Anda di halaman 1dari 13

HAND OUT MATA KULIAH AGAMA KRISTEN PROTESTAN PERTEMUAN KETUJUH (VII) DRS.AZ.JEFFRIE,BA MANUSIA YANG DICIPTAKAN 4.1.

1 Uraian dan contoh Baca: Kejadian 1-2 Hal yang pertama-tama ditekankan di sini adalah bahwa dunia dengan segala isinya ini, terutama manusia, diciptakan oleh Allah. Khususnya bagi manusia, hal ini berarti bahwa manusia tidak lebih dari pada mahluk ciptaan Allah. Ini pertama-tama harus di akui. Karena dengan pengakuan ini manusia menyadari akan keberadaan dirinya. Namun di antara perkembangan tentang bagaimana manusia itu diciptakan, timbul perbedaan pendapat antara dunia ilmu pengetahuan, yang diwakili oleh teori evolusi, dengan iman Kristen sebagaimana disaksikan oleh berita oleh Alkitab. Oleh karena itu dalam kegiatan belajar ini kita berusaha memahami bagaimana teori evolusi berbicara tentang manusia dari segi evolusi biologis. Dan kemudian kita memperhatikan berita Alkitab tentang penciptaan manusia. Apa makna penciptaan manusia, bagaimana manusia diciptakan, menurut apa manusia diciptakan, dan siapahkah manusia diciptakan itu. Untuk itu kita mulai dengan pandangan tentang manusia secara evolusibiologis seperti yang diajukan oleh penganut teori evolusi. Dan untuk itu kita perhatikan penjelasan Dr.J,Verkuyl, dalam bukunya Etika Kristen, jilid I, Bagian umum, halaman 40-42: Pandangan-tentang-manusia secara evolusi-biologis

Di samping pandangan-tentang-manusia menurut agama-agama dunia kita harus menyebutkan pula beberapa pandangan lain tentang manusia, yakni pandangan evolusi-biologis dan pandangan-tentang-manusia menurut komunis, karena pengaruh kedua pandangan ini terasa juga di Asia, dan akibat-akibatanya terdapat pula di dalam masalah-masalah etika. Pandangan evolusi-biologis tentang manusia menganggap manusia itu sebagai binatang menyusia yang cerdas, yang pertumbuhannya berlangsung menurut proses evolusi, dari tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Pada masa Darwin dan Spenser, dan orang pelapor pandangan evolusi-biologis tentang manusia, yang dianggap sebagai hokum-utama evolusi ialah struggle for life dan survival of the fittest: perjuangan untuk mempertahankan hidup dan yang kuat akan bertahan. Berdasarkan hukum-hukum ini disusunlah oleh beberapa orang ahli filsafat seperti Nietzsche dan lain-lain suatu etika, yang dapat disebut semacam etika-binatang-buas. Berjuang untuk kepentingan diri sendiri, untuk suku sendiri, untuk bangsa sendiri, menggecet yang lemah dan kecil, itulah hukum pokok etika struggle for life. Itulah etiak-binatang-buas. Itulah tooth-and claws-ethics, etikagigi dan cakar. F.H. hulxley pernah menyebut etika ini the gladiatorial theory of existence: teori tentang kehidupan sebagai perkelahian para gladiator (pendekar pedang). Pada masa sekarang ini ahli-ahli evolusi memperdengarkan suara baru. Di dalam buku G.G. Simpson The meaning of evolution dan buku Julia Huxley Man in the modern world diuraikan bahwa hukum-pokok pertumbuhan biologis tidak terletak pada the strunggel for life and survival of the fittest, tetapi juga pada pertumbuhan dari bentuk-betuk organisasi yang lebih tinggi. Demikianlah ahli-ahli evolusi itu menyusun suatu etika, di mana

memperkembangkan bentuk-bentuk organisasi sampai ke tingkat yang lebih tinggi, menjadi norma perbuatan manusia harus menuruti garis evolusi-demikianlah dikatakan mereka dan karena itu tidak boleh berjuang untuk kepentingan diri seperti

