Anda di halaman 1dari 8

TREND PERKEMBANGAN NARKOTIKA DI INDONESIA

Posted on Januari 4, 2011 by ferli1982 I. PENDAHULUAN Letak geografis negara Republik Indonesia sebagaimana tergambar di dalam peta dunia terbentang di antara dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia serta dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik yang keduanya memiliki posisi silang yang sangat strategis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Indonesia mempunyai kedudukan penting ditengah-tengah lalu lintas dunia international. Namun demikian, permasalahan letak dan kedudukan ini pada kenyataanya dapat memberikan dampak negatif maupun dampak positif. Peredaran gelap narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya adalah salah satu bentuk dampak negatif dari keberadaan Indonesia pada posisi geografisnya. Hal ini termasuk kondisi kehidupan sosial dan budaya serta situasi global yang diiringi kemajuan jaman dengan teknologinya. Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan bahan berbahaya lainnya merupakan suatu kajian yang menjadi masalah dalam lingkup nasional maupun secara internasional. Pada kenyataanya, kejahatan narkotika memang telah menjadi sebuah kejahatan transnasional yang dilakukan oleh kelompok kejahatan terorganisir (organized crime). Masalah ini melibatkan sebuah sistem kompleks yang berpengaruh secara global dan akan berkaitan erat dengan Ketahanan Nasional sebuah bangsa. Baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam perkembangannya hingga saat ini penyalahgunaan penggunaan narkoba tersebar secara luas pada berbagai jenjang usia dan berbagai lapisan masyarakat. Mulai dari jenjang usia muda hingga tua, kelas ekonomi bawah sampai dengan menengah ke atas. Namun yang patut mendapat perhatian lebih adalah adanya kecenderungan peningkatan angka yang signifikan pada lapis usia produktif. Pada kancah dunia Internasional, diakui oleh beberapa negara bahwa penanggulangan dan pemberantasan bahaya kejahatan Narkotika dan obat-obatan lainnya ini bukanklah sebuah pekerjaan yang mudah. Banyak negara yang cukup kesulitan bahkan nyaris kewalahan dalam menangani tindak kejahatan Narkotika ini. Dalam lingkup Asia Tenggara sendiri, negara-negara yang tergabung dalam ASEAN telah menunjukkan sikap yang sama dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, dengan merumuskan kesepakatan untuk mempercepat menjadikan Asean bebas narkoba. Untuk mencapai hal tersebut, oleh ACCORD (Asean and China Cooperative Operations in Response to Dangerous Drugs), telah disusun empat pilar sebagai pokok kegiatan sebagai berikut : 1. Secara proaktif membangkitkan kesadaran dan mendorong peran masyarakat dalam menangkal penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. 2. Membangun kesepakatan bersama dan bertukar pengalaman terbaik dalam upaya pencegahan. 3. Mempertegas penegakan hukum dan peraturan melalui kerjasama yang lebih baik dalam pengawasan dan peningkatan kerjasama aparat penegak hukum, serta peninjauan pembuatan undang-undang yang berlaku. 4. Menghapus persediaan narkotika gelap dengan mendorong program-program pengembangan alternatif dalam membasmi penanaman gelap narkotika. Di Indonesia sendiri, trend perkembangan penyalahgunaan Narkotika dan obat-obatan terlarang semakin hari semakin marak dan menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Makin

meningkatnya penyalahgunaan obat-obat (terlarang) oleh sementara generasi muda dan kalangan remaja khususnya, semakin mencemaskan mengingat intensitas penyalahgunaan obat akhir-akhir ini selain makin marak, juga makin meluas sehingga dapat membahayakan. Kita sangat mengharapkan operasi pembersihan secara besar-besaran terhadap penyalahgunaan obat yang akan dilancarkan, baik oleh inisiatif berbagai kalangan masyarakat maupun oleh kepolisian dewasa ini, akan mencapai hasil optimal, paling tidak dapat membatasi meluasnya penyalahgunaannya. Berbagai upaya baik berupa pencegahan, pemberantasan maupun penanggulangan permasalahan peredaran gelap Narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya