Anda di halaman 1dari 4

BIOGRAFI NAJIB MAHFUZ

1. Najib Mahfuz Abdul Aziz dilahirkan pada 11 Desember 1911 di Jamaliyah, distrik tua di kota Kairo. Ia hidup dalam keluarga muslim kelas menengah bawah dari keluarga pedagang (Awad, 2000: xiv). Ia putera termuda dari tujuh bersaudara, empat saudara perempuan dan dua saudara laki-laki. Ketika berusia enam tahun, keluarganya pindah ke rumah baru di distrik al-Abbasiyah, distrik modern di timur laut Kairo (Munthe, 2000: viii). 2. Karena di masa kecilnya menderita penyakit sejenis epilepsi yang memasaknya untuk selalu berdiam di rumah, Najib Mahfuz baru dapat menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1925 (Munthe, 2000: ix). Masa kecil hingga remajanya digunakan belajar mengaji Al-Quran di sekolah-sekolah agama (Hadiputro, 2001:263). 3. Pendidikan sekolah lanjutannya tidak banyak berkaitan dengan pendidikan kesusastraan. Murid-murid di sekolah itu diarahkan kepada penguasaan bahasa dan kebudayaan Arab. Walaupun demikian, ia memiliki kemampuan penguasaan bahasa Prancis dan Inggris, yaitu bahasa-bahasa karya fiksi yang dibacanya ketika masih sangat muda. Pada tingkat ini, ia hanya menulis dan menterjemahkan karya-karya tersebut ke dalam bahasa Arab. Walaupun ia mendapatkan materi kesusastraan klasik, yang tidak imajinatif, baik materi maupun metode pengajaran, ia tetap berusaha menciptakan dan menggugah puisi serta cerita-cerita detektif yang sangat ia gemari (Munthe, 2000: ix). Ia tertarik menjadi pengarang setelah membaca King Solomons Mines, sebuah buku petualangan karya H. Rider Haggard (Hadiputro, 2001: 263). 4. Pada tahun 1930, Najib Mahfuz kuliah di Universitas Fuad I (sekarang Universitas Kairo), universitas sekuler, di Kairo mengambil jurusan filsafat (Awad, 2000: xv). Di universitas ini,

kuliah-kuliah diberikan dalam bahasa Perancis dan bahasa Inggris (Munthe, 2000:ix). Ia memperoleh gelar dalam bidang filsafat empat tahun kemudian. Pada tahun 1934, dia mendaftarkan diri dalam program master di bidang filsafat, judul tesis yang diajukannya adalah Konsep Keindahan dalam Filsafat Islam (Awad, 2000: xv). Untuk membiayai penyelesaian studi masternya tersebut, ia bekerja sebagai sekretaris di bagian Administrasi Universitas Kairo. Ia lulus dengan tesis tentang filsafat estetika di bawah bimbingan Syaikh Mustofa Abd ar-Raziq (Munthe, 2000: x). 5. Antara tahun 1939-1954 Najib Mahfuz bekerja di Departemen Agama Mesir. Di samping aktif di Departemen Agama dan menulis karya fiksi, ia juga memainkan peranan yang penting dalam pembinan industri film Mesir. Lebih jauh, dalam usia 60-an, ia bekerja aktif sebagai konsultan pada kantor Dewan Sensor Film di bawah Departemen Kebudayaan Mesir dan ia juga menjadi Direktur Organisasi Film Nasional (Munthe, 2000: x). 6. Sebagai penerima banyak penghargaan dari universitas asing dan penghargaan tingkat nasional, Najib Mahfuz dikenal sebagai figur utama intelektual nasional dalam beberapa dekade sebelum ia memperoleh penghargaan Nobel Sastra pada tanggal 13 Oktober 1988 dari Akademi Swedia (Munthe, 2000:x). Ia menjadi pengarang berbahasa Arab pertama yang menerima hadiah itu (Hadiputro, 2001: 262). 7. Akademi Swedia mengatakan bahwa karya-karya Najib Mahfuz mendorong maju seni novel dan merupakan aliran yang relatif baru dalam sastra Arab (Hadiputro, 2001: 263). Dalam penelitian lainnya, Akademi Swedia mengatakan, penggambaran Najib Mahfuz atas kota Kairo sejajar dengan penggambaran Dickens atas kota London, novelis Zola atas kota Paris dan Dostoyevsky tentang kota St. Petersbrug (Hadiputro, 2001: 265).

8. Menteri penerangan Bahrain, Tariq Al-Muayyad mengatakan hadiah Nobel bagi Najib Mahfuz merupakan satu sumber kebanggaan bagi Mesir dan semua bangsa Arab. Profesor Robin Ostle dari Universitas Oxford mengatakan, ia seorang penutur cerita yang besar dalam setiap bahasa, salah satu yang terbesar dalam masa kita. Itulah rahasia kejeniusannya. Ia mempunyai bakat sangat brilian (Hadiputro, 2001: 263). 9. Sigrid Kahle, seorang pakar sastra Arab di Swedia, menyebut Najib Mahfuz sebagai Bapak Novel Mesir. Menurut dia, kehidupan novel di Mesir belum berusia seabad dan umumnya pun didominasi oleh karya-karya Najib Mahfuz. Setelah Najib Mahfuz menerima hadiah nobel, karya-karyanya diterjemahkan paling tidak ke dalam 20 bahasa Asing (Hadiputro, 2001: 266). 10. Najib Mahfuz telah melahirkan tidak kurang dari 35 karya roman dan 15 kumpulan cerpen (Munthe, 2000: x) serta sejumlah naskah drama dan 30 naskah film (Hadiputro, 2001: 263). Tanpa mengenal berhenti selama lebih dari lima puluh tahun ia menekuni profesi sebagai pencipta sastra ( Munthe, 2000:x). 11. Yusuf Idris, seorang sastrawan terkemuka Mesir, menilai tingkat kedisiplinannya luar biasa. Ia menulis setiap hari selama 50 tahun kecuali Kamis dan Jumat. Ia seorang pendengar yang baik tetapi juga suka berdebat, kata Idris (Hadiputro, 2001:266). 12. Pada tanggal 14 Oktober 1994, Najib Mahfuz diserang oleh Organisasi Jamaah Islamiyah yang menikam lengan dan leherya di luar rumahnya sehingga ia mengalami cacat yang menyulitkannya menulis (Damono, 2000: xiii). Walaupun usaha pembunuhan itu sangat mengganggu kesehatannya, ia tetap optimis, saya tidak terlalu sedih dengan kondisi ini, karena saya masih punya harapan lima tahun lagi, saya dapat menggunakan tangan dan mata saya untuk menulis dan membaca kembali (Munthe, 2000: xi). Sekarang ia masih tinggal di Kairo bersama istri dan kedua putrinya (Damono, 2000: xiii).

Anda mungkin juga menyukai