saja, tetapi mengikhtiarkan juga apa yang terutama mengembangkan kepentingan umum, sehingga proses evolusi dapat dikembangkan. Julian Huxley misalnya, didalam karanganya Eugenetics and Society, menetapkan hukum eugenitika (ilmu pengetahuan tentang perbaikan ras) sebagai norma perbuatan manusia, karena dengan demikian terjadilah suatu keturunan yang lebih baik dan lebih tinggi tarafnya. Simpson menerangkan di dalam bukunya, bahwa di dalam pandangan ini evolusibiologis mendapatkan tempat, yang didalam system lama diduduki oleh Allah dan pernyataan-Nya. Memang. Pandangan secara evolusi-biologis ini menyangkal Allah dan pernyataan-Nya. Di sini Penyelidikan ilmia dijadikan ukuran untuk menentukan yang baik dan yang jahat. Lagi pula di sini penyelidikan ilmia itu terbatas kepada penyelidikan biologis, secara kimiawi dan fisik- seakan-akan manusia hanya dapat diterangkan menurut proses kimiawi dan biologis. Di sini derajat manusia direndahkan menjadi setaraf dengan binatang cerdas, yang tidak bertanggung jawab kepada Allah. Disini derajat Etika direndahkan menjadi semacam latihan pikiran bagi binatang-binatang cerdas. Derajat norma-norma Etika direndahkan menjadi peraturanperaturan permainan didalam masyarakat yang terdiri dari binatang-binatang cerdas. Berbeda dengan teori evolusi di atas, Alkitab menceritakan tentang penciptaan manusia sebagai yang diciptakan Allah. Dr.Verkuyl tentang penciptaan manusia menjelaskan, dalam buku Etika Kristen, I, halaman 43-47, sebagai berikut: Apahkah yang diberitakan Alkitab tentang manusia? Setelah membahas ikhtisar singkat mengenai bermacam-macam pandangan tentang manusia yang juga mempengaruhi Etika, maka kini kami hendak memberikan beberapa catatan tentang apa yang diberikan oleh Alkitab mengenai manusia. Sudah barang tentu kita tidak membahas bahan-bahan dari Alkitab mengenai hal tersebut dengan panjang lebar. Itu adalah tugas Dogmatika dalam arti yang sempit. Di sini cukuplah rasanya bila kami sajikan beberapa penjelasan saja.

Di dalam kitab Kejadian 1 teradapat kalimat-kalimat terkenal mengenai kejadian manusia Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya penjelasan saja. Pernyataan, bahwah manusia itu diciptakan menurut gambar Allah (di dalam bahasa Ibrani salem, di dalam bahasa Yunani eikos) dan seperti rupa Allah di dalam bahasa Yunani homoiotes), kita dapati juga didalam Perjanjian Baru. Di situ Yesus Kristus disebut gambar Allah (2 kor 4:4; Kor 1:15). Dan sudah dijanjikan kepada kita, bahwa barang siapa percaya kepada Allah akan dijadikan kembali menurut gambar-Nya dan akan serupa dengan Dia (1 kor 15 : 49; 2 Kor 3: 18; Kol 3:10). Bagaimanakah arti dari berita tentang manusia ini dan apakah konsekuensi pandangan tentang manusia inni bagi Etika? 1. Manusia itu mahluk dan akan tetap menjadi mahluk untuk selama-lamanya. Manusia bukanlah Allah dan manusia juga tidak mempunyai zat ilahi atau kodrat ilahi atau kodrat ilahi. Tidak ada analogi entis (persamaan zat) antara manusia dan Allah. Ada suatu garis batas antara Allah dangan manusia, antara pencipta dan ciptaan (mahluk). Manusia tetap dikuasai oleh hukum dan ketaatan kepada perintah-perintah Allah adalah bersikap kekal. Tidak pernah ada suatu masa, di mana manusia luput atau dibebaskan dari kepatuhan kepada Kehendak Allah, seperti diajarkan didalam agama Budha, Hindu dan berbagai aliran mistik pantheistis. 2. Manusia dijadikan sebagai mahluk somatic-psychis (berjiwaraga). Allah

membentuk manusia (di dalam bahasa Ibrani hadaam) dari debu tanah (adama) dan menghembuskan nafas kehidupan (nismat hajjim) ke dalam hidungnya (Kej 2:7). Karena dijadikan dari debu tanah (adama), maka manusia (hadama) bertalian dengan semua mahluk yang ada di bumi. Manusia tidak usah malu karena sifat-sifat

kejasmaniannya. Keragaman atau kejasmaniannya bukanlah semu, sebagai mana diajarkan oleh agama Hindu. Raganya bukan pula suatu sangkar yang tidak berharga untuk jiwa, sebagaimana diajarkan oleh Plato. Sosok tubuhnya yang kelihatan itu pada dasarnya bukanlah pula sesuatu yang berdosa. Bahkan sebaliknya. Maksud Allah ialah supaya manusia mempunyai tubuh. Maksud Allah ialah supaya haadam tetap berhubungan dengan adam. Etika Kristen tidak boleh menganggap seakan-akan manusia hanya mempunyai jiwa saja. Etika Kristen harus pula memperhatikan keperluan-keperluan dan kebutuhan-kebutuhan jasmani manusia. Etika Kristen tidak boleh melupakan bahwa Allah memberikan kepada manusia suatu tubuh, lagi pula manusia didalam langit baru dan bumi baru, manusia akan mempunyai badan baru. Allah memberikan hidup (nafas kehidupan) kepada manusia yang dibentuk dari adama itu. Seluruh bentuk jasmanirohani manusia itu akan mati, jika Allah tidak melindunginya dan menjadikannya mahluk hidup dan oleh Rohnya di hadirat-Nya. Manusia bukanlah benda mati. Manusia itu mahluk yang hidup oleh sebab usaha Allah yang luar biasa. Pada masekarang kita dapat mengatakan begini: pusat sturktur jiwa-raga manusia ialah si-aku yang hidup, dan si-aku yang hidup itu dibangkitkan dalam manusia, dipelihara dan dijaga oleh Allah. Manusia hidup karana hubunganya denagannya dengan Allah yang hidup. Roh Allah menghidupkan roh manusia. Manusia tidak dapat diterangkan hanya dari zat lemas dan zat asam dan sebagainya, seakan-akan merupakan suatu proses kimiawi. Manusia tidak dapat diterangkan hanya dari hukum-hukum dan reaksi-reaksi physis, biologis dan psychis. Adam yang dilahirkan dari adama, barulah, menjadi manusia sejati, karena Allah sudah menghidupkannya di hadirat-Nya dank arena Allah memelihara hayat yang dikandungnya. Jadi manusia bukanlah anatta- tidak bernyawa, sebagaimana diajarkan oleh agama Buddha. Manusia bukan pula binatang menyusui yang cerdas, seperti diajarkan oleh paham evolusionis. Manusia lebih dari pada homoeconomicus. Manusia hanya dapat diterangkan dari huubungannya dengan Roh Allah. 3. Hubungan Allah-manusia dan manusia-Allah itu dinyatakan dalam berita

tentang manusia yang dijadikan menurut Gambar Allah. Bukanlah maksud kami untuk

menguraikan dengan panjang lebar disini segala sesuatu yang dimaksudkan dengan hal ini, bukan pula membahas dengan panjang lebar diskusi teologis mengenai hal ini. Kami hanya mementingkan dua unsure dari berita ini, yang mempunyai arti yang menentukan bagi Etika. Pertama, didalam berita tentang rahasia manusia dititikberatkan tanggung jawab penuh dari manusia kepada Allah. Allah sebagai Aku menempatkan manusia sebagai engkau dihadapan-Nya. Di anatara makhluk-makhluk di bumi ini Allah mengadakan perjanjian hanya dengan manusia dan di dalam perjanjian itu manusia bertanggung jawab kepada Allah. Di dalam persekutuan khusus antara Allah dan manusia akan terdengar pernyataan: Adam, dimanakah engkau? dan Kain di manahkah adikmu itu? Inilah kemulian manusia, yakni bahwa manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab. Allah mau menyapa manusia, Allah mempertanggungjawabkan manusia. Allah