telah dilakukan oleh segenap elemen bangsa ini. Sebut saja upaya pembaharuan undang-undang tentang Narkotika dari UU Nomor 22 tahun 1997 menjadi UU Nomor 35 tahun 2009. Undangundang terbaru itu diyakini dapat memberikan efek jera yang diiringi harapan semakin berkurangnya jumlah penyalahgunaan Narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya di Indonesia. Pelaksanaan upaya pencegahan juga telah dilakukan baik oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) ditingkat pusat sampai dengan Kabupaten melalui upaya-upaya penyuluhan dan sosialisasi tentang bahaya narkoba serta langkah-langkah penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dibantu instansi-instansi terkait lainnya. Berbagai pabrik-pabrik yang memproduksi Narkotika berhasil di ungkap oleh petugas, namun tetap saja bahaya kejahatan ini menjadi sebuah permasalahan yang harus diwaspadai oleh masyarakat. Peredaran gelap Narkotika dan obat-obatan terlarang ini telah menjadi sebuah bisnis besar yang menghasilkan keuntungan besar bagi para pelaku kejahatan tersebut. Namun dibalik hal itu, ancaman yang diberikan dari penyalahgunaan Narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya ini sungguh teramat berbahaya. Masalah ini bukanlah permasalahan yang harus di atasi oleh pemerintah dan aparatnya, melainkan menjadi sebuah permasalahan yang harus di atasi oleh keseluruhan masyarakat beserta elemen-elemen pendukungnya. Melihat trend perkembangan peredaran dan penyalahgunaan Narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya saat ini, adalah suatu hal yang mustahil di berantas dan ditanggulangi apabila kita hanya mengandalakan peran pemerintah dan instansi terkait termasuk Kepolisian semata. II. PEMBAHASAN Dalam bagian pembahasan mengenai trend perkembangan kejahatan Narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya ini, kami mencoba melakukan uraian mengenai trend peningkatan kejahatan Narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya selama ini di Indonesia, perkembangan modus operandi kejahatan Narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya di Indonesia dan upaya pencegahan serta pemberantasan melalui penegakan hukum di Indonesia serta pembaharuan dalam UU Narkotika. a. Trend Peningkatan Kejahatan Narkoba di Indoensia Kejahatan Narkoba di Indonesia memang cukup memprihatinkan, Indonesia saat ini bukan hanya sekedar negara yang menjadi konsumen dari kejahatan ini, dimana sebelumnya Indonesia hanyalah sebuah negara yang menjadi tempat pemasaran dari kejahatan Narkoba ini,namun saat ini Indonesia sudah menjadi salah satu negara produksi bagi Narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya. Selama tahun 2009 saja, tercatat beberapa rumah produksi Narkoba dengan omset penjualan hingga milyaran rupiah berhasil dibekuk petugas Kepolisian, seperti yang terjadi pada pabrik Cimanggis Depok pada Febuari 2009 dan pabrik Daan Mogot pada Mei 2009. Trend peningkatan kejahatan Narkoba bisa terlihat dengan semakin bertambahnya jumlah kasus yang dilaporkan serta jumlah tersangka yang terlibat, baik sebagai pengguna maupun sebagai pengedar narkoba. Dari data statistika yang dimiliki oleh Badan Narkotika Nasional (BNN),

peredaran shabu (methamphetamine) terus meningkat sejak tahun 2006, hal tersebut digambarkan dari bertambahnya jumlah kasus dan tersangka jenis shabu dan mencapai level tertinggi pada tahun 2009 (10.742 kasus dan 10.183 tersangka). Demikian pula dengan jumlah penyitaan shabu oleh Ditjen Bea dan Cukai tahun 2009 juga menunjukkan adanya peningkatan . Hasil survey BNN tahun 2009 menyimpulkan bahwa prevalensi penyalahgunaan narkoba dikalangan pelajar dan mahasiswa adalah 4,7% atau sekitar 921.695 orang. Jumlah tersebut sebanyak 61% menggunakan narkoba jenis analgesik, dan 39% menggunakan jenis ganja, amphetamine, ekstasi dan lem . Data mengenai trend perkembangan kasus Narkoba diatas menunjukkan kepada kita mengenai peningkatan jumlah kasus penyalahgunaan Narkoba di Indonesia yang nyaris tidak pernah menunjukkan adanya penurunan untuk semua jenis Narkoba. Bahkan sejak medio 20032009,kenaikan jumlah kasus Narkoba berdasarkan penggolongan Narkoba naik sekitar 30,52%. Peningkatan ini tentu saja menunjukkan adanya trend perkembangan penyalahgunaan yang semakin menjadi-jadi di Indonesia. Angka peningkatan kasus kejahatan Narkoba ini tentu saja diiringi dengan angka peningkatan barang bukti yang berhasil di sita oleh aparat berwajib. Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat IV/TP Narkoba dan KT Bareskrim Polri pada Maret 2010, dapat dilihat jumlah barang bukti kasus narkoba yang berhasil disita pada periode 2003-2009 sebagai berikut: 1) Untuk jenis Narkotika, daun ganja merupakan bahan yang paling sering disalahgunakan, dan selama 6 (enam) tahun terakhir (2003-2008) menunjukkan peningkatan yang sangat tajam yaitu hampir 5 kali lipat, sedangkan tahun 2009 mengalami penurunan. 2) Namun hal menarik adalah jenis kokain, terjadi penurunan sangat tajam bila dibandingkan dengan tahun 2003 (6 tahun lalu),dengan tingkat penurunan yang sangat tajam hampir setiap tahunnya. 3) Untuk jenis psikotropika (Narkotika Gol I dan II) ekstasi dan shabu tahun 2009 mengalami penurunan yang cukup tajam. 4) Sedangkan bahan adiktif lainnya tahun 2009 mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Data selanjutnya yang juga cukup memberikan fakta yang menunjukkan semakin naikknya trend penggunaan/penyalahgunaan Narkoba di Indonesia adalah mengenai jumlah Laboratorium Gelap Narkoba yang berhasil diungkap baik dari pihak BNN maupun dari pihak Kepolisian. Hal ini benar-benar menunjukan bahwa Indonesia bukan sekedar negara tempat pemasaran semata namun juga telah menjadi negara yang mampu memproduksi sendiri Narkoba, tentu hal ini bukanlah sebuah peningkatan yang patut dibanggakan. Data tersebut membagi jenis laboratorium gelap tersebut menjadi dua yaitu dalam skala besar dan skala kecil. Skala besar berarti produksi dari Narkoba yang dihasilkan dengan menggunakan peralatan canggih dan kapasitas produksinya cukup besar, sedangkan laboratorium gelap skala kecil berarti produksinya menggunakan peralatan yang tradisional dan kapasitas produksinya dapat dikatakan rendah. Diantara pabrik-pabrik yang telah berhasil digulung oleh aparat yang berwenang ada beberapa kasus pengungkapan pabrik yang harus kita cermati karena merupakan salah satu pabrik besar dengan produksi yang tinggi serta melibatkan warga negara asing dan diduga memiliki keterlibatan dengan jaringan kejahatan terorganisir dalam skala Internasional, kasus-kasus tersebut diantaranya adalah : 1) Pengungkapan pabrik shabu disalah satu Apartemen di Jakarta Utara dengan 2 (dua) lokasi,

pengungkapan terhadap home industry/clandestein lab ini dilakukan oleh Satgas Narkoba Dit IV/TP Narkoba dan KT Bareskrim Polri pada tanggal 14 Januari 2009 dengan tersangka 1 (satu ) orang tertangkap dan 4 (empat) orang lainnya masih buron hingga sekarang. Barang bukti yang berhasil diamankan oleh petugas adalah sebanyak : - Peralatan pembuat / produksi shabu - 17 kg shabu - 31.199 tablet ekstasi siap edar - 3 kg Ketamin - 25 tablet erimin happy five 2) Pengkapan 2 (dua) warga negara asing pengedar shabu sebanyak 6 kg, pengungkapan ini dilakukan oleh tim Satgas Narkoba Dit IV/TP Narkoba dan KT Bareskrim Polri pada tanggal 19 Oktober 2009 di Apartemen Park Royale Tower 1 (satu) kamar No.0331 lantai III. Kedua warga negara asing tersebut diduga merupakan bagian dari jaringan Bulan Sabit yang beroperasi di Asia Pasific. 3) Pengkapan sindikat jaringan Malaysia-Indonesia di Medan pada tanggal 22 Juni 2009 oleh Satgas Narkotika Polda Sumut. Tersangka yang ditangkap berjumlah 2 (dua) orang dengan barang bukti yang berhasil disita petugas sebanyak 4.038 tablet ekstasi dan 1 kg shabu. Berbagai data statistik di atas merupakan bukti peningkatan trend penyalahgunaan Narkoba di Indonesia ditinjau dari banyaknya jumlah kasus yang terungkap, jumlah barang bukti yang berhasil disita serta jumlah pabrik produksi yang berhasil diungkap selama 2003-2009. Perkembangan kejahatan Narkotika dan bahan adiktif ini hendaknya menjadi sebuah pembelajaran dan membuat negara kita menjadi lebih waspada terhadap perkembangannya. Tekad dan tujuan kita untuk mewujudkan Indonesia bebas Narkoba 2015 akan sulit terwujud apabila hal itu tidak diantisipasi dengan bantuan semua pihak. b. Perkembangan Modus Operandi Kejahatan Trend perkembangan modus operandi kejahatan Narkoba di Indonesia juga mengalami perkembangan menarik yang perlu kita perhatikan bersama. Pada mulanya, perkembangan kejahatan narkoba ini dilakukan dengan modus operandi tradisional yaitu dari penjual kepada pembeli layaknya proses transaksi barang dagangan lainnya. Akan tetapi seiring dengan kemajuan jaman dan teknologi, modus operandi tersebut berkembangan menjadi sebuah jaringan dengan sistem komunikasi terputus. Hal ini menyebabkan antara penjual maupun pembeli Narkoba tidak bertemu sama sekali atau bahkan nyaris tidak saling mengenal antara satu dengan yang lain. Begitu pula dengan modus operandi produksi narkoba, dimana antara pemilik dana dengan orang-orang yang terlibat dalam proses produksi (peracik bahan, penyedia bahan mentah, pengemas dan kurir distributor barang) memiliki pola yang semakin sulit diantisipasi oleh petugas di lapangan. Dengan adanya modus baru ini tentu saja semakin menyulitkan peranan petugas dalam mengungkap dan memberantas kejahatan Narkoba dari Indonesia. 1) Dengan metode penjualan Face to face transaction. Antara penjual dan pihak pembeli melakukan transaksi dengan cara bertemu muka secara langsung. Pada umumnya metode ini dilakukan oleh pihak penjual yang benar-benar mengenal dan mempercayai calon pembeli atau dengan kata lain pembeli merupakan orang yang sudah sangat sering membeli (bertransaksi) dari si penjual tersebut. Metode ini dapat dilakukan di rumah pembeli ataupun di tempat-tempat lain yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak. 2) Dengan metode penjualan sistem transfer Pembeli akan menghubungi operator, dimana sang operator adalah orang yang menjualkan Narkotika dan Psikotropika yang bukan miliknya kepada konsumen akhir. Setelah terjadi

pemesanan dari pembeli kepada operator, pembeli akan mentransfer uang ke rekening yang telah ditentukan oleh operator, selanjutnya operator akan menghubungi pemilik barang. Pemilik barang akan mengutus kurir untuk meletakkan barang di suatu tempat tertentu, kemudian kurir akan mengirimkan alamat barang yang dia letakkan kepada penjual. Penjual meneruskan pesan kepada operator, operator meneruskan pesan kepada pembeli (konsumen akhir). Dari metode ini ditemukan fakta lapangan sebagai berikut : Terjadi hubungan terputus antara pihak pembeli barang, operator penjual, penjual dan bahkan kurir peletak barang. Jalur komunikasi yang dipakai dengan menggunakan Hand Phone. Operator penjual banyak yang beroperasi dari dalam Penjara (LP). Penentuan siapa yang menjadi opertaor dan kurir peletak barang adalah skenario dari pemilik barang. Rekening yang terdaftar pada bank-bank tertentu biasanya tidak menggunakan alamat pendaftaran yang sesuai. Nomor hand phone yang terdaftar biasanya tidak ter-registrasi sesuai dengan nama dan alamat orang yang memegang hand phone tersebut. Kendaraan yang digunakan dari para kurir biasanya selalu berganti-ganti. Alamat jatuhnya barang (peletakan barang transaksi) berubah-ubah. Ada beberapa macam metode penangkalan yang dipakai untuk membentuk cara bertindak penyelidikan yang memungkinkan untuk melakukan pengungkapan penjualan narkoba, metodemetode tersebut adalah: 1) Contra Face to face transaction Metode face to face transaction dengan mempertemukan secara langsung antara penjual dan pembeli serta penyerahan barang transaksi dan uang pembayaran yang juga secara langsung (dalam hal ini Narkoba) bisa diungkap dengan cara tehnik penyelidikan yang konvensional. Cara bertindak konvensional yang dimaksud diantaranya sebagai berikut : Observasi (Pengamatan) Adalah tehnik penyelidikan dengan melakukan pengamatan secara terselubung terhadap suatu objek dengan menggunakan panca indra untuk mendapatkan gambaran tentang hubungannya dengan tindak pidana yang terjadi. Surveillance (Pembuntutan) Merupakan teknik penyelidikan dengan cara melakukan pengawasan penuh terhadap orang, benda, ataupun kendaraan yang berhubungan dengan terjadinya tindak pidana. Undercover (Penyamaran) Penyusupan ke dalam situasi sasaran untuk mendapatkan keterangan tentang tindak pidana yang telah terjadi termasuk metode penyamaran/ pembelian terselubung ( Undercover Buy). Interview (Wawancara) Adalah suatu cara untuk memperoleh bahan keterangan dari orang yang memiliki atau diduga memiliki keterangan melalui pembicaraan/ atau tanya jawab secara langsung. 2) Contra Transfer Transaction Pada prinsipnya penangkalan terhadap metode penjualan narkoba dengan sistem transfer ini sama dengan teknik penyelidikan penjualan sistem face to face, namun karena dalam penjualan sistem transfer ini terjadi hubungan yang terputus antara pihak-pihak yang terlibat maka

diperlukan metode Scientific Crime Investigation yang mengedepankan analisa Information Technology (IT) : Pemetaan peran individu melalui nomor hand phone yang didapat Di Indonesia saat ini nomor sim card harus di registrasi, pada data registrasi tersebut kita dapat mengetahui alamat pemilik nomor tersebut, namun kelemahan dari cara ini adalah seringnya para pengguna hand phone yang memasukkan data diri secara palsu (tidak asli). Memahami jalur komunikasi melalui Calls Details Record (CDR) CDR mencatat segala hubungan yang dilakukan oleh sebuah nomor hand phone.Catatan yang tercipta merupakan jalur komunikasi dua arah yang artinya komunikasi out going dan incoming. Hal tersebut dapat berupa hubungan suara (Calls) maupun pesan singkat (SMS). Dari CDR kita dapat memperoleh informasi mengenai : - Waktu dan tanggal komunikasi, baik itu komunikasi keluar maupun kedalam. - Nomor hand phone yang dihubungi maupun nomor hand phone yang menghubungi. - Posisi BaseTransceiver Station pada saat melakukan hubungan suara (calls). - Lamanya komunikasi (duration). - Nomor IMEI hand phone (Satu buah Hand phone hanya memiliki satu nomor IMEI) - Nomor IMSI (International Mobile Subscriber Identify) sim card. Nomor ini adalah nomor yang tercantum dalam setiap sim card Hand Phone. Pencarian Posisi individu melalui Base Transceiver Station (BTS) Dari data CDR kita dapat mengetahui posisi BTS dari nomor hand phone tersangka. Posisi BTS area tersebut akan mencantumkan : - MSISDN (Mobile Subscriber Intregrated Service Digital Network) - Date (tanggal dan waktu penarian posisi) - LAC (Local Area Centre) - CID (Cell Id) Penggunaan Software Penggunaan tools berupa perangkat lunak (software) pada komputer ini merupakan bagian dari penggunaan teknologi kepolisian dalam pemberantasan Narkoba di Indonesia. Metode ini sebenarnya sudah dilaksanakan sejak tahun 2003 dan telah memberikan bantuan yang cukup signifikan terhadap pemberantasan dan penegakan hukum para pelaku kejahatan Narkoba. Macam dari software tersebut antara lain adalah Analysts Notebook, Map Info, Net Monitoring Program (cell track dan GSM mont), Signal-Position Utilities. c. Pembaharuan UU Narkotika Sejak akhir tahun 2009 Indonesia telah mengesahkan undang-undang Narkotika terbaru. Tepatnya pada 14 September 2009, Pemerintah mengesahkan Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika untuk menggantikan Undang-undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-undang nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika khusus golongan I dan II. Undang-undang terbaru ini diyakini memiliki ancaman yang lebih berat dibandingkan dengan undang-undang sebelumnya, untuk lebih jelasnya berbagai pembaharuan dalam undang-undang nomor 35 tahun 2009 tersebut akan disajikan sebagai berikut : 1) Perluasan Jenis dan Golongan Pada undang-undang terdahulu, jenis golongan untuk masing-masing Narkotika dan Psikotropika dipisahkan secara jelas melalui lampiran jenis golongan di tiap-tiap undang-undang. Hal ini diatur pada pasal 2 ayat (2) UU No 22 tahun 1997 yang diikuti dengan lampiran untuk setiap jenis golongannya. Pada lampiran UU No 22 tahun 1997 dinyatakan bahwa Narkotika Golongan

I terdiri dari 26 jenis narkotika, sedangkan pada UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika pada bagian lampirannya terdapat 65 jenis narkotika golongan I. Penambahan pada jenis Narkotika Golongan I ini dikarenakan digabungkannya jenis Psikotropika Golongan I dan II kedalam kategori Narkotika Golongan I. 2) Alat Bukti Perluasan terhadap alat bukti khususnya yang menyangkut alat bukti elektronik ini memang sangat dibutuhkan, hal ini mengingat sebagai salah satu tindak kejahatan, peredaran narkotika merupakan jenis kejahatan dalam bentuk jaringan dimana antara para pelaku sering tidak bertemu secara face to face bahkan nyaris tidak saling mengenal satu dengan yang lain, dan komunikasi diantara para pelaku menggunakan media alat komunikasi elektronik seperti handphone maupun media chatting. Kemudian dalam hal lamanya waktu penangkapan, UU No 22 tahun 1997 hanya memberikan waktu 24 ja dalam menangkap di ikuti perpanjangan selama 48 jam apabila dalam pemeriksaan waktu tersebut tidak mencukupi (pasal 67). Pada undang undang 35 tahun 2009,penangkapan dapat dilakukan selama 3 x 24 jam kemudian dapat diperpanjang 3 x 24 jam lagi apabila pemeriksaan dirasa belum mencukupi. 3) Ketentuan Pidana Pada bagian ketentuan pidana ini telah terjadi beberapa perubahan yang cukup prinsipal dan mendasar dari UU No 22 tahun 1997 ke UU No 35 tahun 2009 ini, dimana pada undang-undang terdahulu jumlah pasal dalam ketentuan pidana ini hanya berjumlah 23 pasal dan berkembang menjadi 35 pasal pada undang-undang terbaru. Secara umum UU No 35 tahun 2009 ini memiliki ancaman hukuman pidana penjara yang lebih berat daripada UU No 22 tahun 1997 demikian pula dengan ancaman hukuman denda yang diberikan juga lebih berat. Beberapa pokok perubahan tersebut diantaranya adalah penggunaan sistem pidana minimal. Pada undang-undang terbaru dikenal sistem pidana minimal dimana pada undang-undang sebelumnya hal tersebut tidak ada. Hal ini terutama pada para pelaku penyalahgunaan narkotika Golongan I. Selanjutnya bagi penyalahguna narkotika yang merupakan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial (Pasal 127 ayat (3) UU No 35 tahun 2009). Yang cukup menarik adalah apa yang tertera dalam pasal 128 UU No 35 tahun 2009 dimana orang tua atau wali pecandu yang belum cukup umur yang tidak melaporkan maka dapat dipidana dengan pidana kurungan 6 bulan atau denda 1 juta rupiah (ayat 1), sedangkan untuk pecandu narkotika dibawah umur dan telah dilaporkan sebagaimana pasal 55 ayat (1) maka dia tidak dapat dipidana, kemudian untuk pecandu narkotika yang telah cukup umur dan sedang menjalani rehabilitasi medis juga tidak dituntut pidana (ayat 3). III. PENUTUP Berbagai perkembangan mengenai trend kejahatan Narkoba di Indonesia ini memang membawa perubahan dalam beberapa tahun terakhir. Perubahan berupa peningkatan tersebut memang cukup tinggi dan berkembangan dengan sedemikian rupanya. Kondisi ini tentu saja menjadi sebuah pekerjaan rumah bagi pemerintah pada khususnya dan masyarakat Indonesia secara luas pada umumnya. Tentu kita tidak ingin melihat mental bangsa ini menjadi rusak akibat pengaruh Narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya ini. Berbagai upaya pencegahan, penanggulangan , pemberantasan Narkotika dari bumi poertiwi ini tentu akan sia-sia manakala semua pihak tidak bekerja sama. Hal ini tentu harus dibarengi dengan berbagai upaya pencegahan yang dilakukan dengan segenap bantuan masyarakat dan

komponen bangsa ini secara simultan. Berbagai piranti hukum yang ada hanyalah sebuah hukum mati yang tidak akan ada gunanya apabila tidak dijalankan secara baik dan benar. Dan yang paling penting bahwa tugas untuk memerangi narkoba ini bukanlah tugas Polri atau tugas BNN semata, seluruh masyarakat Indonesia harus berperan aktif dalam memerangi narkoba ini. Jika tidak maka upaya memberantas narkoba dari Indonesia akan sangat sulit untuk terwujud dan terlaksana dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai