Anda di halaman 1dari 6

TINJAUAN PUSTAKA

Keragaman dan Keanekaragaman Serangga Indeks Keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan kelimpahan species dalam komunitas. Keanekaragaman species terdiri dari 2 komponen yakni : 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies 2. Kesamaan spesies. Kesamaan menunjukkan bagaimana kelimpahan species itu (yaitu jumlah individu, biomass, penutup tanah, dsb) tersebar antara banyak species itu. (Anonimous, 2008). Serangga ditemukan hampir di semua ekosistem. Semakin banyak tempat dengan berbagai ekosistem maka terdapat jenis serangga yang beragam. Serangga yang berperan sebagai pemakan tanaman disebut hama, tetapi tidak semua serangga berbahaya bagi tanaman. Ada juga serangga berguna seperti serangga penyerbuk, pemakan bangkai, predator dan parasitoid. Untung (1996) berpendapat bahwa setiap serangga mempunyai sebaran khas yang dipengaruhi oleh biologi serangga, habitat dan kepadatan populasi. Keragaman jenis adalah sifat komunitas yang memperlihatkan tingkat keanekaragaman jenis organisme yang ada didalamnya. Untuk memperoleh keragaman jenis cukup diperlukan kemampuan mengenal atau membedakan jenis meskipun tidak dapat mengidentifikasi jenis hama (Krebs, 1978). Pengukuran keragaman secara sederhana dapat dilakukan dengan menghitung jumlah jenis dalam habitat atau komunitas yang diteliti. Pengukuran

Universitas Sumatera Utara

keragaman jenis saja kurang sesuai karena jenis yang melimpah dengan jenis yang jarang dilakukan perhitungkan yang sama (Odum, 1971) Di ekosistem alamiah, keragaman jenis sangat tinggi yang berarti dalam setiap kesatuan ruang terdapat flora dan fauna beragam. Sedangkan keragaman didalam agroekosistem yang ditanami beberapa spesies tanaman relatif rendah, misalnya padi sebagai tanaman utama (Oka, 1995). Tingkat keanekaragaman pertanaman mempengaruhi timbulnya masalah hama. Sistem pertanaman yang beraneka ragam berpengaruh kepada populasi spesies-spesies herbivora atau hama (Oka, 1995). Besarnya nilai kerapatan mutlak (KM) menunjukkan banyaknya jumlah dan jenis serangga yang terdapat dalam habitat. Frekuensi mutlak (FM) menunjukkan jumlah individu serangga tertentu yang ditemukan pada habitat yang dinyatakan secara mutlak. Sedangkan frekuensi relatif (FR) menunjukkan keseringhadiran suatu jenis serangga pada habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut (Suin, 1997).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keanekaragaman Serangga Menurut Krebs (1978) ada 6 faktor yang saling berkait menentukan derajat naik turunnya keanekaragaman jenis, yaitu : 1. Waktu. Keragaman komunitas bertambah sejalan dengan waktu, berarti komunitas tua yang sudah lama berkembang, lebih banyak terdapat organisme dari pada komunitas muda yang belum berkembang. Dalam ekologi, waktu dapat berjalan lebih pendek atau hanya sampai puluhan generasi. Skala ekologis

Universitas Sumatera Utara

mencakup keadaan dimana jenis tertentu dapat bertahan dalam lingkungan tetapi belum cukup waktu untuk menyebar sampai ketempat tersebut. Keragaman jenis suatu komunitas bergantung pada kecepatan penambahan jenis melalui evolusi tetapi bergantung pula pada kecepatan hilang jenis melalui kepenuhan dan emigrasi. 2. Heterogenitas ruang. Semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin kompleks komunitas flora dan fauna di tempat tersebut dan semakin tinggi keragaman jenisnya. Faktor heterogenitas berlaku pada skala makro maupun mikro. 3. Kompetisi. Terjadi apabila sejumlah organisme (dari spesies yang sama atau yang berbeda) menggunakan sumber yang sama ketersediaannya kurang, atau walaupun ketersediaan sumber tersebut cukup namun persaingan tetap terjadi juga bila organisme-organisme itu memanfaatkan sumber tersebut, yang satu menyerang yang lain atau sebaliknya. 4. Pemangsaan. Pemangsaan yang mempertahankan komunitas populasi dari jenis bersaing yang berbeda dibawah daya dukung masing-masing selalu memperbesar kemungkinan hidup berdampingan sehingga mempertinggi keragaman, apabila intensitas dari pemengsaan terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menurunkan keragaman jenis. 5. Kestabilan iklim. Makin stabil keadaan suhu, kelembaban, salinitas, pH dalam suatu lingkungan yang stabil lebih memungkinkan keberlangsungan evolusi.

Universitas Sumatera Utara

6.

Produktifitas merupakan syarat mutlak untuk keanekaragaman yang tinggi. Keenam faktor ini saling berinteraksi untuk menetapkan keanekaragaman

jenis dalam komunitas yang berbeda. Keanekaragaman spesies sangatlah penting dalam menetukan batas kerusakan yang dilakukan terhadap sistem alam akibat turut campur tangan manusia (Michael, 1995). Dalam keadaan ekosistem yang stabil, populasi suatu jenis organisme selalu dalam keadaan keseimbangan dengan populasi organisme lainnya dalam komunitasnya. Keseimbangan ini terjadi karena adanya mekanisme pengendalian yang bekerja secara umpan balik negatif yang berjalan pada tingkat antar spesies (persaingan, predasi) dan tingkat inter spesies (persaingan, teritorial)

(Untung, 1996).

Ledakan Populasi Serangga Menurut Harahap (1994) di dalam ekosistem alami populasi suatu jenis serangga atau hewan pemakan tumbuhan tidak pernah eksplosif (meledak) karena banyak faktor pengendaliannya baik yang bersifat biotic maupun abiotik. Dengan demikian dalam ekosistem alami serangga tidak berstatus sebagai hama. Di dalam ekosistem pertanian faktor pengendali tersebut sudah banyak berkurang sehingga kadang-kadang populasinya meledak dan menjadi hama. Serangga fitofag dapat berubah status dari non hama menjadi hama atau dari hama penting menjadi hama tidak penting karena : 1. Perubahan lingkungan atau cara budidaya 2. Perpindahan tempat

Universitas Sumatera Utara

3. Perubahan pandangan manusia 4. Aplikasi insektisida yang tidak bijaksana. Keragaman tanaman yang terbatas pada agoekosistem mendorong serangga monofag berkembang pesat akibat ketersediaan makanan untuk pertumbuhan dan perkembangannya semakin berkurang (Untung, 1996). Secara umum, Pimentel (1986) menjelaskan bahwa pertanaman beragam berpengaruh terhadap populasi hama. Spesies-spesies yang monofag cenderung menurun pada pertanaman keragaman tinggi, sedang spesies polifag meningkat demikian juga dengan predator. Teknik-teknik penganekaragaman pertanaman berpotensi untuk menurunkan hama. Heddy, dan Kurniaty (1996) menyatakan bahwa predasi merupakan contoh interaksi antara dua populasi yang mempunyai efek negatif pada pertumbuhan dan kehidupan pada salah satu populasi. Pemusnahan dapat terjadi pada ekosistem yang baru dan belum mantap, misalnya ada perubahan yang mendadak karena ulah manusia, ini dapat menjurus ke arah masalah epidemik (wabah). Ekosistem pertanian yang dinamis dan kurang stabil memberikan pengaruh terhadap sruktur dan fungsi arthropoda yang ada di dalamnya. Keadaan ekosistem pertanian yang lebih sederhana menurut Sosromarsono (1981) dapat menyebabkan satu atau lebih organisme pemakan tumbuhan menjadi hama dari tanaman yang dibudidayakan. Perubaha status dari bukan hama menjadi hama disebabkan karena berlimpahnya tanaman makanan. Untung dan Sudarmono (1997) mengatakan akan terjadi dominasi suatu jenis organisme terhadap organisme lainnya yang disebabkan karena di dalam ekosistem banyak

Universitas Sumatera Utara

mekanisme alam yang bekerja secara efektif dan efisien. Kondisis ekologi yang ada berpengaruh terhadap kehadiran organisme (Trisawa dkk, 2005). Peledakan populasi dapat terjadi jika suatu spesies dimasukkan ke dalam suatu daerah yang baru, dimana terdapat sumber-sumber yang belum dieksploitir oleh manusia dan tidak ada interaksi negatif (misalnya predator, parasit), dimana sebenarnya predator dan parasit memainkan peranan dalam menahan peledakan populasi dan memang menekan laju pertumbuhan populasi

(Heddy dan Kurniaty 1996). Oka (1995) menyebutkan bahwa agroekosistem yang menanam satu jenis atau monokultur mengakibatkan keseimbangan lingkungan yang agak rapuh.yang dapat mengakibatkan terjadinya wabah. Dalam ekosistem alami dengan jenis keragaman tinggi setiap spesies mampu menyesuaikan diri membentuk keseimbangan yang lebih stabil sehingga tidak terjadi wabah.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai