kehamilan mungkin akan mengalaminya dengan hebat dalam kehamilan-kehamilan berikutnya. 2.4.2. Penyebab Emesis Gravidarum Penyebab terjadinya emesis gravidarum sampai saat ini tidak dapat diketahui secara pasti. Ada yang mengatakan bahwa perasaan mual disebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon estrogen dan HCG (Hormon Chorionic Gonadotrophine) dalam serum (Wiknjosastro, 1999). Dapue, dkk (1987) menganggap bahwa kadar hormon estrogen yang tinggi saat hamil muda, mungkin merupakan penyebabnya, wanita yang hamil untuk pertama kalinya dan wanita yang bertubuh besar memiliki hormon estrogen yang bersirkulasi lebih tinggi dan lebih cenderung mengalami gangguan kehamilan. Dalam kehamilan terjadi kekenduran relative jaringan otot dalam system pencernaan sehingga pencernaan kurang efisien, dan kelebihan asam dalam lambung. Tetapi pencetus fisik ini belum dapat menjelaskan secara pasti sebab terjadinya mual dan muntah pada kehamilan, karena sebagian besar hal ini terjadi pada semua kehamilan, namun tidak semua ibu hamil

mengalaminya. Montgomery (1837) menganggap muntah-muntah disebabkan oleh iritasi reflek gravid rahim dan kondisi sistem seksual yang sakit. Selain faktor fisik, faktor emosional juga dapat menyebabkan mual dan muntah pada kehamilan. Para wanita yang mengalami mual berkepanjangan kelihatannya mendapatkan dukungan lebih sedikit dari suaminya atau orang tua mereka (Wolkind dan Zajicek, 1978). Dalam masyarakat primitif yang cara hidupnya lebih sederhana, lebih santai dan tidak banyak tuntutan, jarang sekali ditemukan ibu hamil yang mengalami rasa mual ini. Ketidakstabilan emosi dan keadaan social lingkungan dapat menjadi pemicu terjadinya emesis gravidarum (Einsberg dkk, 1985). Pola makan calon ibu pada minggu-minggu awal kehamilan, serta gaya hidupnya juga berpengaruh terhadap terjadinya emesis gravidarum ini. Studi membuktikan bahwa calon ibu yang makan makanan berprotein tinggi namun berkarbohidrat dan bervitamin B rendah lebih berpeluang menderita mual berat. Keparahan mual pun berkaitan dengan gaya hidup calon ibu. Kurang makan, kurang tidur atau istirahat, dan stress dapat memperburuk rasa mual (Panduan Lengkap Kehamilan : 58). 2.4.3. Tanda dan Gejala Emesis Gravidarum Tanda-tanda emesis gravidarum berupa: a. Rasa mual, bahkan dapat sampai muntah Mual dan muntah ini terjadi 1-2 kali sehari, biasanya terjadi di pagi hari tetapi dapat pula terjadi setiap saat. b. Nafsu makan berkurang c. Mudah lelah d. Emosi yang cenderung tidak stabil. Keadaan ini merupakan suatu yang normal, tetapi dapat menjadi tidak normal apabila mual dan muntah ini terjadi terus menerus dan mengganggu keseimbangan gizi, cairan, dan elektrolit tubuh. Ibu hamil yang mengalami emesis gravidarum yang berkelanjutan dapat terkena dehidrasi sehingga akan menimbulkan gangguan pada kehamilannya. 2.4.4. Pengaruh Emesis Gravidarum pada Ibu dan Janin

Emesis dalam keadaan normal tidak banyak menimbulkan efek negative terhadap kehamilan dan janin, hanya saja apabila emesis gravidarum ini berkelanjutan dan berubah menjadi hiperemesis gravidarum yang dapat meningkatkan resiko terjadinya gangguan pada kehamilan. Wanita-wanita hamil dengan gejala emesis gravidarum yang berlebih berpotensi besar mengalami dehidrasi, kekurangan cadangan karbohidrat dan lemak dalam tubuh, dapat pula terjadi robekan kecil pada selaput lender esofagus dan lambung atau sindroma Mallary Weiss akibat perdarahan gastrointestinal (Wiknjosastro, 1999). Tanda-tanda dehidrasi, adalah: berat badan menurun, denyut nadi meningkat (120x/menit dan terus naik), tekanan darah menurun (diastolic 50 mmHg dan terus turun), mata cekung, elastisitas kulit berkurang. Apabila ditemukan tanda-tanda dehidrasi pada ibu hamil maka ia harus segera mendapat pertolongan dari tenaga kesehatan. Bayi-bayi dari wanita yang menderita hiperemesis gravidarum sepanjang kehamilan lebih cenderung memiliki kelainan dan pertumbuhan yang sedikit terbelakang (Pettiti, 1986). Pencegahan terhadap emesis gravidarum yang berlebihan perlu dilaksanakan dengan jalan memberikan penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses fisiologis, memberikan keyakinan bahwa mual dan muntah merupakan gejala yang fisiologis pada kehamilan dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan, menganjurkan mengubah pola makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi lebih sering.

2.5. Obat dan Kehamilan Meskipun janin di dalam kandungan telah dilindungi dari pengaruh luar oleh plasenta dan selaput ketuban, tetapi ia sama sekali tidak terlepas dari pengaruh buruk obat yang dikonsumsi oleh sang ibu. Secara khusus, penggunaan obat-obatan pada ibu hamil tidak hanya memberikan efek samping pada sang ibu, tetapi lebih dari itu ada pengaruh buruk pada janin, yang berupa cacat-cacat bawaan. Obat atau agen lain yang dapat mengakibatkan cacat bawaan yang nyata lazim disebut sebagai obat yang bersifat teratogenik atau dismorfogenik (Yunika, 2009). Sebagian besar obat yang digunakan oleh wanita hamil dapat menembus plasenta, sehingga embrio dan janin dalam masa perkembangan terpapar terhadap efek farmakologis dan

teratogenik agen tersebut. Faktor-faktor kritis yang mempengaruhi transfer obat menembus plasenta dan efek obat terhadap janin termasuk hal-hal sebagai berikut: (1) sifat fisikokimiawi; (2) kecepatan menembus plasenta dan jumlah yang mencapai janin; (3) durasi paparan; (4) sifat distribusi pada jaringan janin yang berbeda; (5) tahap perkembangan janin dan plasenta pada saat pemaparan; dan (6) efek obat yang digunakan secara kombinasi (Katzung, 2004). 2.5.1. Farmakokinetik Obat pada Kehamilan Menurut Katzung (2004), berikut hal-hal yang mempengaruhi penyerapan obat pada kehamilan: a. Kelarutan Lipid Seperti juga membran biologik lainnya, obat yang melintasi plasenta bergantung pada kelarutan lipid dan derajat ionisasi obat, obat lipofilik cenderung berdifusi dengan mudah melintasi plasenta dan masuk sirkulasi janin. b. Ukuran Molekul Berat molekul obat juga mempengaruhi kecepatan transfer dan jumlah obat yang ditransfer melalui plasenta. Obat-obat dengan molekul 250-500 dapat melintasi plasenta dengan mudah, bergantung pada kelarutan lipidnya dan derajat ionisasi. Obat dengan berat molekul 500-1000 lebih sulit melintasi plasenta, dan obat dengan berat molekul lebih dari 1000 sangat sulit melintasi plasenta. c. Ikatan Protein Derajat ikatan obat dengan protein plasma (albumin) dapat pula mempengaruhi laju transfer dan jumlah obat yang dipindahkan. Namun, jika obat sangat mudah larut lipid, tidak akan banyak dipengaruhi oleh ikatan protein. d. Metabolisme obat plasenta dan janin Terdapat dua mekanisme yang memberikan perlindungan janin dari obat dalam sirkulasi darah maternal: 1. Plasenta sendiri berperan baik sebagai sawar semipermeabel dan sebagai tempat metabolisme beberapa obat yang melaluinya. 2. Obat yang telah melewati plasenta masuk dalam sirkulasi janin melalui vena umbilikus. 2.5.2. Kategori Obat pada Ibu Hamil

Menurut Yunika (2009), sistem penggolongan kategori resiko pada masa kehamilan dapat mengacu pada sistem penggolongan FDA (Food and Drug Administration) atau ADEC (Australian Drug Evaluation Committee). Untuk sediaan farmasi yang mengandung lebih dari satu bahan obat, penggolongan resiko sesuai dengan komponen obat yang mempunyai penggolongan paling ketat. Penggolongan ini berlaku hanya untuk dosis terapetik anjuran bagi wanita usia produktif. Kategori kehamilan menurut FDA, adalah sebagai berikut: a. Kategori A Studi terkontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya resiko pada janin pada kehamilan trimester pertama (dan tidak ada bukti mengenai resiko terhadap trimester berikutnya), dan sangat kecil kemungkinan obat ini untuk membahayakan janin. b. Kategori B Studi terhadap reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya resiko terhadap janin tetapi belum ada studi terkontrol yang diperoleh pada ibu hamil. Studi terhadap reproduksi binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping (selain penurunan fertilitas) yang tidak didapati pada studi terkontrol pada wanita hamil trimester pertama (dan ditemukan bukti adanya pada kehamilan trimester berikutmya). c. Kategori C Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin (teratogenik), dan studi terkontrol pada wanita dan binatang percobaan tidak tersedia atau tidak dilakukan. Obat yang masuk kategori ini hanya boleh diberikan jika besarnya manfaat terapeutik melebihi besarnya resiko yang terjadi pada janin. d. Kategori D Terdapat bukti adanya resiko pada janin, tetapi manfaat terapeutik yang diharapkan mungkin melebihi besarnya resiko (misalnya jika obat perlu digunakan untuk mengatasi kondisi yang mengancam j/iwa atau penyakit serius bilamana obat yang lebih aman tidak digunakan atau tidak efektif. e. Kategori X

Studi pada manusia atau binatang percobaan memperlihatkan adanya abnormalitas pada janin, atau terdapat bukti adanya resiko pada janin. Besarnya resiko jika obat ini digunakan pada ibu hamil jelas-jelas melebihi manfaat terapeutiknya. Obat yang masuk dalam kategori ini dikontraindikasikan pada wanita yang sedang atau memiliki kemungkinan hamil. 2.5.3. Anjuran Penggunaan Obat Pada Masa Kehamilan Menurut Manuaba (1998), anjuran penggunaan obat pada masa kehamilan adalah sebagai berikut: 1. Obat hanya diresepkan pada ibu hamil bila manfaat yang diperoleh ibu diharapkan lebih besar dibandingkan resiko pada janin. 2. Sedapat mungkin segala jenis obat dihindari pemakaiannya selama trimester pertama kehamilan. 3. Apabila diperlukan, lebih baik obat-obatan yang telah dipakai secara luasa pada kehamilan dan biasanya tampak aman diberikan daripada obat baru atau obat yang belum pernah dicoba secara klinis. 4. Obat harus digunakan pada dosis efektif terkecil dalam jangka waktu sesingkat mungkin. 5. Penggunaan banyak obat tidak boleh diberikan sekaligus (polifarmasi). 6. Perlu adanya penyesuaian dosis dan pemantauan pengobatan. Pemakaian obat-obat bebas dan resep perlu diperhatikan sepanjang kehamilan sampai nifas. Perubahan fisiologik pada ibu yang terjadi selama masa kehamilan mempengaruhi kerja obat dan pemakaiannya. 2.6. Obat Antiemetik Anti-emetik atau obat mual adalah obat yang digunakan untuk mengatasi rasa mual dan muntah. Anti-emetik secara khusus digunakan untuk mengatasi mabuk perjalanan dan efek samping dari analgesik golongan opiat, anestesiumum, dan kemoterapi yang digunakan untuk melawan kanker, juga untuk mengatasi vertigo (pusing) atau migren (Mutschler, 1991). Tujuan keseluruhan dari terapi anti-emet ik adalah untuk mencegah atau menghilangkan mual dan muntah, seharusnya tanpa menimbulkan efek samping. Terapi antiemetik diindikasikan untuk pasien dengan gangguan elektrolit akibat sekunder dari muntah, anoreksia berat, memburuknya status gizi atau kehilangan berat badan.

2.6.1. Obat Antiemetik pada Kehamilan Jarang terjadi bahwa pengobatan mual dan muntah waktu hamil sedemikian berhasil, sehingga ibu hamil yang mengalaminya berhasil memperoleh kesembuhan yang sempurna. Tetapi perasaan tidak enak biasanya dapat dikurangi. Daftar Obat Antiemetik yang digunakan pada Masa Kehamilan Golongan obat Kategori Pengaruh pada Masa Kehamilan Ibu Phenothiazine (Promethazine) Metoclopramide FDA: B Penelitian pada hewan menunjukkan peningkatan denyut jantung ibu Ondansetron FDA: B FDA: C Janin/bayi Belum ada laporan mengenai efeknya Tidak ada bukti terjadi cacat bawaan atau efek samping lain pada fetus atau bayi baru lahir Tidak ada bukti efek samping pada fetus atau kesuburan tikus dan kelinci dengan dosis iv sampai 4 mg/kg/hari Domperidone FDA: B

