Anda di halaman 1dari 6

Pakan yang diberikan pada induk yaitu pakan yang mengandung protein yang tinggi.

Protein pada induk ikan digunakan untuk pembentukan telur (Natamiharja, 2006). Gunasekera (1996) menyatakan bahwa sebelum ikan membentuk telur maka terlebih dahulu harus tersedia cadangan berupa protein dalam tubuh untuk kemudian digunakan untuk pembentukan telur. Sehingga ketika ikan mengkonsumsi pakan dengan kadar protein yang lebih sedikit dari kebutuhannya, energy yang ada disalurkan untuk membetuk telur tidak mencukupi sehingga jumlah telur yang dihasilkan menjadi lebih sedikit (..)

Pakan alami sangat dibutuhkan untuk pengembangan ikan secara menyeluruh, terutama pada saat atau menjelang pemijahan (Axelrod, 1983), karena kebutuhan akan asam amino esensial dan asam lemak esensial dapat dipenuhi oleh pakan alami.

Lemak dalam pakan mempunyai peranan yang penting sebagai sumber tenaga setelah protein (..). komponen-komponen lemak yang penting dalam proses reproduksi dan pematangan telur adalah steroid dan asam lemak esensial () Steroid adalah pembentuk hormone-hormon reproduksi sedangkan asam lemak esensial yang diduga selain sebagai komponen pembentuk membrane sel juga terlibat dalam pembentukan sel-sel baru yang sangat penting dalam reproduksi (Middleditch, 1979; Middleditch, 1980; Mc. Vey dalam Satyani, dkk, 1986)

Pembuahan telur Pembuahan adalah proses penggabungan gamet jantan dan betina untuk membentuk zigot (Sumantadinata, 1983). Puncak dari proses pembuahan tersebut adalah bergabungnya inti (nucleus) kedua gamet. Pembuahan pada umumnya akan terjadi segera setelah telur dikeluarkan dari tubuh ikan dan apabila ada spermatozoa yang masuk ke dalam mikrofil telur. Spermatozoa bergerak untuk membuahi telur dengan menggunakan ekornya. Keberhasilan pembuahan bergantung pada kepada kemampuan spermatozoa untuk melewati mikrofil telur untuk mengadakan pembuahan. Kemampuan ini ditentukan oleh diameter kepala

spermatozoa yang harus sesuai dengan ukuran diameter mikrofil, panjang ekor spermatozoa yang menentukan keaktifan spermatozoa dan kesehatan spermatozoa itu sendiri (Ginzburg, 1972). Proses masuknya spermatozoa ke dalam mikrofil hanya berlangsung sekitar 45-60 detik, kemudian mikrofil menutup kembali (Woynarovich dan Horvath, 1980). Umumnya telur-telur ikan yang dibuahi akan berwarna jernih, sedangkan telur yang tidak dibuahi akan berwarna keruh (Hardjamulia, 1988). Menurut Lagler dkk. (1977) setelah pembuahan perkembangan telur terus berlangsung dan selanjutnya terjadi penggandaan (Cleavage), blastulasi, gastrulasi, organogenesis dan penetasan telur. Penetasan telur terjadi denganc ara pelunakan chorion oleh suatu enzim yang disekresikan oleh larva (Blaxter, 1969 dalam utami, 1992). Selain itu, penetasan juga dapat disebabkanoleh gerakangerakan larva akibat peningkatan suhu, intensitas cahaya, dan atau pengurangan tekanan oksigen. Selanjutnya menurut Baliansky (1948 dalam Hardjamulia, 1988) peristiwa penetasan terjadi apabila embrio telah menjadi lebih panjang daripada lingkaran kuning telur dan telah terbentuk sirip perut.

Kuantitas dan Kualitas Telur Patin(??) Menurut Woynarovich dan Horvath (1980) sifat adhesive pada telur disebabkan oleh karena adanya lapisan glukoprotein atau senyawa gula dan protein yang terdapat pada permukaan telur. Menurut Hoda dan Tsukahara (1971 dalam Utami, 1992) sifat melekat ini dikarenakan adanya lender koloidal. Hardjamulia, 1979 dalam Utami, 1992) menyatakan bahwa melekatnya telur tersebut bukan karena lender koloidal melainkan karena adanya zat globulin. Fekunditas atau jumlah telur yang dikeluarkan oleh induk sangat dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas makanan dan sangat sedikit sekali dipengaruhi oleh factor genetis (Purdom, 1979 dalam Hardjamulia, 1988). Fekunditas yang rendah dapat disebabkan oleh keadaan lingkungan yang kurang baik, misalnya kadar oksigen yang rendah, jumlah dan kualitas makanan yang tidak memenuhi persyaratan. Defisiensi nutrient esensial terutama asam amini, vitamin dan mineral,

menyebabkan perkembangan telur terhambat dan akhirnya dapat menyebabkan terjadinya kegagalan ovulasi (Woynarovitch dan Horvarth, 1980). Peningkatan kualitas telur adalah peningkatan dalam kelangsungan hidup telur, ukuran telur dan derajat penetasan. Ukuran telur mempunyai peranan terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan post larva yang dihasilkan. Telur yang berukuran besar menghasilkan larva yang berukuran besar, laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang tinggi (Kirpichnikov, 1970 dalam Hardjamulia, 1988). Kualitas telur merupakan refleksi dari komposisi kimia kuning telur yang dipengaruhi oleh keadaan nutrisi pakan dan kondisi induk (Nosho dan Reay, 1984 dalam Hardjamulia, 1988).

Kematangan Gonad Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan (Effendi, 1997). Selama itu sebagian besar hasil metabolism tertuju kepada perkembangan gonad. Dalam tiap-tiap telur terdapat proses yang dinamakan vitellogenesis yaitu terjadinya pengendapan kuning telur pada tiap-tiap individu telur. Pada proses ini kebutuhan protein untuk induk relative tinggi karena pada saat proses vitellogenesis terjadi sintesis protein spesifik yang diakumulasikan dalam sel telur (Bromage dan Robert, 1995). Dasar yang digunakan untuk menentukan tingkat kematangan gonad dengan cara morfologi adalah bentuk, ukuran panjang dan berat, warna dan perkembangan isi gonad yang dapat dilihat. Perkembangan gonad ikan betina lebih banyak diamati dari pada ikan jantan, karena perkembangan diameter telur terdapat dalam gonad lebih mudah dilihat daripada sperma yang terdapat di dalam testes. Tingkat kematangan gonad menurut Kesteven (Bagenal dan Braum, 1968 dalam Effendi, 1997) adalah sebagai berikut: I. Dara

Organ seksual sangat kecil dengan letak berdekatan dibawah tulang punggung. Testis dan ovarium transparan, dari tidak berwarna sampai berwarna abu-abu. Telur tidak terlihat oleh dengan mata biasa. II. Dara berkembang Testis dan ovarium berwarna jernih, abu-abu merah. Panjang setengah atau lebih sedikit dari panjang rongga bawah. Telur satu persatu dapat terlihat dengan kaca pembesar III. Perkembangan I Testis dan ovarium bentuknya bulat telur, berwarna kemerah-merahan dengan pembuluh kapiler. Gonad mengisi kira-kira setengah ruang ke bawah. Telur dapat terlihat seperti serbuk putih. IV. Perkembangan II Testis berwarna putih kemerah-merahan. Tidak ada sperma kalau bagian perut ditekan. Ovarium berwarna oranye kemerah-merahan. Telur jelas dapat dibedakan, bentuknya bulat telur. Ovarium mengisi kira-kira dua pertiga ruang bawah. V. Bunting Organ seksual mengisi ruang bawah. Testis berwarna putih, keluar tetesan sperma kalau ditekan perutnya. Telur bentuknya bulat, beberapa daripadanya jernih dan masak. VI. Mijah Telur dan sperma keluar dengan sedikit tekanan ke perut. Kebanyakan telur berwarna jernih dengan beberapa yang berbentukbulat telur tinggal di dalam ovarium. VII. Mijah/ Salin Gonad belum kosong sama sekali. Tidak ada telur yang bulat telur VIII. Salin Testis dan ovarium kosong dan berwarna merah. Beberapa telur sedang ada dalam keadaan dihisap kembali. IX. Putih salin Testis dan ovarium berwarna jernih, abu-abu sampai merah.

Fekunditas Fekunditas ikan adalah jumlah telur yang dikeluarkan pada saat pemijahan (Sutisna dan Sutarmanto, 1995). Fekunditas ini sangat mempengaruhi terhadap jumlah anak ikan yang dihasilkan oleh induk yang dipijahkan. Pada umumnya fekunditas berhubungan erat dengan berat badan, panjang badan, umur, ukuran telur dan cara penjagaan (Parental care). Ikan yang mempunyai kebiasaan tidak menjaga telur-telurnya setelah memijah, biasanya mempunyai fekunditas yang tinggi. Demikian juga semakin kecil ukuran telur, maka semakin besar fekunditasnya (Satyani, 2003). Dalam pengelolaan induk selain ukuran dan umur, kualitas pakan juga sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas telur (Bromage dan Robert, 1995). Kandungan protein, lemak, maupun vitamin menurut Bromage dan Robert (1995), selain mempengaruhi pertumbuhan juga akan berpengaruh besar terhadap kapasitas produksi ikan antara lain jumlah dan kualitas telur serta produksi larva.

Penetasan Telur Penetasan telur merupakan saat terakhir masa pengeraman sebagai hasil beberapa proses sehingga embrio keluar dari cangkangnya. Pada saat akan terjadi penetasan, kekerasan chorion semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh adanya enzim dan unsure lainnya yang dikeluarkan oleh kelenjar endodermal di daerah pharynx (Utami, 1992). Enzim ini dinamakan chorionase yang terdiri dari pseudokeratine yang bersifat mereduksi chorion menjadi lembek (Bromage dan Robert, 1995). Pada waktu akan terjadi penetasan, embrio sering mengubah posisinya karena kekurangan ruang di dalam cangkang, peningkatan suhu, intensitas cahaya dan atau pengurangan tekanan oksigen (Bromage dan Robert, 1995). Dengan pergerakan-pergerakan tersebut, bagian cangkang telur yang telah lembek akan pecah. Selanjutnya menurut Hardjamuia (1988) peristiwa penetasan terjadi apabila embrio telah menjadi lebih panjang daripada lingkaran kuning telur dan telah terbentuk sirip perut. Biasanya pada bagian cangkang yang pecah ujung ekor

embrio dikeluarkan terlebih dahulu sambil digerakkan dan kepala dikeluarkan terakhir

Kualitas Air Oksigen terlarut sangat berpengaruh terhadap penetasan telur. Selama masa inkubasi, telur ikan membutuhkan kadar oksigen terlarut yang tinggi (Subroto, 1986). Kadar oksigen terlarut dalam wadah penetasan selama masa inkubasi disarankan lebih dari 4 mg L-1 (Nash dan Shehadeh, 1980). Masa inkubasi telur selain dipengaruhi oleh kualitas telurnya, juga sangat dipengaruhi oleh factor suhu (Giri, Priyono dan Tridjoko, 1986). Suhu optimal untuk penetasan telur untuk penetasan telur ikan patin adalah, suhu di atas 300C dapat bersifat letal (Lovshin, 1981, dalam Saint Paul, 1983). Selama proses penetasan, telur-telur akan mengeluarkan gas

karbondioksida. Gas tersebut apabila terakumulasi dapat menjadi racun bagi embrio ikan. Kandungan karbondioksida selama inkubasi disarankan kurang dari 3,36 mg L-1 (Woynarovich dan Horvath, 1980). Sisa metabolism telur dan larva selain karbondioksida juga ammonia. Kadar ammonia yang tinggi, sangat berbahaya bagi embrio ikan. Kandungan ammonia yang dianjurkan selama masa inkubasi telur adalah tidak lebih dari 0,038 mgL-1 (Woynarovich dan Horvath, 1980). Nilai derajat penetasan atau pH di media budidaya juga berpengaruh terhadap proses penetasan telur. Hoar dan Randall (1969) menyatakan bahwa kerja enzim penetasan yang optimal adalah pada perairan yang bersifat basa dengan kisaran pH antara 7,9-9,6.

Anda mungkin juga menyukai