mempertanggungjawabkan manusia terhadap perbuatannya, perkataannya dan pikirannya. Pertanggungjawaban manusia itu adalah satu dari pengertian pokok Etika Kristen. Tanpa mempertanggungjawaban ini mungkin ada Etika Kristen. Kedua, di dalam berita tentang manusia seperti gambar Allah dinyatakan suatu pikiran, bahwa manusia ialah pemegang mandate Allah di bumi. Di dalam pelbagai kebudanyaan di Timur Tengah ada kalanya raja-raja mengangkat orang-orang untuk menjadi gambarnya di daerah-daerah tertentu. Artinya tokoh-tokoh itu harus melakukan kekuasaan di daerah itu atas nama raja. Mereka adalah kuasa raja. Merekalah yang memenggang mandate, yang menjadi wakil. Jadi, jika membacah bahwa Allah menciptakkan manusia menurut gambarNya, maka hal itu harus kita hubungkan dengan tugas yang segerah disusulkan, yakni bahwa manusia mendapat panggilan untuk menguasai bumi. Penuhilah bumi dan taklukkanlah itu (Kej 1:28). Manusia mendapat panggilan dari Allah untuk hidup di dalam

persekutuanNya, membentuk mahsyarakat dengan sesamanya manusia dan dengan cara demikian menguasai bumi sehingga bumi itu menjadi tempat tinggal yang dapat didiami, (bandingkan dengan Van Oyen : Evang. Ethic, halaman 38).

Di dalam teologia, pandangan pokok ini di uraikan dengan tempat dalam ajaran tentang tiga jabatan manusia. Allah menciptakan manusia menurut gambaran dan rupa-Nya itu berarti manusia mendapat panggilan untuk menguasai bumi dan segalah bumi dan segalah isinya sebagi raja, memberikan kebernaran Allah sebagai nabi dan memberkait pergaulan hidup sebagai iman. Pandangan ini pula mempunayi arti yang sangat besar bagi Etika. Allah menempatkan manusia dengan akal budi, daya cipta, tangan yang membangun, pandangan yang kritis. Supaya manusia di dalam hubungannya dengan Allah dan sesama manusia, di dalam menaklukkan binatang dan tenaga-tenaga udara, matahari dan bumi, di dalam menggambarkan bentuk-bentuk dan kehidupan dengan ukiran dan lukisan, di dalam menyelidiki segalah sesuatu dengan perantaraan bahasa, di dalam menyatakan getaran jiwa yang paling dalam dengan sini suara, pendeknya di dalam segalah hal, berbakti kepada Allah dan memuliakan-Nya, yang layak dipuji-puji untuk selama-lamanya. Karena itu yang harus menjadi salah satu pokok masalah Etika ialah: Apahkah yang kau perbuat dengan mandate yang diberikan Allah kepadamu, ketika Allah menjadikan engkau menurut gambar dan rupa-Nya? 4. Akhirnya dalam hubungan ini, masih harus ditekankan kenyataan, bahwah

Allah menciptakan manusia supaya manusia itu berbakti secara suka rela. Salah satu unsur yang terutama di dalam penciptaan manusia menurut gambar Allah ialah, bahwa Allah menempatkan manusia di persimpangan jalan untuk memilih; Allah memberikan kebebasan memilih kepadanya. Kedaulatan ilahi itu diserahkan kepada manusia secara suka rela di dalam kasih. Dan sekarang manusia mendapat panggilan untuk menjawab kasih ini secara suka rela dengan kasih balasan. Kasih itu barulah disebut kasih, jika diberikan

berdasarkan pilihan sendiri. Karena itu pergaulan Allah dengan manusia bersifat perjanjian (berith), dimana Allah bertindak tanpa paksa, tetapi dengan menasehati, member peringatan, meningkatkan dengan sangat serta mengajak, dan di mana manusia berbakti kepada Allah bukan karena paksaan dan kekerasan, tetapi dengan rela hati menurut kebebasan dengan kasih pula.

Kebebasan ini termasuk hakekat manusia dan karena itu termasuk inti Etika Kristen. Kepatuhan yang bebas, itulah sikap khusus yang di minta oleh Allah dari manusia. Kata kebebasan menyatakan panggilan yang pertama dan hak tertinggi yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Karena itu panggilan dan hak ini termaksud prinsip-prinsip pertama Etika Kristen. Bila kita memperhatikan selanjutnya tentang penciptaan manusia menurut Kitab Kejadian, maka kita akan mendapati bahwa walaupun manusia itu diciptakan sebagai makhluk yang terutama menusia itu tidak diciptakan sendirian. Dr. Abineno dalam buku Aku Percaya kepada Allah, halaman 30-31, menjelaskan: Manusia yang Allah ciptakan menurut gambar-Nya itu bukanlah makhluk tunggal. Ia tidak hidup sendirian di dunia. Ia hidup bersama-sama dengan manusia lain. Tanpa manusia lain ia tidak lengkap. Dan ia tidak mempunyai arti. Ia sepi: tidak ada orang yang menyapanya, tidak ada percakapan tidak ada pertemuan. Jadi juga: tidak ada sejarah dan tidak ada masa depan, sebab sejarah dan masa depannya hanya ada sebagai milik bersama dengan manusia lain. Karena itu Allah menciptakan sebagai manusia jamak: Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakannya mereka (ayat 27). Menurut ayat ini manusia tidak sama. Mereka berbeda. Tetapi perbedaan itu bukanlah kualitatif. Laki-laki tidak lebih mulia dari pada perempuan. Dan perempuan tidak lebih hina dari pada laki-laki. Keduanya sama. Keduanya adalah manusia yang diciptakan menurut gambar Allah. Mereka merupakan suatu dwitunggal: satu dwitunggal yang hidup bersama, yang bekerja sama dan yang bertanggung jawab seorang kepada yang lain. Perbedaan mereka ialah : yang seorang bereksistensi sebagai laki-laki dan yang lain bereksistensi sebagai perempuan. Maksud Allah dengan perbedaan ini ialah, supaya mereka saling membantu mengisi dan saling melengkapi. Kepada manusia, yang Allah ciptakan sebagai laki-laki dan perempuan, Iamenurut kejadian 1:26 (bnd ayat 28) berikan kuasa untuk memeritah makhlukmakhluk yang lain. Kuasa ini sering disalahtafsirkan dan dianggap sebagai kuasa yang mutlak. Anggapan ini tidak benar! Kedua ayat di atas dengan tegas mengatakan, bahwa kuasa, yang ada pada manusia, berasal dari Allah: Ia yang memberikannya

kepadanya. Karena itu karena kuasa yang ada pada manusia berasal dari Allah Ia tidak boleh memakainya secara sewenang-wenang. Tetapi sebaliknya: ia harus memakainya sesuai dengan kehendak Allah, yaitu sebagai kuasa yang melindungi, kuasa yang membebaskan, kuasa yang menyelamatkan. Atau juga baiklah kita memperhatikan apa yang di jelaskan Dr. Abineno, dalam Kesaksian Kejadian 1-11, halaman 19-21 tentang cerita penciptaan manusia dalam kejadian 1, sebagai berikut: Tentang penciptaan manusia sendiri kita membaca dalam ayat 27: Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakanNya dia; laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka. Yang pertama-tama yang dinyatakan dalam nas ini ialah, bahwa manusia diciptakan menurut gambar Allah. Itu berarti, bahwa Allah sebagai penciptaan dan manusia sebagai mahluk ada hubungannya atau relasi. Hubungan atau relasi itu, menurut lanjutan ayat 27, ialah hubungan atau relasi tanggung jawab. Allah berfirman (= memberikan tugas), manusia menjawab (= melakukan atau tidak melakukan tugas itu). Manusia bertanggung jawab atas apa yang ia katakana (= apa yang ia buat) sebagai jawaban. Tanggung jawan itu bukan hanya terbatas pada tanggung jawab kepada Allah, tetapi mencakup juga tanggung jawab terhadap sesamanya manusia dan terhadap makhlukmakhluk yang lain (ayat 28; bdn 2:15). Ini yang membedakan kita, manusia dengan makhluk-makhluk yang lain. Berdasarkan hubungan atau relasi tanggung jawab ini seperti, yang kita jelaskan di atas, kita sebut mahkota ciptaan. Artinya makhluk yang dimahkotai dengan kemulian. Tetapi kita hanya bereksistensi sebagai makhluk yang demikian, selama dan seberapa jauh kita menghormati hubungan atau relasi itu. Kalau kita memutuskannya, kita kehilangan kemuliaan kita dan merendahkan diri kita menjadi manusia yang tidak bertanggung jawab. Kedua: bahwa manusia dijadikan sebagai Laki-laki dan perempuan. Artinya keduanya tidak sama. Ada perbedaan jenis kelamin. Dalam seluruh ceritera penciptaan hal ini hanya dikatakan tentang manusia. Tentang binatang-binatang dan tumbuhtumbuhan tidak. Di situ perbedaan itu diterima tanpa penjelasan. Kitab suci seolah-

olah telah merasa cukup dengan pemberitahuan, bahwa tiap-tiap makhluk diciptakan menurut jenisnya. Hanya tentang manusia ia tidak berbuat demikian. Tentang manusia ia katakana: manusia, yang diciptakan menurut gambar Allah, ialah manusia yang dibedakan dalam dua jenis kelamin, yaitu sebagai laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan, seperti yang kita katakana di atas, tidak sama. Tetapi ketidak samaan itu bukanlah ketidaksamaan kualitatif. Laki-laki tidak lebih mulia daripada perempuan dan perempuan tidak lebih hina dari pada laki-laki. Keduanya sama derajatnya. Keduanya adalah manusia yang diciptakan menurut gambar Allah. Bedanya ialah, bahwa yang seorang bereksistensi sebagai laki-laki dan yang lainnya sebagai perempuan. Ketiga: bahwa manusia diciptakan sebagai suatu dwitunggal, Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia: laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Pada satu pihak manusia menurut ceritera penciptaan adalah makhluk tunggal(bdn , pada pihak lain ia adalah makhluk jamak (bdn mereka). Dengan perkataan lain, manusia adalah suatu dwitunggal yang hidup bersama, bekerja bersama, saling menolong, saling mengasihi dan saling melengkapi. Sesudah Allah menciptakan manusia, ia menurut ayat 28 memberkatinya (sama seperti yang ia buat dengan binatang-binatang di dalam air dan burung-burung di udara, bdn ayat 22). Kata Ibrani yang berarti : membuat menjadi subur(bdn Yes 65 :8) dan sering dihubungkan dengan peranakan (= perkembangbiakan). Selanjutnya Dr. Abinino menjelaskan tentang cerita penciptaan Kejadian 2 yang menjelaskan makna penciptaan manusia laki-laki dan manusia perempuan dalam kebersamaan, sebagai berikut (Kesaksian Kejadian 1-11, halaman 22-25): Sesudah manusia (= Adam) diciptakan oleh Allah, menyusul penciptaan perempuan (=Hawa). Ceritera penciptaan ini mulai dengan: Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja (ayat 18). Untuk pertama kali kita mendengar dalam Kitab Suci, bahwa ada sesuatu yang tidak baik. Dan sesuatu yang tidak baik itu ialah bahwa manusia itu sendiri saja. Hal itu tidak sesuai dengan ciptaan Allah. Ciptaan

Allah baru baik, artinya baru cocok dengan maksud dan tujuannya, kalau manusia itu tidak sendiri saja, tetapi bersama-sama dengan manusia lain: bersama-sama dengan sesamanya manusia. Ciptaan Allah membutuhkan laki-laki dan perempuan. Bukan laki-laki saja. Dan bukan perempuan saja. Tetapi kedua-duanya: laki-laki dan perempuan. Kitab suci tidak katakana: laki-laki yang bagaimana dan perempuan yang bagaimana. Ia hanya katakana: laki-laki bersama-sama perempuan. Kebersamaan ini penting, baik bagi laki-laki, maupun bagi perempuan. Karena itu janganlah kita membatasinya dengan rupa-rupa teori, seperti yang masih banyak terdapat dalam Gereja-gereja dan dalam masyarakat kita. Teori-teori seperti: laki-laki kuat dan intelegen. Atau: tugas laki-laki ialah ini (=bekerja dan berusaha) dan tugas perempuan ialah itu (=melahirkan dan mendidik anak-anak). Teori-teori itu adalah hasil ciptaan dunia dan kebudayaan kemarin, dan karena itu tidak cocok lagi untuk hari ini. Jadi: janganlah kita terus mempertahankan teori-teori itu. Hal itu bertentangan dengan hakikat dan panggilan manusia. Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadi penolong baginya, yang sepadan dengan dia. Yang dimaksudkan oleh nas ini dengan penolong, yang sepadan dengan dia ialah: kawan hidup (=komplemen, partner) yang tidak sama benar dengan laki-laki (=Adam), tetapi yang dijadikan begitu rupa, sehingga keduanya merupakan suatu yang lengkap, sesuatu yang komplit. Jadi penolong di sini tidak boleh diartikan sebagai pembantu: pembantu rumah tangga umpamanya. Yang dimaksud di sini ialah patner yang sama dengan dia. Atau seperti yang dikatakan oleh nas aslinya yang berhadapan dengan dia. Bukan yang sepadan dengan dia, seperti yang deiterjemahkan oleh LAI. Yang manusia butuhkann dalam hidupnya bukanlah seorang penolong atau pembantu yang serupa (=sepadan) dengan dia. Penolong atau pembantu yang demikian tidak banyak gunanya baginya. Yang ia butuhkan dalam hidupnya ialah seorang partner yang bisa bekerja sama dengan dia. Seorang partner, yang tidak selalu mempunyai pendapatan atau pandangan yang sama dengan dia, malahan yang kadang-kadang mungkin

bertentangan dengan dia, sehingga ia dapat membantunya untuk mengembangkan kemungkinan-kemungkinan yang Tuhan berikan kepadanya. Tentang penciptaan penolong ini kita membaca: lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tertidur Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk darupadanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang di ambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawahnya kepada manusia itu (ayat 21-22). Pertanyaan pertama yang kita hadapi dalam nas ini ialah: Apakah yang penulis maksudkan di situ dengan tidur nyenyak? Para ahli umumnya mempunyai pendapat yang sama: tidur begitu rupa, sehingga tidak mengetahui apa yang sama: tidur begitu rupa, sehingga tidak mengetahui apa yang sedang terjadi. Dalam konteks nas kita ungkapan ini tidur nyenyak barangkali dapat kita artikan sebagai mati. Adam yang dahulu Adam yang hanya sendiri saja itu- mati. Dan sebagai gantinya bangkit seorang Adam lain: seorang Adam baru sebagai sesama manusia dari perempuan yang dijadikan Allah dari rusuknya. Dari rusaknya. Apahkah yang dimaksudkan dengan itu? Dan bagaimanakah kita harus membayangkannya? Mungkin terjemahan para nabi Yahudi Tuhan Allah mengambil salah satu pihak dari padanya dapat membantu kita dalam hal ini. Menurut terjemahan ini manusia mempunyai dua pihak (= bagian). Dari kedua pihak (= bagian) itu Tuhan Allah menjadikan dua manusia: laki-laki dan perempuan. Adam yang dahulu tidak lengakap. Baru sekarang- bersama-sama dengan perempuan ia lengkap. Itu suatu surprise bagi manusia. Suatu kejutan. Hal itu nyata dari reaksinya. Ia bergembira dan berkata: Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki (ayat 23). Dalam bahasa puisi ia memberikan kepadanya nama isya: manusia perempuan. Manusia perempuan sebagai partner dari manusia laki-laki. Manusia perempuan yang tidak sama dengan laki-laki, tetapi yang dijadikan begitu rupa, sehingga keduanya dapat saling menolong: saling mengisi dan saling melengkapi. Hal ini pertama-tama terjadi dalam perkawinan. Perkawinan adalah tempat, di mana salinh pengenalan antara suami dan istri engkau tualng dari tulangku dan daging dari dagingku paling intensif juga terjadi dalam persekutuan-persekutuan

lain, di mana laki-laki dan perempuan hidup dan bekerja sama, seperti dalam pergaulan (yang baik dan intim), dalam studi, dalam pekerjaan, dan lain-lain. Hal ini harus manfaat daripadanya, kalau kepadanya cukup diberikan ruangan untuk hidup dan berkembang. Namun maksud penciptaan manusia oleh Allah ini tidak dimengerti oleh manusia sendiri. Kebebasan yang diberikan Allah disalahgunakan oleh manusia demi kepentingan pribadi. Dan karena itu manusia jatuh dalam dosa. Dalam kegiatan Belajar 2 nanti akan dibicarakan pokok kejatuhan dalam dosa.

Anda mungkin juga menyukai