Tebel 2.6.1. Daftar Obat Antiemetik pada Masa Kehamilan

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian 3.2. Defenisi Operasional 1. Prevalensi Prevalensi adalah pengukuran jumlah orang dikalangan penduduk yang menderita satu penyakit pada satu titik di waktu tertentu. 2. Ibu Hamil trimester I Wanita yang sedang mengandung janin dengan usia kehamilan berkisar dari 0-12 Minggu. 3. Emesis Gravidarum

Emesis gravidarum adalah muntah-muntah pada wanita hamil. Keadaan ini biasanya didahului rasa mual (Kamus Kedokteran). 4. Obat Anti emetik Anti-emetik atau obat mual adalah obat yang digunakan untuk mengatasi rasa mual dan muntah. 5. Efek Samping Suatu reaksi yang tidak diharapkan dan dapat berbahaya yang diakibatkan oleh suatu pengobatan. BAB V KESIMPULAN Dalam upaya mencegah terjadinya efek yang tidak diharapkan dari obat-obat yang diberikan selama kehamilan, maka oleh U.S. Food and drug Administration (FDA-USA) maupun Australian Drug Evalution Committee, obat-obatan dikategorikan menjadi 5 (lima), yaitu kategori A, kategori B, kategori C, kategori D dan kategori X. Yang termasuk kategori A adalah obat-obat yang telah banyak digunakan oleh wanita hamil tanpa disertai kenaikan frekuensi malformasi janin atau pengaruh buruk lainnya. Contoh obatnya adalah parasetamol, penisilin, eritromisin, glikosida jantung, isoniazid serta bahan-bahan hemopoetik seperti besi dan asam folat. Obat kategori B meliputi obat-obat yang pengalaman pemakaiannya pada wanita hamil masih terbatas, tetapi tidak terbukti meningkatkan frekuensi malformasi atau pengaruh buruk lainnya pada janin. Contoh obatnya adalah simetidin, dipiridamol, spektninomisin, tikasilin, amfoterisin, dopamine, asetilkistein, alkaloid belladonna, karbamazepin, pirimetamin, griseofulvin, trimetoprim dan mebendazol. Obat kategori C merupakan obat-obat yang dapat memberi pengaruh buruk pada janin tanpa disertai malformasi anatomic, semata-mata karena efek obat didalam tubuh. Umumnya bersifat reversible (membaik kembali). Sebagai contoh adalah obat analgetik-narkotik, fenotiazin, rifampisin, aspirin, antiinflamasi non-steroid dan diuretika. Obat kategori D merupakan obat-obat yang terbukti menyebabkan meningkatnya kejadian malformasi janin pada manusia atau menyebabkan kerusakan janin yang bersifat irreversible (tidak dapat membaik kembali). Obat-obat ini mempunyai efek merugikan bagi janin. Misalnya androgen, fenitoin, pirimidon, fenobarbiton, kini, klonazepam, valproat, steroid anabolic, dan anti koagulansia. Sedangkan obat kategori X

adalah obat yang telah terbukti mempunyai resiko tinggi terjadinya pengaruh buruk yang menetap (irreversible) pada janin jika diminum pada masa kehamilan. Obat dalam kategori ini merupakan kontraindikasi mutlak selama kehamilan. Sebagai contoh isotretionin dan dietilbestrol. DAFTAR PUSTAKA Grahame-Smith, D.G. & Aronson, J.K. 1985 Oxford Textbook of Clinical Pharmacology and Drug Therapy. Oxford University Press, Oxford. Laurence, D.R. & Bennett, P.N. 1992 Clinical Pharmacology, 7th edition. Churchill Livingstone, Edinburgh. Reid, J.L., Rubin, P.C. & Whiting, B. 1985 Lecture Notes on Clinical Pharmacology, 2nd edition. Blackwell Scientific Publications, Oxford. Santoso, B., Suryawati, S. & Dwiprahasto, I. (eds) 1987 Efek Samping Obat , edisi I. Laboratorium Farmakologi Klinik American Medical Association (edisi terakhir) Drug Evaluation. American Medical Association/ W.B. Saunders & Co., Philadelphia. Dukes, M.N.G. 1988 Meyler's Side Effects of Drugs. An Encyclopedia of Adverse Drug React Interactions, 11th edition. Elsevier, Amsterdam. Davies, D.M. 1989 Textbook of Adverse Drug Reactions. Oxford University Press, Oxford. Gilman, A.G., Rall, T.W., Nies, A.S. & Taylor, P. (edisi terbaru). Goodman Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics, 8th edition. Pergamon Press, New York.

Anda mungkin juga menyukai